Está en la página 1de 10

Analisa kasus

Permasalahan pada pasien ini adalah Pneumocystis pneumonia, TB paru, Gizi buruk,
Anemia penyakit kronis, HIV Stadium 3.
Pneumocystis jirovecii pneumonia merupakan penyakit infeksi paru yang biasanya
menyerang pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun. Pneumocystis jirovecii
pneumonia disebabkan oleh suatu organisme yang disebut Pneumocystis jirovecii. Penyakit
ini merupakan salah satu penyebab kematian pada penderita immunocompromised seperti
pada penderita human immunodeficiency virus / acquired immunodeficiency syndrom (HIV-
AIDS), pasien yang sedang menjalani kemoterapi, pasien yang mendapatkan terapi
kortikosteroid jangka lama, pasien dengan malnutrisi protein dan pasien dengan penyakit
keganasan hematologi.1,2
Gejala klinis Pneumocystis pneumonia meliputi demam yang tidak terlalu tinggi,
batuk yang non produktif dan sesak napas yang terjadi secara subakut 2 minggu atau lebih.
Gambaran penyakitnya akan berbeda pada pasien AIDS dan pasien tanpa sindroma AIDS.
Pada pasien bukan AIDS onsetnya tidak jelas dengan masa inkubasi sampai 2 bulan. Batuk
nonproduktif merupakan gejala yang tipikal dan dapat berlanjut hingga kapasitas ventilasinya
menurun. Pada pemeriksaan fisik biasanya terdapat ronki yang difus. Pada pasien dengan
AIDS, masa inkubasinya lebih lama, rata-rata sekitar 40 hari tetapi dapat sampai setahun
dengan berat badan menurun, malaise, diare, batuk nonproduktif, dispnea progresif dan
demam ringan. Pada pemeriksaan dada, ronki dapat ada atau tidak ada. Laporan-laporan
menunjukkan bahwa sebanyak 28% dari pasien terindikasi Pneumocystis jiroveciifoto
toraksnya normal serta kelainan fisik di dadanya tidak ada atau tidak jelas. Klinisi diharapkan
waspada akan kemungkinan infeksi pneumocystis bila ditemukan bintik seperti kapas di
fundus mata, terutama bila tidak ada diabetes atau hipertensi.3
Tabel 1. Derajat Tingkat Keparahan Pneumocystis Pneumonia.3

Derajat Kriteria klinis

Ringan Sesak napas saat beraktivitas ringan, batuk, berkeringat.

PaO2 > 80 mmHg, SaO2 > 96%

1
Gambaran foto toraks dapat normal atau terdapat infiltrat di perihiler
yang minimal.

Sedang Sesak napas saat beraktivitas sedang, demam dengan atau tanpa
berkeringat.
PaO2 60-80 mmHg, SaO2 91-96%
Gambaran foto toraks terdapat infiltrat interstitial bersifat difus.

Berat Sesak napas saat beristirahat, demam dan batuk yang persisten.
PaO2 < 60 mmHg, SaO2 < 91%
Gambaran foto toraks terdapat infiltrat yang ekstensif dengan atau
tanpa infiltrat alveolar.

Pengobatan pada kondisi kasus sedang hingga berat dapat diberikan kortikosteroid
bersamaan dengan antibiotik yaitu prednison oral 2 x 40 mg dalam 5 hari pertama, 1 x 40 mg
dalam 5 hari berikutnya dan dilanjutkan 20 mg/hari hingga terapi selesai. Metilprednisolon
intravena dapat diberikan dengan dosis awal 4 x 100 mg bila tidak dapat diberikan terapi
prednison oral. Bila diberikan terapi kortikosteroid paling lambat 72 jam pertama sebelum
terjadi perburukan.3
Pada pasien ini, ditemukan beberapa gejala dari Pneumocystis pneumonia yaitu demam yang
tidak terlalu, sesak nafas, batuk non produktif, berat badan yang menurun, malaise. Pada
pemeriksaan fisik thorak didapatkan ronki basah halus. Dan mendapat pengobatan saat
dirawat yaitu kortikosteroid dexamethasone 2 mg IV. Terapi ini sesuai.

