Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
INFLUENZA
Influenza yang lebih sering dikenal sebagai flu adalah penyakit saluran
pernapasan akut yang disebabkan oleh virus influenza A dan B. Penyakit ini tersebar di
seluruh dunia dan menyebabkan penyakit dan kematian yang perlu mendapat perhatian
khusus. Nama influenza pertama kali digunakan oleh orang Italia pada abad kedelapan
belas yang mengatakan penyakit ini sebagai the influence of heavenly bodies. Virus
Influenza juga dapat menyebabkan epidemi global yang dikenal sebagai pandemi. Selama
ini sudah terjadi 31 pandemi influenza yang terdokumentasi sejak pertama kali
dilaporkan tahun 1580, termasuk 3 pandemi yang terjadi pada abad kedua puluh yaitu
tahun 1918, 1957 dan 1969. Pandemi tahun 1918-1919 yang dikenal sebagai "flu
Spanyol" disebabkan oleh virus yang sangat virulen dan telah menelan korban kurang
lebih 40 juta orang meninggal di seluruh dunia. Sejak tahun 1997 di Hong Kong
ditemukan kasus influenza yang mematikan, akhirnya dikenal sebagai "flu Hong
Kong".Virus influenza dapat menyebabkan sakit pada semua golongan umur, namun
yang paling sering terkena anak-anak. Sedangkan infeksi serius dan kematian terutama
terjadi pada pasien berusia > 65 tahun dan pasien yang mempunyai kondisi kesehatan
tertentu yang berisiko tinggi terkena komplikasi dari influenza. Apa Itu Virus Influenza?
Virus influenza merupakan virus yang kompleks dan terus-menerus berubah. Struktur
fisik virus ini cenderung mengalami perubahan-perubahan kecil pada antigen permukaan
selama fase replikasi yang dapat meyebabkan virus menginvasi sistem kekebalan pejamu.
Hal ini menjelaskan bahwa seseorang yang terinfeksi dapat mengalami reinfeksi pada
tahun berikutnya meskipun sudah punya antibodi terhadap virus pertama.Ada dua tipe
virus influenza yang dapat menyebabkan epidemi pada manusia, yaitu influenza A dan
influenza B. Virus influenza A dibagi lagi dalam subtipe berdasarkan dua antigen
permukaan, hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Virus influenza B tidak dibagi lagi
dalam subtipe. Selanjutnya virus influenza A dan B dikelompokkan berdasarkan
karakteristik antigeniknya. Virus influenza dengan antigen permukaan baru merupakan
varian virus yang telah ada, berasal dari perubahan antigen yang cepat terjadi karena
mutasi yang terjadi pada saat replikasi. Virus influenza B mengalami perubahan antigen
lebih lambat dibanding dengan virus influenza A.Virus A dapat menginfeksi beberapa
spesies hewan, seperti burung, babi,kuda, ikan paus dan singa laut. Virus yang
menginfeksi burung lebih dikenal sebagai virus influenza avian atau influenza burung.
Virus flu burung ini biasanya tidak menyebabkan sakit burung-burung yang liar terbang
di mana-mana, tetapi burung-burung tersebut membawa dan dapat menyebarkan flu
burung dalam jarak yang cukup jauh. Sebaliknya virus flu burung ini bila menginfeksi
binatang peliharaan (burung) akan menyebabkan burung peliharaan tersebut sakit dan
mati. Biasanya virus influenza A tidak menginfeksi manusia, namun beberapa laporan
sejak tahun 1997 menunjukkan bahwa ternyata virus ini juga dapat menginfeksi manusia
Influenza atau flu yang asli disebabkan oleh virus flu. Virus influenza digolongkan dalam
kelompok virus RNA (Ribose Nucleic Acid) dan dibagi atas tiga tipe, yaitu A, B, dan C.
Virus dengan tipe A dan B bisa menyebabkan epidemik, khususnya saat musim salju di
negara dengan empat musim. Di Amerika pada musim tersebut epidemik dapat
menyebabkan kesakitan pada 10-20 persen penduduk, dan berhubungan dengan rata-rata
36.000 kematian serta 114.000 hospitalisasi setiap tahunnya.
