Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
\r\n
\r\n
Penderita epilepsi idiopatik umum memiliki kecerdasan normal dan hasil dari uji neurologis
dan MRI biasanya normal. Hasil electroencephalogram (EEG, sebuah tes yang mengukur
impuls listrik di otak) mungkin menunjukkan pelepasan epileptik yang mempengaruhi
seluruh otak (disebut pelepasan umum).
\r\n
Jenis-jenis kejang yang mempengaruhi pasien dengan epilepsi idiopatik umum mungkin
termasuk:
\r\n\r\n
\r\n
Kejang Mioklonik (Sentakan ekstrim yang terjadi secara tiba-tiba dan durasi sangat
singkat).
\r\n
\r\n
\r\n
Epilepsi Idiopatik umum biasanya diobati dengan obat. Beberapa orang dapat mengatasi
kondisi ini dan berhenti mengalami kejang, seperti halnya dengan epilepsi tidak sadar pada
masa kanak-kanak dan sejumlah besar pasien dengan epilepsi mioklonik remaja.
\r\n
\r\n
Kejang-kejang cenderung terjadi selama tidur dan paling sering kejang motorik parsial
sederhana yang melibatkan wajah dan kejang sekunder umum (grand mal). Jenis epilepsi
ini biasanya didiagnosis dengan EEG.
\r\n
\r\n
Bermacam jenis kejang (kejang tonik-klonik, tonik, mioklonik, tonik, atonic, dan kejang tidak
sadar) adalah umum pada pasien ini dan bisa sulit untuk mengendalikannya.
\r\n
\r\n
Kadang-kadang kelainan otak tersebut dapat dilihat pada pindai MRI, namun seringnya
kelainan tersebut tidak dapat diidentifikasi walaupun dilakukan berulang kali karena
ukurannya mikroskopis.
\r\n
Epilepsi jenis ini dapat berhasil diobati dengan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat bagian otak yang abnormal tanpa mengorbankan fungsi dari sisa otak.
Operasi epilepsi sangat berhasil dalam sejumlah besar pasien epilepsi yang tidak berhasil
diobati dengan obat antikonvulsan (setidaknya dua atau tiga obat) dan yang memiliki lesi
yang dapat diidentifikasi. Pasien-pasien tersebut menjalani evaluasi epilepsi presurgical
komprehensif di pusat epilepsi yang terdedikasi dan khusus.
Berdasarkan hasil EEG dan gejala yang ditemukan, epilepsi dapat diklasifikasikan
1. Kejang umum :
Kejang yang menunjukkan sinkronisasi keterlibatan semua bagian otak pada kedua
hemisfer. Otak teraktivasi secara bersama tanpa awitan fokal, sinkron, tanpa didahului oleh
prodormal dan aura. Yangdigolongkan dalam jenis ini adalah petit mall, grand mall, mioklonik
dan atonik.
a. Petit mall : muncul setelah usia 4 tahun, pasien kehilangan kesadaran sesaat seperti bengong
tanpa disertai gerakan involunter yang aneh. Bila hal ini berlangsung terus dapat berakibat buruk
pada alur belajar terutama anak-anak yang sedang belajar. Anak akan menjadi malu sehingga
b. Grand mall / kejang tonik-klonik : yakni adanya serangan kejang ekstensi tonik-klonik bilateral
ekstremitas. Kadang disertai dengan adanya inkontinensia urine atau feces, menggigit lidah,
mulut berbusa dan kehilangan kesadaran yang mendadak yang diikuti gejala-gejala post iktal
seperti nyeri otot, lemah dan letih, bingung serta tidur dalam waktu lama.
2. Kejang parsial
Kejang yang didahului dengan adanya awitan fokal yang melibatkan satu bagian tertentu
dari otak.
a. Kejang parsial sederhana : sering disebut epilepsi Jakson, dimana pada kelompok ini akan
terjadi kejang secara involunter yang bersifat unilateral tanpa diikuti oleh adanya perburukan.
b. Kejang parsial kompleks : sering disebut dengan kejang lobus temporal, psikomotor atau
otomatisme yang fokalnya sering berpusat pada lobus temporalis. Sering pada kejang parsial
sering diikuti oleh gangguan kesadaran semacam gangguan proses pikir. Gejala dapat berupa
halusinasi, mual dan berkeringat sebagai prodormal. Pasien yang sedang mengalami serangan ini
a. Kelainan intra uterin, yang menyebabkan gangguan migrasi dan diferensiasi sel neuron. Hal ini
b. Kelainan selama kehamilan misal asfeksia, dan perdarahan intra uterin yang didahului oleh
kelainan maternal seperti : hipotensi, eklamsia, disproporsi sefalopelvik, kelainan plasenta, tali
c. Kelainan kongenital seperti kromosom abnormal, radiasi obat teratogenik, infeksi intra partum
e. Infeksi Susunan Saraf Pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan hidrosefalus pasca infeksi.