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (


Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. TB pada anak terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Di Negara-
negara berkembang jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50 % dari jumlah
seluruh populasi umum dan terdapat sekitar 500.000 anak didunia menderita TB setiap tahun.
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:4
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat
atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi.

2
Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak
disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
3. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas
semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to
thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.
TB paru merupakan salah satu IO yang paling sering terjadi pada pasien dengan HIV-AIDS.
Rekomendasi untuk diagnosis TB anak adalah:
riwayat kontak dengan pasien TB dewasa;
gejala dan tanda sugestif TB (khas: Tb tulang belakang, Gibbus);
uji tuberkulin, positif apabila pada anak risiko tinggi (termasuk anak terinfeksi HIV
dan gizi buruk) diameter indurasi > 5mm. Atau pada anak lainnya (baik dengan vaksin
BCG atau tidak) diameter indurasi > 10 mm;
konfirmasi bakteriologi bila memungkinkan;
pemeriksaan berkaitan dengan suspek TB paru dan ekstraparu.
Skor TB pada pasien:
Kontak TB laporan keluarga (BTA negatif atau tidak jelas) = 2
Uji tuberkulin positif = 3
BB/keadaan gizi gizi buruk = 2
Demam yang tidak diketahui sebabnya > 2 minggu = 1
Batuk kronik > 3 minggu = 1
Pembesaran kel. Limfe > 1cm, jumlah > 1, nyeri (-) = 1
Pembengkakan tulang/sendi panggul tidak ada = 0
Foto rontgen thoraks gambaran sugestif TB = 0
Total skor TB pada pasien adalah 10, yang berarti diagnosis TB tegak. Pedoman
internasional merekomendasikan bahwa TB pada anak yang terinfeksi HIV (selain TB milier,
meningitis TB, dan TB tulang) harus diberikan 4 macam obat, yaitu RHZE selama 2 bulan
pertama, lalu dilanjutkan RH sampai dengan minimal 9 bulan. Dalam hal ini, pemberian OAT
pada pasien sudah tepat karena pasien baru mulai mengonsumsi OAT bulan pertama, yaitu

