Está en la página 1de 42

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DENTAL PASIEN TINDAKAN BEDAH

MINOR DAN EKSTRAKSI GIGI YANG DILAKUKAN DOKTER GIGI MUDA DI

RUMAH SAKIT KHUSUS GIGI DAN MULUT PROVINSI SUMATERA SELATAN

TAHUN 2016

OLEH:

GEBYAR DENIMADYASA REBEKA

04031181320007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor yang mendasari status

kesehatan masyarakat di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota. Berdasarkan

laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2013, menunjukkan

sebesar 25,9% penduduk Indonesia mempunyai masalah gigi dan mulut. Hasil tersebut

menunjukkan 31,1% yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga medis gigi

(perawat gigi, dokter gigi atau dokter gigi spesialis), sementara 68,9% lainnya tidak

dilakukan perawatan.8 Karena masyarakat pada umumnya datang ke klinik atau praktek

dokter gigi ketika masalah gigi dan mulut sudah dalam kondisi yang sangat parah.

Salah satu tindakan perawatan yang dilakukan dokter gigi dengan risiko yang

cukup tinggi yaitu tindakan bedah minor dan ekstraksi gigi. Tindakan bedah minor

merupakan prosedur bedah dengan urutan tahapan yang sistematis yang disertai anestesi

lokal dan dengan atau tanpa sedasi. Tahapan pertama prosedur bedah dimulai dari

tindakan pembedahan jaringan anatomi bagian luar sampai menuju ke jaringan tujuan

pembedahan, yang dilanjutkan dengan perbaikan luka sayatan. Kategori ini termasuk

tindakan odontektomi, alveolektomi, insisi dan drainase, apikoektomi, operkulektomi,

ekstraksi gigi dengan pembedahan.9 Ekstraksi gigi itu sendiri diartikan sebagai cabang

ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan prosedur pencabutan gigi dari soketnya

di dalam tulang.30
Terhambatnya dilakukan tindakan perawatan bedah mulut dengan baik yaitu

timbulnya rasa cemas dari pasien. Rasa cemas pada perawatan gigi dan mulut disebut

juga dengan kecemasan dental. Kecemasan dental merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan masalah kunjungan pasien untuk memeriksakan kesehatan gigi dan

mulutnya ke dokter gigi.18

Kecemasan yang timbul sebelum dilakukan tindakan bedah mulut biasanya

karena pasien mempunyai kecenderungan takut pada benda tajam seperti jarum,

elevator (bein), tang, dan pisau bedah, juga dapat berasal dari ketakutan pasien itu

sendiri terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter gigi serta rasa sakit yang

ditimbulkan.1 Kondisi tersebut dapat diperparah jika pasien pernah mengalami trauma

pada tindakan perawatan yang pernah dilakukan sebelumnya.7 Menunggu perawatan

karena lamanya antrian dapat menimbulkan kecemasan pada pasien, sehingga pasien

cenderung mendengar bunyi-bunyi alat serta bau dari obat-obatan.2

Penyebab lain yang memicu timbulnya kecemasan dental juga ada hubungannya

dengan operator, seperti dokter gigi, perawat gigi maupun staf-staf yang bertugas di

klinik. Buruknya komunikasi antara operator dan pasien, tata krama yang kurang baik,

tidak adanya rasa simpati dari operator terhadap kondisi pasien, serta operator dan staf

yang menunjukkan sikap negatif pada pasien dapat memicu timbulnya kecemasan

dental.6

Jenis perawatan dental tertentu juga dapat memicu timbulnya kecemasan dental.

Tindakan perawatan dental ini dapat berupa pembedahan, prosedur restoratif,


pengeburan gigi, maupun proses injeksi.36 Kecemasan juga dapat timbul karena pasien

membayangkan risiko terjadinya komplikasi pasca tindakan yang dapat terjadi setiap

saat. Komplikasi ini dapat berupa pendarahan, dry socket, hematoma, fraktur mahkota

gigi, fraktur akar gigi, fraktur tulang alveolar, trauma jaringan lunak dan sekitarnya,

displasemen gigi serta fragmennya, perforasi sinus maksilaris, dislokasi pada TMJ,

sinkop, syok anafilaktik, trismus, nekrosis jaringan mukosa. Perdarahan merupakan

salah satu komplikasi yang paling sering dan ditakuti oleh pasien karena dianggap dapat

mengancam kehidupan.3

Hampir dua pertiga dokter gigi percaya bahwa mengobati pasien dengan

kecemasan merupakan sebuah hambatan bagi praktek sehari-hari mereka. Pentingnya

identifikasi pasien dengan benar dan menentukan langkah yang tepat untuk mengatasi

pasien dengan kecemasan. Beberapa tindakan yang dapat diambil dalam mengurangi

kecemasan yaitu mengatur jadwal kunjungan dengan tepat, meminimalkan faktor

pemicu, memperkenalkan metode relaksasi, menyediakan kontol ekstra selama prosedur

perawatan, menggunakan teknik distraksi (seperti mendengarkan musik melalui telepon

seluler atau kacamata video), serta masih banyak tindakan lain yang dapat dilakukan.6

Menurut Stewart Agras, dkk (1969) rasa cemas saat perawatan gigi telah

menempati urutan ke-5 dalam situasi yang secara umum dianggap menakutkan. 4

Prevalensi terjadinya kecemasan dental pada perawatan gigi secara internasional

dilaporkan berkisar 5-20% di beberapa negara.6 Penelitian Stouthard M dan Hoogstraten

J (1990) di Belanda melaporkan, bahwa hanya 14% dari penduduk Belanda tidak

mengalami kecemasan ketika mengunjungi dokter gigi, sementara hampir 40% dengan
tingkat kecemasan sedang, dan 22% dengan tingkat kecemasan yang tinggi. Pasien yang

paling mungkin mengalami tingkat kecemasan dental yang tinggi dalam penelitian ini

adalah perempuan berusia 26-35 tahun. Penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh

Thomson WM, dkk (1996) menyatakan bahwa pada tahun 1996 di Australia sekitar

14,9% dari orang dewasa diklasifikasikan memiliki tingkat kecemasan dental yang

tinggi. Penelitian ini menunjukkan terdapat prevalensi yang lebih besar dan tingkat

keparahan kecemasan dental yang tinggi pada wanita dibandingkan pria, terutama pada

usia 35-44 tahun.7 Hasil penelitian tersebut menunjukkan ternyata usia dan jenis kelamin

seseorang juga mempengaruhi tingkat kecemasan pasien dalam menghadapi tindakan

perawatan. Golongan usia dewasa muda dan perempuan merupakan pasien yang

memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.4

Rasa cemas dapat menghambat prosedur tindakan bedah mulut. Hal ini menjadi

tantangan kepada penulis untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana kecemasan dental

pada pasien tindakan bedah minor dan ekstraksi gigi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan tingkat kecemasan dental

pasien tindakan bedah minor dan ekstraksi gigi yang dilakukan dokter gigi muda di

Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan. Rumah Sakit Khusus

Gigi dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan merupakan rumah sakit khusus yang

memberikan pelayanan di bidang gigi dan mulut, sehingga tindakan bedah minor dan

ekstraksi gigi dengan operator mayoritas dokter gigi muda diharapkan lebih banyak

dilakukan dibandingkan di rumah sakit lainnya.


1.2. Rumusan Masalah

1. Adakah perbedaan tingkat kecemasan dental pasien tindakan bedah minor dan

ekstraksi gigi yang dilakukan dokter gigi muda di Rumah Sakit Khusus Gigi

dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan.

2. Berapakah besar perbedaan tingkat kecemaan dental pasien tindakan bedah

minor dengan ekstraksi gigi yang dilakukan dokter gigi muda di Rumah Sakit

Khusus Gigi dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui adakah perbedaan tingkat kecemasan dental pasien tindakan

bedah minor dengan ekstraksi gigi yang dilakukan dokter gigi muda di

Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan.

2. Mengetahui besar perbedaan tingkat kecemasan dental pasien tindakan bedah

minor dengan ekstraksi gigi yang dilakukan dokter gigi muda di Rumah Sakit

Khusus Gigi dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teori

1. Menambah wawasan tentang kecemasan dental pada pasien tindakan bedah

minor dan ekstraksi gigi.

2. Menambah referensi bagi peneliti berikutnya mengenai kecemasan dental

pada pasien tindakan bedah minor dan ekstraksi gigi.


1.4.2. Manfaat Klinis

Memberikan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya dokter gigi, dalam

mencegah lebih awal terjadinya peningkatan kecemasan dental pada pasien saat

dilakukan tindakan perawatan, agar mendapatkan hasil yang optimal.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Bedah Minor

II.1.1. Definisi

Tindakan bedah minor merupakan prosedur bedah dengan urutan tahapan

yang sistematis yang disertai anestesi lokal dan dengan atau tanpa sedasi. Tahapan

pertama prosedur bedah dimulai dari tindakan pembedahan jaringan anatomi bagian

luar sampai menuju ke jaringan tujuan pembedahan, yang dilanjutkan dengan

9
perbaikan luka sayatan.

II.1.2. Jenis

Beberapa tindakan perawatan yang termasuk ke dalam tindakan bedah minor

yaitu odontektomi, alveolektomi, insisi dan drainase, apikoektomi, serta operkulektomi.

II.1.2.1. Odontektomi

Odontektomi adalah pengambilan gigi yang dalam keadaan tidak dapat

bertumbuh atau bertumbuh sebagian (impaksi) dimana gigi tersebut tidak dapat

dikeluarkan dengan cara pencabutan tang biasa dari soketnya, melainkan diawali

dengan pembuatan flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi

tersebut.10

Indikasi dilakukan odontektomi apabila terdapat keluhan neurologi, seperti


cephalgia, migrain, fokal infeksi, keluhan dari sendi temporomandibular, adanya

dugaan penyebab sinusitis maksilaris dengan kaitannya dengan impaksi gigi kaninus,

telah terjadi defek pada jaringan periodontal dan terdapat karies pada gigi

disekitarnya, serta untuk mendukung perawatan lain seperti perawatan orthodonsia.22

Hal yang perlu diertimbangkan dalam melakukan odontektomi adalah

kesehatan umum, usia penderita, pasien yang tidak menghendaki giginya dilakukan

tindakan, kemungkinan menyebabkan gigi terdekat atau stuktur disekitarnya rusak dan

kondisi fisik atau mental yang terganggu.22

1. Teknik Odontektomi
Odontektomi harus dilakukan dengan kondisi yang asepsis, baik dilakukakan

oleh dokter maupun asisten. Kondisi yang asepsi didaptkan dengan cara

menggunakan sarung tangan steril, tutup kepala, masker dan instrumen yang steril

pula. Irigasi dengan saline steril harus dilakukan ketika tulang dan gigi dipotong

dengan bur.12
a. Membuat Insisi Untuk Pembuatan Flap
Tujuan dilakukannya flap untuk mendapatkan jalan masuk ke struktur di

bawahnya (biasanya pada tulang atau gigi) atau untuk prosedur koreksi, untuk

mencapai daerah patologis, merawat luka, atau untuk memperbaiki kerusakan

jaringan .
Syarat-syarat flap yaitu harus membuka daerah operasi yang jelas, insisi harus

dilakuakn pada jaringan yang sehat serta mempunyai dasar atau basis cukup lebar

sehingga pengaliran daerah ke flap cukup baik.


Flaps yang digunakan pada odontektomi pada umumnya yaitu envelope flap

atau sulcular flap, yang dikembangkan di sepanjang bagian servikal gigi. Flap jenis

lainnya yang digunakan adalah modifikasi dari envelope flap, yang membutuhkan
sayatan yang berakhir di mesial atau distal, membentuk tiga sudut penutup.

Kadang-kadang, kedua akhiran flap dilepaskan membentuk empat sudut flap yang

disebut triangular flap.12


b. Pengambilan Sebagian Tulang
Tulang dihilangkan dengan bur bedah untuk menyediakan akses ke gigi

dengan cara yang lebih terkontrol. Bur yang umumnya dipakai yaitu bur bulat

nomor 7/8 atau bur lain yang digunakan bur lurus fissur nomor 703. Irigasi

dilakukan pada saat pengeburan untuk mengurangi panas yang timbul saat

mengebor, supaya tidak terjadi nekrosis tulang.30


c. Pengambilan Gigi
Pengambilan gigi dapat dilakukan secara utuh atau terpisah (tooth division).

