Está en la página 1de 39

Jenis Epilepsy Epilepsi Umum Epilepsi Parsial

Idiopatik (penyebab Epilepsi Tidak sadar pada masa Epilepsi jinak


genetik) kanak-kanak\r\n- Epilepsi mioklonik sebagian pada masa
remaja\r\n- Epilepsi dengan kejang kanak-kanak
grand-mal yang membangunkan orang
lain
Simptomatik (penyebab Sindrom West\r\n- Sindrom Lennox- Epilpesi Lobus
tidak diketahui) Gastaut\r\n- Yang lain Temporal\r\n-
atau kriptogenik (penyebab Epilepsi lain dari
tidak diketahui) Lobus Frontal

\r\n

Epilepsi Idiopatik Umum\r\nDalam epilepsi idiopatik umum , seringkali ada riwayat


keluarga yang memiliki epilepsi, namun hal ini tidak selalu ada. Epilepsi
idiopatik umum cenderung muncul selama masa kanak-kanak atau remaja, walaupun
mungkin tidak terdiagnosis sampai masa dewasa. Epilepsi jenis ini tidak menunjukkan ada
kelainan sistem saraf (otak atau sumsum tulang belakang) yang dapat diidentifikasi baik
dengan studi EEG atau studi gambar (MRI), selain kejang-kejang. Hasil struktural otak
normal pada pindai MRI otak, walaupun studi khusus menunjukkan ada bekas luka atau
perubahan halus didalam otak yang mungkin telah ada sejak lahir.

\r\n

Penderita epilepsi idiopatik umum memiliki kecerdasan normal dan hasil dari uji neurologis
dan MRI biasanya normal. Hasil electroencephalogram (EEG, sebuah tes yang mengukur
impuls listrik di otak) mungkin menunjukkan pelepasan epileptik yang mempengaruhi
seluruh otak (disebut pelepasan umum).

\r\n

Jenis-jenis kejang yang mempengaruhi pasien dengan epilepsi idiopatik umum mungkin
termasuk:

\r\n\r\n

\r\n

Kejang Mioklonik (Sentakan ekstrim yang terjadi secara tiba-tiba dan durasi sangat
singkat).

\r\n

Kejang tidak sadar (tatapan kosong).


\r\n

Kejang tonik-klonik umum (kejang grand mal).

\r\n

\r\n

Epilepsi Idiopatik umum biasanya diobati dengan obat. Beberapa orang dapat mengatasi
kondisi ini dan berhenti mengalami kejang, seperti halnya dengan epilepsi tidak sadar pada
masa kanak-kanak dan sejumlah besar pasien dengan epilepsi mioklonik remaja.

\r\n

Epilepsi Idiopatik Parsial\r\nEpilepsi Idiopatik Parsial dimulai pada masa kanak-kanak


antara usia 5 dan 8 tahun dan mungkin ada riwayat keluarga yang memiliki epilepsi.
Epilepsi ini juga dikenal sebagai epilepsi fokal jinak masa kanak-kanak (BFEC), Epilepsi ini
dianggap salah satu jenis epilepsi paling ringan. Epilepsi ini hampir selalu hilang ketika
sudah pubertas dan tidak pernah didiagnosis pada orang dewasa.

\r\n

Kejang-kejang cenderung terjadi selama tidur dan paling sering kejang motorik parsial
sederhana yang melibatkan wajah dan kejang sekunder umum (grand mal). Jenis epilepsi
ini biasanya didiagnosis dengan EEG.

\r\n

Epilepsi Simptomatik Umum\r\nEpilepsi Simptomatik Umum disebabkan oleh kerusakan


otak yang meluas. Cedera sewaktu kelahiran adalah penyebab paling umum dari Epilepsi
Simptomatik Umum. Selain kejang, pasien sering mengalami masalah neurologis lainnya,
seperti keterbelakangan mental atau cerebral palsy. Penyebab spesifik seperti penyakit
otak yang diwariskan, misalnya adrenoleukodystrophy (ADL) atau infeksi otak (seperti
meningitis dan encephalitis) juga dapat menyebabkan Epilepsi Simptomatik Umum. Ketika
penyebab Epilepsi Simptomatik Umum tidak dapat diidentifikasi, gangguan tersebut dapat
disebut sebagai epilepsi kriptogenik. Epilepsi jenis ini mengikut sertakan subtipe yang
berbeda, dimana yang paling umum dikenal adalah sindrom Lennox-Gastaut.

\r\n

Bermacam jenis kejang (kejang tonik-klonik, tonik, mioklonik, tonik, atonic, dan kejang tidak
sadar) adalah umum pada pasien ini dan bisa sulit untuk mengendalikannya.

\r\n

Epilepsi Simptomatik Parsial\r\nEpilepsi Simptomatik Parsial (atau fokal) adalah jenis


epilepsi yang paling umum yang dimulai pada usia dewasa, tetapi epilepsi ini juga sering
terjadi pada anak-anak. Epilepsi jenis ini disebabkan oleh kelainan lokal dari otak, yang
mungkin akibat dari stroke, tumor, trauma, kelain otak bawaan (dipunyai sejak lahir), parut
atau sclerosis pada jaringan otak, kista, atau infeksi.

\r\n

Kadang-kadang kelainan otak tersebut dapat dilihat pada pindai MRI, namun seringnya
kelainan tersebut tidak dapat diidentifikasi walaupun dilakukan berulang kali karena
ukurannya mikroskopis.

\r\n

Epilepsi jenis ini dapat berhasil diobati dengan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat bagian otak yang abnormal tanpa mengorbankan fungsi dari sisa otak.
Operasi epilepsi sangat berhasil dalam sejumlah besar pasien epilepsi yang tidak berhasil
diobati dengan obat antikonvulsan (setidaknya dua atau tiga obat) dan yang memiliki lesi
yang dapat diidentifikasi. Pasien-pasien tersebut menjalani evaluasi epilepsi presurgical
komprehensif di pusat epilepsi yang terdedikasi dan khusus.
Berdasarkan hasil EEG dan gejala yang ditemukan, epilepsi dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa jenis yaitu : (Kariasa,Md, FIK UI, 1997)

1. Kejang umum :

Kejang yang menunjukkan sinkronisasi keterlibatan semua bagian otak pada kedua

hemisfer. Otak teraktivasi secara bersama tanpa awitan fokal, sinkron, tanpa didahului oleh

prodormal dan aura. Yangdigolongkan dalam jenis ini adalah petit mall, grand mall, mioklonik

dan atonik.

a. Petit mall : muncul setelah usia 4 tahun, pasien kehilangan kesadaran sesaat seperti bengong

tanpa disertai gerakan involunter yang aneh. Bila hal ini berlangsung terus dapat berakibat buruk

pada alur belajar terutama anak-anak yang sedang belajar. Anak akan menjadi malu sehingga

anak akan mengalami gangguan dalam prestasi belajar.

b. Grand mall / kejang tonik-klonik : yakni adanya serangan kejang ekstensi tonik-klonik bilateral

ekstremitas. Kadang disertai dengan adanya inkontinensia urine atau feces, menggigit lidah,

mulut berbusa dan kehilangan kesadaran yang mendadak yang diikuti gejala-gejala post iktal

seperti nyeri otot, lemah dan letih, bingung serta tidur dalam waktu lama.

2. Kejang parsial

Kejang yang didahului dengan adanya awitan fokal yang melibatkan satu bagian tertentu

dari otak.

a. Kejang parsial sederhana : sering disebut epilepsi Jakson, dimana pada kelompok ini akan

terjadi kejang secara involunter yang bersifat unilateral tanpa diikuti oleh adanya perburukan.

b. Kejang parsial kompleks : sering disebut dengan kejang lobus temporal, psikomotor atau

otomatisme yang fokalnya sering berpusat pada lobus temporalis. Sering pada kejang parsial

sering diikuti oleh gangguan kesadaran semacam gangguan proses pikir. Gejala dapat berupa

halusinasi, mual dan berkeringat sebagai prodormal. Pasien yang sedang mengalami serangan ini

sering menunjukkan perilaku bersifat agitatif dan kombatif.


Bila dikaitkan dengan kelompok usia yang terpapar, epilepsi dapat digolongkan menjadi

beberapa jenis (Harsono.ED.1996) :

1. Kelompok Usia 0 6 bulan

a. Kelainan intra uterin, yang menyebabkan gangguan migrasi dan diferensiasi sel neuron. Hal ini

juga bisa dipengaruhi oleh infeksi intra uterin.

b. Kelainan selama kehamilan misal asfeksia, dan perdarahan intra uterin yang didahului oleh

kelainan maternal seperti : hipotensi, eklamsia, disproporsi sefalopelvik, kelainan plasenta, tali

pusat menumbung atau belitan tali pusat pada leher.

c. Kelainan kongenital seperti kromosom abnormal, radiasi obat teratogenik, infeksi intra partum

oleh toksoplasma, sitomegalo virus, rubela dan treponema.

d. Gangguan metabolik seperti hipoglikemi, hipokalsemi, hiponatremia, dan defisiensi piridoksin.

e. Infeksi Susunan Saraf Pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan hidrosefalus pasca infeksi.

