Está en la página 1de 26

ANTIBIOTIK

A. Pengertian Antibiotik
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat
menghambat pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain.
Antibiotika (latin : anti=lawan, bios=hidup) adalah zat-zat kimia yang dihasilkan
miroorganisme hidup tertua, fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau
menghambat pertumbuahan banyak bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relative kecil.

B. Pembuatan Antibiotik
Pembuatan antibiotik lazimnya dilakukan dengan jalan mikrobiologi dimana
mikroorganisme dibiakan dalam tangki-tangki besar dengan zat-zat gizi khusus.
Cairan pembiakan disalurkan oksigen atau udara steril guna mempercepat
pertumbuhan jamur sehingga produksi antibiotiknya dipertinggi setelah diisolasi dari
cairan kultur, antibiotik dimurnikan dan ditetapkan aktifitasnya beberapa antibiotika
tidak dibuat lagi dengan jalan biosintesis ini, melakukan secara kimiawi, antara lain
kloramfenikol.
Pada umumnya aktivitasnya dinyatakan dalam suatu berat (mg), kecuali zat
yang belum sempurna pemurniannya dan terdiri dari campuran beberapa zat misalnya
polimiksin B basitrasin, atau karena belum diketahui struktur kimianya, seperti,
nistatin.
Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh.
Namun, pada prakteknya antibiotik sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba
(misalnya sulfonamide dan kuinolon).
Antibiotika semisintetis. Apabila pada persemaian (culture substrate)
dibubuhi zat-zat pelopor tertentu, maka zat-zat ini diinkorporasi ke dalam
antibiotikum dasarnya. Misalnya, penisilin-V.
Antibiotika sintetis tidak lagi dibuat secara biosintetis, melainkan seluruhnya
melalui sintesa kimiawi, misalnya kloramfenikol.

C. Mekanisme Kerja
Beberapa antibiotik bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosforin)
atau membran sel (kelompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja yang terpenting
adalah perintangan selektif metabolisme protein bakteri, sehingga sintesis protein
dapat terhambat dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi misalnya
kloramfenikol dan tetrasiklin.
Di luar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat
gizi tambahan guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi
penisilin, tetrasiklin erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam
sehari harinya, bertumbuh lebih besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.

D. Golongan Obat Antibiotika


Obat antibiotika digolongan dalam 4 golongan yaitu penghambat sintetis
dinding sel bakteri yang terbagi menjadi golongan -Laktam dan golongan peptida,
penghambat sintetis protein (DNA), antagonis folat, dan quinolon dan golongan
lainnya.

1. Penghambat Sintesis Dinding Sel Bakteri


Lapisan terluar dari bakteri, yaitu dinding sel, tersusun atas komponen
peptidoglikan, yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel bakteri dan
melindungi bakteri dari pengaruh luar. Adanya dinding sel ini memungkinkan bakteri
untuk menjaga tekanan osmotik internal tetap tinggi. Beberapa jenis antibiotik seperti
penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin mampu menghambat
sintesis dinding sel ini, sehingga sel menjadi lisis dan akhirnya mati.
Golongan antibiotik ini terbagi menjadi golongan -Laktam (azetreonam,
sefalosporin, imipenem, penisilin) dan golongan peptida (basitrasin, vancomisin).