Teknik pengambilan gigi yang dipilih tergantung pada posisi gigi, keadaan gigi dan

jaringan sekitarnya.
1) Pengambilan secara intoto/split bone (dalam keadaan utuh)
Yaitu dengan cara membuang tulang yang menghalanginya. Cara ini

membutuhkan pengambilan tulang yang lebih banyak dan menimbulkan

trauma yang lebih besar.


2) Pengambilan secara Inseparasi/ tooth division
Yaitu gigi yang terpendam dibelah dan dikeluarkan sebagian-sebagian,

misalnya kita pisahkan korona dari akar. Jika akar lebih dari satu, maka

dipisahkan dan akar yang telah dipisah tersebut diambil satu-persatu.

Tujuannya memperkecil pembuangan tulang yang berlebihan.


d. Pengeringan dan Penutupan Luka (Suturing)
Pengeringan luka yang dilakukan dengan cara menghilangkan sisa-sisa tulang

dan debris dari luka, kuretase periapikal, menggunakan bone file untuk

menghaluskan bentuk pinggiran tulang, serta mengontrol perdarahan.27


Suturing dilakukan pada soket yang terbuka setelah dilakukannya flap.

Suturing awalnya pada bagian distal gigi molar sebelumnya. Suturing tambahan

pada bagian anterior dan posterior dari sayatan.11

Gambar 1. Prosedur odontektomi gigi molar ketiga impaksi.


II.1.2.2. Alveoloktomi

Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang tulang

alveolaris yang menonjol baik sebagian maupun seluruhnya. Alveolektomi

bertujuan mempersiapkan alveolar ridge untuk penggunaan gigi tiruan. Tindakan

ini meliputi pembuangan undercut atau cortical plate yang tajam, mengurangi

ketidakteraturan puncak ridge atau elongasi, dan menghilangkan eksostosis.14

Indikasi alveolektomi meliputi adanya undercut, cortical plate yang

tajam dan tidak teratur sehingga mengganggu dalam proses pembuatan dan

adaptasi gigi tiruan. Pada beberapa kasus ridge tulang alveolar yang tajam dapat

menyebabkan facial neuralgia, dan kelainan eksostosis, torus palatinus maupun

torus mandibularis yang besar yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan,

estetis, dan pemakaian gigitiruan, serta kasus pencabutan gigi multiple dengan

terdapat sisi marginal alveolar yang kasar dan tidak beraturan dapat dilakukan

alveolektomi.14

Gambar 2. Gambaran secara radiografi gigi yang akan dilakukan pencabutan multiple.

Beberapa pertimbangan dalam melakukan alveolektomi meliputi umur

pasien. Pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya masih sangat elastis
maka proses resorbsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan pasien usia tua.

Alveolektomi tidak dilakukan jika bentuk tulang alveolar tidak rata, tetapi tidak

mengganggu adaptasi gigi tiruan baik dalam hal pemasangan, retensi maupun

stabilitas.14

1. Prosedur Alveolektomi13

a. Pembuatan Flap

Insisi dilakukan disepanjang free gingival margin. Setelah dilakukan

insisi, flap mukoperiosteal bagian bukal diretraksi secara hati-hati menjauhi

tulang pendukung. Tujuan pembuatan flap adalah untuk memudahkan

visualisasi akses ke struktur tulang yang ingin dihilangkan dan melindungi

jairngan lunak yang bersebelahan dengan daerah yang akan dilakukan

pembedahan dengan menggunakan flap jenis envelope flap atau triangular

flap, yang meluas sampai selebar satu gigi.

b. Penghalusan Tulang

Tulang yang tidak teratur dihilangkan dengan bone shear atau single

edge bone-cutting rongeur, dimulai pada regio insisivus sentral atas atau

bawah dan berlanjut ke bagian paling distal dari alveolar ridge pada sisi yang

terbuka. Membran mukoperiosteal dibebaskan dari puncak alveolar dan

angkat menuju lingual/palatal, sehingga plate bagian lingual/palatal dapat

terlihat. Prosedur ini akan memperlihatkan banyak tulang interseptal yang

tajam. Penonjolan tulang interseptal yang tajam dihilangkan dengan

endcutting rongeurs. Permukaan bukal dan labial dari alveolar ridge

duhaluskandengan bone file.


Gambar 5. Prosedur penghalusan tulang

c. Suturring (Penutupan Luka)

Daerah pembedahan terutama sulkus di antara tulang alveolar dan

mukoperiosteum diirigasi dnegan saline untuk menyingkirkan debris.

Mukoperiosteum direposiiskan di atas tulang alveolar yang telah dibuang dam

ditahan pada tempatnya dengan penjahitan kontinus atau interupted

menggunakan benang sutera atau sintetis.

II.1.2.3. Insisi dan Drainase

Insisi yang dilakukan untuk memperoleh drainase akan mengeluarkan

eksudan dan purulen dari suatu pembengkakan jaringan lunak. Tujuannya adalah

untuk mengeluarkan eksudat dan purulen untuk mempercepat penyembuhan dan

mengurangi rasa sakit dari tekanan eksudat dan purulen.15


Gambar 8. Gambaran klinis pembengkakan dengan pusat infeksi berasal dari gigi insisivus lateral
kanan.

Indikasi insisi dan drainase meliputi adanya pembengkakan jaringan

lunak yang mengandung eksudat dan purulen. Insisi harus dilakukan pada fokal

infeksi pada lokasi pembengkakan. Jika pembengkakan terjadi secara intraoral

dan terlokalisir, pengobatan yang dilakukan hanya tindakan drainase saja. 15,28
Beberapa pertimbangan dalam melakukan insisi dan drainase yaitu

pembengkakan yang luas (difus), pasien dengan waktu perdarahan dan

pembekuan darah yang lama harus dirawat dengan hati-hati dan sering

memerlukan pemeriksaan hematologik. Jika terdapat abses di dalam rongga

anatomis yang membutuhkan perawatan lebih banyak, pasien perlu dirujuk ke ahli

bedah mulut untuk tindakan insisi intraoral atau ekstraoral yang agresif.
1. Prosedur Insisi dan Drainase
a. Anestesia
Jenis anestesia yang paling efektif yaitu anestesi blok regional, blok