2. Kelompok 6 bulan 3 tahun

Selain oleh penyebab yang sama dari kelompok di atas pada umur ini dapatjuga

disebabkan oleh adanya kejang demam yang biasanya dimulai pada umur 6 bulan. Faktor lain

yang mempengaruhi adalah adanya cedera kepala.

3. Kelompok anak-anak sampai remaja

Dapat disebabkan oleh Infeksi virus, bakteri, parasit dan abses otak yang frekuensinya

meningkat sampai 23%, setelah tindakan operasi.

4. Kelompok usia muda

. Tersering karena cedera kepala, tumor otak dan infeksi.

5. Kelompok usia lanjur

Karena gangguan pembuluh darah otak, diikuti oleh trauma dan degenerasi cerebral.

Jika terjadi serentetan serangan epilepsi jenis grand mall tanpa diselingi dengan

pemulihan status neurologi disebut dengan status epileptikus. Yang dijadikan patokan adalah

kejang secara klinis atau pada EEG tampak adanya gambaran eksitasi abnormal selama 30 menit
atau lebih. Hal ini akan berbahaya jika diikuti oleh adanya hipoksia jaringan otak, gagal

pernafasan, hipertensi, peningkatan tekanan intra kranial.Keadaan ini membutuhkan perawatan

yang intensif. Penurunan kesadaran dapat berakibat terjadinya ancaman berupa sumbatan jalan

nafas. Kejadian yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan dampak yang sangat

buruk terhadap perkembangan psiko-sosial dari klien maupun keluarganya, berupa rasa malu,

harga diri yang rendah serta penurunan terhadap gambaran diri. Hal ini akan menyebabkan

efek samping pada penurunan prestasi belajar terutama bagi penderita yang masih dalam masa

belajar.

C. Pengkajian
Pengkajian dilakukan secara komprehensif dengan berbagai metode

pengkajian seperti anamnesa, observasi, pengukuran, dokumentasi dan pemeriksaan fisik.

Metode pengkajian yang digunakan untuk mengoptimalkan hasil yang diperoleh meliputi

beberapa cara diantaranya head to toe, teknik persistem, maupun berdasarkan atas kebutuhan

dasar manusia.

1. Identitas klien dan penanggungjawab

Pengkajian yang dilakukan meliputi identitas klien dan penanggungjawabnya.

2. Keluhan Utama

Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan kesehatan

karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih.

Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak

mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti

mendadak bila diajak bicara

3. Riwayat Penyakit
Fokus pengkajian yang dilakukan adalah pada riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.

Ini dapat dimengerti karena riwayat kesehatan terutama berhubungan dengan kejang sangat

membantu dalam menentukan diagnosa. Riwayat ini akan dirunjang dengan keadaan fisik klien

saat ini. Pemeriksaan neurologi terutama berkaitan dengan serangan kejang harus lengkap karena

temuan-temuan fokal sangat membantu dalam menentukan asal dari aktivitas kejang. Pada

riwayat perlu dikaji faktor pencetus yang dapat diidentifikasikan hingga saat ini adalah : demam,

cedera kepala, stroke, gangguan tidur, penggunaan obat, kelemahan fisik, hiperventilasi, dan

stress emosional.

Deskripsispesifik dari kejang harus mencakup beberapa data penting meliputi :

a. Awitan yakni serangan itu mendadak atau didahului oleh prodormal dan fase aura.

b. Durasi kejang berapa lama dan berapa kali frekuensinya.

c. Aktivitas motorik mencakup apakah ekstrimitas yang terkena sesisi atau bilateral, dimana

mulainya dan bagaimana kemajuannya.

d. Status kesadaran dan nilai kesadarannya. Apakah klien dapat dibangunkan selama atau setelah

serangan ?

e. Distrakbilitas, apakah klien dapat memberi respon terhadap lingkungan. Hal ini sangat penting

untuk membedakan apakah yang terjadi pada klien benar epilepsi atau hanya reaksi konversi.

f. Keadaan gigi. Apakah pada saat serangan gigi klien tertutup rapat atau terbuka.

g. Aktivitas tubuh seperti inkontinensia, muntah, salivasi dan perdarahan dari mulut.

h. Masalah yang dialami setelah serangan paralisis, kelemahan, baal atau semutan, disfagia,

disfasia cedera komplikasi, periode post iktal atau lupa terhadap semua pristiwa yang baru saja

terjadi.

i. Faktor pencetus seperti stress emosional dan fisik.

4. Data Bio-psiko-sosial-spiritual

Data yang sudah dikaji sebelumnya dengan menggunakan berbagai metode yang valid

selanjutnya dikelompokkan secara umum menjadi data subyektif dan obyektif.


a. Data Subyektif : adanya keluhan tentang faktor pencetus, prodormal(pusing, lemas, ngantuk,

halusinasi dll). Merasakan adanya seperti tersambar petir (fase aural), mengeluh adanya

gangguan proses pikir, waham, badan nyeri, letih dan bingung. Klien merasa malu, tidak

berguna, rendah diri dan takut.

b. Data Obyektif : adanya gerakan tonik, klonik, tonik-klonik, hilang kesadaran sesaat, hilang

kesadaran beberapa lama, bibir berbusa, sering diam beberapa saat bila sedang diajak bicara,

gerakan ekstrimitas terkedut bilateral, pasien terjatuh, kontraksi involunter unilateral, kejang

biasanya mulai dari tempat yang sama setiap serangan, agresif, pupil mengalami perubahan

ukuran selama serangan, inkontinensia, perdarahan dari mulut, penurunan respon terhadap

lingkungan, kejang terjadi beberapa detik hingga beberapa menit. Gambaran EEG berupa

gelombang spike, spike and slow wave, poly spike and wave, 3 Hz spike and wave. MRI / CT

SCAN bisa tampak adanya massa di lobus otak.Perubahan yang bermakna tidak spesifik pada

tanda-tanda vital. Dapat terjadi perubahan tidak spesifik pada hasil laboratorium (Glukosa

darah, BUN, Elektrolit, Pa O2, Pa CO2 termasuk hasil fungsi lumbal).

5. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Diagnosa Keperawatan

Rencana Keperawatan diawali dengan penyusunan diagnosa keperawatan. Diagnosa

keperawatan yang biasa muncul pada pasien yang mengalami epilepsi adalah

1) Potensial kecelakaan s.d. penurunan kesadaran, kelemahan fisik, gerak otot

tonik klonik.

2) Potensial terjadi sumbatan jalan nafas s.d. obstruksi tracheo bronkhial,

gangguan persepsi dan neuro muskuler.

3) Gangguan konsep diri s.d. stigma sosial, salah persepsi dari lingkungan sosial.

4) Gangguan mekanisme koping s.d. terdiagnose epilepsi dan keterikatan dengan obat.

5) Kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya s.d. kurang

terbuka, mis interpretasi dan kurang interpretasi.


b. Rencana Keperawatan

a. Potensial kecelakaan sehubungandengan penurunan kesadaran,

kelemahan fisik, gerak otot tonik klonik.

b. Potensial terjadi sumbatan jalan nafas sehubungan dengan obstruksi

tracheo bronkhial, gangguan persepsi dan neuro muskuler.

c. Gangguan konsep diri sehubungan dengan stigma sosial, salah persepsi

dari lingkungan sosial.

d. Gangguan mekanisme koping (koping tidak efektif) sehubungan

dengan terdiagnose epilepsi dan keterikatan dengan obat.

e.. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit (epilepsi) dan

pengobatannya sehubungan dengan mis interpretasi dan kurang informasi.

6. Rencana tindakan
NO Diagnosa
Tujuan Implementasi
Dx 1 Serangan dapat 1. Cegah dan kendalikan kejang
1. dikendalikan 2. Hindarkan lingkungan agar aman dari kemungkinan yang
dan komplikasi dapat menimbulkan cedera bagi klien
dapat dihindari 3. Siapkan spatel lidah di dekat klien
4. Hindarkan klien sendirian
5. Usahakan agar tempat tidur klien
serendah mungkin
6. Jangan pernah mengikat klien dengan
Alasan apapun
7. Jangan memasukkan benda apapun kemulut klien
saat terjadi serangan
8. Pasang gudel saat serangan berkurang
9. Miringkan klien pada salah satu sisi
10. Obserpasi adanya tanda-tanda status epileptikus
11. Upayakan agar klien mampu mengenali
faktor pencetus
dan tanda-tanda serangan
12. Lakukan tindakan kolaborasi :
a. Pemberian obat anti konvulsan
b. Siapkan klien untuk EEG, pengambilan bahan lab elektrolit,
cairan cerebro spinal, darah lengkap, BUN, Creatinin,
Glukosa darah, PO2 dan PCO2.
13. Observasi fase-fase kejang
14. Analisa ambulasi klien

Jalan nafas tetap1. Anjurkan agar klien mengosongkan mulut jika fase aura
2 Dx. 2 paten dapat dikenali
2. Buat klien dalam posisi miring pada salah satu sisi untuk
menghindari adanya aspirasi
3. Mengupayakan jalan nafas tetap paten
4. Memberikan oksigen sesuai dengan indikasi
5. Lakukan penghisapan lendir dengan cara yang benar
6. Siapkan klien untuk pemasangan intubasi dan ambu bag.
7. Selalu ingatkan untuk menjaga kebersihan mulut
Untuk mencegah aspirasi

Mampu 1.Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan


3 Dx. 3 dan menampilkan 2.Ajarkan klien dan keluarga untuk mengidentifikasi beberapa
konsep diri reaksi orang terhadap pasien
4
yang positif 3. Anjurkan dan ingatkan untuk
mengidentifikasikan keberhasila
n yang telah diperoleh
4. Jangan terlalu melakukan proteksi terhadap klien
5.Bantulah klien untuk meluruskan kesan orang lain terhadap
klien dan kesan klien terhadap orang lain
6.Selalu bersikap tenang baik itu pasien, pemberi pelayanan
atau keluarga saat terjadi serangan kejang
7.Anjurkan untuk berkonsultasi dengan spesialis tertentu
seperti psikolog
8.Diskusikan pentingnya untuk berusaha menerima
keterbatasan yang ada.
9.Mampu menyesuaikan pola hidup sesuai dengan keadaan
klien

Mampu 1.Menjelaskan kembali proses penyakit serta prognosanya.