Antibiotik Golongan -Laktam


Obat golongan ini mempunyai struktur kimia yang mengandung cincin -
laktam. Obat ini bersifat bakterisidal. Cincin -laktam itulah yang menyebabkan obat
golongan ini efektif. Jika cincin -laktam rusak atau terbuka maka aktivitasnya akan
hilang. Bakteri yang tidak peka terhadap golongan ini kemungkinan dapat
mengeluarkan suatu enzim yang dapat merusak -laktam. Contoh enzim yang dapat
merusak cincin -laktamase, penisilinase, dan sefalosporinase. Untuk mencegah
kerusakan -laktam atau inaktivitasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain:
Menambahkan zat penghambat -laktamase, penisilinase, atau
sefalosporinase,
Memodifikasi struktur kimianya sehingga tidak rusak oleh enzim.
Contoh obat dari golongan -Laktam yaitu azetreonam, sefalosporin,
imipenem, dan penisilin.
Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicillium chrysogenum, dari berbagai jenis
yang dihasilkan, perbedaan antara penisilin dan sefalosporin yaitu terletak pada
gugusan samping R saja. Perubahan-perubahan pada gugusan samping R
menghasilkan derivat-derivat dengan dengan sifat yang berlainan. Misalnya
terbentuknya derivat yang tahan asam yang dapat digunakan peroral
(fenoksimetilpenisilin atau penisilin-V). Bila pada radikal fenil dari benzilpenisilin
dimasukkan gugusan amino, keampuhan dan juga luas spectrum anti mikrobanya
akan meningkat dengan mencakup banyak organisme Gram-positif dan Gram-negatif.
Modifikasi dari gugusan R juga dapat membuatnya resisten terhadap penisilinase
kuman (fulkloksasilin).
Mekanisme kerja dari obat golongan penisilin ini yaitu dinding sel kuman
terdiri dari suatu jaringan pe memberikan kekuatan mekanis pada dinding. Penisilin
menghalangi sintesa lengkap dari polimer ini yang spesifik bagi kuman dan disebut
murein. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah atau menyerap air dengan jalan
osmosis, maka dinding sel yang tak sempurna itu akan pecah dan bakteri musnah.
Dinding sel manusia dan hewan tidak terdiri dari murein, maka antibiotika ini tidak
toksis untuk manusia.
Penisilin dapat dibagi dalam beberapa jenis menurut aktivitas dan
resistensinya terhadap laktamase, sebagai berikut:
1 Zat-zat dengan spektrum-sempit: benzilpenisilin, penisilin-V, dan fenetisilin. Zat-
zat ini terutama aktif terhadap kuman Gram-positif dan diuraikan oleh
penisilinase.
2 Zat-zat tahan-laktamase: metisilin, kloksasilin, dan flukloksasilin. Zat ini hanya
aktif terhadap Stafilokok dan Strestokok. Asam klavulanat, sulbaktam dan
tazobaktam memblokir laktamase dan dengan demikian mempertahankan
aktivitas penisilin yang diberikan bersamaan.
3 Zat-zat dengan spektrum-luas: ampisilin dan amoksisilin, aktif terhadap kuman-
kuman Gram-positif dan sejumlah kuman Gram-negatif, kecuali antara lain
Pseudomonas, Klebsiella dan B.fragilis. Tidak tahan-laktamase, maka sering
digunakan terkombinasi dengan suatu laktamase-blocker, umumnya klavulanat.
4 Zat-zat anti-Pseudomonas: tikarsilin dan piperasilin. Antibiotika berspektrum-
luas ini meliputi lebih banyak kuman Gram-negatif, termasuk Pseudomonas,
Proteus, Klebsiella dan Bacteroides fragilis. Tidak tahan-laktamase dan
umumnya digunakan bersamaan dengan laktamase-blocker.ptidoglikan, yaitu
polimer dari senyawa amino dan gula yang saling terikat satu dengan yang lain
(crosslinked) dan dengan demikian laktamase-blocker.
Sefalosforin
Sefalosporin merupakan antibiotika yang bersifat bakterisid yang aksi
utamanya mirip dengan penisilin. Sefalosporin bekerja dengan menghambat
pembentukan dinding sel bakteri pada fase akhir dengan terikat pada satu atau lebih
Penicillin Binding Proteins (PBPs) yang terdapat pada membran sitoplasma di bawah
dinding sel bakteri.
Sebagian besar sefalosporin tersedia dalam bentuk parenteral. Meskipun
distribusinya cukup luas di seluruh tubuh, hanya beberapa yang dapat menembus CSS
dan mencapai kadar terapeutik di otak pada kondisi meningitis. Semua sefalosporin,
termasuk yang eliminasi utamanya melalui mekanisme hepatal, memberikan
konsentrasi yang cukup di dalam urin untuk terapi infeksi saluran kencing. Kadar
sefalosporin di dalam kandung empedu dapat lebih tinggi dibandingkan dengan
kadarnya dalam plasma. Sefalosporin aminothiazolyl dapat menembus humor
aqueous sehingga bermanfaat untuk terapi infeksi pada mata.
Sefalosforin merupakan antibiotik betalaktam yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan
penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Seperti antibiotik
Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan
menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi
transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi
spektrum masing-masing derivat bervariasi.
Klasifikasi obat golongan ini berdasarkan generasi yang pada dasarnya
ditentukan oleh aktivitas antimikrobialnya. Generasi I bersifat sensitive terhadap
enzim -Laktamase dan berspektrum sempit. Contoh dari golongan generasi I ialah
sefazolin dan sefalexin. Generasi II mempunyai stabilitas yang lebih baik dan
aktivitasnya terhadap bakteri garam negatif lebih tinggi. Contoh obat dari generasi ini
yaitu sefaklor, sefamandol, dan sefoxitin. Generasi III mempunyai spectrum yang
lebih luas dan lebih resistensi terhadap enzim -Laktamase. Contoh dari obat
golongan ini ialah sifotaksin, seftazidin, seftriaxon. Generasi IV mempunyai aktivitas
baik terhadap bakteri gram positif, maupun gram negatif dan mempunyai resisitensi
terhadap enzim -Laktamase yang lebih baik. Contoh obat dari golongan ini yaitu
sefepim dan sefpirum.
Azetreonam
Aztreonam merupakan derivat monobaktam pertama yang terbukti bermanfaat
secara klinis. Monobaktam pada awalnya diisolasi dr kuman Gluconocabacter,
Acetobacter, Chromobacterium, tetapi aktivitas antibakterinya sangat lemah.
Aztreonam terdiri hanya atas satu cincin-laktam (monosiklis) tanpa gugusan
cincin lainnya, berlainan dengan zat zat penisilin/sefalosporin, oleh karena itu
dinamakan monobaktam. Aztreonam dihasilkan oleh antara lain chromobacterium
violaceum, tetapi sebagai obat dibuat secara sintesis. Khusus bekerja terhadap kuman
Gram-negatif aerob termasuk pseudomonas, H. Infuluenzae dan gonococci yang
resisten terhadap penisilinase. Tidak aktif terhadap kuman Gram-positif dan anaerob.
Berkhasiat bakterisid berdasarkan mekanisme yang sama dengan penisilin dan
sefalosporin, yakni penghambatan sintesa dinding sel kuman.
Mekanisme kerja
Obat aztreonam yaitu bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel kuman,
seperti antibiotika betalaktam lain. Antibiotik ini dg mdh menembus dinding dan
membran sel kuman gram-neg aerobik, kmd mengikat penicillin-binding-protein 3 (-
PBP 3). Pengaruh interaksi tsb pd kuman ialah terjadi perubahan bentuk filamen,
pembelahan sel terhambat dan mati. KBM aztreonam terhadap kuman yang peka
tidak banyak berbeda dengan KHM-nya. Aztreonam tidak terikat pada PBP esensial
kuman gram-positif dan kuman anaerob.
Aztreonam hanya aktif terhadap kuman gram-negatif aerobik termasuk
Haemophilus influenzas dan meningokok serta gonokok yang menghasilkan
betalaktamase. harus diberikan secara im atau iv, karena tidak diabsorpsi melalui
saluran cerna. Sekitar 56% aztreonam dlm darah terikat pd protein plasma.
Obat ini didistribusi luas ke dalam berbagai jaringan dan cairan tubuh. Kadar dalam
urin tinggi. Ekskresi terutama melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus ginjal
dalam bentuk utuh, yaitu sekitar 70% dosis yang diberikan. Probenesid
memperlambat ekskresinya.

