Está en la página 1de 10

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERKEMBANGAN

BERAGAMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perkembangan manusia mulai dari prenatal hingga lanjut usia
mengalami perkembangan agama yang selalu mengikuti seperti pada saat manusia
itu dilahirkan pasti akan mengikuti agama yang dianut oleh orang tuanya karena
hanya orang tuanya yang menjadikan anak itu islam, majusi, yahudi atau nasrani
tetapi ketika manusia itu sudah menginjak usia remaja maka dia akan mulai
berpikir secara mandiri bagaimana cara mengimplementasikan ajaran agama yang
dianutnya dalam khidupan sehari-harinya hingga dia menginjak usia dewasa maka
dia akan lebih matang dalam beragama.
Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis.
Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan
yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui
bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini. Fisik atau
jasmani manusia baru akan berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih.
Akal dan fungsi mental lainnya pun baru akan berfungsi jika kematangan dan
pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian
perkembangannya. Kemampuan itu tidak dapat dipenuhi secara sekaligus
melainkan melalui pentahapan. Demikian juga perkembangan agama pada diri
anak.
Perasaan anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia
merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling
bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan
ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi
meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan
butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur
bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.

B. Tujuan
Berdasarkan latarbelakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah
ini yaitu
1. Bagaimana perkembangan beragama pada anak, remaja dan dewasa?
2. Apa saja faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan jiwa
keagamaan pada anak, remaja, dan dewasa?
3. Bagaimana tahap-tahap perkembangan beragama pada anak ?
4. Bagaimana sifat agama pada anak?
5. Apa saja masalah dalam kesadaran beragama?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan beragama pada anak, remaja dan dewasa.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan
jiwa keagamaan anak, remaja dan dewasa.
3. Untuk mengetahui tahap- tahap perkembangan beragama pada anak.
4. Untuk mengetahui sifat agama pada anak.
5. Untuk mengetahui masalah dalam kesadaran beragama.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Beragama
Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah
individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Tuhan yang direfleksikan
kedalam pribadaan kepadanya. Perkembangan beragama dipengaruhi oleh faktor-
faktor pembawaan dan lingkungan. Faktor pembawaan dan lingkungan yang
mempengaruhinya yaitu:
1. Faktor endogen yaitu faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam
kandungan hingga kelahiran, jadi faktor endogen merupakan factor keturunan/
faktor pembawaan.
2. Faktor eksogen yaitu faktor yang datang dari luar individu, merupakan
pengalaman alam sekitar, pendidikan dan sebagainya.
1. Agama pada masa anak- anak
Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, yang
dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Dalam
masa ini terdiri dari tiga tahapan:
a. 0 2 tahun (masa vital)
b. 2 6 tahun (masa kanak- kanak)
c. 6 12 tahun (masa sekolah)
Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang
ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi
anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya
serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada
tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan
membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang
menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang
disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama
makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan
pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan
kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan
emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya
bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin
rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat
Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas)
perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan
hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
2. Perkembangan keberagamaan pada remaja dan dewasa
Perkembangan agama pada remaja ditandai dengan tingkah remaja yang
berpendapat bahwa agama adalah omong kosong, mengingkari pentingnya agama
dan menolak kepercayaan-kepercayaan terdahulu. Masa remaja disini dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Masa remaja awal (sekitar usia 13-16 tahun)
Pada masa ini kepercayaan kepada tuhan kadang-kadang sangat kuat ,akan
tetapi kadang sangat berkurang. Hal ini dapat terlihat pada cara beribadah kadang
rajin kadang juga malas. Kegoncangan dalam keberagamaan ini muncul karena
disebabkan faktor internal maupun eksternal.
b. Masa remaja akhir (17-21 tahun)
Secara psikologis , masa ini merupakan permulaan masa dewasa , emosinya
mulai stabil dan pemikirannya kritis. Dalam kehidupan beragama, remaja sudah
mulai melibatkan diri kedalam kegiatan-kegiata keberagamaan dan dapat
membedakan agama sebagai ajaran dengan manusia sebagai penganutnya
diantaranya ada yang shalih dan tidak.
Perkembangan pikiran dan mental, ide dan dasar keyakinan beragama yang
diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik lagi bagi
mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama
mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-
norma kehidupan lainnya. Agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih
banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya.
Sebaliknya agama yang ajaranya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal
akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga
mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya.
Perkembangan perasaan, berbagai perasaan telah berkembang pada masa
remaja, perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati
kehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan
cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula.
Sebaliknya bagi mereka yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran
agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Karena masa remaja
merupakan masa kematangan seksual didorong perasaan ingin tahu remaja lebih
mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.
Perkembangan keberagamaan pada orang dewasa jauh lebih mantap ke dalam
bentuk tekun beribadah dengan ikhlas. Maka sikap keberagamaan pada orang
dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang
bukan sekedar ikut-ikutan
b. Cenderung bersifat realis sehingga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku
c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, berusaha untuk
mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan;
d. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab
hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup
e. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan
beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan atas
pertimbangan hati nurani
f. Terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami dan
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya

B. Faktor-Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Perkembangan Jiwa


Keagamaan
1. Pada anak - anak
Ada beberapa faktor dominan yang mempengaruhi perkembangan jiwa
keagamaan pada anak , antara lain :
a. Menurut Teori four wishes yang dikemukakan oleh perkembangan jiwa
keagamaan anak adalah rasa ketergantungan (sense of defence). Menurut teori
ini, manusia dilahirkan kedunia memiliki empat keinginan, yaitu :
1) Security yaitu keinginan untuk mendapatkan perlindungan
2) New experience yaitu keinginan untuk mendapat pengalaman
3) Response yaitu keinginan untuk mendapatkan tanggapan
4) Recognition yaitu keinginan untuk dikenal
Kerjasama dalam rangka memenuhi keinginan-keinginan itu, maka bayi sejak
dilahirkan hidup dalam ketergantungan, terutama orang-orang dewasa dalam
lingkungannya itu maka terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.
b. Instink keagamaan
Pendapat ini dikemukakan oleh Woodworth, menurutnya, bayi yang
dilahirkan sudah memiliki instink, diantaranya instink keagamaan, namun instink
ini pada saat bayi belum terlihat, hal itu dikarenakan beberapa fungsi kejiwaan
yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna.
Pandangan Woodworth ini mendapat sanggahan dari sekelompok ahli dengan
mengajukan argumentasi:
1) Jika anak sudah memiliki instink keagamaan, mengapa orang tidak terhayati
secara ototmatis ketika mendengar lonceng gereja dibunyikan.
2) Jika anak sudah memiliki instink keagamaan, mengapa terdapat perbedaan agama
di dunia ini? Bukankah cara berenang itik dan cara brung membuat sarang yang
didasari pada tingkahlaku instingtif akan sama caranya disetiap penjuru duia ini?
(Jalaluddin. 2002:65-66).
2. Pada remaja dan dewasa
Jiwa keagamaan juga mengalami proses perkembangan dalam mencapai
tingkat kematangan. Dengan demikian jiwa keagamaan tidak luput dari berbagai
gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangannya. Pengaruh tersebut baik
yang bersumber dari dalam diri seseorang (intern) maupun yang bersumber dari
faktor luar (ekstern).
a. Faktor intern
Secara garis besarnya faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap
perkembangan jiwa keagamaan antara lain :
1) Faktor kognitif, mengacu pada remaja yang memiliki mental masih abstrak,
mereka hanya mengkaji isu-isu agama dengan berpatokan pada dasar-dasar agama
tanpa memperdalaminya lebih lanjut.
2) Faktor personal, mengacu pada konsep individual dan identitas, individual
maksudnya seseorang itu selalu menyendiri sedangkan identitas maksudnya
proses menuju pada kestabilan jiwa.
3) Faktor hereditas, perbuatan yang buruk dan tercela jika dilakukan akan
menimbulkan rasa bersalah dalam diri pelakunya. Bila pelanggaran yang
dilakukan terhadap larangan agama maka akan timbul rasa berdosa dan perasaan
seperti ini yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan seseorang.
4) Tingkat usia, pada usia remaja saat mereka menginjak usia kematangan
seksual mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan mereka. Tingkat
perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja ini menimbulkan
konflik kejiwaan yang cenderung mempengaruhi terjadinya konversi agama.
Bahkan pada usia adolesensi sebagai rentang umur tipikal terjadinya konversi
agama meskipun konversi cenderung dinilai sebagai produk sugesti dan bukan
akibat dari perkembangan kehidupan spiritual seseorang.
5) Kepribadian, dalam kondisi normal secara individu manusia memiliki
perbedaan dalam kepribadian dan perbedaan ini diperkirakan berpengaruh
terhadap perkembangan aspek-aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan. Di luar
itu dijumpai pula kondisi kepribadian yang menyimpang seperti kepribadian
ganda dan sebagainya kondisi seperti ini juga ikut mempengaruhi perkembangan
berbagai aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan.
6) Kondisi kejiwaan, seorang yang mengidap schizoprenia akan mengisolasi
diri dari kehidupan sosial serta persepsinya tentang agama akan dipengaruhi oleh
berbagai halusinasi.
Demikian pula pengidap phobia akan dicekam oleh perasaan takut yang
irasional sedangkan penderita infantil autisme (berperilaku seperti anak-anak)
akan berperilaku seperti anak-anak di bawah usia sepuluh tahun.
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa
keagamaan dapat dilihat dari lingkungan di mana seseorang itu hidup. Umumnya
lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Lingkungan keluarga, konsep father image (citra kebapaan) menyatakan
bahwa perkembangan jiwa keagamaan dipengaruhi oleh citra terhadap bapaknya.
Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa
keagamaan. Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan
dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi
terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut kedua orang tua diberikan beban
tanggung jawab. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam
meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.
2) Lingkungan institusional, yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa
kegamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun yang nonformal
seperti berbagai perkumpulan dan organisasi. Kurikulum, hubungan guru dan
murid serta hubungan antar teman dilihat dari kaitannya dengan perkembangan
jiwa keagamaan tampaknya ketiga kelompok tersebut ikut berpengaruh sebab
pada prinsipnya perkembangan jiwa keagaman tidak dapat dilepaskan dari upaya
untuk membentuk kepribadian yang luhur. Pembiasaan yang baik merupakan
bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa
keagamaan seseorang.
3) Lingkungan masyarakat, yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan
berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keberagamaan sebab kehidupan
keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun institusi keagamaan. Keadaan
seperti ini akan berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan warganya.
C. Tahap-Tahap Perkembangan Beragama
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Tingkat Dongeng ( The Fairly Tale Stage )
Pada tahap ini anak yang berumur 3-6 tahun konsep mengenal Tuhan banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi sehingga dalam menanggapi agama, anak
masih menggunakan konsep fantastik, yang diliputi oleh dongeng-dongeng.
Menurut hasil penelitian Dr. Hanni mengindikasikan bahwa kemampuan berfikir
tentang konsep agama pada anak sangat sedikit, kalau tidak dikatakan tidak ada
artinya dan itu hanyalah permainan bebas dari fantasi dan emosinya. Hal ini
menjadi wajar, karena konsep agama biasanya cukup rumit dan mengatasi daya
tangkap intelektual anak, sehingga terjadi penerimaan atau penolakan itu
merupakan hal yang wajar. Dan itu terjadi tentunya bukan pemahaman secara
intelektual melainkan pada alasan lain.
Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada pemuka agama daripada isi
ajarannya, dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-
anak karena sesuai dengan jiwa kanak-kanaknya.
2. Tingkat Kepercayaan (The Realistic Stage)
Pada fase ini ide-ide tentang Tuhan muncul dan telah tercermin dalam konsep
yang realistik, dan biasanya muncul dari lembaga agama atau pengajaran orang
dewasa. Ide keagamaan muncul dari anak didasarkan atas emosional, sehingga
melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Tahap ini dimulai sejak usia masuk
sekolah 7 tahun. Yang perlu dicatat pada tahap ini adalah bahwa pada tahap usia
tujuh tahun dipandang sebagai permulaan perturnbuhan logis, sehingga wajar
ketika Rosulullah mernerintahkan untuk menyuruh anak-anak umatnya untuk
melaksanakan shalat pada usia tujuh tahun dan memberi sanksi berupa pukulan
apabila melanggarnya.
3. Tingkat Individu ( The Individual Stage )
Pada tingkat ini, anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan
dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistic ini
terbagi menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Konsep ketuhanan yang konvensioal adan konservatif dengan dipengaruhi
sebagian kecil fantasi
b. Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat
personal
c. Konsep ketuhanan yang humanistik yaitu agama telah menjadi etos humanis
dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama

D. Sifat-Sifat Agama Pada Anak


Ide keagamaan pda anak tumbuh mengikuti pola ideal concept in
authoristy, artinya konsep keagamaan anak dipengaruhi oleh faktor dari luar diri
mereka. Jadi ketaatan anak-anak pada ajaran agama merupakan dampak dari apa
yang mereka lihat, mereka pelajari dan dibiasakan oleh orang-orang dewasa atau
orang tua di lingkungannya. Berdasarkan konsep itu maka sifat dan bentuk agama
anak-anak dapat dibagi atas:
1. Unreflective (tidak mendalam)
Hal ini ditunjukkan dengan kebenaran ajaran agama diterima anak tanpa
kritik, tidak begitu mendalam dan sekedarnya saja. Mereka sudah cukup puas
dengan keterangan-keterangan walau tidak masuk akal.
2. Egosenris
Hal ini ditunjukkan dengan dalam melaksanakan ajaran agama anak lebih
menonjolkan kepentingan dirinya. Anak lebih menuntut konsep keagamaan yang
mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Misalnya: anak berdoa/sholat yang
dilakukan utuk mencapai keinginan-keinginan pribadi.
3. Anthromorphis
Hal ini ditunjukkan dengan konsep anak dengan Tuhan tmpak seperti
menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Dengan kata lain keadaan Tuhan
sama dengan manusia, misalnya pekerjaan Tuhan mencari dan menghukum orang
yang berbuat jahat disaat orang itu berada dalam tempat yang gelap. Menurut hasil
penelitian Praff, anak usia 6 tahun menggambarkan Tuhan seperti manusia yang
mempunyai wajah, telinga yang lebar dan besar. Tuhan tidak makan tapi hanya
minum embun saja. Jadi konsep Tuhan dibentuk sendiri berdasarkan fantasi
masing-masing.
4. Verbal dan ritual
Hal ini ditunjukkan dengan : menghapal secara verbal kalimat-kalimat
keagamaan. Mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan
pengalaman menurut tuntutan yang diajarkan
5. Imitatif
Hal ini ditunjukkan dengan anak suka meniru tindakan keagamaan yang
dilakukan oleh orang-orang dilingkungannya (orang tua).
6. Rasa Heran
Ini merupakan sifat keagamaan yang terakhir pada anak-anak. Hal ini ditandai
dengan anak mengagumi keindahan-keindahanlahiriah pada ciptaan Tuhan,
namun rasa kagum ini belum kritis dan kratif.