mandibula bagi daerah posterior, blok mental bilateral bagi mandibula

anterior, blok alveolar superior posterior bagi maksila posterior, dan blok

infraorbital bagi premaksila. Bisa ditambahkan dengan infiltrasi regional.15


b. Insisi
Setelah dilakukan anestesi, insisi dibuat secara horizontal atau vertikal

dengan menggunakan skalpel. Insisi vertikal dibuat sejajar dengan pembuluh


darah dan saraf utama dan tidak menimbulkan banyak jaringan parut. Insisi

harus dilakukan dengan kuat melewati periosteum sampai ke tulang. Jika

pembengkakannya telah mengalami fluktuasi, pus biasanya akan keluar

dengan cepat, diikuti oleh darah.15


c. Drainase
Setelah dilakukan insisi awal, letakkan hemostat kecil dengan paruh yang

menutup di dalam daerah yang diinsisi dan kemudian paruh hemostat dibuka

sehingga daerah insisi melebar. Prosedur ini diindikasikan jika

pembengkakannya sangat besar. Jika dianggap perlu menggunakan drain

karena drainase awalnya terbatas, gunakanlah drain yang memilki retensi

sendiri, dapat pula digunakan selembar kasa iodoform (boleh dijahit boleh

tidak). Drain harus dilepas setelah 2 atau 3 haru, jika tidak dijahit, pasien

dapat melepas drain sendiri di rumah.15

II.1.2.4. Apikoektomi

Apikoektomi adalah suatu prosedur pemotongan akar gigi bagian apikal

yang terinfeksi dan penguretan jaringan nekrosis dan jaringan yang meradang

pada daerah periapikal gigi. Apikoektomi pertama kali dilakukan oleh Farrar dan

Brophy sebelum tahun 1880.23

1. Indikasi Apikoektomi23
a. Kerusakan yang luas jaringan periapikal, tulang atau membran

periodontal yang mengenai sepertiga atau lebih apeks akar gigi.


b. Pada apeks agar gigi terdapat kista.
c. Instrumen saluran akar patah pada sepertiga akar atau saluran tersumbat

oleh batu pulpa dan lain-lain.


d. Perforasi pada sepertiga saluran akar.
e. Pada gigi yang muda dimana apeks belum tertutup sempurna dan

pengisian saluran akar sukar mendapatkan hasil yang baik karena saluran

akar berbentuk terompet.


f. Bahan pengisi saluran akar patah dan masuk ke jaringan periapikal dan

merupakan suatu iritan.


g. Saluran akar telah dirawat dan diisi dengan baik tetapi masih terdapat

periodontitis apikalis.
h. Saluran akar yang sangat melengkung dengan daerah rerefraksi.
i. Resorbsi internal dan eksternal pada akar gigi.
j. Overfilling pada pengisian saluran akar.
k. Fraktur sepertiga apikal dengan kematian pulpa.
l. Tidak dapat didapatkan perbenihan negative pada perawatan endodontik.
m. Adanya kelainan pada daerah periapikal gigi yang telah memakai

mahkota dowel, mahkota jembatan.


2. Kontraindikasi Apikoektomi23
a. Bila pemotongan ujung akar dan kuretase mengakibatkan dukungan

tulang alveolar menjadi sangat berkurang.


b. Gigi dengan saku periodontal yang dalam dan kegoyangan gigi yang

berat.
c. Terdapat periodontal abses.
d. Pada daerah yang sukar dicapai karena pandangan kurang luas.
e. Traumatik oklusi tidak dapat diperbaiki.
f. Telah berulang kali dilakukan apikoektomi.
g. Terdapat penyakit-penyakit umum yang juga merupakan kontraindikasi

untuk dilakukan pembedahan.


3. Teknik Apikoektomi23
a. Apikoektomi dengan satu tahap (one stage operation)
Pada prosedur ini, preparasi biomekanis, sterilisasi, pengisian saluran akar

dan tindakan apikoektomi dilakukan dalam sekali kunjungan. Cara ini

dibagi dua yaitu pengisian saluran akar pra bedah (pre-resection filling

technique) dan pengisian saluran akar pasca bedah (post-resection filling

technique)
b. Apikoektomi dengan dua tahap (two stage operation)
Pada prosedur ini tahap pertama dilakukan perawatan endodontik baru

kemudian beberapa hari atau minggu dilakukan apikoektomi.


4. Prosedur Apikoektomi
a. Tahapan perawatan saluran akar23
Bila dilakukan pengisian saluran akar prabedah, setelah dilakukan

prosedur pembedahan, sebagian gutta-percha diambil dan diisi dengan

amalgam atau silver cone secara retrograde. Bila dilakukan pengisian

saluran akar pasca bedah, maka daerah luka disumbat dengan kasa,

saluran akar dilebarkan dan dihaluskan lalu diirigasi, dikeringkan, diisi

dengan semen saluran akar kemudian diisi dengan guttapercha cone.


b. Tahapan pembedahan23
1) Lakukan tindakan aseptik dan aseptik pada rongga mulut.
2) Lakukan anestesi lokal.
3) Tentukan pola insisi pada permukaan labial mukosa mulut, yaitu

dengan menggunakan penggaris bedah yang ditempatkan pada

permukaan labial gigi yang bersangkutan dengan ukuran yang

mendekati panjang gigi. Kemudian dengan ujung periosteal elevator

yang tumpul digambar apeks pada jaringan dan juga pola dari insisi.
4) Lakukan insisi semilunar dari apeks gigi sebelah mesial gigi

tersebut, ke arah garis gusi dan ke apeks gigi sebelah distal. Bila

terdapat kerusakan tulang yang luas lebih baik digunakan insisi

trapesium.
5) Flap diangkat keatas dan titahan oleh retraktor.
6) Tulang labial dibuka dengan bur.
7) Potong apeks akar dengan bur fissure, jangan lebih dari segitiga akar.
8) Lakukan kuretase jaringan patologi hingga bersih.
9) Haluskan tepi tulang dan ujung akar.
10) Penutupan apikal gigi dengan amalgam.
11) Irigasi luka dengan saline steril.
12) Lakukan penjahitan.
Gambar 9. Prosedur apikoektomi
II.1.2.5. Operkulektomi

Operkulektomi atau pericoronal flap adalah prosedur bedah yang

dilakukan karena adanya infeksi pada jaringan lunak yang menutupi gigi yang

baru erupsi.24 Operkulektomi dilakukan untuk mempertahankan gigi molar yang

masih memiliki ruang untuk erupsi tetapi tertutup oleh sebagian operkulum.

