Está en la página 1de 10

Vina Fitriani Pratiwi

240210140088

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas mengenai netralisasi minyak yang


merupakan tahapan pertama dari purifikasi minyak dan uji kreis untuk menguji
ketengikan dari minyak sampel. Purifikasi minyak atau yang sering dikenal
dengan pemurnian minyak bertujuan untuk menghilangkan rasa serta bau yang
tidak enak, warna yang tidak menarikdan memperpanjang masa simpan minyak
sebelum dikonsumsi dan salah satu tahapannya adalah netralisasi ialah suatu
proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga
membentuk sabun (soap stock). Tujuan proses netralisasi adalah untuk
menghilangkan asam lemak bebas (FFA) yang dapat menyebabkan bau tengik
(Ketaren, 2008).
Pada praktikum kali ini dilakukan uji kreis untuk menguji ketengikan. Uji
ketengikan minyak dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan
menguji senyawa-senyawa yang menimbulkan bau tengik dalam minyak,
misalnya aldehida, keton, peroksida yang dapat menguap. Pengujian ketengikan
minyak secara kuantitatif dapat dilakukan dengan cara uji bilangan asam, uji
bilangan peroksida, uji bilangan asam thiobarbiturat, uji para anissid, dan uji ultra
violet adsorbsi. Sedangkan, pengujian ketengikan minyak secara kualitatif dapat
dilakukan dengan cara uji kreis atau jacobs dan uji taufel sadler.
4.1 Netralisasi Minyak
Prosedur pertama yang dilakukan adalah diambil sampel minyak sebanyak
5 ml ke dalam tabung reaksi. Sampel minyak yang digunakan adalah minyak
basah, minyak pasar, minyak yang dibuat dengan metode enzimatis, minyak hasil
metode basah, dan minyak. Selanjutnya tabung reaksi dipanaskan dalam
waterbath pada suhu 60o-70oC dan diteteskan NaOH hingga terbentuk soapstock
ketika diangkat dan didinginkan. Pemanasan dalam waterbath yang diberikan
selama netralisasi bertujuan untuk mempercepat pengendapan minyak sehingga
terbentuk soapstock selain itu pemanasan dalam waterbath juga bertujuan untuk
mempercepat adanya reaksi yang terjadi antara NaOH dengan sampel minyak.
Tujuan penambahan NaOH adalah untuk menyabunkan asam lemak bebas atau
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

disebut reakasi saponifikasi. Saponifikasi adalah hidrolisis asam lemak karena


adanya basa kuat (NaOH) menghasilkan produk berupa sabun dan gliserol
(Kolakowska, 2010). Reaksinya seperti digambarkan di bawah ini:

(Kolakowska, 2010)
Penggunaan larutan NaOH juga dapat membantu mengurangi zat warna
dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara emulsi. Sabun atau emulsi
ini dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi (Ketaren, 2008). Soap
stock (sabun) pada minyak berada di dasar tabung reaksi. Hal ini dikarenakan
berat jenisnya lebih tinggi dibandingkan minyak. Berat jenis tersebut tinggi
karena Soap stock terdiri dari endapan yang terbentuk, berfungsi untuk membantu
pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatidan dan protein, dengan cara
membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari
minyak dengan cara sentrifusi (Winarno, 1984).
Setelah itu, tabung reaksi diangkat dan di diamkan pada suhu 15-20 oC dan
disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang terlebih dahulu (W1) untuk
menyaring soapstock. Setelah disaring, timbang kembali dengan kertas saring
(W2). Setelah itu amati volume NaOH, volume minyak awal dan akhir, massa
soapstock, rendemen, warna dan aroma.
V minyak akhir
Rendemen=
V minyak awal

Tabel 1. Hasil Pengamatan Netralisasi Minyak Pada Minyak Basah


Kel. Sampel V V V W Warna Aroma Rendemen Foto
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

Minyak Minyak soap


NaOH
awal Akhir stock (%)
(ml)
(ml) (ml) (gram)

Minyak Khas
1,2 5 4,1 0,8196 Kuning 82
Basah kelapa
1
Minyak Kuning Khas
1,05 5 4,5 1,0828 90
Pasar keruh minyak

Minyak
metode Khas
1,25 5 2 1,95 Putih 40
enzima minyak
tis
2
Minyak
Minyak
hasil
1,25 5 1 2,95 Kuning agak 20
metode
bau
basah

