Está en la página 1de 15

PERATURAN

KEPALA BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL


NOMOR : 143 /HK-010/B5/2009

TENTANG

PEDOMAN JAMINAN DAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA

KEPALA BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL,

Menimbang: a. bahwa Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera


dalam Program Keluarga Berencana Nasional menjadi
urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah,
pemerintahan daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota perlu
memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan
dan/atau susunan pemerintahan dalam pelaksanaannya;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/
Kota perlu menetapkan Norma, Standar, Prosedur, dan
Kriteria.
c. bahwa Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana
merupakan bagian dari Sub Bidang Pelayanan Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi, perlu ditetapkan
dengan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional.

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang


Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3475);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 204 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);

Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 1


3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
5. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Jaminan Sosial Nasional (JSN) (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4456);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 30, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3553);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 tentang
Pengelolaan Perkembangan Kependudukan (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3559);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4578);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4593);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada
Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat (Lembaran
Negara Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4693);
Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 2
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun
2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4741);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4761);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4815);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4817);
16. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun
2005;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
junto Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI


KELUARGA BERENCANA NASIONAL TENTANG
PEDOMAN JAMINAN DAN PELAYANAN KELUARGA
BERENCANA.
Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 3
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran


serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
2. Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam semua hal yan berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi
dan prosesnya. Termasuk di dalamnya hak untuk mendapat pelayanan
kesehatan reproduksi seperti antenatal, persalinan, nifas dan kesehatan
remaja.
3. Hak Asasi Reproduksi adalah semua orang, baik laki-laki maupun
perempuan, tanpa memandang kelas sosial, suku, umur dan agama,
mempunyai hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan
bertanggung jawab mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta
menentukan kelahiran anak dan dimana akan melahirkan.
4. Pelayanan KB adalah pelayanan KB yang memungkinkan Peserta KB
untuk secara sadar dan bebas memilih cara pengendalian kelahiran
yang diinginkan, aman, terjangkau, serta memuaskan kebutuhan pria
dan wanita, dengan informasi yang rasional, terbuka, yang diikuti
dengan pelayanan oleh tenaga yang profesional dengan jaringan
pelayanan dan sistem rujukan yang dapat diandalkan.
5. Pelayanan bakti sosial KB adalah bentuk pelayanan bakti sosial KB
sesuai standar kualitas pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui
pemanfaatan agenda nasional dan daerah yang diselenggarakan mitra
kerja secara strategis berskala nasional dan lokal. Di tingkat nasional
pelayanan tersebut adalah pelayanan yang berkaitan dengan bulan
bakti PKK, IBI, IDI, TNI, POLRI, Muslimat NU, Aisyiah dan kegiatan
peringatan Harganas, hari kependudukan sedunia, Bulan Bakti Gotong
Royong Masyarakat (BBGRM) dan hari kesehatan serta pemanfaatan
pelayanan KB-Kesehatan rutin pada fasilitas RS Bhayangkara POLRI,
RS TNI (AD, AL, AU), Rumah Bersalin/Klinik IBI, RS/RB/Klinik milik
Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 4
Muslimat NU, RS/Klinik Muhammadiyah, RS/RB/Klinik milik Aisyiyah.
Pada tingkat lokal dapat dikaitkan dengan kejadian penting di daerah,
misalnya dalam rangka peringatan hari jadi provinsi atau kabupaten dan
kota tertentu. Oleh karena itu, penetapan untuk pelayanan bakti sosial
KB pada moment atau agenda strategis di daerah dapat dilakukan oleh
penanggung jawab pengelola program KB di Kabupaten/Kota.
6. Pelayanan KB-JAMKESMAS adalah pelayanan KB bagi mayarakat
miskin dan tidak mampu yang meliputi pelayanan kontrasepsi (IUD,
Implant, Suntik, Kondom, Pil, MOW, dan MOP), pelayanan rujukan yang
meliputi penanganan kasus komplikasi, kegagalan dan efek samping
dalam penggunaan kontrasepsi.
7. Jejaring pelayanan KB dengan mitra kerja. Pelayanan ini memanfaatkan
berbagai agenda strategis yang diselenggarakan oleh mitra kerja dan
dapat diintegrasikan ke dalam pelayanan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi di antaranya melalui pelayanan bakti sosial KB-
Kesehatan. Agenda strategis mitra kerja tersebut antara lain adalah TNI
Manunggal KB Kesehatan, Bakti Sosial TNI AD, Pelayanan Kesehatan-
KB rutin di Rumah Sakit Bhayangkara POLRI, Baskara Jaya KB
Kesehatan, Bakti Sosial TNI AU, Kesatuan Gerak PKK KB Kesehatan,
Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM), Bakti Sosial Ikatan
Bidan Indonesia (IBI), IDI, Hari Ulang Tahun (HUT) Pemerintah Daerah,
dan lain-lain.
8. Program pembiayaan jaminan dan pelayanan KB adalah pembiayaan
yang sepenuhnya di tanggung untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
KB, agar dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkan oleh
BKKBN. Program pembiayaan ini untuk mendukung kesertaan berKB
bagi masyarakat miskin atau tidak mampu serta masyarakat yang
mampu.
9. Informed choice adalah proses penyampaian informasi secara lengkap,
benar, jujur dan tepat tentang metode kontrasepsi yang diberikan
sebelum pasangan suami istri memilih untuk menggunakan kontrasepsi
tertentu sesuai dengan pilihannya.
10. Informed consent adalah lembar persetujuan tindakan medik (informed
consent) dalam pelayanan kontrasepsi, penggunaan informed consent
dalam pelayanan kontrasepsi dapat secara tertulis dan tidak tertulis.
Secara tertulis, informed consent digunakan untuk pelayanan Kontap
(MOW, MOP), IUD dan Implant. Penggunaan lembar informed consent
diharapkan dapat melindungi klien secara hukum dan etika profesi
melindungi provider.

Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 5


BAB II
MAKSUD, TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Pedoman jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana dimaksudkan untuk


memberikan acuan bagi pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan Kota
dalam pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan jaminan dan pelayanan
Keluarga Berencana secara terpadu.

Pasal 3

Pedoman jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana bertujuan untuk


penerapan proses informed choice dan penggunaan informed consent dalam
pelayanan kontrasepsi, pelayanan bakti sosial KB dan pelayanan KB statis,
pembiayaan KB-JAMKESMAS, jejaring pelayanan KB dengan mitra kerja.

Pasal 4

Sasaran pedoman jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana adalah


Satuan Kerja Perangkat Daerah Keluarga Berencana (SKPD-KB) Provinsi,
Kabupaten dan Kota dalam melaksanakan kegiatan: proses informed choice,
penggunaan informed consent dalam pelayanan kontrasepsi, pelayanan
bakti sosial KB, pelayanan KB statis, pembiayaan KB-JAMKESMAS, jejaring
pelayanan KB dengan mitra kerja.

Pasal 5

Ruang lingkup pedoman jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana


meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pelaporan,
pendanaan; pembinaan dan pengawasan.

Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 6


BAB III
PERENCANAAN

Pasal 6

(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 dalam bentuk


penyiapan dana, tenaga/sumber daya manusia, sarana dan
administrasi.
(2) Penyiapan dana jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana
bersumber dari APBD Provinsi, kabupaten/Kota atau sumber
pembiayaan lainnya.
(3) Dana jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di atas diperlukan untuk:
a. proses informed choice dan informed consent;
b. bakti sosial KB dan pelayanan KB statis;
c. pembiayaan KB-JAMKESMAS;
d. jejaring pelayanan KB dengan mitra kerja
(4) Penyiapan tenaga atau Sumber Daya Manusia yang kompeten dalam
pelaksanaan jaminan dan pelayanan keluarga berencana.
(5) Penyiapan sarana, prasarana, tempat dan waktu kegiatan jaminan dan
pelayanan keluarga berencana.