Tujuan utama dari operkulektomi ini adalah untuk menghilangkan operkulum

yang menutupi gigi molar tiga yang akan erupsi.22

1. Indikasi Operkulektomi22
a. Erupsi sempurna

b. Adanya ruang yang cukup untuk ditempati mahkota molar tiga dan

ruangan yang cukup antara ramus dan sisi distal molar dua.

c. Inklinasi yang tegak dari molar tiga.

d. Ada gigi antagonis dengan oklusi yang baik


2. Kontraindikasi Operkulektomi22

a. Erupsi tegak tetapi erupsi belum sempurna karena tertutup gingiva.

b. Kondisi sistemik yang tidak terkontrol.

c. Adanya infeksi akut.

d. Oral hygiene buruk.

3. Teknik Operkulektomi

Berbagai teknik seperti scalpal, agen kaustik, radiofrequency surgery,

electrosurgery, kauter, CO, laser atau hot-tip diode surgery telah tersedia

untuk menghilangkan jaringan operkulum yang sakit dan terinfeksi.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa diode laser (panjang

gelombang antara 800-980 nm) bermanfaat untuk beberapa prosedur jaringan

lunak karena sifat penyerapan tinggi terhadap hemoglobin, hal ini

menyebabkan koagulasi, mengikis atau menguapkan jaringan yang ingin

dihilangkan.25

Gambar 10. Operkulektomi menggunakan radiosurgical loop


II.2. Kecemasan Dental

II.2.1. Definisi

Kecemasan (anxiety) adalah suatu perasaan tidak menyenangkan yang

terdiri atas respons-respons psikofisiologis terhadap antipasi bahaya yang tidak

nyata disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak diketahui.16

Kecemasan berasal dari kata cemas yang artinya khawatir, gelisah, dan

takut. Kecemasan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kekhawatiran atau

ketegangan yang berasal dari sumber yang tidak diketahui. Kecemasan pada

pasien dapat dimaksudkan sebagai rasa takut terhadap perawatan gigi. Hal

tersebut merupakan hambatan bagi dokter gigi dalam melakukan perawatan gigi.17

Kecemasan dental dan ketakutan dental adalah salah satu faktor yang

menyebabkan masalah kunjungan orang-orang untuk memeriksakan kesehatan

gigi dan mulut mereka ke dokter gigi.18 Pasien yang merasa cemas lebih mungkin

untuk menghindari atau menunda pengobatan dan lebih mungkin untuk

membatalkan janji untuk perawatan gigi.19

II.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Dental

II.2.2.1. Faktor pengalaman traumatik


Kecemasan yang dialami oleh pasien pada umumnya disebabkan oleh

sesuatu hal yang dialami pasien dari pengalaman traumatik pribadi sebelumnya.

Pengalaman traumatik pada waktu masih kecil atau masa remaja dapat menjadi

penyebab utama rasa takut dan cemas pada orang dewasa. Bahkan sejumlah besar

masyarakat berpendapat bahwa tingkah laku karakteristik pribadi dokter gigi atau

orang-orang yang terlibat dalam pengobatan gigi tersebut dapat menjadi salah satu

faktor yang menimbulkan rasa takut dan cemas dalam diri mereka. Ini berarti,

para dokter gigi atau perawat yang berkerja dalam perawatan gigi tersebut

memainkan suatu peranan yang penting juga, oleh karena nantinya mempengaruhi

bagaimana sikap dan tingkah laku pasien terhadap dokter gigi.

II.2.2.2. Faktor sosial ekonomi

Beberapa pengamatan dan penelitian telah menunjukkan bahwa

masyarakat yang status sosial ekonominya rendah cenderung untuk lebih takut

dan cemas terhadap perawatan gigi dibandingkan dengan masyarakat yang sosial

ekonominya menengah ke atas. Hal ini dikarenakan perawatan gigi tersebut

kurang umum bagi masyarakat yang status ekonominya rendah. Disamping itu,

masyarakat tersebut merasa bahwa biaya perawatan gigi sangat mahal padahal.

II.2.2.3. Faktor pendidikan

Kurangnya pendidikan khususnya pengetahuan mengenai perawatan gigi

dapat menyebabkan timbulnya rasa cemas pada perawatan gigi. Hal ini

disebabkan masyarakat yang pendidikannya rendah tersebut tidak mendapatkan

informasi yang cukup mengenai perawatan gigi sehingga mereka menganggap hal

tersebut adalah sesuatu yang menakutkan, dan tidak jarang pula terjadi, pasien
datang ke dokter gigi dengan keadaan gigi dan rasa sakit yang sudah begitu parah

yang tentu saja ini membutuhkan perawatan dan pengobatan yang ekstensif.

II.2.2.4. Faktor dari operator

Kecemasan dental juga dapat dipicu berhubungan dengan operator yang

melakukan tindakan, seperti dokter gigi, perawat gigi maupun staf-staf yang

bertugas di klinik, karena buruknya komunikasi antara operator dan pasien, tata

krama yang kurang baik, tidak adanya rasa simpati dari operator terhadap kondisi

pasien, serta operator dan staf yang menunjukkan sikap negatif pada pasien.6

II.2.2.5. Faktor fobia alat perawatan gigi

Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan pasien terhadap penggunaan

setiap alat yang terdapat di ruang perawatan sehingga pasien menjadi cemas

terhadap perawatan gigi. Perasaan ini dapat hilang apabila dokter gigi

menjelaskan kepada pasien penggunaan setiap alat tersebut.