3
INH 100 mg, Rifampisin 150 mg, Pirazinamid 500 mg, Etambutol 500 mg, sementara pasien
juga mengonsumsi ARV. ARV yang digunakan pada pasien ini adalah FDC (zidovudin dan
lamivudin) dan nevirapine.4 Idealnya, saat menggunakan rifampisin (karena pasien sudah
memulai menggunakan rifampisin terlebih dahulu), diusulkan regimen ARV-nya tidak
mengandung nevirapin. Karena menurut penelitian, yaitu risiko penurunan ARV ke tingkat
tidak optimal ketika digunakan bersama dengan rifampisin (interaksi obat). Untuk hal ini,
efavirenz atau abacavir dapat dipakai sebagai pengganti, karena keduanya tidak mengalami
interaksi dengan rifampisin. Bila ARV sudah dimulai dengan nevirapine sebelum OAT
dimulai, sebaiknya nevirapine diganti efavirenz atau abacavir waktu dimulai pemberian OAT.
Namun saat ini di Indonesia tidak ada pilihan lain, jika ada beberapa keadaan dimana
penggunaan nevirapine sudah terlanjur diberikan bersamaan dengan rifampisin, sebaiknya
1, 2
tetap melanjutkan dengan pengobatan yang sama, misalnya pada perempuan hamil. Pada
pasien ini, ARV yang diberikan tetap nevirapin. Berdasarkan penelitian, meskipun ada
kecenderungan tingkat yang lebih tinggi dari kegagalan pengobatan bulan ke-6 pada
kelompok dengan pengobatan nevirapine, perbedaan ini tidak bermakna. Selain itu, efavirenz
hanya bisa digunakan pada usia > 3 tahun atau BB > 10 kg; dan abacavir lebih mahal dan
tidak memiliki bentuk generik. Dosis abacavir 8 mg/kgBB/dosis, 2x sehari.5
Pemberian kotrimoksazol dimaksudkan untuk mencegah infeksi umum yang terjadi
pada bayi yang terpajan HIV dan anak imunokompromais dengan tingkat mortalitas tinggi.
Syarat pemberian pada anak usia 1-5 tahun adalah stadium WHO 2-4 tanpa melihat
persentase CD4 atau stadium WHO berapapun dengan CD4 < 25 %. Secara universal,
profilaksis untuk semua anak yang lahir dari ibu HIV positif sampai umur 5 tahun. Pada
pasien sudah diberikan kotrimoksazol dengan dosis 5 mg/kgBB.5
Gizi buruk merupakan salah satu spektrum dari kelainan yang disebut malnutrisi
energi protein (MEP). MEP merupakan salah satu dari empat masalah gizi utama di
Indonesia. Prevalensi yang tinggi pada anak dibawah 5 tahun serta ibu hamil dan menyusui.
Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-
kwashiorkor, walaupun demikian dalam penatalaksanaannya sama. Pada pasien ini tipe gizi
buruk yang marasmus, dengan gejala klinis penampilan wajah seperti orangtua, terlihat
sangat kurus, perubahan mental, cengeng, kulit kering, dingin dan mengendor, keriput, lemak
subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang, otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat
jelas, kadang-kadang terdapat bradikardi, tekanan darah rendah dibandingkan anak sehat
yang sebaya.6

4
Pada pasien ini didiagnosa gizi buruk tipe marasmus berdasarkan gejala yang
mendukung yaitu : penampilan wajah terlihat seperti orangtua, rambut kering, mudah rontok,
kulit kering, keriput, turgor kulit berkurang, abdomen cekung, tekanan darah lebih rendah.
Dari hasil antopometri di dapatkan BB: 21 kg TB: 135 cm LILA : 12 cm status gizi BB/TB:
67%.
Pada pasien ini, terapi gizi buruk yang telah diberikan F75 100 cc setiap jam selama
10 jam dan pada hari ke 3 diberikan F100 3 x 300 cc. Tatalaksana gizi buruk terdiri dari 3
fase (stabilisasi, transisi, rehabilitasi) dengan 10 langkah tindakan seperti tabel dibawah ini :6-
8

Medikamentosa terapi gizi buruk :6-8


1. Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Rehidrasi secara oral dengan resomal, secara parental hanya pada dehidrasi
berat atau syok.
2. Atasi/cegah hipoglikemi
3. Atasi/gangguan elektrolit
4. Atasi/cegah hipotermi
5. Antibiotika:
Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kotrimoksasol selama 5 hari.
Bila infeksi nyata : ampisilin IV selama 2 hari, dilanjutkan dengan oral sampai
7 hari, ditambah dengan gentamisin IM selama 7 hari.

5
Bila anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan kloramfenikol
selama 5 hari.
6. Atasi penyakit penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman
7. Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan : 50.000 SI, 6-12 bulan : 100.000
SI, >1 tahun : 200.000 SI) pada awal perawatan dan hari ke 15 atau sebelum
pulang.
8. Multivitamin-mineral, khusus asam folat hari pertama 5 mg, selanjutnya 1 mg
per hari. Vitamin C BB< 5 kg : 50 mg/hari (1 tablet), BB> 5 kg : 100 mg/hari
(2 tablet). Vitamin B komplex 1 tablet/hari.6-8
Suportif :
Oral (enteral )
Stabilisasi (F75) Transisi (F75-F100) Rehabilitasi (F100)
Energi 80-100 kkal/kgbb/hr 100-150 kkal/kgbb/hr 150-220 kkal/kgbb/hr
Protein 1-1.5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hr
Cairan 100-130 ml/kgbb/hr Bebas sesuai
Bila edema berat : 100 kebutuhan energi.
kkal/kgbb/hr