Pasal 7

Gubernur, Bupati, dan Walikota mengintegrasikan kebijakan, program, dan


kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana ke dalam
perencanaan pembangunan daerah.

Pasal 8

(1) Pengintegrasian kebijakan, program, dan kegiatan


jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana di daerah dituangkan ke
dalam dokumen perencanaan dan anggaran yang meliputi Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana
Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD), Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Rencana Kerja dan Anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD).

Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 7


(2) Penyusunan dokumen perencanaan dan anggaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) perlu diselaraskan antar
tingkatan dan susunan pemerintahan.
(3) Satuan Kerja Perangkat Daerah Keluarga Berencana di
daerah memfasilitasi dan mengkoordinasikan pengintegrasian
kebijakan, program, dan kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga
Berencana ke dalam penyusunan dokumen perencanaan dan
anggaran sebagaimana tertuang dalam ayat (1).
(4) Dalam melaksanakan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), SKPD-KB di daerah berkoordinasi dengan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi, Kabupaten
dan Kota.

BAB IV
PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 9

(1) Gubernur, Bupati, dan Walikota melaksanakan kebijakan, program,


dan kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana di
daerahnya;
(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikoordinasikan oleh Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota
melalui Sekretaris Daerah.
(3) SKPD yang tugas dan fungsinya membidangi KB dan KS
melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan Jaminan dan
pelayanan Keluarga Berencana yang telah ditetapkan, dan dalam
pelaksanaannya bekerjasama dengan SKPD terkait.
(4) Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dapat bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Lembaga Sosial dan
Organisasi Masyarakat (LSOM), Organisasi Profesi, Organisasi
Keagamaan.

Pasal 10

Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 8


(1) Pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan jaminan dan
pelayanan Keluarga Berencana di daerah dilakukan dengan
membentuk, mengembangkan, memperkuat, atau memanfaatkan
forum, kelompok kerja, atau kelembagaan lainnya di Provinsi,
Kabupaten dan Kota, Kecamatan, Kelurahan/Desa.
(2) Pembentukan forum, kelompok kerja, atau kelembagaan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Surat Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.

Pasal 11

(1) Dalam melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan jaminan dan


pelayanan Keluarga Berencana, pemerintah daerah provinsi,
kabupaten dan kota dapat melakukan kerjasama .
(2) Kerjasama sebagaimana dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Provinsi

Pasal 12

Gubernur dalam melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan jaminan


dan pelayanan Keluarga Berencana, melakukan upaya:
a. koordinasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan
jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana antar SKPD di Provinsi dan
antar Kabupaten/Kota di daerahnya;
b. kerjasama dengan provinsi lain, dan kabupaten/kota di
provinsi lain, serta fasilitasi kerjasama antar kabupaten dan kota di
daerahnya dalam kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. penguatan kapasitas kelembagaan termasuk SDM/Kader
untuk pelaksanaan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana;
d. fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang
diperlukan dalam pelaksanaan jaminan dan pelayanan Keluarga
Berencana.

Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 9


Bagian Ketiga
Kabupaten dan Kota

Pasal 13

Bupati dan Walikota dalam melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan


jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana, melakukan upaya:
a. koordinasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan jaminan dan
pelayanan Keluarga Berencana antar SKPD Kabupaten dan Kota;
b. kerjasama dengan kabupaten/kota lain dalam satu provinsi, dan
kerjasama antar Kabupaten dan Kota di Provinsi lainnya, dalam
pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan jaminan dan pelayanan
Keluarga Berencana, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
c. penguatan kapasitas jejaring untuk pelaksanaan pengembangan di
Kabupaten/Kota/Kecamatan/Kelurahan/Desa, dan
d. penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang diperlukan untuk
pelaksanaan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana.