Imipenem
Imipenem, suatu turunan tienamisin, merupakan karbapenem pertama yang
digunakan dalam pengobatan. Tienamisin diproduksi oleh Strepto myces cattleya.
Imipenem mengandung cincin -Laktam dan cincin lima segi tanpa atom sulfur. Oleh
enzim dehidropeptidase yang terdapat pada brush border tubuli ginjal. Obat ini
dimetabolisme menjadi metabolit yang nefrotoksik. Hanya sedikit yang terdeteksi
dalam bentuk asal di urin. Bila silastin diberikan bersama imipenem dalam
perbandingan sama, silastatin akan meningkatkan kadar imipenem aktif dalam urin
dan mencegah efek toksiknya terhadap ginjal.
Mekanisme kerja
Imipenem mengikat PBP2 dan menghambat sintesis dinding sel kuman. In
vitro obat ini berspektrum sangat luas, termasuk kuman garm positif dan gram
negatif, baik yang aerobik maupun anaerobik; imepenem beraktivitas bakterisid.
Betalaktamase baik yang diperantai plasmid maupun kromosom. Imipenem in vitro
sangat aktif terhadap kokus gram positif, termasuk stafilikok, streptokok, pneumokok
dan E. faecalis serta kuman penghasil betalakamase umumnya. Tetapi obat ini tidak
aktif terhadap stafilokok resisten metisilin atau galur yang uji koagulasinya negatif.
Imipenem aktif terhadap sebagian besar Enterobacteriaceae. Potensinya sebanding
dengan aztreonam dan sefalosporin generasi ketiga. Selain itu spektrumnya meluas
mencakup kuman yang resisyen penisilin, aminoglikosida dan sefalosporin generasi
ketiga. Imipenem juga sangat aktif terhadap meningokok, gonokokus dan H.
influenza termasuk yang memproduksi betalaktamase. Terhadap Acinetobakter dan P.
Aeruginosa aktivitasnya sebanding dengan seftazdimin. Terhadap kuman anaerob
aktivitasnya sebandimg dengan klindamisin dan metronidazole, tetapi terhadap
Clostridium difficile tidak aktif. Terhadap sebagian besar kuman yang sensitif
terhadapnya , imipenem memperlihatkan efek pasca antibiotik.
Farmakokinetik
Imipenem maupun silastatin tidak diabsorbsi melalui saluran cerna, sehingga
harus diberikan secara suntikan. Setelah pemberian masing-masing 1g
imipenem/silastatin secara infus 30 menit, kadar puncak rata-rata dapat mencapai 52
dan 65g/ml. enam jam kemudian kadar menurun sampi 1g/ml. kadar puncak
imipenem dalam plasma (10 dan 12/ml) dicapai dalam 2 jam. Kadar puncak silastatin
24 dan 33 g/ml yang dicapai 1 jam sesudah pemberian. Kira-kira 20 % imipenem
dan 40% silastatin terkait protein plasma. Distribusi obat ini merata keberbagai
jaringan dan cairan tubuh. Pada meningitis pemberian 1g obat ini tiap 6 jam, akan
mencapai kadar garam cairan otak setinggi 0,5 dan 11g/ml. kadar imipenem dalam
empedu umumnya rendah. Obat ini diekskresi melalui filtrasi glomelurus dan sekresi
tubuli ginjal.
Bila diberikan bersama silastatin, kurang lebih 70% dari dosis imipenem
diekskresi diurin dalam bentuk asal 10 jam sesudah pemberian, sisanya
dimetabolisme, metabolit utama sebanyak kurang lebih 12% dari dosis terdapat diurin
sebagai N-asetil silastatin. Ekskresi imipenem maupun silastatin melalui tinja hanya
sekitar 1 %.
Waktu paruh imipenem dan silastatin kurang lebih 1 jam pada orang deawasa.
Pada kelaianan fungsi ginjal waktu paruh imipenem dapat mencapai 3,5 sampai 4 jam
dan silastatin sampai 16 jam
Imipenem/ silastatin digunakan untuk pengobatan infeksi berat oleh kuman
yang sensitif, termasuk infeksi nosokomial yang resisten terhadap antibiotik lain,
misalnya infeksi saluran napas bawah, intra abdominal, obsteri-ginekologi,
osteomielitis dan endokarditis oleh S. aureus. Untuk infeksi berat oleh P. aeruginosa
dianjurkan agar dikombinasikan dengan aminoglikosida, karena berefek sinergistik.
Efek samping yang paling sering dari imipenem adalah mual, muntah,
kemerahan kulit dan reaksi lokal pada tempat infus. Kejang dilaporkan terjadi pada
0,9% dari 1.754 pasien yang mendapat obat tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut
obat ini dikontrainidikasi pada pasien yang berisiko tinggi untuk menderita kejang.
Bila diberikan bersama siklosporin sebaiknya hati-hati, karena keduanya dapat
mengganggu susunan s saraf pusat.

Antibiotika Golongan Polipeptida


Antibiotika golongan ini merupakan senyawa non -Laktam. Contoh dari
antibiotika jenis ini adalah vancomisin dan basitrasin.
Vancomisin
Vankomisin adalah suatu glikopeptida trisiklik yang penting pada
efektifitasnya terhadap semua resistenmulti-obat seperti stafilokokus resisiten
metisilin. Vankomisin adalah salah satu jenis obat yang menghambat sintesis dinding
sel (beta laktam).
Mekanisme kerja dari obat vankomisin yaitu menghambat sintesis fosfolipid
dinding sel bakteri serta polimerisasi peptidoglikan pada tempat yang lebih dulu
dibandingkan tempat yang dihambat oleh antibiotika beta-laktam. Catatan :
polimerasi adalah reaksi kimia ynag menggabungkan dua molekul kecil atau lebih
untuk membentuk molekul yang lebih besar. Peptidoglikan adalah gabungan protein
dan polisakarida yang menyusun dinding sel eubacteria.
Farmakokinetik dari obat vancomisin ialah infus intravena lambat diberikan
untuk pengobatan infeksi sistemik atau untuk profilaktik. Karena vankomisin tidak
diabsorpsi setelah pemberian oral, cara pemberian ini hanya diberikan untuk
pengobatan kolitis yang diinduksi antibotika dan disebabkan klostridium difficile.
Adanya inflamasi menyebabkan obat ini dapat mempenetrasi menigen.metabolisme
minimal : 90-100% diekresikan oleh filtrasi glomerulus. Catatan : dosis obat harus
disesuaikan poada pasien gagal ginjal karena obat ini akan berakumulasi. Waktu
paruh normal : 6- 10 jam, dan dibandingkan dengan pasien penyakit ginjal akan
berakhir lebih dari 200 jam.
Efek samping vankomisin merupakan masalah yang serius dan dapat berupa
demam, menggigil, dan atau flebitis pada tempat infus. Syok dapat terjadi karena
pemberian infus yang cepat. Muka kemerahan dan syok yang terjadi karena lepasnya
histamin yang disebabkan oleh infus cepat. Hilangnya pendengaran berkaitan dengan
dosis terjadi pada pasien gagal ginjal yang mengakibatkan akumulasi obat.
2. Penghambat sintesis protein (DNA)
3. Antibiotika golongan ini beraksi dengan berikatan pada sub-
unit ribomosal 30s atau 50s bakteri sehingga mempengaruhi proses transkripsi
mRNA menjadi protein. Terdapat lima golongan obat yaitu aminoglikosida,
makrolida, kloramfenikol, klindamisin, eritromisin, tetrasiklin. Resistensi
bakteri terhadap obat ini disebabkan karena penurunan uptake obat ke dalam
sel bakteri, dan perubahan sub unit ribosom.

4. Aminoglikosida
5. Aminoglikosida adalah golongan antibiotika bakterisidal yang
dikenal toksik terhadap saraf otak VII komponen vestibular maupun akustik
(ototoksik) dan terhadap ginjal (nefrotoksik). Antibiotika ini merupakan
produk berbagai spesies Streptomyces atau fungus lainnya. Sejak tahun 1943
sampai sekarang berbagai derivate aminoglikosida telah dikembangkan,
misalnya streptomisin, neomisin, kanamisin, paromomisin, gentamisin,
tobramisin, amikasin, sisomisin, dan netilmisin. Senyawa aminoglikosida
dibedakan dari gugus gula amino yang terikat pada aminosiklitol. Gentamisin
merupakan prototip golongan aminoglikosida.
Mekanisme kerja
6. Aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh
porin proteins pada membran luar dari bakteri gram-negatif masuk ke ruang
periplasmik. Sedangkan transport melalui membrane dalam sitoplasma
membutuhkan energi. Fase transfor yang tergantung energy ini bersifat rate
limiting, dapat diblok oleh ca++ dan Mg++,hiperosmolaritas, penurunan pH dan
anaerobisis. Hal ini menerangkan penurunan aktivitas aminoglikosida pada
lingkungan anaerobic suatu abses atau urin asam yang bersifat hiperosmolar.
Setelah masuk sel, aminoglikosida terikat pada ribosom 30S dan menghambat
sintesis protein. Terikatnya aminoglikosida pada ribosom ini mempercepat
transport aminoglikosida ke dalam sel, di ikuti dengan kerusakan membrane
sitoplasma, dan disusul kematian sel.
7. Yang diduga terjadi ialah salah baca (mis reading) kode genetic
yang menyebabkan terganggunya sintesis protein. Jenis asam amino yang
salah (berbeda dari yang seharusnya) disambung pada rantai polipeptida,
sehingga terbentuk jenis protein yang salah. Streptomisin menghambat proses
normal polimerisasi asam amino setelah terbentuk kompleks awal peptida.
Ketergantungan mikroba terhadap streptomisin diduga juga berhubungan
dengan salah baca kode tersebut. Fenomena ini sangat menarik, tetapi makna
kliniknya belum jelas.
8. Aminoglikosida bersifat bakterisidal cepat. Pengaruha
monoglikosida menghambat sintesis protein dan menyebabkan salah baca
dalam penerjemahan mRNA, tidak menjelaskan efek letalnya yang cepat.
Berdasarkan kenyataan tersebut, diperkirakan aminoglikosida menimbulkan
pula berbagai efek sekunder lain terhadap fungsi sel mikroba, yaitu terhadap
respirasi, adaptasi enzim, keutuhan membran dan keutuhan RNA.