Pada pasien ini sudah di berikan F75 dan F 100, tetapi pemberian F100 dihentikan pada hari
ke 5 karena pasien mengeluhkan apabila meminum susu F100 os selalu muntah, sehingga
pada hari ke 5 di hentikan dan diganti dengan nasi tim 3 x 1.
Anemia adalah serangkaian gejala yang diakibatkan oleh tingkat Hb yang rendah,
orang dengan HIV lanjut sering mengalami anemia (dan sering trombositopenia) karena
tubuhnya tidak lagi (karena berbagai alasan) memproduksi hormon yang dibutuhkan untuk
merangsang produksi sel darah merah; atau dapat disebabkan karena efek ARV, terutama
Zidovudin. Namun efek ini biasanya timbul pada minggu ke-4 penggunaan. 9 Nilai Hb normal
pada anak usia 5 10 tahun adalah sekitar 11 g/dL, sementara pada pasien didapatkan Hb 5,9
g/dL. Pada beberapa anemia, dilakukan tindakan transfusi darah dan pemberian zat besi.
Dalam pedoman WHO disebutkan bahwa transfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat
dan transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang atau kurang.
Indikasi tranfusi darah adalah:10
anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume cairan;
anemia kronis;
gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen;

6
plasma loss, atau hipoalbuminemia;
kehilangan sampai 30 % EBV umumnya dapat diatasi dengan cairan elektrolit saja.
Kehilangan lebih daripada itu, setelah diberi cairan elektrolit perlu dilanjutkan
transfusi jika Hb < 8 g/dL.10
Pada pasien ini dilakukan transfusi darah karena adanya indikasi, yaitu anemia kronis dan
kadar Hb yang < 8 g/dL.
Infeksi HIV adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus HIV ( Human
Immunodeficiency Virus). AIDS adalah penyakit yang menunjukan adanya sindrom defisiensi
imun seluler sebagai akibat infeksi HIV. Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan
DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap
terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV sebagian berkembang masuk tahap AIDS
pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah
13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian
meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai
dengan kerusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap.11,12
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian
memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi.
Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, di mulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa
gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada
sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun,
dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-pogresor). Seiring dengan makin
memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi
oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar
getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes.11,12
Salah satu akibat dari infeksi HIV adalah kerusakan pada sistem kekebalan tubuh.
HIV membunuh CD4, dimana pada orang sehat jumlahnya berkisar antara 500-1500.
Sementara pada orang yang terinfeksi HIV, akan terjadi penurunan jumlah CD4. Jika
jumlahnya kurang, sistem tersebut akan menjadi lemah dalam hal perlawanan infeksi. 5 Pada
pasien ini didapatkan jumlah CD4 20, maka akan terjadi infeksi oportunistik (IO) yang dapat
dikatakan sebagai masa AIDS. Selain CD4 dapat dilakukan pemeriksaan yang lebih umum,
yaitu total lymphocyte count atau TLC. Pada orang sehat TLC normal kurang lebih 2000.
TLC 1000-1250 biasanya serupa dengan jumlah CD4 kurang lebih 200.5,12