Sedangkan virus influenza tipe C hanya menyebabkan masalah pernafasan yang ringan,
dan diduga bukan penyebab dari epidemik.
Selain menyerang manusia, ternyata virus influenza juga dapat ditemukan pada beberapa
binatang, seperti unggas, babi, bebek, ikan paus, kuda, dan anjing laut.
Unggas liar merupakan reservoir/perantara untuk semua subtipe dari virus tipe A.
Biasanya unggas liar itu justru tidak menjadi sakit walaupun virus tersebut bersarang di
tubuhnya. Namun, pada jenis unggas yang tidak liar, misalnya, ayam dan kalkun, gejala-
gejala terinfeksi dapat bermanifestasi.
Manusia sangat jarang terinfeksi influenza langsung dari hewan. Biasanya penularan
terjadi dari orang ke orang lain.
Mudah Berubah Wujud
Penyakit flu sukar sekali dibasmi karena virus flu sering mengadakan perubahan.
Perubahan yang terjadi pada virus flu terdiri dari dua macam cara. Yang pertama dikenal
dengan antigenic drift atau penyimpangan antigen, yaitu perubahan kecil pada virus yang
terjadi setiap saat. Antigenic drift menyebabkan munculnya virus yang berbeda dengan
sebelumnya, sehingga tidak dapat dikenali oleh sistem imun tubuh.
Hasilnya, sebagian besar orang yang telah kebal terhadap virus sebelumnya karena telah
terpapar, menjadi berisiko untuk sakit kembali.
Proses kedua yang dapat menyebabkan perubahan adalah antigenic shift. Yaitu perubahan
yang besar dari virus, ketika terbentuk hemagglutinin yang baru yang dapat diikuti
dengan protein neuraminidase yang baru pula. Antigenic shift dapat menimbulkan
munculnya subtipe virus influenza yang baru. Untungnya, perubahan seperti itu tidak
terjadi setiap waktu seperti antigenic drift, karena jarang sekali terjadi.
gejala dan tanda penyakit Influenza?
Gejala berupa;
- Demam mendadak disertai menggigil
- Sakit kepala
- Badan lemah
- Nyeri otot dan sendi
Gejala ini bertahan selama 3 7 hari. Bila penyakit bertambah berat, gejala tersebut
diatas akan berganti dengan gejala penyakit saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan
sakit tenggorokan. Kadang-kadang juga disertai gejala sakit perut, mual dan muntah.
Pada pemeriksaan fisik : muka kemerahan, mata kemerahan dan berair serta kelenjar
getah bening leher dapat teraba.
Apa yang dapat diakibatkan Penyakit Influenza? Akibat penyakit Influenza yang
ditakutkan adalah timbulnya infeksi sekunder, seperti; radang paru-paru( Pneumonia ),
myositis, sindroma Reye, gangguan syaraf pusat. Disamping itu, penderita/ pengidap
penyakit kronis dapat bertambah berat bila terkena penyakit Influenza. Beberapa penyakit
kronis tersebut, seperti; Asma, paruparu kronis, jantung, kencing manis, ginjal kronis,
gangguan status imunitas tubuh, kelainan darah dll.
Komplikasi Influenza
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi tambahan termasuk bakteri
pneumonia karena dehidrasi, dan kondisi lain yang memperparah keadaan, seperti
mengidap diabetes, asma, dan kelainan jantung. Anak-anak sering mendapat masalah
pada sinus dan infeksi telinga sebagai komplikasi dari flu. Manula di atas 65 tahun atau
pasien yang masih anak-anak, dan penderita yang memiliki penyakit kronis, jika terkena
flu akan mudah mengalami komplikasi.
Masa Inkubasi
Jangka waktu seseorang terpapar virus hingga munculnya gejala adalah satu sampai
empat hari, dengan rata-rata dua hari. Sedangkan periode seseorang dapat menularkan
penyakitnya ke orang lain bervariasi untuk tiap usia.
Penularan sudah mulai terjadi dari sebelum penderita merasa sakit, yang berlanjut hingga
tiga sampai tujuh hari setelah timbul gejala pertama pada orang dewasa. Sedangkan pada
anak-anak dapat lebih dari satu minggu.