Resistensi
9. Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam
penggunaan streptomisin secara kronik, misalnya pada terapi tuberculosis atau
endokarditis bacterial subakut. Sifat resistensi terhadap streptomisin mudah
diperlihatkan dengan melakukan beberapa tahap pembiakan ulang suatu
mikroba dalam medium yang mengandung streptomisin. Resitensi terhadap
streptomisin dapat cepat terjadi ,sedangkan resistensi terhadap aminoglikosida
lainnya terjadi lebih berangsur-angsur.
10. Bakteri dapat resisten terhadap aminoglikosida karena
kegagalan penetrasi kedalam kuman, rendahnya afinitas obat pada ribosom
atau inaktivasi obat oleh enzim kuman. Hal yang tersebut terakhir merupakan
mekanisme terpenting yang menjelaskan resistensi di dapat terhadap
aminoglikosida di klinik.

Farmakokinetik
11. Aminoglikosida sebagai polikation bersifat sangat polar,
sehingga sangat sukar di absorbs melalui saluran cerna. Kurang dari 1 % dosis
yang diberikan diabsorbsi lewat saluran cerna. Pemberian per oral hanya
dimaksudkan untuk mendapatkan efek local dalam saluran cerna saja,
misalnya pada persiapan prabedah usus. Untuk mendapatkan kadar sistemik
yang efektif aminoglikosida perlu diberikan secara parenteral.

Efek samping
12. Efek samping oleh aminoglikosida dalam garis besarnya dapat
dibagi dalam tiga kelompok : 1. Alergi, 2. Reaksi iritasi dan toksik, 3. Dan
perubahan biologic.
13.
14. Makrolida
15. Makrolida adalah suatu golongan antibiotika dengan suatu
struktur makrosiklik lakton. Obat-obat pada golongan makrolida yaitu :
1 Eritromisin
2 Klaritromisin
3 Azitromisin
16. Eritromisin merupakan obat pertama yang digunakan di klinik
baik sebagai obat pilihan dan sebagai alternatif terhadap penisilin pada
individu yang alergi terhadap antibiotika beta laktam. Anggota baru dari
kelompok ini, klaritromisin (suatu bentuk eritromisin metilasi) dan sitromisin
(mempunyai cincin lakton yang lebih besar) mempunyai beberapa gambaran
yang sama dengan eritromisin. Akhir-akhir ini, diritromisin, suatu makrolid
yang mempunyai spektum antibakteri mirip eritromisin, tetapi keuntungannya
cukup dengan dosis sekali sehari baru diedarkan di pasaran.
1 Eritromisin. Efektif terhadap organisme yang sama seperti penisilin, karena itu
obat ini digunakan pada penderita yang alergi terhadap penisilin. Selain itu, obat
ini merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi :
a Infeksi klamidia, : eritromisin merupakan alternatif selain tetrasiklin
dalam mengobati infeksi epididimal, rektal, endoservikal atau uretral
akibat klamidia.
b Eritromisin merupakan obat pilihan untuk infeksi urogenital akibat
klamidia yang terjadi selama khamilan.
2 Klaritromisin mempunyai spektrum aktivitas antibakteri mirip dengan
klaritromisin, tetapi juga efektif terhadap Haemophilus influenza. Aktivitasnya
lebih baik terhadap bakteri patogen intraseluler seperti chlamydia, legionella dan
ureaplasma dibandingkan eritromisin
3 Azitromisin, meskipun kurang efektif terhadap streptokokus dan stafilokokus
dibandingkan eritromisin, obat ini lebih aktif terhadap infeksi saluran nafas yang
disebabkan Haemophilus influenza dan Moraxella Catarrhalis. Kecuali masalah
biaya, obat ini sekarang lebih disukai untuk pengobatan uretritis yang disebabkan
Chamydia trachomatis. Aktivitas Mycobacterium avium intracellulare tidak
terbukti efektif secara klinik, kecuali pada pasien AIDS dengan infeksi yang luas.
17. Mekanisme kerja dari obat Makrolid ialah makrolid mengikat
secara ireversibel padatempat subunit 50S ribosom bakteri, sehingga
menghambat langkah translokasi sintesis protein. Obat ini secara umum
bersifat bakteriostatik (bersifat menghambat bakteri) dan dapat bersifat
bakterisidal (bersifat membunuh bakteri) pada dosis tinggi. Tempat
pengikatan mungkin mirip atau menyerupai dengan tempat linkomisin,
klindamisin dan kloramfenikol.
18. Farmakokinetik dari obat golongan makrolid ini yaitu:
1 Pemberian : eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung sehingga obat ini
diberikan dalam bentuk tablet salut enterik atau ester. Semua obat ini diabsorpsi
secara adekuat (memenuhi syarat; memadai; sama harkatnya) setelah pemberian
per oral. Klaritromisin dan azitromisin stabil terhadap asam lambung dan siap
diabsorbsi. Makanan dapat mempengaruhi absorbsi eritromisin dan azitromisin
tetapi mungkin meningkatkan insidens tromboflebitis. Tromboflebitis merupakan
inflamasi permukaan pembuuh darah disertai pembentukan pembekuan darah.
2 Distribusi : distribusi eritromisin ke seluruh cairan tubuh baik kecuali ke cairan
serebrospinalis. Obat ini merupakan satu diantara sedikit antibiotika yang
bersifusi ke dalam cairan perostat dan mempunyai sifat akumulasi unit ke dalam
makrofag. Obat ini berkumpul di hati. Adanya inflamasi menyebabkan
penetrasinya ke jaringan lebih baik. Demikian juga, dengan klaritromisin dan
azitromisin absorbsi keduanya luas ke jaringan. Kadar serum azitromisin rendah ;
obat ini berkumpul di neutrofil, makrofag dan fibroblas. Neutrofil merupakan
sistem pertahanan seluler yang utama dalam tubuh untuk melawan bakteri dna
jamur. Makrofag adalah sel pemakan berukuran besar yang sanggup menelan dan
menghancurkan bakteri, benda asing. Fibroblas adalah sel-sel yang memproduksi
kolagen dan elastin yang memberikan struktur lapisan tengah kulit, fibrolas juga
timbul setelah peradangan dan bertanggung jawab untuk meletakkan kolagen
yang membentuk jaringan parut.
3 Metabolisme: eritromisin dimetabolisme secara ekstensif dan diketahui
menghambat oksidasi sejumlah obat melalui interaksinya dengan sistem sitokrom
P-450 (p450 adalah sebuah keluarga enzim yang terjadi dalam kebanyakan sel,
tetapi terutama sangat banyak dihati. Banyak obat yang menginduksi kadar
sitokrom p450, yang menyebabkan suatu peningkatan kecepatan metabolisme
obat penginduksi tersebut atau obat-obat lain yang dibiotransformasi oleh sistem
p450). Klaritromisin dioksidasi menjadi derivat 14-hidroksi yang mempunyai
aktivitas anti bakteri : mempengaruhi metabolisme obat seperti teofilin dan
karbamazepin. Azitromisin tidka mengalami metabolisme.
4 Eksresi. Eritromsin dan azitromisin terutama dikumpulkan dan dieksresikan
dalam bentuk aktif dalam empedu, reabsorpsi parsial terjadi melalui sirkulasi
enterohepatik. Sebaliknya, klaritromisin dan metabolitnya dieliminasi oleh ginjal
serta hati dan oabt ini direkomendasikan pada penderita gangguan ginjal dengan
dosis yang sesuaikan.
19. Efek Samping dari obat makrolid ini ialah:
1 Gangguan epigastrik : efek samping ini paling sering dapat mengakibatkan
ketidakpatuhan pasien terhadap eritromisin. Makrolid baru tampaknya ditolerir
lebih baik oleh penderita; gangguan gastrotestinal(merupakan suatu saluran
pencernaan yang panjangnya sekitar 9 meter mulai dari mulut sampai anus,
meliputi oropharing, esophagus, stomach(lambung), usus halus dan usus besar)
merupakan efek samping obat-obat tersebut yang paling sering.
2 Ikterus kolestatik : efek samping ini terjadi terutama pada eritromisin bentuk
estolat, diduga karena reaksi hipersensitivitas ( terhadap bentuk estolat (garam
lauril dari propionil ester eritromisin). Efek samping ini dilaporkan dapat terjadi
pada obat dengan bentuk lain.
3 Ototoksisitas : ketulian sementara berkaitan dengan eritromisin terutama dalam
dosis tinggi.
4 Kontraindikasi : penderita tentang gangguan fungsi hati tidak boleh mendapatkan
eritromisin karena obat ini berkumpul di hati.
5 Interaksi : eritromisin dan klaritromisin menghambat metabolisme hepatik
teofilin, warfarin, terfenadin, asetamizol, karbamazepin dan siklosporin yang
akan menyebabkan akumulasi toksik obat-obat tersebut. Interaksinya dengan
digoksin dapat terjadi pada beberapa pasien. Pada kasus ini, antibiotika
mengeliminasi spesies flora intestinal yang secara umum menginaktifkan
digoksin sehingga terjadi reabsorpsi digoksin yang lebih besar dalam sirkulasi
enterohepatik.