4 Dx. 5 menjelaskan 2.Menjelaskan kembali tentang pentingnya obat serta
mengenai mengobservasi efek dari obat tersebut.
proses peny., 3.Buatkan petunjuk yang jelas dalam pemberian obat, dan
prognosa, selalu diingatkan bahwa dosis terapeutik saat ini dapat
kemungkinan berubah suatu saat.
komplikasi dan 4.Diskusikan efek samping dari obat.
keterbatasan diri 5.Anjurkan agar klien membawa tanda khusus.
yang dimiliki 6.Jelaskan pentingnya follow up.
dan
melaksanakan
program
pengobatan
serta follow up
secara tepat dan
teratur

7. Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses keperawatan. Evaluasi dilakukan untuk

mengetahui tingkat keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Disamping itu evaluasi dapat

dijadikan sebagai bahan pengkajian untuk proses berikutnya.

Pada kasus epilepsi evaluasi dilakukan atas tindakan yang dilakukan sesuai dengan

diagnosa dan tujuan yang sudah ditetapkan.

1. Frekuensi dan faktor pencetus serangan dapat diidentifikasi, lingkungan aman, klien tahu

berperilaku untuk mencegah trauma jika muncul serangan, keluarga tidak meninggalkan klien

sendiri terutama saat faktor pencetus paparannya meningkat.

2. Klien dapat mengambil posisi yang stabil, tidak menelan sesuatu, jika fase aura mulai muncul,

kebutuhan O2 klien dapat terpenuhi terutama pada saat serangan.

3. Klien mampu menampakkan kesan diri yang positif, keluarga aktif memberikan dukungan

dukungan kepada klien.

4. Klien mampu menjelaskan tentang penyakit, penanganan, prognose, serta waktu pengobatan.

Klien mengerti dan mau melakukan follow up secara teratur. Klien dapat menyesuaikan pola

hidupnya sesuai dengan keadaannya

DAFTAR PUSTAKA

Dongoes M. E. et all, 1989, Nursing Care Plans, Guidelines for Planning Patient Care, Second Ed, F. A.
Davis, Philadelpia.

Harsono (ED), 1996, Kapita Selekta Neurologi , Second Ed, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudac. M. C. R and Gallo B. M, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik(Terjemahan), Edisi VI,
EGC, Jakarta Indonesia.

Kariasa Made, 1997, Asuhan Keperawatan Klien Epilepsi, FIK-UI, Jakarta.


Luckman and Sorensen S, 1993, Medikal Surgical Nursing Psychology Approach, Fourt Ed, Philadelpia
London.

Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease Process, Second Ed, St
Louis, New York.
Epilepsi timbul ketika adanya gangguan koneksi antara sel-sel saraf di otak ( seperti gangguan
dalam kabel dari rangkaian listrik yang kompleks) , ketika terjadinya ketidak seimbangan kimia alami
atau neurotransmitter antara sel-sel saraf, atau ketika ada perubahan dalam membran sel saraf,
termasuk protein yang disebut saluran ion yang mengubah sensitivitas normal mereka, pada kondisi
tersebut timbul reaksi kejang.

Epilepsi dapat diderita oleh anak-anak hingga dewasa. Kejang adalah gangguan sementara dalam
fungsi otak, di mana terjadi kelainan kinerja pada sel saraf atau kelebihan beban sinyal pada otak
sehingga menghasilkan impuls listrik yang bekerja pada sel-sel saraf lainnya, seperti : otot, atau
kelenjar untuk menciptakan kesadaran, pikiran, sensasi, tindakan, dan pengendalian fungsi tubuh
internal. Selama kejang, gangguan aktivitas sel saraf menghasilkan gejala yang bervariasi
tergantung pada bagian mana ( dan berapa banyak) dari otak dipengaruhi. Kejang dapat
menghasilkan perubahan dalam kesadaran atau sensasi, gerakan tak terkendali, atau perubahan
lain dalam perilaku. Biasanya, kejang berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit.

Berikut ini beberapa kondisi umum orang yang mengalami serangan epilepsy atau kejang yaitu :
kehilangan kesadaran, terjadi kekakuan otot dan tersentak hal ini berlangsung hingga beberapa
menit, muntah, mengeluarkan air liur, mungkin menangis, jatuh ke tanah, kebingungan dan
kelelahan sesudahnya.

Penyebab epilepsi secara umum adalah:


1. Kekurangan oksigen ( misalnya, saat melahirkan).
2. Infeksi otak ( misalnya, meningitis, ensefalitis, cysticercosis, atau abses otak) .
3. Cedera otak traumatik atau cedera kepala.
4. Stroke ( yang dihasilkan dari blok atau pecahnya pembuluh darah di otak) .
5. Penyakit neurologis lainnya ( misalnya, penyakit Alzheimer) .
6. Tumor otak.
7. kadar abnormal zat-zat dalam tubuh seperti natrium atau gula darah.
8. Kelainan genetik tertentu.

Pemicu terjadinya serangan epilepsy sangat kompleks dan tergantung pada sensitifitas serta kondisi
pasien, berikut pemicu secara umum:

1. tidak meminum obat sesuai jadwal dan dosis yang ditetapkan


2. saat emosi atau stress
3. terpapar cahaya
4. kadar gula darah tidak normal
5. meminum alkohol
6. kokain atau penggunaan narkoba lainnya, seperti ekstasi
7. kurang tidur
8. kurang makan
9. obat lain yang mengganggu kerja obat epilepsy, dll

Tes lab bagi pasien epilepsy meliputi :


electroencephalogram ( EEG) dan scan otak seperti computed tomography ( CT-Scan) atau
magnetic resonance imaging ( MRI) .
Diagnosa dan Keputusan tindakan medis epilepsi didasarkan pada hasil tes laboratorium ini.

Penangangan pasien secara medis :


1. Obat anti epilepsy ( OAE) .
Dalam penentuan jenis obat dan dosis ditentukan pada beberapa factor yang disesuaikan dengan
kondisi individu pasien seperti jenis epilepsi, frekuensi dan keparahan dari kejang, usia, dan kondisi
kesehatan yang terkait.
Setelah memulai pengobatan, pemantauan ketat diperlukan untuk sementara untuk menilai
efektivitas obat serta efek samping yang mungkin timbul. Pada awal pengobatan, penyesuaian dosis
seringkali diperlukan. Kadang-kadang, karena kejang lanjutan atau efek samping yang signifikan,
perlu untuk mengubah obat yang berbeda. Selama sekitar dua-pertiga dari orang-orang dengan
epilepsi yang menerima pengobatan yang optimal, obat yang berhasil sepenuhnya mengendalikan
kejang. Untuk sisanya, meskipun obat dapat memiliki manfaat parsial, beberapa kejang terus terjadi
dan untuk beberapa orang, pilihan pengobatan lain dapat dipertimbangkan.

Tindakan Bedah/ Operasi.


Pada kondisi epilepsi tertentu, terutama ketika telah ditemukan posisi penyebab dari kejang yang
konsisten pada jaringan otak tersebut fokus kejang , operasi untuk mengangkat fokus mungkin
efektif dalam menghentikan kejang masa depan atau membuat mereka lebih mudah untuk kontrol
dengan obat-obatan. Operasi epilepsi yang paling sering dilakukan ketika fokus kejang terletak di
lobus temporal otak.

Aspek kritis yang membahayakan bagi pasien epilepsy :


Terkadang epilepsi dapat menyebabkan penyakit lain yang lebih serius seperti stroke atau tumor
yang membawa peningkatan risiko kematian.

Penderita yang mengalami jenis epilepsi yang mengalami kejang secara terus menerus dapat
mengalami cedera seperti jatuh, tenggelam atau melukai kepala mereka yang kadang-kadang dapat
mengancam jiwa si penderita atau juga oranglain.
Kejang dengan waktu yang lama atau kejang dalam wangktu singkat ( status epileptikus) yang juga
dapat mengancam jiwa. Status epileptikus kadang-kadang dapat terjadi diakibatkan oleh obat kejang
dihentikan secara tiba-tiba.

Jarang sekali terjadi penderita epilepsi dapat mengalami kematian mendadak. hal tersebut dapat
terjadi karena gangguan irama jantung selama kejang.