II.2.2.6. Karakteristik kepribadian

Karakteristik kepribadian yang dimaksud adalah temperamen, usia, dan

jenis kelamin. Temperamen adalah kualitas emosional personal bawaan atau

bersifat herediter yang cenderung stabil. Setiap manusia terdapaat kecenderungan

temperamen yang berbeda. Beberapa kecenderungan temperamen diantaranya

sifat malu dan emosi negatif yaitu memberontak. Dua temperamen tersebut telah

diasosiasikan dengan rasa cemas dan takut terhadapa perawatan kedokteran gigi.26
Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran tingkat

kecemasan pasien, ternyata usia dan jenis kelamin seseorang juga mempengaruhi

tingkat kecemasan pasien dalam menghadapi tindakan bedah minor. Golongan

usia dewasa muda dan perempuan merupakan pasien yang memiliki tingkat

kecemasan yang tinggi.4

II.2.2.7. Takut dengan rasa sakit dan terjadinya luka atau cedera

Salah satu penyebab kecemasan dental dan masalah perilaku saat

perawatan gigi adalah rasa sakit yang ditimbulkan dari perawatan. Rasa sakit

didefinisikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang disebabkan karena

kerusakan jaringan atau oleh ancaman kerusakan itu. Penting untuk diketahui

bahwa sensasi tidak harus disebabkan oleh kerusakan jaringan, tetapi juga oleh

kondisi stimulus seperti suara bur dan melihat jarum. Hal tersebut disebabkan

karena secara normal rasa sakit menimbulkan reaksi fisiologi dan psikologi untuk

melingdungi tubuh dari kerusakaan jaringan, sementara perilaku tidak kooperatif

merupakan reaksi yang wajar saat pasien merasakan sakit.26

II.2.3. Skala Pengukuran Kecemasan Dental

Sering kali para klinisi mengalami kesulitan mengukur kecemasan dental

secara klinis dan oleh karena itu banyak alat ukur yang dibuat oleh para pakar

untuk mengukur kecemasan dental untuk membantu para klinisi, di antaranya;

Corah Dental Anxiety Scale (CDAS), Modified Dental Anxiety Scale (MDAS),

Facial Image Scale, dan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A).
II.2.3.1. Corah Dental Anxiety Scale (Corahs DAS)

Para peneliti menetapkan bahwa Corah Dental Anxiety Scale (CDAS) adalah

alat ukur paling banyak digunakan dan DAS direkomendasikan digunakan untuk

mengukur kecemasan dental pada usia dewasa di klinik. DAS memiliki empat skala

item pengukuran kecemasan dental. Nilai untuk setiap rentang jawaban terdiri atas 1-

5, mulai dari tidak cemas sampai sangat cemas. Pengukuran keempat pertanyaan

sangat bervariasi, 2 pertanyaan berkaitan dengan kecemasan umum dan 2 pertanyaan

berhubungan dengan kecemasan yang lebih spesifik terhadap tindakan rangsangan

dengan bur gigi dan instrumen pembersihan gigi. Ada perbedaan lain antara

pertanyaan pertama dan tiga pertanyaan selanjutnya. Pada pertanyaan pertama

responden diminta untuk berspekulasi tentang perasaannya sebelum perawatan.

Sedangkan tiga pertanyaan lain meminta responden untuk menilai bagaimana

perasaan mereka ketika mereka berada dalam situasi yang ditentukan. CDAS terdiri

dari 4 pertanyaan yaitu:

1. Jika kamu ke dokter gigi untuk perawatan besok, bagaimana perasaanmu?


2. Jika kamu sedang duduk di ruang tunggu, bagaimana perasaanmu?
3. Jika kamu mempunya gigi yang akan dibor, bagaimana perasaanmu?
4. Jika kamu mempunyai gigi yang akan discalling dan dipolishing, bagaimana

perasaanmu?

II.2.3.2. Modified Corah Dental Anxiety Scale (MDAS)

Versi modifikasi dari CDAS juga banyak digunakan, dengan

menambahkan penilaian pasien terhadap pemberian anastesi lokal. Rasa sakit


yang dialami saat pemberian anastesi lokal bervariasi sesuai dengan lokasinya,

yang juga berpengaruh terhadap tingkat kecemasan yang dialami. Modified

Dental Anxiety Scale merupakan alat ukur yang memiliki keabsahan tinggi, dan

dapat dipercaya, dengan sistem jawaban yang lebih sederhana dan lebih konsisten.

Modified Dental Anxiety Scale dapat digunakan untuk semua pasien di atas 12

tahun. Selain itu jawaban disederhanakan untuk setiap pilihan jawaban dari yang

tidak cemas sampai sangat cemas. Setiap pilihan jawaban memiliki nilai dari

terendah sampai yang tertinggi. MDAS terdiri dari 5 pertanyaan diantaranya:

1. Jika kamu ke dokter gigi untuk perawatan besok, bagaimana perasaanmu?


2. Jika kamu sedang duduk di ruang tunggu, bagaimana perasaanmu?
3. Jika kamu mempunya gigi yang akan dibor, bagaimana perasaanmu?
4. Jika kamu mempunyai gigi yang akan discalling dan dipolishing, bagaimana

perasaanmu?
5. Jka kamu gusi kamu diberi anestesi lokal, bagaimana perasaanmu?

Nilai dari setiap jawaban dari pertanyaan dijumlah untuk memberi nilai estimasi

dari suatu kecemasan dental.

II.2.3.3. Facial Image Scale (FIS)

Facial Image Scale merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur

tingkat kecemasan yang terdiri dari lima kategori ekspresi wajah yang

menggambarkan situasi atau keadaan dari kecemaan, mulai dari ekspresi wajah

sangat senang (skor 1), hingga sangat tidak sennag (skor 5). Skor 1 merupakan

ekspresi yang paling positif dan skor 5 merupakan ekspresi paling negatif.

Penelitian validitas menunjukkan bahwa FIS cocok untuk mengukur tingkat


kecemasan dental pada anak karena didasarkan pada sifat gambar yang sederhana

dan mudah untuk dimengerti.27

Gambar 15: Facial Image Scale

II.2.3.4. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Rating

Scale for Anxiety (HRS-A). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang

didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan.

Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang

mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara

0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe). Skala HARS pertama kali digunakan

pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah

menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial

clinic. Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup

tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu

0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan

menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable.28

Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang dikutip Nursalam

(2003) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:28

1 Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
2 Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

3 Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan

takut pada binatang besar.

4 Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak

pulas dan mimpi buruk.

5 Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

6 Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,

sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7 Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil

dan kedutan otot.

8 Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat serta merasa lemah.

9 Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan

detak jantung hilang sekejap.

10 Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik

napas panjang dan merasa napas pendek.

11 Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual

dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di

perut.

12 Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,

ereksi lemah atau impotensi.


13 Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma

berdiri, pusing atau sakit kepala.

14 Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi

atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = berat/lebih dari gejala yang ada

4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1- 14

dengan hasil:

Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan.

Skor 14 20 = kecemasan ringan.

Skor 21 27 = kecemasan sedang.