20. Kloramfenikol
21. Kloramfenikol Diproduksi oleh Streptomuces venezuelae.
Pertama kali diisolasi oleh David Gottlieb dari sampel tanah di Venezuela
pada tahun 1947. Diperkenalkan dalam pengobatan klinis pada tahun 1949.
Penggunaannya cepat meluas setelah diketahui obat ini efektif untuk berbagai
jenis infeksi. Kloramfenikol merupakan antibiotika berspektrum luas. Obat ini
efektif terhadap bakteri aerob maupun aneorob.
Farmakodinamik
22. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriokstatik (menghambat
pertumbuhan bakteri). Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang
bersifat bakterisida (membunuh pertumbuhan bakteri) terhadap kuman-kuman
tertentu. Aktivitas antibakterinya dengan menghambat sintesa protein dengan
jalan mengikat ribosom subunit 50S, yang merupakan langkah penting dalam
pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob
gram-positif, termasuk Streptococcus pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob
gram-negatif, termasuk Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis,
Salmonella, Proteus mirabilis, Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio
cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis, Brucella dan Shigella.

Farmakokinetik
23. Kloramfenikol dapat diberikan intravena maupun per oral.
Obat ini di absorpsi secara lengkap pada pemberian per oral karna sifat
lipofiliknya dan di distribusikan secara meluas ke seluruh tubuh. Obat ini
dapat masuk ke dalam CSS (Cairan Otak). Obat ini menghambat fungsi
penggabungan oksidasi hepatic. Ekresinya tergantung pada perubahan obat ini
di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam glukorunat
oleh enzim glukoronil transferase.Oleh karena itu, waktu paruh kloramfenikol
memanjang pada pasien gangguan faal hati. Sebagian kecil kloramfenikol
mengalami reduksi menjadi senyawa aril-amin yang tidak aktif lagi yang
kemudian di sekresi melalui tubulus ginjal. Hanya 10 % dari obat ini yang di
eksresikan melalui filtrasi glomerulus sedangkan metabolitnya dengan sekresi
tubulus.

24. Klindamisin
25. Obat ini pada umumnya aktif terhadap S. pneumonia,
S.pyogenes, S.anaerobic, S.viridans,dan actinomyces isrealli. Klindamasin
juga aktif terhadap Bacterioides fragilis dan kuman anaerob lainnya.
26.
Farmakokinetik
27. Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral.
Adanya makanan dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorbsi obat
ini. Setelah pembarian dosis oral 150 mg biasanya tercapai kadar puncak
plasma 2 g/mL dalam waktu satu jam. Masa paruhnya kira-kira 2,7 jam.
28. Klindamisin didistribusi dengan baik ke berbagai cairan
tubuh,jaringan dan tulang, kecuali CSS walaupun sedang terjadi meningitis.
Obat ini dapat menembus sawan uri dengan baik. Kira-kira 90% klindamisin
dalam serum terikat dengan albumin. Klindamisin berakumulasi dalam
leukosit polimorfonuklear dan makrograf alveolar tapi makna klinik dari
fenomena ini belum jelas.
29. Hanya sekitar 10% klindamisin disekresi dalam bentuk asal
melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian
besar obat dimetabolisme menjadi N-dimetilklindamasin dan klndamasin
sulfoksid untuk selanjutnya disekkresi melalui urin dan empedu. Masa paruh
eliminasi dapat memanjang sedikit pada pasien gagal ginjal sehingga
diperlukan penyesuaian untuk kadar obat dalam plasma. Hal ini dapat
pulaterjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat.
Mekanisme kerja
30. Klindamisin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun
baktensida tergantung konsentrasi obat pada tempat infeksi dan organisme
penyebab infeksi. Klindamisin menghambat sintesa protein organisme
dengan mengikat subunit ribosom 50s yang mengakibatkan terhambatnya
pembentukan ikatan peptida. Klindamisin diabsorbsi dengan cepat oleh
saluran pencernaan.