Terapi Holistik dalam pengobatan Epilepsy

Abu Albani Centre, sebagai pusat pengobatan yang memadukan metode pengobatan yaitu
Kedokteran Barat, Kedokteran Timur dan Thibbun nabawi sejak tahun 2004 berpengalaman dalam
menangani penyakit yang disebabkan oleh kelainan system syaraf otak seperti Autis, OCD, ADHD,
Kejiwaan/ Skizofrenia, epilepsy dan lainnya.

Dengan metode terapi secara holistic dan diagnosa-analisa yang tepat, Dengan Izin Allah kami telah
berhasil membantu proses kesembuhan pasien khususnya penyakit epilepsy dengan metode yang
akan kami bahas dibawah ini.
Tindakan terapi holistic-sistematik merupakan sebuah tindakan terapi yang terstruktur dalam
penanganan pasien Epilepsi, khususnya ketika tindakan terapi yang terfokus pada perbaikan fungsi
jaringan-syaraf otak, hal ini membutuhkan ketelitian dan kecermatan tingkat tinggi dalam setiap
penentuan tindakan terapi.

Fokus tindakan terapi holistic


1. Perbaikan syaraf otak.
2. Meningkatkan Imunitas
3. Memperbaiki Metabolisme Tubuh
4. Memperbaiki fungsi organ tubuh
5. Membentuk mental dan psikologi

Tindakan terapi holistic-sistematis

Abu Albani Centre dalam penanganan epilepsy memadukan pengobatan medis dan holistic, oleh
karena itu dalam penangan terapi ini pasien tetap mengkonsumsi obat Obat anti epilepsy ( OAE)
yang diawasi secara ketat oleh tim medis, kemudian didampingi dengan terapi-terapi yang
menunjang dalam proses penyembuhan penyakitnya seperti sebagai berikut

1. Akupunktur bermanfaat dalam menstimulasi-memperbaiki saraf Otak melalui titik meridian otak,
berfungsi sebagai anestesi alami, membantu relasasi saraf otak, membangun metabolism dan
perbaikan fungsi organ tubuh
2. Bekam atau hijamah-atau cupping blood berfungsi mengeluarkan sel darah yang rusak atau
mengeluarkan toksin yang mungkin ada dalam darah, mencegah penggumpalan darah,
memperbaiki organ tubuh dan bekam pada titik kepala dapat memperbaiki fungsi jaringan syaraf
otak.
3. Herbalogi adalah terapi herbal terstandar, herbal ini bermanfaat dalam pendampingan-
penyembuhan dengan fokus efektifitas herbal : herbal memperbaiki dan nutrisi untuk saraf otak
4. Ruqyah syariah atau Qur an Healing adalah metode terapi mendengarkan Ayat suci Al Qur an
yang berfungsi stimulasi otak secara simultan, secara medis dapat dibuktikan bahwa Ruqyah dapat
merangsang jaringan syaraf diseluruh tubuh hingga ke otak dan juga Ruqyah juga dapat membantu
pasien dalam memperkuat mental dan psikologisnya, sehingga pasien menjadi dpat mudah
mengontrol emosinya.
Tindakan terapi setiap pasien epilepsy berbeda hal ini tergantung banyak faktor seperti usia, type
epilepsy, ciri khas serangan dan lain-lain.

Secara spesifik kami telah menyusun program terapi menjadi 3 kategori.


1. Epilepsy Kronis, di Klinik kami menyediakan paket terapi Epilepsi, untuk diagnose-analisa tipikal
epilepsinya, pencegahan serangan kejang berulang yang berpotensi membahayakan jiwa,
memperkuat stamina dll.
2. Epilepsy menengah, focus terapi pada mengurangi-pencegahan serangan epilepsy dan
dianjurkan melakukan terapi 2-3 kali setiap minggunya.
3. Epilepsy ringan, pasien yang mengalami serangan epilepsy ringan seperti intensitas atau durasi/
jarang sekali terjadi. Dapat perbaikan syaraf otak dengan melakukan tindakan terapi min 1-2 kali
perminggunya.

Dalam proses penanganan terapi epilepsy selain sangat bergantung pada tindakan terapi yang tepat
dan sistematis, tetapi dibutuhkan terapi yang simultan dan berkelanjutan secara medis tindakan
pengobatan epilepsy membutuhkan waktu pada fase awal 6 bulan dan berkelanjutan hingga 2
tahun, tetapi tentu berbeda jika tindakannya dikombinasikan dengan terapi holistic-sistematis,
beberapa pasien yang kami tangani umumnya mengalami peningkatan yang signifikan pada fase
awal pengobatan. tetapi bagaimanapun tindakan terapi yang dilakukan semua tidak mungkin
berhasil tanpa support penuh dari keluarga.

Pastikan keluarga ada ditangani oleh ahlinya.


Latar Belakang
Kata epilepsi berasal dari bahasa Yunani Epilembanmein yang berarti serangan.
Masyarakat percaya bahasa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan juga dipercaya bahwa epilepsi
merupakan penyakit yang bersifat suci. Hal ini merupakan latar belakang adanya mitos dan rasa
taku terhadap epilepsi. Mitos tersebut mewarnai sikap masyarakat dan menyulitkan upaya
penanganan penderita epilepsi dalam kehidpuan normal. Epilepsi sebetulnya sudah dikenal
sekitar tahun 2000 sebelum Masehi. Hipokrates adalah orang pertama yang mengenal epilepsi
sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh
adanya gangguan di otak. Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada seiap
orang di seluruh dunia.
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya
bangkitan yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Penelitian epidemiologis tentang
epilepsi di indonesia belum pernah dilakukan, karena itu tidak dapat dipastikan berapa jumlah
penderita yang ada di indonesia. Dari penelitian di Roecheter, Minnesota, amerika serikat pada
tahun 1965, didapatkan bahwa prevalensi epilepsi adalah 5,7 per 1000 penduduk.
Epilepsi merupakan masalah penting baik di pandang dari sudut ilmu kedokteran ataupun
sosial. Di indonesia epilepsi juga sudah lama dikenal oleh masyarakat dengan nama ayan,
sawan, celeng, solpot, Epilepsi juga dikenali sebagai sawan babi, cho chin dalam
bahasa Mandarin ataupun kaka valipu dalam bahasa Tamil. Namun penanggulangannya masih
belum memuaskan. Salah satu penyebabnya ialah bahwa pengetahuan tentang epilepsi dan
pengobatannya masih kurang. Masyarakat menganggap epilepsi sebagai akibat kekuatan gaib,
kutukan atau kesurupan, sehingga banyak dari penderita epilepsi tidak mendapat perhatian
selayaknya dan tidak di bawa ke dokter. Oleh karena itu kami sebagai Mahasiswa keperawatan
tertarik untuk membahas tentang kasus epilepsi ini

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Epilepsi
A. Konsep Dasar Medis
1. Apa pengertian dari epilepsi?
2. Anatomi dan fisiologi sistem neurologi?
3. Apa etiologi dari epilepsi?
4. Bagaimana patofisiologi dari epilepsi?
5. Bagaimana manifestasi epilepsi?
6. Apa komplikasi dari epilepsi?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari epilepi?
8. Bagaimana tes diagnostik dari epilepi?
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Bagaimana pengkajian dari epilepsi?
2. Bagaimana diagnosa keperawatan dari epilepsi?
3. Bagaimana rencana keperawatan dari epilepsi?
4. Bagaimana evaluasi dari epilepsi?

1.3 Tujuan
Tujuan umum dalam makalah ini:
Untuk mengetahui secara umum mengenaik kelainan pada sistem neurologi
Tujuan khusus dalam makalah ini:
1. Gastritis
A. Konsep Dasar Medis
1. Untuk mengetahui pengertian dari epilepsi
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem neurologi
3. Untuk mengetahui etiologi dari epilepsi
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari epilepsi
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari epilepsi
6. Untuk mengetahui komplikasi dari epilepsi
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari epilepsi
8. Untuk mengetahui tes diagnostik dari epilepsi
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Untuk mengetahui pengkajian dari epilepsi
2. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan dari epilepsi
3. Untuk mengetahui rencana keperawatan dari epilepsi
4. Untuk mengetahui evaluasi dari epilepsi

1.4 Metode
Metode penulisan makalah ini adalah study pustaka dari berbagai sumber. Sistematika
penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab. Bab pertama berisikan pendahuluan yaitu latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab kedua berisikan tentang
landasan teori yang berisikan tentang anatomi sistem neurologi, pengertian, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala dan penatalaksaan epilepsi. Bab terakhir adalah penutup yang
berisikan tentang simpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Medis

A. DEFINISI

Epilepsi adalah setiap kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak sementara
yang bersifat paroksimal yang dimanifestasikan berupa gangguan atau penurunan kesadaran
yang episodic, fenomena motoric yang abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan system
otonom ; gejala-gejalanya disebabkan oleh aktivitas listrik otak (Kumala et al, 1998).
Epilepsi merupakan gangguan serebral kronik dengan berbagai macam etiologi yang
ditandai oleh timbulnya serangan paroksimal yang berkala akibat lepas muatan listrik neuron-
neuron serebral secara berlebihan.
Epilepsi adalah gejala kompleks dan banyak gangguan fungsi otak berat yang
dikarakteristikkan oleh kejang yang berulang. ( Smeltzer, 2002 ; 2003 )
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala gejala yang datang
dalam serangan berulang yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel otak yang
bersifat reverseble dengan berbagai etiologi. ( Mansjoer, 2000 : 27 )
Epilepsi adalah kelainan kejang akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel
saraf kontek serebral yang ditandai dengan serangan tiba tiba terjadi gangguan kesadaran
ringan, aktivitas motorik, gangguan fenomena sensori. ( Dengoes, 2000 : 259 )

B. ANATOMI DAN FISISOLOGI


Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersabungan serta terdiri dari
jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf , lingkungan internal dan eksternal diatur degan
kemampuan khusus seperti iritabilitas, sensitivitas terhadap stimulus dan konduktivitas, atau
kemampuan untuk menstransmisi suatu respon terhadap stimulus.