BAB V
JAMINAN DAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA

Pasal 14

Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakan jaminan dan pelayanan


Keluarga Berencana berkualitas melalui penerapan proses informed choice
melalui konseling dan penggunaan informed consent dalam pelayanan
kontrasepsi, pelayanan bakti sosial KB dan pelayanan KB statis sesuai SOP
yang dilaksanakan oleh tenaga medis terlatih ,pembiayaan KB-
JAMKESMAS, jejaring pelayanan KB dengan mitra kerja.

Pasal 15

Penerapan proses informed choice melalui konseling dan penggunaan


informed consent dalam pelayanan kontrasepsi sebagaimana dalam Pasal
14, dilakukan melalui kegiatan:
Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 10
a. sosialisasi penerapan informed choice untuk persetujuan tindakan medik
bagi para pengelola program dan petugas pada fasilitas pelayanan
kesehatan dan KB;
b. pelaksanaan Konseling KB dengan menggunakan Alat Bantu Pengambil
Keputusan (ABPK) yang dilaksanakan oleh tenaga terlatih (Dokter,
Bidan, PLKB) dilakukan pada setiap klien;
c. pengisian lembar informed consent (pelayanan IUD, Implan, Kontap
MOW dan MOP), kartu K/IV/KB dan K/I/KB dalam pelayanan
kontrasepsi dilaksanakan oleh petugas KB baik petugas pelayanan
maupun petugas lapangan KB di tempat-tempat pelayanan kesehatan
(RS, Puskesmas, dsb.) serta tempat pelayanan bakti sosial KB;
d. penapisan klien oleh tenaga medis terlatih;
e. dokumentasi lembar informed consent atau kartu status klien KB
diperlukan sebagai dokumen pribadi dan penyimpanannya disatukan
dengan kartu status klien KB atau medical record (K/IV/KB);
f. pengolahan data lembar informed consent dengan cara:
1) sobekan lembar informed consent diterima oleh instansi yang
mengelola program KB (SKPD-KB) di Kabupaten/Kota bersama
dengan laporan F/II/KB dari Puskesmas (Klinik KB).
2) sobekan lembar informed consent tersebut dikumpulkan dan diolah
secara sederhana atau menggunakan komputer pada setiap
bulannya, serta diproses dengan baik oleh instansi pengelola KB di
Kabupaten/Kota.
f. penggandaan lembar informed consent dilakukan oleh provinsi/
kabupaten/kota dengan panduan dari kantor pusat BKKBN yang
disesuaikan dengan jumlah Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM)
peserta KB baru MOW, MOP, IUD, implant.

Pasal 16

Peningkatan pelayanan bakti sosial KB dan pelayanan KB statis


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan dengan kegiatan:
a. identifikasi sasaran yang akan dilayani;
b. analisa sasaran;
c. pemanfaatan data dan informasi profil daerah;
d. sosialisasi, promosi, KIE dan KIP/Konseling;
e. penyusunan data dan informasi potensi sasaran yang akan dilayani.

Pasal 17
Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 11
Jaminan Kesehatan Masyarakat pelayanan KB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 dilakukan melalui kegiatan:
a. koordinasi dengan mitra kerja terkait antara lain Depkes, PT. Askes,
PKMI, IBI;
b. membentuk kelompok kerja;
c. menyusun daftar masyarakat miskin melalui Sistem pembiayaan KB-
JAMKESMAS.jun
Pasal 18

Peningkatan jejaring pelayanan KB dengan mitra kerja sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 14 melalui upaya:
a. perluasan jaringan
pelayanan KB dengan sektor terkait dan organisasi profesi, khususnya
IBI, POGI (Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia), PKMI
(Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia), PKBI (Perkumpulan KB
Indonesia), IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan lain-lain.
b. Perluasan kerjasama
dengan sektor swasta dan LSOM dalam memanfaatkan momentum
strategis, khususnya IBI, IDI, PKK (Pembinaan Kesejahteran Keluarga),
PKBI, Organisasi Keagamaan, Perusahaan-perusahaan dan sentra
swasta lainnya.
b. Penyaluran alat/obat kontrasepsi kepada mitra kerja
LSOM yang melayani penduduk miskin, termasuk Muslimat NU,
Aisiyah, PKBI dan IBI.
c. Pelayanan KB-Kesehatan dengan mitra kerja dalam
momentum kegiatan bulan bakti TNI, Polri, PKK, IBI, IDI dan hari-hari
besar/nasional.