31.

32. Tetrasiklin
33. Tetrasiklin juga mempunyai spectrum yang luas. Tetrasiklin
digunakan pada terapi penyakit kolera, klamidial, rickettsial, maupun
pneumonia myoplasma. Tetrasiklin masuk kedalam sel bakteri melalui sistem
transport yang tergantung energy. Tetrasiklin dapat digunakan pada infeksi
bakteri baik garam positif maupun gram negative. Resistensi terhadap
tetrasiklin terjadi ketika bakteri bermutasi sehingga mengakibatkan obat tidak
bisa masuk dalam sel bakteri. Mekanisme aksi tetrasiklin adalah berkompetisi
dengan komponen tRNA terhadap sisi A (A site) pada Mrna sel bakteri.
Penggunaaan tetrasiklin bersamaan dengan makanan akan mengganggu
absorpsinya. Tetrasiklin dapat membentuk kompleks kelat yang tidak larut
dengan beberapa logam yaitu kalsium, aluminium, dan magnesium. OLeh
karena itu, penggunaan bersama dengan antasida tidak direkomendasikan.
Tetrasiklin juga berpotensi menyebabkan pewarnaan pada gigi, dan gangguan
pertumbuhann tulang sehingga tidak direkomendasikan penggunaannya pada
wanita hamil dan anak-anak.
34. Absorpsi golongan tetrasiklin dapat terhambat dengan adanya
makanan, kecuali doksisiklin dan minosiklin. Kebanyakan tetrasiklin dapat
membentuk ikatan kompleks dengan kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+) dan
logam-logam yang lain. Ikatan kompleks bersifat sukar larut dalam saluran
pencernaan sehingga tidak dapat di absorpsi. Oleh karena itu, pemberiannya
tidak boleh bersamaan dengan makanan yang banyak mengandung logam-
logam diatas, seperti susu atau dengan antasida. Efek samping utama timbul
karena tetrasiklin dapat mengikat Ca2+ atau fosfat yang terdapat di tulang dan
gigi. Ikatan tersebut menyebabkan pewarnaan dan gannguan pertumbuhan.
Dengan alasan itu, tetrasiklin dapat dikontraindikasikan pada bayi, anak-anak,
wanita hamil,. Selain itu, golongan ini juga dapat menyebabkan fotosensitif.
Tetrasiklin yang sampai sekarang masih digunakan adalah: Klortetrasiklin,
minosiklin, oxitetrasiklin, domeklosiklin, doksisiklin.
35. Senyawa tetrasiklin semula diperoleh dari Streptomyces
aureofaciens (klortetrasiklin) dan Streptomyces rimosus (oksitetrasiklin).
Semua tetrasiklin berwarna kuning dan bersifat amfoter, garamnya dengan
klorida /fosfat paling banyak digunakan. Larutan garam tersebut hanya stabil
pada Ph < 2 dan terurai pesat pada pH lebih tinggi. Begitu pula kapsul yang
disimpan ditempat panas dan lembab mudah terurai, terutama di bawah
pengaruh cahaya. Produk penguraian anhidrotetrasiklin bersifat sangat toksis
bagi ginjal. Oleh karena itu suspense atau kapsul tetrasiklin yang sudah
tersimpan lama atau sudah berwarna kuning tua sampai coklat tidak boleh
diminum lagi.
36.
Farmakokinetik
37. Kira-kira 30-80% tetrasiklin diserap lewat saluran cerna.
Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi ini sebagian
besar berlangsung dilambung dan usus halus bagian atas. Berbagai factor
dapat menghambat penyerapan tetrasiklin seperti adanya makanan dalam
lambung (kecuali minosiklin dan doksisiklin), Ph tinggi, pembentukan kelat
(kompleks tetrasiklin dengan zat lain yang sukar diserap seperti kation Ca2+,
Mg2+, Fe2+, Al3+, yang terdapat dalam susu dan antasida). Oleh sebab itu
sebaiknya tetrasiklin diberikan seblum atau 2 jam setelah makan. Resorpsi
tetrasiklin dari usus pada perut kosong adalah lebih kurang 75% dan agak
lambat. Baru setelah 3-4 jam tercapai kadar puncak dalam darah.
Pengecualian adalah doksisiklin dan minosiklin yang diserap baik sekali (90-
100%), juga bila diminum bersamaan dengan makana. PP paling tinggi adalah
doksisiklin 90%, lalu minosiklin 75%, disusul oleh oksitetrasiklin 35%.
waktu paruh tetrasiklin dan oksitetrasiklin berkisar antara 9 jam, rata-rata 18
jam untuk minosiklin dan 23 jam untuk doksisiklin. Daya penetrasi ke dalam
jaringan agak baik berkat sifat lipofilnya dengan afinitas khusus untuk tulang,
gigi, kuku, kulit meradang, mata dan prostat. Difusinya kedalam cairan
serebrospinal buruk kecuali minosiklin. Ekskresi tetrasiklin terutama secara
utuh melalui ginjal, maka kadarnya dalam kemih tinggi. Doksisiklin dan
minosiklin terutama diekskresi melalui empedu dan tinja.
Farmakodinamik
38. Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada
ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotic ke
dalam ribosom bakteri Gram-negatif : pertama secara difusi pasifmelalui
kanal hidrofilik, kedua melalui sistem transport aktif. Setelah masuk antibiotic
berikatan secara reversible dengan ribosom 30 S dan mencegah ikatan t-
RNA-aminoasil pada komplek m-RNA-ribosom. Hal tersebut mencegah
perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya
sintesis protein.
Indikasi
39. Digunakan pada infeksi saluran nafas dan paru-paru, saluran
kemih, kulit dan mata. Penggunaannya pada acne hebat berkat daya
menghambatnya terhadap aktivitas enzim lipase dari kuman yang memegang
peranan penting pada (Propionibacter acnes). Pada bronchitis kronis
adakalanya tetrasiklin digunakan sebagai profilaksis serangan akut.
40.
Efek Samping
41. Pada penggunaan oral seringkali terjadi gangguan lambung-
usus (mual, muntah, diare). Penyebabnya adalah rangsangan kimiawi terhadap
mukosa lambung oleh bagian obat yang tak diserap, terutama pada tetrasiklin.
Menimbulkan supra infeksi dengan gewjala mulut dan tenggorok nyeri, gatal
sekitar anus dan diare. Efek samping yang lebih serius adalah sifat
penyerapannya pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh pada janin
dan anak-anak. Efek samping yang lain adalah fotosensitasi yaitu kulit
menjadi peka terhadap cahaya, menjadi kemerah-merahan dan gatal-gatal.
OLeh karena ini selama terpi dengan tetrasiklin hendaknya janagan terkena
sinar matahari yang kuat.
Interaksi obat
42. Tetrasiklin membentuk kompleks tak larut dengan sediaan besi,
aluminium, magnesium, dan kalsium, sehingga resorpsinya dari usus gagal.
Oleh karena itu zat tetrasiklin terkecuali doksisiklin dan minosiklin, tidak
boleh diminum bersamaan dengan makanan (khususnya susu) atau antasida.
Tetrasiklin, oksitetrasiklin dan minosiklin dapat menghambat hidrolisa dari
conjugated estrogen dalam usus.
43.
44. Antagonis folat
45. Asam folat merupakan senyawa yang digunakan dalam sintetis
asam amino dan DNA dalam sel. Bakteri tidak dapat mengabsorpsi asam folat
sehingga harus membuat sendirinya dari substrat PABA (Para Amino Benzoic
Acid), glutamat, dan pteridin. Pada manusia, tidak dapat membuat asam folat.
Asam folat merupakan vitamin B-Kompleks. Contoh obat golongan ini yaitu
sulfonamide dan trimetropin Antagonis folat mempunyai spectrum luas, dan
efektif terhadap baik bakteri gram positif dan negatif. Mekanisme obat
antibiotika antagonis folat berhubungan dengan sintesis asam folat.