Minyak Putih Khas


0,8 5 1,7 0,8979 34
Basah keruh kelapa

3.
Minyak
Kuning Sedikit
Jelanta 1 5 2,8 0,8357 56
Keruh Tengik
h

Khas
Minyak Kuning
1,1 5 1 1,6704 minyak 20
basah jernih
kelapa
4 Aroma
Minyak
minyak
enzima 1,1 5 1 1,6041 bening 20
tidak
tis
tajam
Minyak Kuning Khas
1,75 5 1,2 1,9409 24
Basah jernih kelapa

5 Minyak
Kuning Agak
Jelanta 1,5 5 1 2,7398 20
pekat tengik
h

Tidak
Minyak Khas ada
1.25 5 1 1,28 Kuning 20
basah kelapa dokumen
tasi
6
Tidak
Minyak
ada
ensimat 1,5 5 1 2,15 Bening Asam 20
dokumen
is
tasi
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 1, sampel minyak yang


membutuhkan volume NaOH terbanyak adalah sampel minyak yang diekstraksi
secara basah kelompok 5 dengan volume 1,75 lalu minyak jelantah dengan
volume 1,5 ml. Sementara sampel minyak yang membutuhkan volume NaOH
paling sedikit adalah sampel minyak yang diekstraksi secara basah kelompok 3
dengan volume 0,8 ml. Konsentrasi alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam
lemak bebas minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas, makin besar pula
konsentrasi alkali yang digunakan (Bhosle dan Subramanian, 2004).
Kemudian sampel minyak dengan jumlah soapstock terbanyak adalah sampel
minyak yang diekstraksi dengan metode basah pada kelompok 2 dengan berat soapstock
2,95 gram dan minyak jelantah kelompok 5 dengan berat soapstock 2,7398 gram.
Kedua sampel minyak tersebut berbau tengik. Sementara sampel minyak dengan
jumlah soapstock paling sedikit adalah minyak yang diekstraksi dengan metode basah
kelompok 1 dengan berat soapstock 0,8196 gram dan minyak tersebut berbau khas aroma
kelapa. Menurut Ketaren (2008), kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit,
hanya dibawah 1%. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika
dicicipi akan terasa pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya
tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas,
walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Asam lemak bebas
merupakan hasil perombakan yang terjadi pada asam lemak yang disebabkan adanya
reaksi kompleks pada minyak. Semakin tinggi kandungan asam lemak bebas pada
minyak menandakan semakin menurunnya mutu dari minyak goreng tersebut. Reaksi
hidrolisa yang terjadi pada minyak akan mengakibatkan kerusakan minyak karena
terdapat sejumlah air dalam minyak tersebut dan menyebabkan terbentuknya asam
lemak bebas dan beberapa gliserol (Muchtadi, 2009).
Berdasarkan SNI 01-3741-2002, syarat kandungan asam lemak bebas
maksimal adalah 0,30%. Minyak jelantah memiliki kadar asam lemak bebas karena
menurut Muchtadi (2009) kadar asam lemak bebas dalam minyak jelantah akan
semakin tinggi seiring dengan lamanya waktu penggorengan begitu juga pada
bilangan peroksida (Muchtadi, 2009). Sampel minyak yang diekstraksi dengan
metode basah pun ada yang mengandung asam lemak bebas lebih banyak
dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan dari proses enzimatis. Hal ini
dikarenakan kelebihan proses ekstraksi secara enzimatis dibandingkan cara lain
adalah tingkat ketengikan rendah dengan daya simpan lebih lama, aroma lebih
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

