Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Oleh Kelompok 10 :
A. Latar Belakang
Pelaksanaan kegiatan posyandu memerlukan peran serta masyarakat,
khususnya kader posyandu. Kader posyandu berasal dari anggota masyarakat
yang mau bekerjasama secara ikhlas, mau dan sanggup melaksanakan
kegiatan posyandu, serta sanggup menggerakkan masyarakat untuk
melaksanakan kegiatan posyandu, sehingga keaktifan kader sangat diperlukan
dalam kegiatan ini. Keaktifan kader di RW 10 Kelurahan Kotalama semakin
menurun. Kinerja posyandu sangat tergantung dari peran, motivasi, dan
kemampuan para kader dalam melaksanakan kegiatan posyandu. Hal inilah
yang perlu disadari mengingat timbulnya berbagai faktor yang mempengaruhi
kinerja dan motivasi kader posyandu, baik secara internal maupun eksternal
(Alven, 2008).
Dari hasil wawancara kepada ketua kader posyandu bahwa 8 anggota kader
yang ada di wilayah RW 10 masih kurang aktif dalam menjalankan peran dan
fungsinya sebagai kader posyandu, kurangnya informasi kesehatan yang didapat
oleh kader terutama dalam melakukan teknik penyuluhan yang tepat kepada ibu ibu
balita sehingga manajemen kesehatan anak di wilayah ini menjadi sulit berkembang.
Hal ini memperlihatkan masih kurangnya sumberdaya kader di wilayah ini dalam
meningkatkan manajemen kesehatan di RW 10. Ditambah lagi sarana dan prasarana
yang kurang memadai seperti tempat posyandu yang tidak sesuai dengan jumlah ibu
dan anak yang berkunjung ke posyandu. Di RW 10 hanya terdapat 2 posyandu yang
bisa digunakan oleh 12 RT yaitu posyandu 1 untuk RT 1-10 dan posyandu 2 untuk RT
11 dan 12. Sedangkan berdasarkan buku pendataan kader tahun 2016 jumlah balita
di RW 10 sebanyak 894 orang. Jumlah tersebut belum termasuk tambahan bayi yang
baru lahir sampai tahun 2017. Perbandingan jumlah posyandu, jumlah balita dan
jumlah kader yang tidak seimbang ini akan mempengaruhi menejemen kesehatan
anak di wilayah RW 10. Untuk mengatasi hal itu, salah satu cara adalah dengan
meningkatkan kemampuan kader melalui pelatihan-pelatihan agar menjadi sumber
daya kader yang berkualitas.
Berdasarkan hal tersebut, maka peran kader sangat penting dalam
meningkatkan menejemen kesehatan anak khususnya dalam meningkatkan
imunisasi. Melalui pelatihan ini diharapkan kemampuan skill dan pengetahuan kader
dapat bertambah. Oleh karena itu, kami mengadakan pelatihan kader untuk
meningkatkan menejemen kesehatan anak khususnya untuk peningkatan imunisasi
di wilayah RW 10 kelurahan Kotalama.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan umum
Setelah selesai pembelajaran ini peserta mampu memahami dan mempraktekkan
cara melaksanakan kegiatan posyandu dengan baik
2. Tujuan khusus
Peserta mampu:
a. Memahami tentang PD3I
b. memahami prinsip 5 meja
c. Mempraktekan cara menggunakan tensi digital
C. Pokok Bahasan
Pokok bahasan yang dibahas dalam pelatihan ini adalah:
a. Mengenal tentang PD3I
b. Review ulang tentang prinsip 5 meja di posyandu
c. Menjelaskan tentang hipertensi dan cara menggunakan tensimeter
D. Sasaran
Sasaran pelatihan adalah semua kader Posyandu RW 10 Kelurahan Kotalama
E. Metode
Metode yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab dan simulasi
F. Media
Media yang digunakan adalah power point dan tensimeter digital
G. Pengorganisasian
Ketua pelaksana : Firdaus Kristyawan
Sekretaris : Vivi Wulan A.
Bendahara : Sanda Prima Dewi
PDDM : Septin Puspitaningrum (operator)
Annisa Rahmi (Dokumentasi)
Konsumsi : Sanda Prima Dewi
Moderator : Sanda Prima Dewi
Pemateri : 1. Firdaus Kristyawan (hipertensi dan tensimeter)
2. Dewi Pangastuti (Prinsip 5 meja)
3. Desy Karmia P. (PD3I)
Fasilitator : Annisa Rahmi
Vivi Wulan A.
Dewi Pangastuti
Firdaus Kristyawan
Desy Karmia P.