46. p-Aminobenzoic acid (PABA)


47.
48. Dihidropteroate Sulfonamid
49. Synthase (Berkompetensi
dengan RABA)
50.
51. Asam dihidrofolat
52.
53. Dihydrofolate Trimetropin
54. Reductase
55. Asam tetrahidrofolat
56.
57.
58. Sintetis purin
59.
60.
61. Sintetis DNA
62. Gambar: sintetis asam folat, dan aksi dari sulfonamide dan
trimetropin.
63. Sulfonamide
64. Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan
secara sistemik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada
manusia. Sulfonamida merupakan kelompok obat penting pada penanganan
infeksi saluran kemih (ISK).
Indikasi
65. 1. Kemoterapeutikum : Sulfadiazin, Sulfathiazol
66. 2. Antidiabetikum : Nadisa, Restinon.
67. 3. Desibfektan saluran air kencing : Thidiour
68. 4. Diuretikum : Diamox
69. Sulfonamide bersifat ampoter, karena itu sukar di pindahkan
dengan cara pengocokan yang digunakan dalam analisa organik dan bersifat
mudah larut dalam aseton, kecuali Sulfasuksidin, Ftalazol dan Elkosin.
70. Sulfanamida adalah anti mikroba yang digunakan secara
sistemis maupun topikal untuk beberapa penyakit infeksi. Sebelum ditemukan
antibiotik, sulfa merupakan kemoterapi yang utama, tetapi kemudian
penggunaannya terdesak oleh antibiotik. Pertengahan tahun 1970 penemuan
preparat kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol meningkatkan kembali
penggunaan sulfonamida. Selain sebagai kemoterapi derivat sulfonamida juga
berguna sebagai diuretik dan anti diabetik oral (ADO).
71. Sulfa bersifat bakteriostatik luas terhadap banyak bakteri gram
positif dan negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan antagonisme saingan
antara PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang rumus dasarnya mirip dengan
rumus dasar sulfa :
72. H2N C6H4 COOH
Mekanisme Kerja
73. Kuman memerlukan PABA (p-aminobenzoic acid) untuk
membentuk asam folat yang di gunakan untuk sintesis purin dan
asam nukleat. Sulfonamid merupakan penghambat kompetitif
PABA. Efek antibakteri sulfonamide di hambat oleh adanya darah,
nanah dan jaringan nekrotik, karena kebutuhan mikroba akan asam
folat berkurang dalam media yang mengandung basa purin dan
timidin.
74. Sel-sel mamalia tidak dipengaruhi oleh sulfanamid karena
menggunakan folat jadi yang terdapat dalam makanan (tidak mensintesis
sendiri senyawa tersebut). Dalam proses sintesis asam folat, bila PABA di
gantikan oleh sulfonamide, maka akan terbentuk analog asam folat yang tidak
fungsional.
Farmakokinetik
75. Absorpsi melalui saluran cerna mudah dan cepat, kecuali
beberapa macam sulfonamide yang khusus digunakan untuk infeksi
local pada usus. Kira-kira 70-100% dosis oral sulfonamide di
absorpsi melalui saluran cerna dan dapat di temukan dalam urin 30
menit setelah pemberian. Absorpsi terutama terjadi pada usus halus,
tetapi beberapa jenis sulfa dapat di absorpsi melalui lambung.
76. Distribusi, Semua sulfonamide terikat pada protein plasma
terutama albumin dalam derajat yang berbeda-beda. Obat ini tersebar
ke seluruh jaringan tubuh, karenaitu berguna untuk infeksi sistemik.
Dalam cairan tubuh kadar obat bentuk bebas mencapai 50-80 %
kadar dalam darah.
77. Metabolisme, dalam tubuh sulfa mengalami asetilasi dan
oksidasi. Hasil inilah yang sering menyebabkan reaksi toksik sistemik berupa
lesi pada kulit dan gejala hipersensitivitas, sedangkan hasil asetilasi
menyebabkan hilangnya aktivitas obat.
78. Ekskresi, Hampir semua di ekskresi melalui ginjal, baik dalam
bentuk asetil maupun bentuk bebas. Masa paruh sulfonamide
tergantung pada keadaan fungsi ginjal. Sebagian kecil diekskresikan
melalui tinja, empedu, dan air susu ibu.
79. Berdasarkan kecepatan absorpsi dan eksresinya, sulfonamide
dibagi menjadi:
1 Sulfonamid dengan absorpsi dan eksresi cepat, antara lain : sulfadiazine dan
sulfisoksazol.
2 Sulfonamid yang hanya diabsorpsi sedikit bila diberikan per oral dank arena
itu kerjanya dalam lumen usus, antara lain : ftalilsulfatiazol dan sulfasalazin.
3 Sulfonamid yang terutama digunakan untuk pemberian topical antara lain :
sulfasetamid, mefenid, dan Ag-sulfadiazin.
4 Sulfonamid dengan masa kerja panjang, seperti sulfadoksin, absorpsinya cepat
dan eksresinya lambat.
80. Trimetropin
81. Trimetoprim adalah suatu penghambat dihidrofolat reduktase
bakteri poten yang menunjukkan spectrum antibakteri mirip dengan sulfa.
Namun demikian, trimetoprim lebih sering dikombinasikan dengan
sulfametoksazol.
82.
Mekanisme Kerja
83. Bentuk folat aktif adalah derivate tetrahidro yang dibentuk
melalui reduksi oleh dihidrofolat reduktase. Reaksi enzimatik ini dihambat
oleh trimetoprim, yang menimbulkan turunnya koenzim folat purin, pirimidin
dan sintesis asam amino. Afimitas enzim reduktase bakteri terhadap
trimetoprm lebih kuat dibandingkan dengan enzim mamalia, yang dapat
diperhitungkan sebagai toksisitas selektif obat.
84. Spektrum antibakteri. Spektrum antibakteri trimetoprim mirip
sulfametoksazol; namun demikian, trimetoprim 20 50 kali lebih
poten dari sulfinamida. Trimetoprim dapat digunakan secara tunggal
untuk pengobatan infeksi traktus urinarius akut dan prostatitis
bakterial.
85. Obat ini resistensi pada bakteri gram negative disebabkan
adanya perubahan dihidrofolat reduktase yang afinitasnya terhadap obat lebih
kecil.
Farmakokinetik
86. Reabsorbsinya dari usus cepat dan praktis lengkap, PP-nya k.l.
50 % dengan plasma waktu paruh dari 9-17 jam. Sebagian zat dirombak di
hati; di dalam urin kadar obat utuh tinggi sekali dan bertahan minimal selama
24 jam untuk kemudian diekskresikan.
87. Efek samping dari obat Trimetoprim dapat menyebabkan
defisiensi folat, yaitu berupa anemia megaloblastik, leucopenia, gangguan
saluran cerna, dan granulositopenia. Reaksi ini dapat segara diperbaiki dengan
pemberian asam folinat secara stimulant yang tidak dapat masuk ke dalam
bakteri.

