Está en la página 1de 10

KIMIA FARMASI LANJUTAN

ANTIBIOTIK GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA

DI SUSUN OLEH :

IRMA JAYANTI 13.201.283


VADIA N. USMAN 13.201.256
NURUL FASISYAH 13.201.269
NIRWANA 13.201.279

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR

MAKASSAR

2016
AMINOGLIKOSIDA

A. PENDAHULUAN
Aminoglikosida adalah golongan antibiotika bakteriosidal

yang merupakan produk berbagai spesies Streptomyces dan

Micromonospora. Semua senyawa dan turunan semi sintetisnya

mengandung dua atau tiga gula amino di dalam molekulnya yang

saling terikat secara glukosidis (Gunawan, 2007; Tjay, 2007).

B. MEKANISME KERJA
Aminoglikosida terikat pada ribosom 30s dan menghambat

sintesis protein. Terikatnya aminoglikosida pada ribosom ini

mempercepat transpor aminoglikosida ke dalam sel, diikuti dengan

kerusakan membran sitoplasma, dan disusul kematian sel. Yang

diduga terjadi adalah salah baca kode genetik yang

mengakibatkan terganggunya sintesis protein (Gunawan, dkk, 2007).

C. GOLONGAN, SIFAT dan STRUKTUR


Sejak tahun 1943 sampai sekarang berbagai derivat

aminoglikosida telah dikembangkan, misalnya Streptomisin,

Neomisin, Kanamisin, Gentamisin, dan Amikasin. Senyawa

aminoglikosida dibedakan dari gugus gula amino yang terikat pada

aminosiklitol (Gunawan, dkk, 2007).

Dengan adanya gugusan amino, zat-zat ini bersifat basa

lemah dan garam sulfatnya yang digunakan bersifat mudah larut


dalam air, stabilitasnya cukup baik pada suhu kamar, terutama dalam

bentuk kering (Gunawan, dkk, 2007; Tjay, 2007).

Nama Struktur Kimia Spektrum


Aktif terhadap
kuman tahan
Streptomisin
asam
Mycobacterium

Amikasin Spektrum luas

Spektrum luas,
Lemah
Gentamisin
terhadap
Pseudomonas

Aktif terhadap
kuman tahan
Kanamisin
asam
Mycobacterium

Aktif terhadap
Neomisin
kuman di usus.

D. ANALISIS
1. Streptomisin
a. Spektrofotometri
Dengan adanya alkali, streptomisin menghasilkan

maltol, atau 2-metil-3-hidroksi-gama-piron. Jumlah maltol yang

dihasilkan bersifat kuantitatif sesuai dengan jumlah

streptomisin. Dalam natrium hidroksida 0,1 N, maltol

mempunyai panjang gelombang maksimal pada 322 nm.

Streptomisin dapat ditetapkan kadarnya dengan mengukur

absorbansinya pada 322 nm sebelum dan sesudah hidrolisis

dengan NaOH pada 100 C selama 3 menit. Selisih kedua

absorban tersebut sesuai dengan maltol yang dihasilkan.

Pembacaan absorban pertama harus dilakukan segera setelah

penambahan NaOH (Sudjadi, 2012).

b. Spektrofluorometri
Streptomisin dalam farmasetik dan dalam cairan

biologis dapat dianalisis secara spektrofluorometri dengan

melibatkan reaksi antara streptomisin dengan 9,10-

fenantrokuinon dalam medium alkali, menghasilkan derivat

yang bersifat sangat fluoresens (Sudjadi, 2012).

c. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Metode KCKT untuk analisis Streptomisin yang tidak

melibatkan derivatisasi dikembangkan dan divalidasi

berdasarkan deteksi penghamburan sinar evaporatif. Dengan

sistem ini, streptomisin terelusi pada waktu retensi sekitar 5,6

menit. KCKT telah digunakan untuk analisis streptomisin pada


serum plasma. Kolom yang digunakan adalah Prodigy ODS3

(250 nm x 4,6 nm). Suhu kolom diatur 25 C. Fase gerak yang

digunakan adalah buffer (natrium 1-heksanasulfonat 25 mM pH

6,0; eluen A) dan asetonitril dengan perbandingan 85:15 v/v. pH

larutandiatur dengan asam fosfat 85% dan disaring dengan

penyaring 0,22 m sebelum digunakan. Detektor UV diatur

pada panjang gelombang 200 nm (Sudjadi, 2012).

2. Amikasin
a. Spektrofotometri

Metode spektrofotometri berdasarkan pada reaksi

pembentukan kompleks dijelaskan untuk determinasi amikasin

sulfat sebagai pemberi dengan teresianoetilen (TCNE) dan

2,3-dikloro-5,6-disiano-1,4-benzokuinon (DDQ) sebagai

penerima, menghasilkan spesies kompleks berwarna dalam

larutan air yang dapat menyerap di panjang gelombang

maksimal di 330 nm (TCNE) dan 340 nm (DDQ). Batas deteksi

amikasin adalah 0,06 g/mL (TCNE) dan 0,18 g/ml (DDQ)

(Sudjadi, 2012).

b. Flow injection analysis (FIA)