H. Kegiatan Pelatihan
Kegiatan Kegiatan
Tahap Waktu Metode media
Penyuluh Peserta
Pembukaan 15 - Membuka kegiatan Menjawab salam Ceramah, -
menit dengan Mendengarkan Tanya
Memperhatikan
mengucapkan jawab
Menjawab
salam
pertanyaan pre
- Memperkenalkan
test
diri
- Menjelaskan
maksud dan
tujuan dari
pelatihan
- Kontrak waktu
- Menggali
pengetahuan
peserta sebelum
diberi kegiatan
pelatihan
Penyajian 20 Menjelaskan Mendengarkan Ceramah, Modul dan
menit
tentang : dan Tanya LCD
1. Review memperhatikan jawab
prinsip 5 meja Memberikan
2. Hipertensi tanggapan dan
dan pertanyaan
penggunaan mengenai hal
tensimeter yang kurang
3. PD3I
dimengerti
I. Kriteria Evaluasi
1. Struktur
a. Melakukan koordinasi dengan Ns Wahyu, Ns Niko, bu Septi dan perwakilan
kader
b. Persiapan pelatihan dilakukan beberapa hari sebelum kegiatan penyuluhan
c. Persiapan materi pelatihan
d. Pelaksanaan pelatihan sesuai dengan yang dirumuskan di laporan
pendahuluan kegiatan
2. Proses :
a. Jumlah peserta pelatihan minimal 75% dari total undangan
b. Media yang digunakan adalah powerpoint, tensimeter digital dan leaflet
c. Waktu pelatihan adalah 80 menit
d. Tidak ada peserta yang meninggalkan ruangan saat kegiatan pelatihan
berlangsung
e. Peserta aktif dan antusias dalam megikuti kegiatan pelatihan
3. Hasil
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan peserta diharapkan memahami dan
mampu mempraktekkan cara melakukan tensimeter digital serta memahami
tentang PD3I.
Materi 1
PD3I
A. Difteri
Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh Hyppocrates pada abad ke-5 SM dan
epidemi pertama dikenal pada abad ke-6 oleh Aetius. Seorang anak dapat terinfeksi
difteria pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin
yang menghambat sintesis protein seluler dan menyebabkan destruksi jaringan
setempat dan terjadilah suatu selaput/membran yang dapat menyumbat jalan nafas.
Toksin yang terbentuk pada membran tersebut kemudian diabsorbsi ke dalam aliran
darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Penyebaran toksin ini berakibat komplikasi
berupa miokarditis dan neuritis, serta trombositopenia dan proteinuria (Tumbelaka,
A.R & Hadinegoro, S.R, 2008, hlm.143).
B. Pertusis
Pertusis disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh Bordetella Pertussis. Penyebaran pertusis
adalah melalui percikan ludah yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit
adalah pilek, mata merah, bersin, demam, dan batuk ringan yang lama-kelamaan
batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras.
Komplikasi pertusis adalah Pneumania Bacterialis yang dapat menyebabkan
kematian (Depkes, 2009, hlm.12). Sebelum ditemukan vaksinnya, pertusis
merupakan penyakit tersering yang menyerang anak dan merupakan penyebab
kematian (diperkirakan sekitar 300.000 kematian terjadi setiap tahun). Pertusis
merupakan penyakit yang bersifat toxin-mediated toxin yang dihasilkan melekat
padabulu getar saluran nafas atas akan melumpuhkan bulu getar tersebut sehingga
menyebabkan gangguan aliran sekret saluran pernafasan, berpotensi menyebabkan
sumbatan jalan nafas dan pneumonia (Tumbelaka, A.R & Hadinegoro, S.R, 2008).
C. Tetanus
E. Campak
F. Poliomielitis
Poliomielitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh
satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3. Secara klinis
penyakit polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut
(acute flaccid paralysis=AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia
(tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot
dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Komplikasi poliomielitis adalah
kematian bisa terjadi karena kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi dan tidak
segera ditangani (Depkes, 2009,).
Kata polio (abu-abu) dan myelon (sumsum), berasal dari bahasa Latin yang
berarti medulla spinalis. Infeksi virus mencapai puncak pada musim panas,
sedangkan pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebaran infeksi. Virus
polio sangat menular, pada kontak antarrumah tangga (yang belum diimunisasi)
derajat serokonversi lebih dari 90% (Suyitno, 2008).
G. Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyakit kuning yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang
merusak hati. Penularan penyakit secara horizontal yaitu dari darah dan produknya
melalui suntikan yang tidak aman melalui tranfusi darah dan melalui hubungan
seksual. Sedangkan penularan secara vertikal yaitu dari ibu ke bayi selama proses
persalinan. Gejalanya adalah merasa lemah, gangguan perut, dan gejala lain seperti
flu. Warna urin menjadi kuning, tinja menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula
pada mata ataupun kulit. Komplikasi hepatitis B adalah bisa menjadi hepatitis kronis
dan menimbulkan pengerasan hati (Cirrhosis Hepatis), kanker hati (Hepato Cellular
Carsinoma), dan menimbulkan kematian (Depkes, 2009).
PENGENDALIAN PD3I
Pengendalian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi berdasarkan Kepmenkes
No. 1611/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.
a. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat
dicegahdengan Imunisasi (PD3I)
b. Tujuan Khusus
1. Tercapainya target Universal child immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi
lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada
tahun 2010.
2. Tercapainya eliminasi tetatus maternal dan neonatal (Maternal Neonatal Tetanus
Elimination/MNTE) (insidens di bawah 1/1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun) di
tingkat kabupaten/kota pada tahun 2012
3. Eradikasi Polio pada tahun 2008
4. Tercapainya reduksi Campak (ReCam) 2008
5. Memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit Meningitis meningokokus tertentu
pada calon jemaah haji.
6. Memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang melakukan perjalanan
berasal dari atau ke negara endemis demam kuning.
7. Menurunkan angka kematian pada kasus gigitan hewan penular Rabies.
c. Strategi
1) Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat dan swasta
2) Membangun kemitraan dan jejaring kerja
3) Menjamin ketersediaaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat
suntik
4) Menerapkan sistem pemantauan wilayah setempat (PWS) untuk menentukan
prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan
5) Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih
6) Pelaksanaan sesuai dengan standard
7) Memanfaatkan perkembangan methoda dan tekhnologi yang lebih efektif
berkualitas dan efisien
8) Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan
d. Pokok-pokok kegiatan
1) Imunisasi rutin:
a. Adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus
dilakukan pada periode waktu yang telah ditentukan.
b. Berdasarkan kelompok usia sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi : rutin
pada bayi, wanita usia subur, dan anak sekolah
2) Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar
ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini sifatnya
tidak rutin, membutuhkan biaya khusus dan kegiatannya dilaksanakan pada suatu
periode tertentu. Yang dimaksud dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah :
a. Backlog fighting adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak
yang berumur 1 - 3 tahun. Sasaran prioritas adalah desa/kelurahan yang
selama 2 tahun berturut turut tidak mencapai desa UCI
b. Crash program ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara
cepat untuk mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan lokasi adalah : 1.
Angka kematian bayi tinggi dan angka PD3I tinggi; 2. Infrastruktur (tenaga,
sarana, dana kurang); 3. Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak
mencapai target UCI
3) Imunisasi dalam penanganan KLB (Outbreak Response Imunization/ORI)
4) Kegiatan imunisasi khusus
Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
Sub Pekan Imunisasi Nasional
Cacth-up campaign campak
Materi 2
POSYANDU
1. Pengertian
3. Manfaat posyandu
A. Bagi Masyarakat
1. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan
kesehatan bagi ibu, bayi, dan anak balita.
2. Pertumbuhan anak balita terpantau sehingga tidak menderita gizi
kurang atau gizi buruk.
3. Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul Vitamin A.
4. Bayi memperoleh imunisasi lengkap.
5. Ibu hamil akan terpantau berat badannya dan memperoleh tablet
tambah darah (Fe) serta imunisasi Tetanus Toksoid (TT).
6. Ibu nifas memperoleh kapsul Vitamin A dan tablet tambah darah (Fe).
7. Memperoleh penyuluhan kesehatan terkait tentang kesehatan ibu dan
anak.
8. Apabila terdapat kelainan pada bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas
dan ibu menyusui dapat segera diketahui dan dirujuk ke puskesmas.
9. Dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang kesehatan ibu,
bayi, dan anak balita
.B. Bagi Kader
1. Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih
lengkap.
2. Ikut berperan secara nyata dalam perkembangan tumbuh kembang
anak balita dan kesehatan ibu.
3. Citra diri meningkat di mata masyarakat sebagai orang yang terpercaya
dalam bidang kesehatan.
4. Menjadi panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan anak dan
kesehatan ibu.
Latif V.N. 2012. Hubungan Faktor Predisposing Kader (Pengetahuan dan Sikap Kader
terhadap Posyandu) dengan Praktik Kader dalam Pelaksanaan Posyandu di
Wilayah Kerja Puskesmas Wonokerto. Fakultas Ilmu Kesehatan, Prodi
Kesehatan Masyarakat, Universitas Pekalongan