1. Jaringan Saraf
Neuron merupakan jaringan dasar sistem saraf. Betuk yang paling besar adalah badan sel.
Sel-sel saraf membentuk badan abu-abu (grey matter) otak dan medula spinalis.
a. Dendrit merupakan percabangan pendek tempat impuls saraf masuk ke dalam sel.
b. Akson (silindris aksis) merupakan serat tunggal tempat impuls keluar dari sel.
c. Neuron multipolar merupakan neuron yang memiliki banyak cabang, muncul dari badan sel.
d. Neuron unipolar merupakan neuron yang memiliki satu tonjolan dn bercabang menjadi dua, satu
menuju ke sistem saraf pusat dan yang lain menghantarkan impuls dari organ ke sel.
e. Neuron bipolar memiliki dua tonjolan di setiap ujung sel, salah satunya ialah dendrit yang
membawa impuls ke sel dan akson membawa impuls dari sel.
Akson dan beberapa dendrit dikelilingi oleh lapisan lemak tipis yang tersusun atas mielin
yang terdapat didalam lapisan luar jaringan penyambung yang disebut neurilema. Lapisan mielin
tertekan pada bagisan interval dan disini neurilema masuk ke dalam serabut saraf. Bagian yang
menyempit disebut nodus ranvier. Lapisan mielin berfungsi melindungi serabut saraf dari
tekanan dan cedera.
Sinaps merupakan titik pertemuan satu neuron dengan neuron berikutnya. Fibril yang
membentuk akson mempunyai ujung tipis dan melebar, memungkinkan hantaran impuls saraf
pada satu arah saja.
Impuls saraf juga di hantarkan hanya dalam satu arah kedalam neuron melalui badan sel atau
dendrit keluar melalui akson. Pada sinaps, ada jarak pendek yang memungkinkan pesan kimia
dilepaskan untuk mengisi celah diantara pertemun dua neuron sehingga impuls dapat melewati
neuron berikutnya.
2. Potensial Aksi
Pada distribusi elektrolit menembus membran sel terdapat perbedaan potensial antar
membran. Perbedaan ini sekitar70mV. Sel saraf dan otot mengalami potensial aksi untuk
mmbangkitkan dan menghantarkan impuls listrik.
Saat potensial aksi bangkit pada suatu sel saraf, melalui datangnya impuls listrik dari sel lain,
ion Na+ masuk ke dalam sel dan membalik perbedaan potensial melewati membran ke potensial
yang sedikit positif, poses tersebut disebut depolarisasi. Setelah depolarisasi pada tingkatan
tertentu, dengan masuknya ion Na+ ke dalam sel, yang disebut ambang potensial, potensial aksi
dibangkitkan secara penuh, ukuran potensial aksi berbeda-beda di antara sel-sel saraf dan luas
stimulasi pada sel saraf tergantung pada jumlah sel saraf yang tertimulasi. Selanjutnya, sel saraf
menampilkan potensial aksi pada periode fefratori, sekitar 0,5 milidetik.
3. Sistem Saraf Pusat
Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari
semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium).
Otak dibagi menjadi 3 bagian, diantaranya :
1) Otak Besar ( cerebrum )
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Yaitu Berpikir,
berbicara, melihat, bergerak, mengingat, dan mendengar termasuk kegitan tubuh yang disadari.
Otak besar dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan belahan kiri. Masing-masing
belahan pada otak tersebut disebut hemister. Otak besar belahan kanan mengatur dan
mengendalikan kegiatan tubuh sebelah kiri, sedangkan otak belahan kiri mengatur dan
mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan.
2) Otak tengah ( Mesensefalon )
Otak tengah merupakan pebghubung antara otak depan dan otak belakang, bagian otak
tengah yang berkembang adalah lobus optikus yang berfungsi sebagai pusat refleksi pupil mata,
pengatur gerak bola mata, dan refleksi akomodasi mata.
3) Otak kecil ( cerebellum )
Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di bawah otak besar. Otak
kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan luar berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna
putih. Otak kecil dibagi menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri dan belahan kanan yang
dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tubuh
dan mengkoordinasikan kerja otot ketika seseorang akan melakukan kegiatan. Dan pusat
keseimbangan tubuh.
Jaringan otak dilapisi oleh 3 lapisan diantaranya adalah lapisan duramater, araknoid, dan
piamater.
Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang bersifat liat, tebal, tidak elastis,
berupa serabut dan berwarna abu-abu.
Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna putih karena tidak dialiri darah,
terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan serebrospinal (CSS) terdapat villi yang
mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat trauma, aneurisma, stroke).
Piamater : Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas
ke setiap lapisan otak.

Otak dibagi menjadi 4 lobus diantaranya adalah;


a. Lobus frontalis
Merupakan area motorik yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan volunter.
b. Lobus Parietalis
Mempunyai peranan utama pada kegiatan memproses dan mengintergrasi informasi sensorik
yang lebih tinggi tingkatnya. Selain itu, lobus parietalis bekerja sebagai area asosiasi sekunder
untuk mengintepretasikan rangsangan yang dating.
c. Lobus oksipitalis
Mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari
sensasi warna.
d. Lobus temporalis
Merupakan area sensorik reseptif untuk impuls pendengaran. Korteks pendengaran primer
berfungsi sebagai penerima suara. Korteks asosiasi pendengaran penting untuk memahami
bahasa ucap, dan lesi daerah ini (terutama pada sisi dominan) dapat mengakibatkan penurunan
hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa serta sulit mengulang kata-kata.
Aktivitas Listrik Otak
Aktivitas yang bersamaan dari jutaan sel otak menyebabkan keluaran listrik yang dapat di
catat dengen electro encefalografi (EEG). Irama alfa adalah pola norml dari gelombang kecil
yang agak tidak teratur terjadi pada kecepatan 8-13 detik. Hal ini terjadi pada masa kanak-kanak
dan menetap secara konstan untuk setiap individu. Kedua hempifer serebral menghasilkan
gelombang yang sama.
Gerak Refleks
Gerak refleks ialah hasil stimulasi sel motorik oleh stimulus yang dibawa oleh neuron aferen dari
jaringan. Dengan demikian, stimulus yang datang, selain menghasilkan sensasi, juga
menimbulkan gerakan. Sensasi di dapat bila stimulus sampai di pusat sensori otak. Di lain pihak,
korda dan otak akan menstimulasi sel-sel motorik untuk bereaksi gerak refleks. Setiap saat
stimulus sensori menuju ke medula dan otak dari jaringan. Apabila stimulus menstimulasi sel-sel
motorik, maka timbul gerak refleks, misalnya: bila kita menyentuh sesuatu yang panas, maka
dengan cepat kita akan menarik tangan kita, ketukan di lutut akan menimbulkan kontraksi otot
kuadrisep dan mempproduksi knee jerk. Stimulus sensori dibawa ke dalam medula oleh serabut
sensori, di transmisi oleh serabut penghubung ke sel-sel motorik pada kornu anterior dan di
hantarkan keluar oleh serabut ke otot.
Gerakan yang mula-mula volunter menjadi refleks sensasi, misalnya, berdiri merupakan gerakan
volunter yang di lakukan di bawah kehendak. Apabila kita belajar mengatur keseimbangan di
kaki, kita belajar merasakan keseimbangan lewat sensasi kulit telapak kaki kita dan dengan
bantuan otot sendi dan organ keseimbangan, kita dapat berdiri eimbang. Secara umum jari dan
tangan kita dapat merasakan jarum wol, kecuali jika kita mengalami kerusakan. Gerak refleks
muncul dalam tingkatan tertentu sistem saraf.
a. Spinal refleks, isalnya : knee jerk
b. Refleks yang ,uncul di dasar otak, isalnya : batuk, bersin, muntah (serebelum)
c. Refleks yang muncul di otak dan menggunakan aosiasi serat-serat otak.
Neurotransmitter
1. Acetylcholine
Asetilkolin merupakan substansi transmitter yang disintesis diujung presinap dari
koenzim asetil A dan kolin dengan menggunakan enzim kolin asetiltransferase. Kemudian
substansi ini dibawa ke dalam gelembung spesifiknya. Ketika kemudian gelembung melepaskan
asetilkolin ke dalam celah sinap, asetilkolin dengan cepat memecah kembali asetat dan kolin
dengan bantuan enzim kolinesterase, yang berikatan dengan retikulum proteoglikan dan mengisi
ruang celah sinap. Kemudian gelembung mengalami daur ulang dan kolin juga secara aktif
dibawa kembali ke dalam ujung sinap untuk digunakan kembali bagi keperluan sintesis
asetilkolin baru.
Asetilkolin disekresi oleh neuron-neuron yang terdapat di sebagian besar daerah otak,
namun khususnya oleh sel-sel piramid besar korteks motorik, oleh beberapa neuron dalam
ganglia basalis, neuron motorik yang menginervasi otot rangka, neuron preganglion sistem saraf
otonom,, neuron postganglion sistem saraf simpatik,. Pada sebagian besar contoh di atas
asetilkolin memiliki efek eksitasi, namun asetilkolin juga telah diketahui memilik efek inhibisi
pada beberapa ujung saraf parasimpatik perifer, misalnya inhibisi jantung oleh nervus vagus.
2. GABA (-Aminobutyric acid)
-Aminobutyric acid (GABA) adalah neurotransmiter inhibisi utama pada sistem saraf
pusat. GABA berperan penting dalam mengatur exitability neuron melalui sistem saraf. Pada
manusia, GABA juga bertanggung jawab langsung pada pengaturan tonus otot.
GABA dibentuk dari dekarboksilasi glutamat yang dikatalis oleh glutamate
decarboxylase (GAD).GAD umumnya terdapat dalam akhiran saraf. Aktivitas GAD
membutuhkan pyridoxal phosphate (PLP) sebagai kofaktor. PLP dibentuk dari vitamin
B6 (pyridoxine, pyridoxal, and pyridoxamine) dengan bantuan pyridoxal kinase. Pyridoxal kinase
sendiri membutuhkan zinc untuk aktivasi. Kekurangan pyridoxal kinase atau zinc dapat
menyebabkan kejang, seperti pada pasien preeklamsi.Reseptor GABA dibagi dalam dua jenis:
GABAA dan GABAB. Reseptor GABAA membuka saluran florida dan diantagonis oleh
pikrotoksin dan bikukulin, yang keduanya dapat mnimbulkan konvulsi umum.
Reseptor GABAB yang secara selektif dapat diaktifkan oleh obat anti spastik baklofen,
tergabung dalam saluran kalium dalam membran pascasinaps. Pada sebagian besar daerah otak
IPSP terdiri atas komponen lambat dan cepat. Bukti-bukti menunjukkan bahwa GABA adalah
transmiter penghambat yang memperantarai kedua componen tersebut. IPSP cepat dihambat oleh
antagonis GABAA, sedangkan IPSP lambat oleh antagonis GABAB. Penelitian imunohistokimia
menunjukkan bahwa sebagian besar dari saraf sirkuit local mensintesis GABA. Satu kelompok
khusus saraf dari sirkuit local terdapat di tanduk dorsal sumsum tulang belakang juga
menghasilkan GABA. Saraf-saraf ini membentuk sinaps aksoaksonik dengan terminal saraf
sensoris primer dan bekerja untuk inhibisi presinaps.
Pada vertebrata, GABA berperan dalam inhibisi sinaps pada otak melalui pengikatan
terhadap reseptor spesifik transmembran dalammembran plasma pada proses pre dan post sinaps.
Pengikatan ini menyebabkan terbukanya saluran ion sehingga ion klorida yang bermuatan
negatif masuk kedalam sel dan ion kalium yang bermuatan positif keluar dari sel. Akibatnya
terjadi perubahan potensial transmembran, yang biasanya menyebabkan hiperpolarisasi. Reseptor
GABAAmerupakan reseptor inotropik yang merupakan saluran ion itu sendiri, sedangkan
Reseptor GABAB merupakan reseptor metabotropik yang membuka saluran ion melalui perantara
G protein (G protein-coupled reseptor)
Neuron-neuron yang menghasilkanyang menghasilkan GABA disebut neuron
GABAergic. Sel medium spiny merupakan salahsatu contoh sel GABAergic