harum, dan bebas senyawa penginduksi koles-terol (Rosenthal dan Niranjan, 1996;
Sulistyo et al., 1999). Selain itu, keberadaan asam lemak bebas juga dipengaruhi oleh
penyimpanan minyak. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan
hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Kemudian asam lemak bebas
ini membentuk lagi asam lemak trans dan radikal bebas (Kurniati dan Suasanto,
2015).
Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan, sampel yang memiliki rendemen
paling tinggi adalah minyak kelapa yang diekstraksi secara basah pada kelompok 1
yaitu 81% dan minyak pasar yaitu sebesar 80%. Sementara sampel minyak yang
memiliki rendemen terkecil adalah minyak kelapa yang diekstraksi secara basah pada
kelompok 2, 4, 6, minyak yang diekstraksi secara enzimatis kelompok 4 dan 6, serta
minyak jelantah. Menurut Ketaren (2008), semakin tinggi nilai rendemen, maka
efisiensi netralisasi makin tinggi dan pemakaian larutan kaustik soda dengan
konsentrasi yang terlalu tinggi, akan bereaksi dengan sebagian dengan trigliserida
sehingga mengurangi jumlah rendemen minyak dan menambah jumlah sabun
yang terbentuk, sedangkan semakin rendah jumlah rendemen yang didapatkan,
semakin banyak jumlah asam lemak pada sampel yang tersabunkan atau
saponifikasi. Hal ini terkait kandungan minyak kasar pada sampel. Perbedaan
komposisi asam lemak (rantai pendek, sedang dan panjang) akan sangat
berpengaruh terhadap harga bilangan penyabunannya. Selain itu rendemen
minyak yang terbentuk juga dipengaruhi dengan proses penyaringannya, suhu
yang digunakan saat penambahan NaOH atau yang disebut suhu netralisasi, dan
jumlah sabun yang terbentuk. Semakin banyak nilai soap stock, maka volume
minyak yang dihasilkan semakin rendah karena banyak kehilangan minyak yang
disebabkan karena terserap oleh sabun tersebut.
Sementara warna yang dihasilkan oleh masing-masing sampel berbeda-
beda. Minyak yang diekstrasi dengan metode basah umumnya memiliki warna
kuninga atau kuning pucat. Sementara minyak yang diekstrasi dengan metode
enzimatis memiliki warna putih atau bening pada awalnya sehingga setelah
dilakukan netralisasi tidak terjadi perubahan warna. Warna kuning pada minyak
yang diekstrasi dengan metode basah karena proses pengolahan minyak kelapa
dengan udara panas menyebabkan warna kuning berubah akibat karoten
mengalami degradasi, sehingga warna kuning menjadi pucat. Selain itu, Warna
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

dari minyak jelantah dan minyak pasar adalah kuning keruh. Hal ini kemungkinan
dikarenakan terdapat kontaminasi kotoran akibat kurang maksimalnya
penyaringan minyak atau terdapat komponen yang terdegradasi. Menurut Ketaren
(2008), semakin encer larutan alkali yang digunakan, maka makin besar jumlah
larutan yang dibutuhkan untuk netralisasi dan minyak netral yang dihasilkan
berwarna lebih pucat.
Konsentrasi NaOH yang digunakan pun harus diperhatikan. Pada
praktikum ini digunakan larutan NaOH dengan konsentrasi 0,4 N. Konsentrasi
NaOH yang digunakan tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Pemakaian
larutan kaustik soda (NaOH) dengan konsentrasi yang terlalu tinggi, akan bereaksi
sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah
jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah
kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan
demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat
dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan
mutu minyak yang lebih baik (Susanto, 1999)

4.2 Uji Kreis


Selanjutnya dilakukan pengujian ketengikan minyak secara kualitatif yaitu
dengan uji Kreiss dan Jacobs. Prinsip uji kreis adalah reaksi kondensasi antara
ephydrin-aldehida dengan phloroglucinol, sehingga menghasilkan warna merah
muda (Tarigan,1983) . Sampel yang diuji ketengikannya adalah minyak yang
diekstraksi dengan metode basah, minyak yang diekstraksi dengan metode
enzimatis, dan minyak jelantah. Ketengikan pada sampel minyak dapat
ditentukan dengan cara melihat apakah terbentuk cincin merah pada dasar tabung
reaksi yang diakibatkan kondensasi antara ephydrin-aldehida dengan
phloroglusinol atau tidak.
Prosedur yang dilakukan pertama adalah pengambilan sampel sebanyak 1
ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian kedalam tabung reaksi
tersebut ditambahkan HCl sebanyak 1 ml dan kemudian dikocok. Penambahan
HCl berfungsi memberikan ion H+ dalam reaksi antara minyak dan HCl. Kemudia
ditambahkan 1 ml phloroglucinol 0.1% yang berfungsi sebagai berfungsi sebagai
indikator pada uji kreis lalu didiamkan selama 10 menit dann diamati
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

pembentukan cincin merah menandakan ketengikan. Berikut adalah hasil


pengamatan uji kreis pada beberapa sampel minyak. Tanda (+) menunjukkan
bahwa minyak tersebut positif tengik (terdapat cincin merah) dan nilai (-)
menandakan bahwa minyak tersebut tidak tengik.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Kreis
Kel. Sampel +/- Foto