Dinegara bermusim empat, setiap tahun pada musim dingin terjadi letusan influenza yang
banyak menimbulkan konmplikasi dan kematian pada orang-orang beresiko tinggi :
o Usia lanjut ( > 60 tahun )
o Anak anak penderita Asma
o Penderita penyakit kronis ( Paru , Jantung, Ginjal, Diabetes )
o Penderita gangguan sistem kekebalan tubuh.
Dinegara-negara tropis seperti Indonesia, influenza terjadi sepanjang tahun. Setiap tahun
influenza menyebabkan ribuan orang meninggal diseluruh dunia. Biaya pengobatan,
biaya penanganan komplikasi, dan kerugian akibat hilangnya hari kerja ( absen dari
sekolah dan tempat kerja ) sangat tinggi.
B. TANDA DAN GEJALA SEORANG KLIEN MENGALAMI OBSTRUKSI JALAN
NAPAS
q Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeabronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk
membersihkan saluran napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normal yang batuk
beberapa kali setelah pagi hari untuk membersihkan trakea dan faring dari sekret yang
terkumpul selama tidur. Batuk juga merupakan gejala terserang penyakit pernapasan.
Segala jenis batuk yang berlangsung lebih dari tiga minggu harus diselidiki untuk
memastikan penyebabnya.
Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan
peradangan. Inhalasi asap, debu, dan benda-benda asing kecil merupakan penyebab batuk
yang paling sering. Perokok seringkali menderita batuk kronik karena terus menerus
mengisap benda asing (asap), dan saluran napasnya sering mengalami peradangan kronik.
Rangsangan mekanik dari tumor (ekstrinsik maupun intrinsik) terhadap saluran napas
merupakan penyebab lain yang dapat menimbulkan batuk (tumor yang paling sering
menimbulkan batuk adalah karsinoma bronkegenik). Setiap proses peradangan saluran
napas dengan atau tanpa eksudat dapat mengakibatkan batuk. Bronkitis kronik, asma,
tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit yang secara tipikal memiliki batuk
sebagai gejala yang mencolok. Batuk dapat bersifat produktif, pendek dan tidak
produktif, keras dan parau (seperti ada tekanan pada trakea), sering, jarang, atau
paroksismal (serangan batuk yang intermiten).
q Terdapatya Sputum
Orang dewasa normal menghasilkan mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap
hari. Mukus ini diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan normal silia yang
melapisi saluran pernapasan. Kalau terbentuk mukus yang berlebihan, proses normal
pembersihan mungkin tak efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Bila hal ini
terjadi, membran mukosa akan terangsang, dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum.
Pembentukan mukus yang berlebihan, mungkin disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi,
atau infeksi pada membran mukosa.
Kapan saja seorang pasien membentuk sputum, perlu dievaluasi sumber, warna, volume,
dan konsistensinya. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan
kemungkinan besar berasal dari sinus atau saluran hidung, dan bukan dari saluran napas
bagian bawah. Sputum yang banyak sekali dan purulen menyatakan adanya proses
supuratif, seperti abses paru, sedangkan pembentukan sputum yang terus meningkat
perlahan dalam waktu bertahan-tahun merupakan tanda bronkitis kronis, atau
bronkiektasis.
Warna sputum juga penting. Sputum yang berwarna kekuning-kuningan menunjukkan
infeksi. Sputum yang berwarna hijau merupakan petunjuk adanya penimbunan nanah.
Warna hijau timbul karena adanya verdoperoksidase yang dihasilkan oleh leukosit
polimorfonukler (PMN) dalam sputum. Sputum yang berwarna hijau sering ditemukan
pada bronkiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkiolus yang melebar dan
terinfeksi. Banyak penderita infeksi pada saluran napas bagian bawah mengeluarkan
sputum berwarna hijau pada pagi hari, tetapi makin siang menjadi kuning. Fenomena ini
mungkin disebabkan karena penimbunan sputum yang purulen di malam hari, disertai
pengeluaran verdoperoksidase.
Sifat dan konsistensi sputum juga dapat memberikan informasi yang berguna. Sputum
yang berwarna merah muda dan berbusa merupakan tanda edema paru akut. Sputum yang
berlendir, lekat dan berwarna abu-abu atau putih merupakan tanda bronkitis kronik.