C. ETIOLOGI

Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :


1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan, obat-
obata tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami inffeksi, minum alcohol, atau
mengalami cedera

2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan

3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak

5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak

6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak

7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat
menyebabkan kejang-kejang yang berulang

8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.

Berdasarkan penyebab epilepi dibagi menjadi dua tipe yaitu epilepsi primer dan epilepsi
sekunder. Epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Epilepsi primer juga disebut
dengan idiopati epilepsi.
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak diketahui penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada
jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan ata ugangguan keseimbangan zat kimia dan sel-sel
saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar
belum diketahui, sering terjadi pada:
a. Trauma lahir Asphyxia neonatorum

b. Cedera kepala, infeksi sisstem saraf

c. Keracunan CO, intoksikasi pbat/alcohol

d. Demam, gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

e. Tumor otak

f. Kelainan pembuluh darah

2. Epilepsi Sekunder

Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak.
Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai
akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala
(termasuk cedera selama ata sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya
hipoglikemi, fenilketouria (FKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksisk (putus alcohol,
uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma. (Price, 2006).

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan Tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi yaitu:

1. Kejang Parsial

Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak atau hemisfer
serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya
masih baik
a) Kejang parsial sederhana

Gejala yang timbul sebagai kejang motoric fokal, fenomena halusianotorik, atau emosional
kompleks. Pada kejang parsial sederhana , kesadaran penderita masih baik.
b) Kejang Parsial kompleks

Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederahan, tetapi yang paling khas
terjadi adalah penurunan kesadaran dan otomatisme

2. Kejang Umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak atau kedua hemisfer
serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran umumnya menurun

a). Kejang Absens


Hilangnya kesadaran sesaat (beberapa detik) dan mendadak disertai amnesia. Serangan
tersebut tanpa disertai peringtan seperti aura atau hasulinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.

b). Kejang Atonik


Hilangnya tonus mendadakdan biasanya total pada otot anggota badan, leher. Durasi
kejang bias sangat singkat atau lebih lama.

c). Kejang Mioklonik


Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat. Kejang yang
terjadi dapat tunggal atau berulang.

d). Kejang Tonik-Klonik


Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengn cepat dan total disertai
kontraksi menetap dan massif diseluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik
berlangsung 10-20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama
fase tonik, tampak jeas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur,
dan peningkatan denyut jantung.

e). Kejang Klonik


Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi kejang yang terjadi
berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.

f). Kejang Tonik


Ditandai dengan kaku kuduk dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami jatuh
akibat hilangnya keseimbangan.

E. PATOFISIOLOGI
Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi
karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar
neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada
membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinaps
dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis
yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang
berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi
membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang,
suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau
menghambat neuron lain.
Patofisiologi utama terjadinya epilepsi meliputi mekanisme yang terlibat
dalam munculnya kejang (iktogenesis), dan juga mekanisme yang terlibat dalam
perubahan otak yang normal menjadi otak yang mudah-kejang
(epileptogenesis).

1. Mekanisme iktogenesis
Hipereksitasi adalah faktor utama terjadinya iktogenesis. Eksitasi yang
berlebihan dapat berasal dari neuron itu sendiri, lingkungan neuron, atau
jaringan neuron.
- Sifat eksitasi dari neuron sendiri dapat timbul akibat adanya perubahan
fungsional dan struktural pada membran postsinaptik; perubahan pada tipe,
jumlah, dan distribusi kanal ion gerbang-voltase dan gerbang-ligan; atau
perubahan biokimiawi pada reseptor yang meningkatkan permeabilitas terhadap
Ca2+, mendukung perkembangan depolarisasi berkepanjangan yang mengawali
kejang.
- Sifat eksitasi yang timbul dari lingkungan neuron dapat berasal dari perubahan
fisiologis dan struktural. Perubahan fisiologis meliputi perubahan konsentrasi
ion, perubahan metabolik, dan kadar neurotransmitter. Perubahan struktural
dapat terjadi pada neuron dan sel glia. Konsentrasi Ca2+ ekstraseluler menurun
sebanyak 85% selama kejang, yang mendahului perubahan pada konsentasi
K2+. Bagaimanapun, kadar Ca2+ lebih cepat kembali normal daripada kadar
K2+.
- Perubahan pada jaringan neuron dapat memudahkan sifat eksitasi di sepanjang
sel granul akson pada girus dentata; kehilangan neuron inhibisi; atau kehilangan
neuron eksitasi yang diperlukan untuk aktivasi neuron inhibisi.
2. Mekanisme epileptogenesis
- Mekanisme nonsinaptik
Perubahan konsentrasi ion terlihat selama hipereksitasi, peningkatan
kadar K2+ ekstrasel atau penurunan kadar Ca2+ ekstrasel. Kegagalan pompa
Na+-K+ akibat hipoksia atau iskemia diketahui menyebabkan epileptogenesis,
dan keikutsertaan angkutan Cl--K+, yang mengatur kadar Cl- intrasel dan aliran
Cl- inhibisi yang diaktivasi oleh GABA, dapat menimbulkan peningkatan eksitasi.
Sifat eksitasi dari ujung sinaps bergantung pada lamanya depolarisasi dan
jumlah neurotransmitter yang dilepaskan. Keselarasan rentetan ujung runcing
abnormal pada cabang akson di sel penggantian talamokortikal memainkan
peran penting pada epileptogenesis.