Pasal 19

Pembiayaan program jaminan dan pelayanan KB sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 14 ditujukan untuk keluarga miskin sebagai pelaksanaan dari
Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional
(JSN) yang dilakukan melalui:
a. Pelayanan KB gratis bagi keluarga miskin melalui sistem JAMKESMAS
sesuai Kepmenkes no 125/Menkes/SK/II/2008 mengacu pada INA-DRG;
b. Pelayanan KB dan Jamsostek;
c. Sistem Pembiayaan melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat.
Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 12
d. Peningkatan Jaminan Ketersediaan Kontrasepsi.
e. Alat dan obat kontrasepsi untuk keluarga miskin bersumber dari BKKBN

BAB VI
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pasal 20

(1) Untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektivitas langkah-


langkah secara terpadu dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan
kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana, Pemerintahan
Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota melakukan pemantauan.
(2) Pemantauan sebagaimana dalam ayat (1) dimaksudkan untuk
mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan
kebijakan, program, dan kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga
Berencana di daerah.
(3) Pemantauan dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan
pemantauan langsung terhadap SKPD-KB yang melaksanakan
kebijakan, program, dan kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga
Berencana.
(4) Pemantauan dilakukan mulai dari perencanaan, penganggaran
sampai dengan pelaksanaan kebijakan, program, serta kegiatan
jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana untuk tahun berjalan.

Pasal 21

(1) Evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, serta kegiatan jaminan


dan pelayanan Keluarga Berencana dilakukan setiap akhir tahun.
(2) Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, serta kegiatan
jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana digunakan sebagai
bahan masukan bagi penyusunan kebijakan, program, serta kegiatan
untuk tahun berikutnya.

Pasal 22

(1) Pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan


kebijakan, program, dan kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga
Berencana di provinsi.

Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 13


(2) Gubernur melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan,
program, dan kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana di
Kabupaten /Kota.
(3) Tata cara pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan sistem evaluasi dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
PELAPORAN

Pasal 23

(1) Bupati dan Walikota berkewajiban menyampaikan laporan


pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan jaminan dan pelayanan
Keluarga Berencana di daerahnya kepada Gubernur.
(2) Gubernur berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan
kebijakan, program, dan kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga
Berencana di daerahnya kepada Menteri Dalam Negeri dan Kepala
BKKBN.
(3) Pelaporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan secara berkala dan atau apabila diperlukan.
(4) Bentuk pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan sistem pelaporan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
PENDANAAN

Pasal 27

(1) Pendanaan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan jaminan


dan pelayanan Keluarga Berencana di provinsi bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi.
(2) Pendanaan pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan jaminan
dan pelayanan Keluarga Berencana di kabupaten dan kota bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
dan Kota.

Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 14


(3) Pemerintah dapat memberikan bantuan mengenai pendanaan
jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana di provinsi, kabupaten
dan kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28

(1) Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional melakukan


pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program
dan kegiatan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana kepada
pemerintahan Provinsi.
(2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas
pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan jaminan dan pelayanan
Keluarga Berencana kepada pemerintahan Kabupaten dan kota.

BAB X
PENUTUP

Pasal 29

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan


apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : 29 Mei 2009
----------------------------------------
KEPALA BADAN KOORDINASI
KELUARGA BERENCANA NASIONAL,

dr. SUGIRI SYARIEF, MPA

Pedoman Jaminan dan Pelayanan Keluarga Berencana 15

También podría gustarte