Sedangkan sputum yang berbau busuk merupakan tanda abses paru atau bronkiektasis.
q Dispnea
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama
dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh
napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk
juga penggunaan obat-obat pernapasan tambahan (sternokleidomastoideus, scalenus,
trapezius, pectoralis mayor), pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi.
Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit; orang normal akan mengalami
hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Pemeriksaan harus dapat membedakan sesak napas dari gejala dan tanda lain yag
mungkin memiliki perbedaan klinis mencolok. Takipnea adalah frekuensi pernapasan
yang cepat, lebih cepat dari pernapasan normal (12 hingga 20 kali per menit) yang dapat
muncul dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar
daripada jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan pengeluaran karbon dioksida
(CO2) normal, hal ini dapat diidentifikasi dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri,
atau tegangan (PaCO2), yaitu lebih rendah dari angka normal (40 mmHg). Dispnea sering
dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi yang sebenarnya merupakan seseorang yang
sehat dengan stres emosional. Selanjutnya, gejala lelah yang berlebihan harus dibedakan
dari dispnea. Seseorang yang sehat mengalami lelah yang berlebihan setelah melakukan
kegiatan fisik dalam tingkat yang berbeda-beda, dan gejala ini juga dapat dialami pada
penyakit kardiovaskular, neuromuskular, dan penyakit lain selain paru.
Pada beberapa tahun belakangan ini, ketertarikan pada ilmu pengetahuan dalam
perhitungan dan mekanisme neurofisiologi meningkat dengan cepat. Namun, belum
tersedia keterangan tentang dispnea dengan segala keadaannya yang dapat diterima.
Sumber penyebab dispnea termasuk: (1) reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot
pernapasan, paru, dan dinding dada; dalam teori tegangan-panjang, elemen-elemen
sensoris, gelondong otot pada khususnya, berperan penting dalam membandingkan
tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila tegangan yang ada
tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume napas tercapai); (2) kemoreseptor
untuk tegangan CO2 dan O2 (PCO2 dan PO2) (teori utang-oksigen); (3) peningkatan
kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas; dan (4)
ketidakseimbangan antara kerja pernapasan denga kapasitas ventilasi. Mekanisme
tegangan-panjang yang tidak sesuai adalah teori yang paling banyak diterima karena teori
tersebut menjelaskan paling banyak kasus klinis dispnea. Faktor kunci yang tampaknya
menjelaskan apakah dispnea terjadi pada tingkat ventilasi atau usaha sesuai dengan
derajat aktivitasnya. Namun, rangsangan, reseptor sensoris, dan jaras saraf yang sesuai
tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada
usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi dalam
melakukan kegiatan itu. Dispnea yang terjadi pada seseorang harus dikaitkan dengan
tingkat aktivitas minimal yang menyebabkan dispnea, untuk menentukan apakah dispnea
terjadi setelah aktivitas sedang atau berat, atau terjadi pada saat istirahat. Tabel 37-2
berisi skala garis besar dispnea yang dikembangkan oleh American Thoracic Society
yang mungkin sesuai untuk penilaian klinis dispnea kronik. Selain itu, terdapat beberapa
variasi gejala umum dispnea. Ortopnea adalah napas pendek yang terjadi pada posisi
berbaring dan biasanya keadaan diperjelas dengan penambahan sejumlah bantal atau
penambahan elavasi sudut untuk mencegah perasaan tersebut. Penyebab tersering
ortopnea adalah gagal jantung kongestif akibat peningkatan volume darah di vaskularisasi
sentral pada posisi berbaring. Ortopnea juga merupakan gejala yang sering muncul pada
banyak gangguan pernapasan. Dispnea nokturna paroksismal menyatakan timbulnya
dispnea pada malam hari dan memerlukan posisi duduk dengan segera untuk bernapas.
Membedakan dispnea nokturna paroksismal dengan ortopnea adalah waktu timbulnya
gejala setelah beberapa jam dalam posisi tidur. Penyebabnya sama dengan penyebab
ortopnea yaitu gagal jantung kongestif, dan waktu timbulnya yang terlambat itu karena
mobilisasi cairan edema perifer dan penambahan volume intravaskular pusat.
Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu: (1)
penyakit kardiovaskular, (2) emboli paru, (3) penyakit paru interstitial atau alveolar, (4)
gangguan dinding dada atau otot-otot, (5) penyakit obstruktif paru, atau (6) kecemasan.
Dispnea adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup
jantung. Emboli paru ditandai oleh dispnea mendadak. Dispnea merupakan gejala paling
nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru, dan
rongga pleura. Dispnea biasanya dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat
peningkatan kerja pernapasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru (pneumonia,
atelektasis, kongesti) atau dinding dada (obesitas, kifoskoliosis) atau pada penyakit jalan
napas obstruktif dengan meningkatnya resistensi nonelastik bronkial (emifisema,
bronkitis, asma). Tetapi kalau beban kerja pernapasan meningkat secara kronik, maka
pasien yang bersangkutan dapat menyesuaikan diri dan tidak mengalami dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi jika otot pernapasan lemah (contohnya, miastenia gravis),
lumpuh (contohnya, poliomielitis, sondrom Guillain-Barre), letih akibat meningkatnya
kerja pernapasan, atau otot pernapasan kurang mampu melakukan kerja mekanis
(contohnya, emfisema yang berat atau obesitas). Pada akhirnya, penderita sindrom
hiperventilasi akibat kecemasan atau stres emosional sering mengeluhkan dispnea. Pola
pernapasan pada kelompok ini seringkali aneh, dengan ketidakteraturan frekuensi
maupun tidal volume. Pada lain waktu, pola pernapasan menjadi hiperventilasi yang
menetap sehingga pasien mengeluh kesemutan pada ekstrimitasnya dan terdapat perasaan
melayang. Bila pola pernapasan abnormal hilang saat tidur, dicurigai terdapat penyebab
psikogenik.
q Sianosis
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selapur lendir yang terjadi akibat
peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tak berkaitan dengan O2). Sianosis
dapat tanda insufisiensi pernapasan, meskipun bukan merupakan tanda yang dapat
diandalkan. Ada dua jenis sianosis: sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral
disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah diketahui pada
wajah, bibir, cuping telinga, serta bagian bawah lidah. Sianosis biasanya tak diketahui
sebelum jumlah absolut Hb tereduksi mencapai 5g per 100 ml atau lebih pada seseorang
dengan konsentrasi Hb yang normal (saturasi oksigen [SaO2] kurang dari 90%). Jumlah
normal Hb tereduksi dalam jaringan kapiler adalah 2,5 g per 100 ml. Pada orang dengan
konsentrasi Hb yang normal, sianosis akan pertama kali terdeteksi pada SaO2 kira-kira
75% dan PaO2 50 mmHg atau kurang. Penderita anemia (konsentrasi Hb rendah)
mungkin tak pernah mengalami sianosis walaupun mereka menderita hipoksia jaringan
yang berat karena jumlah absolut Hb tereduksi kemungkinan tidak dapat mencapai 5 g
per 100 ml. Sebaliknya, orang yang menderita polisitemia (konsentrasi Hb yang tinggi)
dengan mudah mempunyai kadar Hb tereduksi 5 g per 100 ml walaupun hanya
mengalami hipoksia yang ringan sekali. Foktor-faktor lain yang menyulitkan pengenalan
sianosis adalah variasi ketebalan kulit, pigmentasi dan kondisi penerangan.
Selain sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernapasan (sianosis sentral), akan
terjadi sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat menurunkan
saurasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Sianosis perifer
dapat terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi
pembuluh darah akibat suhu yang dingin.
Sejumlah kecil methemoglobin atau sulfhemoglobin dalam sirkulasi dapat menimbulkan
sianosis, walaupun jarang terjadi. Ada banyak hal yang mengakibatkan sianosis (dan
sianosis sulit dikenali) sehingga sianosis merupakan petunjuk insufisiensi paru yang tidak
dapat diandalkan.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
- Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan.
- Kesulitan menghentikan merokok.
F. Diagnosa keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, berihubungan dengan
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels
basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya
bunyi napas (asma berat).
2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distres
pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi,
reaksi alergi.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang
paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain
membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
6. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea
dan menurunkan jebakan udara.