- Mekanisme sinaptik
Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi melibatkan penurunan inhibisi
GABAergik dan peningkatan eksitasi glutamatergik.
1. GABA
Kadar GABA yang menunjukkan penurunan pada CSS (cairan
serebrospinal) pasien dengan jenis epilepsi tertentu, dan pada potongan
jaringan epileptik dari pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap obat,
memperkirakan bahwa pasien ini mengalami penurunan inhibisi.
2. Glutamat
Rekaman hipokampus dari otak manusia yang sadar menunjukkan
peningkatan kadar glutamat ekstrasel yang terus-menerus selama dan
mendahului kejang. Kadar GABA tetap rendah pada hipokampus yang
epileptogenetik, tapi selama kejang, konsentrasi GABA meningkat, meskipun
pada kebanyakan hipokampus yang non-epileptogenetik. Hal ini mengarah pada
peningkatan toksik di glutamat ekstrasel akibat penurunan inhibisi di daerah
yang epileptogenetik (Eisai, 2012).

F. KLASIFIKASI

Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League Againts Epilepsi


1. Kejang Parsial

Kejang parsial merupakan kejang dengan onset pada satu bagian tubuh dan biasanya disertai
dengan aura. Kejang parsial timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrolit yang terjadi pada
salah satu hemisfer otak atau salah satu bagiann dari hemisfer otak
a) Kejang parsial sederhana tidak disertai penurunan kesadaran

b) Kejang parsial kompleks disertai dengan penurunan kesadaran

2. Kejang Umum

Kejang umum timbul akibat abnomalitas aktivitas eleketrolit neuron yang terjadi pada seluruh
hemisfer otak secara stimultan
a) Absens (Petit Mal)

Ciri khas serangan absens adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak, frekuensi sangat
sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu, dan bibir
b) Mioklonik

Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau terbatas pada
wajah, batang tubuh, suatu atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau
tunggal
c) Klonik

Pada ejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot, dijumpai terutama
sekali pada anak
d) Tonik

Merupakan kontraksi otot yang kaku menyebabkan ekstremitas dalam satu posisi. Biasanya
terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah
menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau
tertutup, konjungtiva tidak sensitive, pupil dilatasi.

e) Tonik Klonik (grand mall)

Merupakan suatu kejang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikiuti oleh gerakan klonik
f) Atonik

Berup kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh
ke depan atau ke lengan jatuh atau menyeluruh sehingga klien terjatuh

G. KOMPLIKASI

Komplikasi pada kejang parsial komplek dan dengan mudah dipicu oleh stress emosional.
Klien mungkin kesulitan kognitif dan epribadian seperti :
1. Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual

2. Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada hippocampus,
anomia (ketidakmampuan untuk mengulang kata atau benda)

3. Kepribadiaan keras : agresif dan defensive

Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi :


1. Aspirasi atau muntah

2. Fraktur veterbra atau dilokasi bahu


3. Luka pada lidah atau pipi karena tergigit

4. Status epileptikus

Status peptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa
kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang
tetai yang paling serung adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin menyababkan
kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mugkin fatal
Komplikasi meliputi :
a. Aspirasi

b. Kardiakaritmia

c. Dehidrasi

d. Fraktur

e. Serangan jantung

f. Trauma kepala dan oral

H. TES DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan darah tepi secara rutin

b. Pemeriksaan lain sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit

c. Pemeriksaan CSS (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, berdarah,
xantokrom, jumlah sel, kadar protein, gula, NaCl

2. Pemeriksaan Elektroensedalogram (EEG)

Pemeriksaan EEG berguna untuk membantu menegakan diagnosis epilepsi. EEg sering dijumpai
pada penderita epiepsi berbentuk epileptiform.
a. Dapat menetukan focus serta jenis epilepsi, apakah folk, multifocal, kortikal, subkortikal,
misalnya petit mal mempunyai gambaran 3 cps spike dan wave dan spasme infantile mempunyai
gambaran hipasritmia

b. Pemeriksaan dilakukan secara berkala

3. Pemeriksaan Radiologis
Hasil foto tengkorak memperlihatkan :
a. Tulang tengkorak simetri

b. Destuksi tullang

c. Kalsifikasi intrakranium yang abnormal (disebabkan oleh tumor, hematoma


menahun, tuberous sclerosis, toksoplasmosis, anomaly vascular, hemagioma), tanda
peninggian intracranial : pelebaran sustura, erosi, selatursika

4. Pemerikasaan psikologis dan psikiatri

a. Pada umumnya penderita epilepsi menderita retardasi mental atau tingkat kecerdasan rendah,
gangguan tingkah laku, gangguan emosi, hiperaktif

b. Penderita epilepsi perlu mendapat perhatian dan melibatkan orang tua dalam perawatannya serta
melibatkan psikiater dan psikolog

I. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Penatalaksaan medis lien epilepssi meliputi pemberian terapi :


a) Carbazepine (Tegretol), kntra indikasi jika ada glukoma, penyakit jantung, hati dan ginjal

b) Clonazepam (Klonopin), kontra indikasi jika ada glukoma, perlu memonitor hitung darah
lengap

c) Diazepam (Valium) diberikan untuk menghentikan aktifitas motorik yang dikaitkan dengan
status epileptikus, jika diberikan secara IV, perawat perlu memonitor adanya respiratori distress

d) Ethosuximide (Zarotin), konntraindikasi jika ada penyakit ginjal/hati: monitor hitung darah
lengkap dan pemeriksaan fungsi hati

e) Phenobarbital (Luminal) menurunkan absorpsi warfarin dan metabolisme digoxin

f) Phenytoin (Dilatin) digunakan untuk mengontrol kejang. Peraat perlu memonitor hitung sel
darah dan kadar kalsium

g) Promidone (Myidone)

h) Valporic acid (Depakene) meningkatkan kadar serum Phenobarbital dan perubahan serum
phenytoin, monitor hitung sel darah

2. Non Medikamentosa
a) Tirah baring

b) Diet rendah kalori dan tinggi protein

3. Terapi Pembedahan

a) Lobektomi temporal

b) Eksisi korteks ekstratemporal

c) Hemisferektomi

d) Callostomi

3.2 Konsep Dasar Keperawatan


A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan lain-lain.


2. status kesehatan

a. status kesehatan saat ini

b. Status kesehatan masa lalu

3. Penyakit keluarga

4. Pemerisaan Fisik :

a. Keadaan umum

b. Tingkat Kesadaran

c. Tanda tanda vital

1. Sistem Kardiovaskular

Iktal : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis.

Posiktal : tanda vital normal atau deperesi dengan penurunan nadi dan pernapasan.

2. Sistem Perkemihan
inkontinensia episodic.

Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.

Posiktal : Otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia ( baik urine/fekal ).

3. Sistem Neurologi

a) Pengkajian fungsi kognitif


Mengkaji fungsi memori dan kemampuan kalkuasi klien dengan mengajukan tiga
pertanyaan orientasi mengenai orang, tempat, dan waktu utnuk mengobservasi perubahan
neurologis.
b) Pengkajian tingkat keterjagaan:
Kesadaran kualitatif. kesadaran kuantitatif (GCS) yang meliputi eye, verbal dan motoric,
serta kaji kemampuan koordinasi klien.
c) Pengkajian Nervus Cranial :

1) N I ( Olfaktoruis) : Penurunan daya penciuman.


2) N II (Optikus) : terjadi penurunan kesadaran saat post iktal
3) N III (Okulomotoris) :Penurunan lapang pandang, perubahan ukuran pupil
4) N IV ( Trochlearis) : bola mata tidak dapat mengikuti perintah bergerak ke atas bawah.
5) N V (Trigeminus) : Gangguan mengunyah
6) N VI (abducens) : bola mata tidak dapat mengikuti perintah bergerak ke kiri dan kanan.
7) N VII (Fasialis) : lemahnya otot-otot disekitar mata untuk menutu kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah.
8) N VIII (Vestibularis) : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
9) N IX (Glosofaringeus) : jarang ditemukan.
10) N X (Vagus) : sulit menelan saat kejang.
11) N XI (Assesorius) : kelemahan otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezieus
saat iktal dan post iktal.
12) N XII (Hipoglosus) : kelemahan untuk menggerakkan lidah.

Posiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese/paralisis.

Tanda : karakteristik kejang: Fase prodormal : adanya perubahan pada reaksi emosi atau respons
afektif yang tidak menentu yang mengarah pada fae aura dalam beberapa kasus dan berakhir
beberapa menit sampai beberapa jam.

a. Kejang umum :
Tonik-tonik ( grand mal ): kekakuan dan postur menjejak, mengerang, penurunan kesadaran,
pupil dilatasi, inkontinensia urine/fekal, pernapasan stridor ( ngorok ), saliva keluar secara
berlebihan, dan mungkin juga lidahnya tergigit.