Metode FIA sederhana dan peka telah diusulkan untuk

analisis amikasin sulfat berdasarkan pada penghambatan emisi

kemiluminisensi yang dihasilkan dari oksidasi luminal dalam

medium alkali oleh hidrogen peroksida (H 2O2) yang dikatalisis


oleh Cu (II), disebabkan oleh interaksi dengan amikasin yang

membentuk kompleks yang stabil dengan katalis. Metode ini

mempunyai kisaran linear dinamik 9,89 sampai 20 mg/L dengan

batas deteksi 2,97 mg/L. Metode ini juga sukses digunakan

untuk analisis amikasin dalam sediaan farmasetik (Sudjadi,

2012).

c. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Amikasin dalam plasma dan urin dapat diderivatisasi

dengan 1-fluoro-2,4-dinitrobenzena untuk selanjutnya dianalisis

dengan KCKT menggunakan detektor UV pada panjang

gelombang 340 nm.

Metode KCKT yang sederhana dan peka dikembangkan

untuk kuantifikasi amikasin dalam plasma manusia dan urin.

Metode melibatkan sentrifugasi cairan plasma setelah

dilakukan pengenceran dengan campuran etanol/natrium

karbonat dan selanjutnya alikuot supernatan diinjeksikan ke

dalam kromatograf. Setelah pemisahan dengan kolom C-18

(waktu analisis 20 menit), amikasin dideteksi berdasarkan pada

kompleks reaksi dengan Cu(II), dengan sistem katalis

kemiluminisensi luminal-hidrogen peroksida (Sudjadi, 2012).

3. Gentamisin
a. Spektrofotometri tampak
Gentamisin dapat dianalisis dengan spektrofotometri

tampak dengan mendasarkan pada reaksi antara amina-amina

primer dan sekunder yang terdapat dalam gentamisin dengan

ninhidrin. Reaksi ini menghasilkan warna ungu. Absorbansi

gentamisin-ninhidrin pada panjang gelombang maksimal di

sekitar 400 nm, menunjukkan hubungan yang linier pada

kisaran konsentrasi 30-120 g/mL (Sudjadi, 2012).

b. Kromatografi cair kinerja tinggi


Gentamisin dapat dianalisis dengan KCKT menggunakan

detektor ultraviolet setelah gentamisin diderivatisasi dengan

orto-ftalaldehid. Pemisahan dilakukan dengan kolom Nucleosil

C-18. Fase gerak merupakan larutan yang mengandung 5,5 g

natrium heptan sulfonat dalam campuran dengan 700 mL

metanol, 250 mL air dan 50 mL asam asetat glasial. Fase gerak

dihantarkan secara isokratik dengan kecepatan 1,5 mL/metnit.

Detektor UV diatur pada panjang gelombang 330 nm (Sudjadi,

2012).

4. Kanamisin
a. Fluorometri
Metode ini berdasarkan pada reaksi reagen fluorogenik

dengan antibiotika aminoglikosida melalui gugus amina.

Dengan demikian, metode ini selektif untuk antibiotika

aminoglikosida yang mempunyai gugus amino primer. Produk

reaksi menunjukkan intensitas fluoresensi maksimal pada


panjang gelombang emisi 434 nm setelah mengalami eksitasi

di 366 nm.

b. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)


Kanamisin dapat dianalisis dengan KCKT menggunakan

detektor penghamburan sinar evaporatif atau ELSD. Respon

ELSD terhadap kanamisin dapat ditingkatkan dengan :

- Menurunkan lebar puncak dan faktor asimetrisitas


- Penggunaan reagen-reagen pasangan ion yang

bersifat asam
- Meningkatkan volatilitas fase gerak
c. Elektroforesis kapiler
Suatu metode efektif berdasarkan pada solid phase

extraction (SPE) dan elektroforesis kapiler untuk determinasi

kanamisin dalam serum manusia telah dikembangkan dan

divalidasi. SPE digunakan untuk isolasi kanamisin dari serum

pada cartridge penukar kation lemah pada fase karboksipropil

terikat. Campuran buffer borat metanol digunakan sebagai

pelarut pengelusi kanamisin (Sudjadi, 2012).

5. Neomisin
a. Elektroforesis kapiler
Metode elektroforesis kapiler yang sederhana dan cepat

dengan deteksi UV secara tidak langsung telah digunakan

untuk determinasi neomisin sulfat dalam sediaan farmasetik.

Neomisin mempunyai kromofor yang pendek sekali (serapan di

sekitar 200 m), sehingga harus ditambahkan suatu ion


kromoforik supaya dapat dideteksi secara tidak langsung

dengan UV (Sudjadi, 2012).

b. Kromatografi cair kinerja tinggi


Neomisin tidak mempunyai kromofor sehingga detektor

yang umum digunakan adalah detektor elektrokimia. Neomisin

dan senyawa terkait dapat dipisahkan dengan kolom penukar

anion kuat menggunakan eluen KOH 2,40 mM dan suhu kolom

diatur 30 C. Analit dideteksi secara langsung dengan sel

elektrokimia (Sudjadi, 2012).


DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi V. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Tjay, Tan Hoan, dkk. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. ELEX
MEDIA KOMPOTINDO.

Sudjadi, dan Rohman, Abdul, 2012. Analisis Farmasi. Jakarta : Pustaka

Pelajar.

También podría gustarte