E. Masalah dalam kesadaran beragama


Dalam perkembangan beragama terdapat beberapa masalah yang muncul.
Masalah ini biasanya berupa problem keimanan, yaitu :
1. Proses perkembangan keimanan
Manusia itu dilahirkan membawa dua potensi atau disposisi yang sama-sama
berkembang. Dua disposisi tersebut adalah takwa dan fujur. Fujur merupakan
disposisi yang mendorong individu untuk berkembang menjadi jahat. Sedangkan
takwa merupakan disposisi yang mendorong individu untuk berkembang menjadi
baik. Apabila kedua potensi tersebut dalam perkembangannya berlangsung secara
alami, maka potensi takwa akan mewujud dalam bentuk sikap, keyakinan atau
kepercayaan. Contohnya seperti terjadi pada masyarakat primitif yang menganutu
animisme atau dinamisme. Sedangkan yang fujur tampak dalam wujud perilaku
impulsif atau perilaku naluriah yang berlangsung tanpa pertimbangan akal sehat
atau norma agama.
2. Konflik keyakinan dengan situasi kehidupan sosial
Masalah besar yang terjadi dalam kehidupan adalah munculnya berbagai
kondisi yang bertentangan dengan nilai-nilai keimanan atau agama yang dianut.
Bagi mereka yang kehidupan beragamanya masih labil, kondisi ini akan
menimbulkan konflik dalam dirinya, yang apabila kurang mendapat bimbingan
akan cenderung terjerumus kedalam kondisi tersebut.
Korban akibat kondisi tersebut tidak hanya pada orang dewasa (dengan
perilaku kolusi, penyalahgunaan wewenang atau pelecehan seksual), tetapi dapat
juga terjadi pada remaja. Remaja yang kadar keimanannya masih labil akan
mudah terjangkit konflik batin dalam berhadapan dengan kondisi lingkungan yang
menyajikan berbagai hal yang menarik hati/keinginannya, tetapi kondisi ini
bertentangan dengan norma agama. Kondisi lingkungan yan memiliki daya tarik
bagi remaja tetapi bertentangan dengan norma agama itu diantaranya film-film
atau foto porno, minuman keras, ganja atau narkotika, model pakaian, kehidupan
malam dan pemakaian alat kontrasepsi.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Agama pada masa anak-anak terbentuk melalui pengalaman-pengalaman
yang diterima dari lingkungan lalu terbentuk sifat keagamaan pada anak,
Woodwort berpendapat bahwa bayi memiliki insting keagamaan, akan tetapi
disanggah oleh pemikir Islam bahwa bayi tidak mempunyai insting keagamaan
melainkan itu merupakan fitrah yang cenderung kearah potensi keagamaan.
Tahap perkembangan keagamaan pada anak melalui tiga tahapan yaitu tingkat
dongeng, tingkat kepercayaan, dan tingkat individu. Sifat Agama pada anak
mengikuti pola concept on authority yaitu konsep keagamaan yang dipengaruhi
oleh faktor dari luar diri mereka (anak) itu sendiri. Memahami sifat agama pada
anak berarti memahami sifat agama itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya,2008.

http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/perkembangan-jiwa-keagamaan-
pada-masa-anak-%E2%80%93-anak/

http://hera-orgen.blogspot.com/p/agama-masa-anak-anak.htm

http://hbis.wordpress.com/2009/10/24/perkembangan-aspek-fisik-motorik-kognitif-
bahasa-moral-sosial-emosi-dan-agama-dari-bayi-hingga-kanak-kanak/

http://www.scribd.com/doc/39103637/psikologi-agama

También podría gustarte