7
Case finding HIV ditentukan melalui prosedur diagnostik yang baik. Bayi dan anak yang
harus dites HIV bila:5
Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV seperti TB berat atau
mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau pneumonia berulang dan diare kronis atau
berulang);
bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan perlakuan
pencegahan penularan dari ibu ke anak;
untuk mengetahui status bayi/anak kandung dari ibu yang didiagnosis terinfeksi
HIV (pada umur berapa saja);
untuk mengetahui status seorang anak setelah salah satu saudara kandungnya
didiagnosis HIV atau salah satu atau kedua orang tua meninggal oleh sebab
yang tidak diketahui tapi masih mungkin karena HIV;
terpajan atau potensial terkena infeksi HIV melalui jarum suntik yang terkontaminasi,
menerima transfusi berulang dan sebab lain;
anak yang mengalami kekerasan seksual.
Untuk melakukan tes HIV, yaitu uji serologi dan uji virologi, pada anak diperlukan ijin dari
orang tua/wali yang memiliki hak hukum atas anak tersebut. Pada pasien, telah dilakukan
prosedur diagnostik HIV.
Pada pasien, sesuai kriteria WHO, didiagnosis sebagai HIV stadium 3, dengan
kriteria:
Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat
terhadap terapi standar;
diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih);
demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (> 37.5 C intermiten atau konstan, > 1
bulan);
kandidosis oral persisten, di luar saat (6-8 minggu kehidupan)
oral hairy leukoplakia;
periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut;
TB kelenjar;
TB paru;
pneumonia bakterial berat dan berulang;
pneumositis interstitial limfoid simptomatik;

8
penyakit paru berhubungan dengan HIV kronik, termasuk bronkiektasis;
anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8 g/dL), neutropenia (<500/mm3), dan
trombositopenia (< 50000/mm3).
Anak berusia > 5 tahun bila didiagnosis HIV, maka terindikasi untuk mendapat
pengobatan ARV sesegera mungkin. Akan tetapi diprioritaskan syarat pemberian ARV pada
anak-anak sebagai berikut.5

Paduan lini pertama yang direkomendasikan adalah 2 nucleoside reverse transcriptase


inhibitor (NRTI) dan 1 non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Pada pasien
ini, diberikan ARV zidovudin (NRTI) 50 mg, lamivudin (NRTI) 30 mg, dan nevirapine
(NNRTI) 60 mg, dengan tatalaksana infeksi oportunistik yang didahulukan. Dosis zidovudin
180-240/m2/dosis, 2 kali sehari; lamivudin 4 mg/kgBB/dosis, 2 kali/hari; dan nevirapine 200
mg/m2/dosis, 2 kali sehari. Terdapat sediaan paket fixed dose kombinasi zidovudin 50 mg,
lamivudin 30 mg, dan nevirapine 60 mg untuk anak.
Efek samping zidovudin yang sering terjadi adalah efek samping inisial
gastrointestinal, seperti mual, muntah pada minggu pertama. Yang lebih ditakutkan adalah
anemia dan neutropenia yang berat dapat terjadi saat minggu ke-4. Oleh karena itu perlu
dilakukan pemantauan teratur dari pemeriksaan darah tepi. Efek samping lamivudin pada
anak sampai sekarang masih dalam penelitian. Sementara efek samping nevirapine adalah
insidens ruam dan hepatotoksisitas, serta interaksi dengan rifampisin. Pada pasien ini,
digunakan kombinasi ketiga obat diatas. Sementara pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb pasien di bawah kadar normal, yaitu 5.9 g/dL. Zidovudin memang merupakan
pilihan utama untuk lini pertama, namun bila Hb anak < 7.5 g/dL maka disarankan zidovudin
diganti oleh NRTI lain, yaitu stavudin sebagai lini pertama, yang memiliki efek samping
traktus GI dan anemia lebih sedikit dibanding zidovudin. Namun dengan adanya risiko efek
samping penggunaan stavudin jangka panjang, yakni lipodistrofi dan neuropati perifer pada
orang dewasa, maka dapat dipertimbangkan mengubah stavudin ke zidovudin bila Hb anak >

9
8 g/dL setelah pemakaian 6-12 bulan. Bila efek anemia berulang maka dapat kembali ke
stavudin.5 Pada pasien juga sebaiknya dilakukan pemeriksaan fungsi hati berkala, karena
pasien mengonsumsi nevirapine sekaligus dengan OAT.

10

También podría gustarte