Skor 28 - 41 = kecemasan berat.


Skor 42 56 = kecemasan berat sekali / panik.

II.2.3.4. Index of Dental Anxiety and Fear (IDAF-4C+)

Salah satu indeks terkini yang dapat digunakan untuk mengukur

kecemasan dental seseorang yaitu Index of Dental Anxiety and Fear (IDAF-4C +).

IDAF-4C+ berisi 3 modul yang mengukur kecemasan dan ketakutan dental, fobia

dental, rasa takut terhadap tindakan dental. Delapan item dalam modul kecemasan

dan ketakutan dental menilai emosi, perilaku, fisiologis, dan komponen kofnitif
dari respon kecemasan dan ketakutan. Seluruh item dalam IDAF-4C+

menunjukkan konsistensi internal yang baik (Cronbachs = .94) dan pengujian

reliabilitas selama empat bulan (r = .82), hal ini merupakan hasil penelitian yang

dilakukan sejak tahun 2008 pada usia dewasa di Australia secara acak yang ikut

berpatisipasi dalam National Dental Telephone Interview Survey (NDTIS). Indeks

ini sangat berkaitan dengan faktor ketakutan dental lainnya seperti pola kunjungan

ke klinik dokter gigi, menghindari dokter gigi, dan diagnosis fobia dental. IDAF-

4C+ lebih konvergen dan validitas prediktif dibandingkan dengan Corahs DAS.

II.2.4. Perubahan Tekanan Darah Sebagai Manifestasi Klinis Kecemasan

Dental

II.2.4.1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan ukuran laju darah dalam menekan dinding

pembuluh darah. Tekanan darah diukur pada 2 fase yang sesuai dengan kontraksi

alamiah jantung. Saat jantung kontraksi, tekanan darah dari jantung ke seluruh

tubuh disebut tekanan darah sistole. Saat jantung relaksasi, tekanan darah dari

seluruh tubuh menuju jantung disebut tekanan darah diastole. Umumnya rata-rata

nilai normal tekanan sistolik berkisar 120 mmHg dan tekanan diastolik 80

mmHg.20

II.2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah21,22

1. Usia. Tekanan darah akan rendah pada saaat lahir, meningkat pada masa

remaja, dan sedikit menurun pada masa usia tua. Pada usia dewasa yang lebih
tua akan terjadi penuurnan elastisitas arteri sehingga dapat meningkatan

resistensi perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah.


2. Fluktuasi normal terjadi sepanjang hari. Tekanan darah umumnya rendah

pada pagi hari (sehabis bangun pagi). Kemudian akan meningkat sekitar 5-10

mmHg pada sore hari menjelang malam dan selanjutnya kaan turun kembali

pada saat tidur.


3. Wanita biasanya mempunyai tekanan darah yang lebih rendah daripada pria

pada usia yang sama.


4. Tekanan darah meningkat setelah makan.
5. Tekanan darah sistolik meningkat selama periode latihan dan aktivitas yang

berat/kuat.
6. Tekanan darah biasanya tinggi pada orang-orang yang gemuk dibandingkan

dengan orang yang kurus.


7. Tekanan darah seseorang cenderung menjadi rendah ketika dalam poisisi

tengkurap (prone) atau telentang (supine) dibandingakan dalam posisi duudk

atau berdiri.
8. Stresor psikologis dan fisik, misalnya cemas, ketakutan, nyeri, dan emosi

akan merangsang saraf simpatis sehingga menimbulkan peningkatan denyut

jantung, curah jantung, dan tahanan vena perifer. Perangsangan saraf simpatis

menyebabkan peningkatan tekanan darah.21

II.2.4.2. Klasifikasi Tekanan Darah


Pengukuran tekanan darah mempunyai nilai yang berbeda pada tiap

tahapan usia. Tabel 1 menunjukkan hasil normal pengukuran tekanan darah pada

berbagai tahapan usia.


Usia Sistole Diastole Rata-rata
(mmHg) (mmHg) (mmHg)
Newborn 65-69 30-60 80/60
Infant 65-115 42-80 90/61
3 tahun 76-122 46-84 99/65
6 tahun 85-115 48-64 100/56
10 tahun 93-125 46-68 109/61
14 tahun 99-137 51-71 118/61
Dewasa 100-140 60-90 120/80
Lanjut Usia 100-160 60-90 130/80
Tabel 1. Rentang hasil pengukuran tekanan darah

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah

II.3. Kerangka Teori

TINDAKAN BEDAH MINOR

KECEMASAN DENTAL

PERUBAHAN TEKANAN DARAH


II.4. Hipotesis

Ada hubungan antara kecemasan dental dengan perubahan tekanan darah

pada pasien tindakan bedah minor yang dilakukan dokter gigi muda di Rumah

Sakit Gigi dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan penelitian

cross sectional, dimana pada rancangan ini peneliti melakukan observasi atau
pengukuran variabel pada saat tertentu yang berarti semua subyek diamati tepat

pada saat yang sama.

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Provinsi

Sumatera Selatan yang dilaksanakan setelah proposal ini disetujui.

III.3. Populasi dan Sampel Penelitian

III.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang akan dilakukan

tindakan bedah minor dan ekstraksi gigi di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut

Provinsi Sumatera Selatan.

III.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien yang akan dilakukan

tindakan bedah minor dan ekstraksi gigi di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut

Provinsi Sumatera Selatan, dan memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi

penelitian.

Adapun besar sampel menurut Roscoe dalam Uma Sekaran (2003), jika

sampel dibagi dalam kategori tertentu maka jumlah anggota sampel setiap

kategori minimal 30. Jadi dalam penelitian ini dibutuhkan minimal 30 orang

sampel penelitian dalam kategori tindakan bedah minor dan ekstraksi gigi.32

III.3.3. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik total sampling.