88.

89.
90. Quinolon dan golongan lainnya
91. Obat golongan ini mempunyai mekanisme aksi menghambat
DNA gyrase sehingga dapat menghambat proses sintesis DNA bakteri. DNA
gyrase merupakan enzim bakterial yang bertanggungjawab terhadap proses
pembukaan dan suprecoil DNA protein bakteri. Quinolon merupakan satu-
satunya antibiotika yang menghambat replikasi DNA. Antibiotika golongan
ini digunakan pada pengobatan infeksi saluran kencing. Obat golongan ini
mempunyai spectrum yang luas. Contoh obat golongan ini yaitu quinolon,
antiseptik saluran urin.

92. Quinolon
93. Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan
Kuinolon lama yang dipasarkan sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini
mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram negatif, tetapi
eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat sehingga sulit dicapai
kadar pengobatan dalam darah.
Karena itu penggunaan obat quinolon lama ini terbatas sebagai antiseptik
saluran kemih saja. Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan quinolon
baru dengan atom Fluor pada cincin quinolon (karena itu dinamakan juga
Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya
bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya
di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.
94. Daya antibakteri Flurokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan
dengan kelompok kuinolon, selain itu kelompok obat ini juga diserap dengan
baik pada pemberian oral, dan beberapa derivatnya tersedia juga dalam bentuk
perenteral sehingga dapat digunakan untuk penanggulangan infeksi berat,
khususnya yang disebabkan oleh kuman Gram-Negatif. Daya antibakterinya
terhadap kuman Gram-Positif relatif Lemah. Yang termasuk golongan ini
adalah Siprofloksasin, Ofloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin,
Enoksasin, Levofloksasin, dan Flerofloksasin. Flurokuinolon Baru
mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman Gram-Positif, serta
kuman atipik penyebab infeksi saluran nafas bagian bawah. Yang termasuk
golongan ini adalah Moksifloksasin, Gatifloksasin, dan Gemifloksasin.

95. Golongan quinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang


termasuk golongan ini antara lain adalah Spirofloksasin, Ofloksasin,
Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin,
Lornefloksasin, Flerofloksasin dan Gatifloksasin.
96.
97.
Mekanisme Kerja
98. Pada saat perkembangbiakkan kuman ada yang namanya
replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA
kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran
berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini
dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan antibiotika
golongan Quinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan
bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
99. Resistensi terhadap kinolon dapat trejadi melalui 3 Mekanisme,
yaitu :

Mutasi Gen gyr A yang menyababkan subunit A dari DNA graise kuman berubah
sehingga tidak dapat diduduki molekul obat lagi.
Perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit penetrasi obat kedalam
sel.
Peningkatan Mekanisme Pemompaan obat keluar sel (efflux).
Farmakokinetik
100. Asam Nalidiksat diserap baik melalui saluran cerna tetapi
dengan cepat dieksresikan dengan cepat melaliu Ginjal. Flurokinolon diserap
lebih baik melalui saluran cerna dibandingkan dengan asam nalidiksat.
Pefloksasin adalah Flurokuinolon yang absorpsinya paling baik dan masa
paruh eliminasinya paling panjang. Bioavailabilitasnya pada pemberian
peroral sama dengan pemberian parenteral. Penyerapan Siproflaksin dan
Flurokiunolon lainnya akan terhambat bila diberikan bersama Antasida. Sifat
Flurokuinolon yang menguntungkan ialah bahwa golongan obat ini mampu
mencapai kadar tinggi dalam prostat, dan cairan serebrospinalis bila ada
Meningitis, Sifat lainnya yang mengunutngkan adalah masa paruh
eliminasinya panjang sehingga obat cukup diberikan 2 kali dalam sehari.
Indikasi
101. Asam Nalidiksat hanya digunakan sebagai antiseptik saluran
Kemih, sedangkan Flurokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih
luas, antara lain :
Infeksi Saluran Kemih ( ISK )
102. Flurokuinilon Efektif untuk ISK yang disebabkan oleh kuman-
kuman yang multiresisten dan kuman P. Aeruginosa. Siprofloksasin,
Norfloksasin, dan floksasin dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di
jaringan prostat dan dapat diginakan untuk terapi prostatitis bakterial akut
maupun kronis.
Infeksi Saluran Cerna
103. Flurokuinilon juga Efektif untuk Diare yang disebabkan oleh
shingela, Salmonella, E. Coli, dan Campylobacter, Siploksasin dan ofloksasin
mempunyai efektifitas yang baik terhadap demam Tifoid.
104.
Infeksi Saluran Nafas ( ISN )
105. Umum Efektifitas Flurokuinilon ( Siproflaksin, Ofloksasin,
dan enoksasin ) cukup baik untuk bakterial saluran nafas bawah. Tetapi ada
lagi Flurokinolon (moksifloksasin, Gemifloksasin,dan Levloksasin)
mempunyai daya antibakteri yang cukup baik terhadap kuman Gram-Positif
maupun kuman Gram-Negatif, dan kuman atipik penyebab infeksi saluran
nafas Bawah.
Penyakit yang ditularkan Melalui Hubungan Seksual
106. Siprofloksasin oral dan levofloksasin oral merupakan obat
pilihan utama untuk pengobatan Uretritis dan Servitis oleh gonokukus.
Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak
107. Flurokinolon Oral mempunyai efektiitas sebanding dengan
sealosporin parenteral untuk pengobatan infeksi berat pada kulit atau jaringan
lunak.
108.

También podría gustarte