Minyak Kasar
1 +
(Kelapa : Air = 1:1)

Minyak metode
2 -
enzimatis

Tidak ada
3 Minyak Jelantah A -
dokumentasi
+
Tidak ada
4 Minyak jelantah B (pink samar
dokumentasi
samar)

Minyak Kasar
5 +
(Kelapa : Air = 1:1)

Minyak metode
6 -
enzimatis

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017)


Berdasarkan hasil pengamatan, sampel minyak kasar dan minyak jelantah B
positif tengik. Sementara minyak yang diperolleh sari ekstraksi enzimatis serta
minyak jelantah A tidak tengik. Hal ini dikarenakan menurut Sudaryati et al.
(2006) minyak kelapa fermentasi (fermikel) memiliki banyak kelebihan
diantaranya tahan lama, tidak mudah tengik dan hampir tanpa kandungan
kolesterol. Ketengikan yang timbul dapat dipicu dengan oksigen aktif, panas,
logam dan cahaya, yang menyebabkan hidrogen terlepas dari ikatan dan terbentuk
radikal alkil, yaitu sejenis radikal bebas, kemudian radikal tersebut berikatan
dengan oksigen dan membentuk radikal peroksi yang akan menghasilkan
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

hidroperoksida setelah bereaksi dengan asam lemak tak jenuh yang terdapat di
dalam minyak. Dalam lemak dan minyak makan, terdapat tiga tipe ketengikan,
yaitu ketengikan yang disebabkan oleh oksidatif, hidrolisis, dan enzimatis
(Ketaren,2008).
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Semakin banyak NaOH yang dipakai, maka semakin banyak trigliserida
yang tersabunkan sehingga menurunkan rendemen minyak yang
didapatkan.
Semakin tinggi nilai rendemen, maka efisiensi netralisasi makin tinggi
Sampel minyak dengan jumlah soapstock terbanyak adalah sampel minyak
yang diekstraksi dengan metode basah pada kelompok 2 dengan berat
soapstock 2,95 gram dan minyak jelantah kelompok 5 dengan berat
soapstock 2,7398 gram.
Berdasarkan uji kreis, sampel minyak kasar dan minyak jelantah B positif
tengik.
Hasil pengamatan uji kreis menunjukkan sampel minyak hasil metode
enzimatis tidak ada yang mengalami ketengikan.

5.2 Saran
1. Penetesan NaOH harus diperhatikan jumlahnya agar seluruh asam lemak bebas
tersabunkan namun jangan terlalu berlebihan agar trigliserida tidak ikut
tersabunkan.
2. Sampel yang digunakan pada uji kreis seharusnya memiliki perbedaan jumlah
pakai yang jauh agar terlihat perbedaan kerusakan minyaknya.

DAFTAR PUSTAKA
Vina Fitriani Pratiwi
240210140088

Bhosle, B.M. and Subramanian, R. 2004. New approaches in deacidification of


edible oil-a review. J of Food Engineering. 02:09, 19-26.

Susanto, W.H. 1999. Teknologi Lemak Minyak Makan. Fakultas Teknologi


Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press,


Jakarta.

Kolakowska, Anna. 2010. Chemical and Functional Properties of Food Lipids.


Berlin: CRC Press

Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Muchtadi, Deddy. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Alfabeta: Bandung.

Kurniati, Y. dan Susanto, W.H. 2015. Pengaruh Basa NaOH dan Kandungan ALB
CPO Terhadap Kualitas Minyak Kelapa Sawit Pasca Netralisasi. Jurnal
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP Universitas Brawijaya Malang.

Tarigan, Ponis. 1983. Kimia Organik Bahan Makanan. Penerbit


Alumni.Bandung.Sudaryati, Yati S, Joko Sulistyo, Elidar Naiola. 2006.
Analisis Biokimia Minyak Kelapa Hasil Ekstraksi secara Fermentasi.
BIODIVERSITAS Volume 9 Nomor 2: 91-95.

También podría gustarte