III.3.4. Kriteria Penelitian

III.3.4.1.Kriteria Inklusi

1. Pasien yang akan dilakukan tindakan bedah minor dan ekstraksi gigi.

2. Pasien yang bersedia mengisi kuesioner dan diobservasi.

III.3.4.2.Kriteria Ekslusi

1. Tidak bersedia ikut dalam penelitian ini.

III.4. Variabel Penelitian

Variabel Independen : Tindakan Bedah Minor dan Ekstraksi Gigi

Variabel Dependen : Tingkat Kecemasan Dental


III.5. Definisi Operasional

N Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
O
1. Tindakan Prosedur bedah dengan urutan tahapan yang sistematis Observasional Checklist Tindakan Bedah Nominal

Bedah disertai anestesi lokal dan dengan atau tanpa sedasi, Minor

Minor dimulai dari tindakan pembedahan jaringan anatomi

bagian luar sampai menuju ke jaringan tujuan

pembedahan. Kategori ini termasuk odontektomi,

operkulektomi, ekstraksi dengan pembedahan,

alveolektomi, apikoektomi serta insisi dan drainase.9


2. Ekstraksi Pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi ututh atau akar gigi, Observasional Checklist Ekstraksi Gigi Nominal

Gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung

gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan

sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik

pascaoperatif.30
3. Tingkat Menggambarkan sejauh mana seseorang merasa cemas Kuesioner Index of Dental a. Rendah Ordinal
b. Tinggi
Kecemasan terhadap perawatan dental yang akan atau sedang Anxiety and Fear

Dental dilakukan. (IDAF-4C+)


III.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen: Variabel


Tindakan Bedah Minot Dependen: Tingkat
dan Ekstraksi Gigi Kecemasan Dental

III.7. Instrumen Penelitian

1. Alat tulis

2. Kuesioner

III.8. Prosedur Penelitian

III.8.1. Tahapan Administrasi

1. Peneliti mengajukan rencana penelitian ke Program Studi Kedokteran

Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.


2. Peneliti mengajukan surat permohonan izin ke Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya. untuk pelaksanaan sidang etika penelitian.


3. Peneliti mengajukan surat permohonan izin utnuk penelitian ke Rumah

Sakit Khusus Gigi dan Mulut Provinsi Sumatera Selatan.

III.8.2. Tahapan Persiapan dan Pelaksanaan

1. Peneliti melakukan uji validitas kuesioner.


2. Peneliti melakukan pendataan identitas pasien kemudian memberikan

informed consent pada pasien yang akan dilakukan tindakan bedah minor

dan ekstraksi gigi di RSKGM Provinsi Sumatera Selatan.


3. Pengukuran tingkat kecemasan dilakukan sebelum dilakukannya

tindakan bedah minor dan ekstraksi gigi menggunakan kuesioner.


Seluruh responden diwajibkan untuk menjawab seluruh pertanyaan yang

telah disiapkan pada lembar kuesioner.

III.9. Pengolahan dan Analisis Data

III.9.1. Pengolahan Data

1. Editing, yaitu memeriksa setiap lembar kuesioner yang sudah terkumpul

untuk memastikan bahwa setiap bagian dalam kuesioner terisi semua.

Apabila dalam pengecekan ditemukan kuesioner yang tidak terisi

lengkap, maka perlu dikonfirmasi ulang kepada responden.


2. Coding, yaitu pemberian kode pada daat dengan cara mengubah data

yang berbentuk klaimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Data Entry, yaitu memasukkan data-data yang diperoleh atau tabulasi ke

dalam program atau software komputer.


4. Cleaning, yaitu proses yang dilakukan setelah data masuk kedalam

komputer. Data akan diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak. Jika

terdapat data yang salah maka dapat segera diperbaiki pada proses ini

sebelum dilakukan analisis data.

III.9.2. Analisis Data

Analisa data yang digunakan dengan metode uji t berpasangan (paired

sample T test). Pengambilan keputusan statistik digunakan batas kemaknaan

=0,05 dengan perincian sebagai berikut :


1. Apabila p value > ( p > 0,05) maka Ho ( Hipotesis Nol) diterima, artinya

tidak ada perbedaan kecemasan dental yang bermakna antara tindakan

bedah minor dan ekstraksi gigi.


2. Apabila p value ( p 0,05), maka Ho (Hipotesis Nol) ditolak, artinya

ada perbedaan kecemasan dental yang bermakna antara tindakan bedah

minor dan ekstraksi gigi.

III.10. Alur Penelitian

Sidang proposal

Etika penelitian

Uji validitas kuesioner

Sebelum tindakan bedah minor dan ekstraksi


gigi, dilakukan pengisian kuesioner

Rekapitulasi data

Pengolahan dan analisis data

Hasil dan pelaporan


DAFTAR PUSTAKA

1. Pontoh, Beatrix I., Damajani H. C. Pangemanan., dan Ni Wayan Mariati.

Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Perubahan Denyut Nadi pada Pasien

Ekstraksi Gigi di Puskesmas Tuminting Manado. Jurnal e-Gigi. 2015;3(1).


2. Prasetyo EP. Peran Musik sebagai Fasilitas dalam Praktek Dokter Gigi

Untuk Mengurangi Kecemasan Pasien. Maj Ked Gigi (Dent J). 2005;38

(1):41-4.

3. Tamunu, Frisly., Frans E. Wantania,. Ni Wayan Mariati. Hubungan Scoring

Dental Anxiety Scale dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Ekstraksi

Gigi di Puskesmas Bahu. Journal e-Gigi. 2015; 3(2).

4. Mawa MAC. Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Usia Dewasa Pra

Tindakan Pencabutan Gigi di Balai Pengobatan Rumah Sakit Gigi dan

Mulut Manado. Journal e-Gigi. 2013;1(2).

5. Karamoy, Stefani M., Ni Wayan Mariati, Christy Mintjelungan. Gambaran

Tekanan Darah Pasien Pencabutann Gigi di RSGM Program Studi

Pendidikan Dokter Gigi FK UNSRAT Tahun 2014-2015. Journal e-Gigi.

2015; 3(2).

6. Hmud R, Walsh LJ. Dental Anxiety : Causes, Complications and

Management Approaches. J Minim Interv Dent 2009 ; 2 (1) : 67-78.

7. Shitole S, Mounesh Kumar C D, Suresh K V, M I Parkar, Pankaj Bajirao

Patil dan Ashwinirani S R. Assesment of Dental Anxiety in Patients

Undergoing Surgical Extraction of Teeth: Study from Western Maharashtra.

British Biomedical Bulletin. 2015; 3(2): 232-238.

8. RISKESDAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian

RI. Jakarta. 2013.

9. Malik, Neeliima Anil. 2012. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery

Edisi Ke-3. India: Jaypee Brothers Medical Publishers.


10. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta.

También podría gustarte