Absen ( petit mal ) : periode gangguan kesdaran dan atau melamun ( tak sadar lingkungan ) yang
diawali pandangan mata menerawang sekitar 5-30 detik saja, yang dapat terjadi 100 kali setiap
harinya, terjadinya kejang pada motorik minor mungkin bersifat akinetik hilang gerakan ),
mioklonik( kontraksi otot secara berulang ), atau atonik ( hilangnya tonus otot ).

b. Posiktal : amnesia terhadap peristiwa kejang, tidak bingung, dapat melakukan kembali
aktivitas.

c. Kejang parsial ( kompleks ) :

Lobus psikomotor/ temporal : pasien umumnya tetap sadar, dengan reaksi seperti bermimpi,
melamun, berjalan-jalan, peka rangsang, halusinasi, bermusuhan atau takut. Dapat
menunjukangejala motorik involunter ( seperti merasakan bibir ) dan tingkah laku yang tampak
bertujuan tetapi tidak sesuai ( involunter/ automatisme ) dan termasuk kerusakan penyesuaian,
dan pada pekerjaan, kegiatan bersifat antisosial.

d. Postikal : hilangnya memori terhadap peristiwa yang terjadi, kekacauan mental ringan sampai
sedang.

e. Kejang parsial ( sederhana ) : Jacksonian/ motorik fokal ; sering didahului oleh aura, sekitar
2-15 menit. Tidak ada Konvulsif dan terjadi gangguan sementara pada bagian tertentu yang
dikendalikan oleh bagian otak yang terkena ( seperti lobus frontal (disfungsi motorik); parietal
( terasa baal, kesemutan ), lobus oksipital ( cahaya terang, sinar lampu ), lobus posterotemporal
( kesulitan dalam berbicara ). Konvulsi ( kejang ) dapat mengenai seluruh tubuh atau bagian
tubuh yang mengalami gangguan yang terus berkembang. Jika dilakukan restrein selama kejang,
pasien mungkin akan melawan dan memperlihatkan tingkah laku yang tidak kooperatif,

f. Status epileptikus : Aktivitas kejang yang terjadi terus-menerus dengan spontan atau
berhubungan dengan gejala putus antikonvulsan tiba-tiba dan fenomena metabolic lain. Catatan :
jika hilangnya kejang mengikuti pola tertentu, masalah dapat menghilang tidak terdeteksi selama
periode waktu tertentu, sehingga pasien tidak kehilangan kesadarannya.

4. Sistem Pernapasan

Gejala : fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun/ cepat: peningkatan sekresi
mucus. Fase posiktal : apnea.
5. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan tonus/kekuatan otot. Gerakan involunter otot ataupun sekelompok otot.
6. Sistem Gastrointestinal
Mual/muntah, disfagia

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Cedera berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang epilepsi, dan saat
penanganan saat kejang dan penurunan tingkat kesadaran
2. Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
3. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia
4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress akibat epilepsi
5. Resiko trauma yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama
kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri

C. Intervensi Keperawatan
Resiko Cedera berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang
epilepsi, dan saat penanganan saat kejang dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang
disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria : klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari
stimulus kejang, melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan intensitas kejang
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji tingkat pengetahuan klien dan Mendapatkan data dasar untuk
keluarga dan cara penanganan saat tindakan selanjutnya
kejang
Ajarkan klien dan keluarga tentang Orang tua dengan anak yang pernah
metode mengontrol demam mengalami kejang demam harus
diinstruksikan tentang metode untuk
engontrol demam (kompres dingin, obat
antipiretik
Anjurkan untuk kontrol pasca cedera Cedera kepala merupakan salah satu
kepala penyebab utama yang dapat dicegah.
Melalui program yang memberikan
keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak
hanya dapat hidup aman tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi
akibat cedera kepala
Anjurkan keluarga untuk Melindungi klien cedera akibat kejang
mempersiapkan lingkungan yang aman
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suksion selalu
berada di dekat klien
anjurkan untuk mempertahankan tirah mengurangi resiko jatuh cedera jika
baring total selama fase akut vertigo,sinkope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi pemberian terapi Terapi medikasi untuk menurunkan
respon kejang berulang

Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan


Tujuan : setelah diberikan perawatan selama 1 x 24 jam passien tidak mengalami
gangguan pola napas
Kriteria hasil :
a. RR dalam batas normal sesuai usia
b. nadi dalam batas normal sesuai usia
c. wajah tampak relaks
d. tidak terlihat adanya otot bantu pernapasan
INTERVENSI RASIONALISASI
Tanggalkan pakaian pada daerah leher, Memfasilitasi usaha bernapas / ekspansi
dada, dan abdomen dada
Masukan spatel/ jalan napas buatan Dapat mencegah tergigitnya lidah, dan
memfasilitasi saat melakukan
penghisapan lendir
Lakukan penghisapan sesuai dengan Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia
indikasi
Berikan posisi semi fowler Dapat membuka jalan napas
Kolaborasi dengan dokter untuk Dengan memberikan oksigen dapat
pemberian oksigen mengurangi hipoksia

Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pelatihan Memori selama 1x24
jam diharapkan pasien tidak menunjukkan kerusakan memori dengan status
orientasi kognitif skala 4.
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasikan orang terdekat, tempat sekarang, dan musim, tahun, hari
yang benar.
b. Menggunakan teknik untuk membantu memperbaiki memori.
c. Secara akurat mengingat secara tepat, informasi saat ini dan lama.
d. Mengungkapkan kemampuan yang lebih baik untuk mengingat.
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji depresi, ansietas, dan peningkatan Untuk mengetahui intervensi selanjutnya
stress yang mungkin memberikan
konstribusi
pada kehilangan memori.
Kaji fungsi neurologis untuk menentukan masalah pasien,
apakah kehilangan memori
atau demensia.
Bantu pasien untuk rileks untuk meningkatkan konsentrasi.
Berikan kesempatan pasien untuk untuk meningkatkan daya ingat klien
konsentrasi seperti suatu permainan dengan menggunakan permainan
pasangan kartu
yang sesuai.

Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress akibat epilepsi


Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, koping individu/keluarga
membaik kriteria :
a. klien/kelurga mampu mengatasi masalah yang dihadapi
b. klien/keluarga dapat memahami kondisi dan keterbatasan yang diakibatkan oleh
epilepsi
c. klien dan keluarga mau bekerja sama dengan tim kesehatan

INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji perasaan takut, asing, depresi, dan
Klien dengan status epilepsi biasanya
tidak pasti diasingkan dari berbgai aktifitas
Kaji adanya maalah psikologis seperti
Beberapa klien epilepsi dapat mengalami
skizofrenia dan impulsif atau perilaku
masalah psikologis yang disebabkan oleh
cepat marah kerusakan otak (area mengontrol pikiran
dan emosi, sahingga memerlukan
penaganan kesehatan mental yang
komprehensif
Lakukan konseling terhadap individu Konseling akan membantu individu dan
dan keluarga keluarga memahami kondisi dan
keterbatasan yang diakibatkan oleh
epilepsi

Resiko trauma yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan


kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri
Tujuan : dapat mengurangi resiko cedera pada klien
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji karekteristik kejang Untuk mengetahui seberapa besar
tingkatan kejang yang dialami pasien
sehingga pemberian intervensi berjalan
dengn baik
Jauhkan pasien dari benda benda Penda tajam dapat melukai dan
tajam/membhayakan bagi pasien mencederai fisik kilen
Segera letakan sendok dimulut pasien Dengan meletakan sendok diantara
yaitu diantara rahang pasien rahangg atas dan rahang bawah, maka
resiko psien menggigit lidahnya tidak
terjadi dan jalan napas klien tetap terjaga
Kolaborasi dalam pemberian terapi anti Obat anti kejang dapat mengurangi
kejang derajat kejan yang dialami pasien,
sehingga resiko untuk cederapun
berkurang

D. Evaluasi
1. Tidak terjadi cedera yang parah
2. Pernapasan klien tampak rileks dan dalam batas normal
3. Klien mampu mengingat kejadian dan hipoksia teratasi
4. Klien tidak mengalami stress yang berkepanjangan
5. Klien tidak terjadi trauma.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi, namum dengan
gejala yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron
kortikal secara berlebihan.
Epilepsi adalah setiap kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak sementara
yang bersifat paroksimal yang dimanifestasikan berupa gangguan atau penurunan kesadaran
yang episodic, fenomena motoric yang abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan system
otonom ; gejala-gejalanya disebabkan oleh aktivitas listrik otak.
Epilepsi adalah kelainan kejang akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel
saraf kontek serebral yang ditandai dengan serangan tiba tiba terjadi gangguan kesadaran
ringan, aktivitas motorik, gangguan fenomena sensori.

3.2 Saran
Penderita segera melakukan pemeriksaan EEG dan laboratorium. Selain itu pasien perlu
diberi penjelasan tentang penyakitnya sehingga pasien tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
pola hidupnya misalnya penderita epilepsi tidak boleh bekerja sebagai sopir. Untuk teman-teman
agar dapat menerapkan apa yang seharusnya dilakukan apabila menemukan penderita epilepsi di
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Behman, Richard E, Kliegman, Robert M, dan Arvin M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Vol.2. Jakarta: EGC
Boughman, Diane C & Hackley, Joann C. 2000.Buku Saku Keperawatan Medikal
Bedah.
Jakarta: EGC
Davey,PAttrick.2005.At a Glance Medicine. Jakarta: EGC
Widagdo, Wahyu, Ratna Aryani. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : TIM
Batticaca, Fransisca B. 2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sitem Persarafan,Jakarta: Salemba Medika
Marcedate, Karen J, Robert M. Kliegman , dan Hal B. Jenson. Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi ke 6.

También podría gustarte