Selain oleh penyebab yang sama dari kelompok di atas pada umur ini dapatjuga
disebabkan oleh adanya kejang demam yang biasanya dimulai pada umur 6 bulan. Faktor lain
Dapat disebabkan oleh Infeksi virus, bakteri, parasit dan abses otak yang frekuensinya
Karena gangguan pembuluh darah otak, diikuti oleh trauma dan degenerasi cerebral.
Jika terjadi serentetan serangan epilepsi jenis grand mall tanpa diselingi dengan
pemulihan status neurologi disebut dengan status epileptikus. Yang dijadikan patokan adalah
kejang secara klinis atau pada EEG tampak adanya gambaran eksitasi abnormal selama 30 menit
atau lebih. Hal ini akan berbahaya jika diikuti oleh adanya hipoksia jaringan otak, gagal
yang intensif. Penurunan kesadaran dapat berakibat terjadinya ancaman berupa sumbatan jalan
nafas. Kejadian yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan dampak yang sangat
buruk terhadap perkembangan psiko-sosial dari klien maupun keluarganya, berupa rasa malu,
harga diri yang rendah serta penurunan terhadap gambaran diri. Hal ini akan menyebabkan
efek samping pada penurunan prestasi belajar terutama bagi penderita yang masih dalam masa
belajar.
C. Pengkajian
Pengkajian dilakukan secara komprehensif dengan berbagai metode
Metode pengkajian yang digunakan untuk mengoptimalkan hasil yang diperoleh meliputi
beberapa cara diantaranya head to toe, teknik persistem, maupun berdasarkan atas kebutuhan
dasar manusia.
2. Keluhan Utama
Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan kesehatan
karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih.
Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak
mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti
3. Riwayat Penyakit
Fokus pengkajian yang dilakukan adalah pada riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
Ini dapat dimengerti karena riwayat kesehatan terutama berhubungan dengan kejang sangat
membantu dalam menentukan diagnosa. Riwayat ini akan dirunjang dengan keadaan fisik klien
saat ini. Pemeriksaan neurologi terutama berkaitan dengan serangan kejang harus lengkap karena
temuan-temuan fokal sangat membantu dalam menentukan asal dari aktivitas kejang. Pada
riwayat perlu dikaji faktor pencetus yang dapat diidentifikasikan hingga saat ini adalah : demam,
cedera kepala, stroke, gangguan tidur, penggunaan obat, kelemahan fisik, hiperventilasi, dan
stress emosional.
a. Awitan yakni serangan itu mendadak atau didahului oleh prodormal dan fase aura.
c. Aktivitas motorik mencakup apakah ekstrimitas yang terkena sesisi atau bilateral, dimana
d. Status kesadaran dan nilai kesadarannya. Apakah klien dapat dibangunkan selama atau setelah
serangan ?
e. Distrakbilitas, apakah klien dapat memberi respon terhadap lingkungan. Hal ini sangat penting
untuk membedakan apakah yang terjadi pada klien benar epilepsi atau hanya reaksi konversi.
f. Keadaan gigi. Apakah pada saat serangan gigi klien tertutup rapat atau terbuka.
g. Aktivitas tubuh seperti inkontinensia, muntah, salivasi dan perdarahan dari mulut.
h. Masalah yang dialami setelah serangan paralisis, kelemahan, baal atau semutan, disfagia,
disfasia cedera komplikasi, periode post iktal atau lupa terhadap semua pristiwa yang baru saja
terjadi.
4. Data Bio-psiko-sosial-spiritual
Data yang sudah dikaji sebelumnya dengan menggunakan berbagai metode yang valid
halusinasi dll). Merasakan adanya seperti tersambar petir (fase aural), mengeluh adanya
gangguan proses pikir, waham, badan nyeri, letih dan bingung. Klien merasa malu, tidak
b. Data Obyektif : adanya gerakan tonik, klonik, tonik-klonik, hilang kesadaran sesaat, hilang
kesadaran beberapa lama, bibir berbusa, sering diam beberapa saat bila sedang diajak bicara,
gerakan ekstrimitas terkedut bilateral, pasien terjatuh, kontraksi involunter unilateral, kejang
biasanya mulai dari tempat yang sama setiap serangan, agresif, pupil mengalami perubahan
ukuran selama serangan, inkontinensia, perdarahan dari mulut, penurunan respon terhadap
lingkungan, kejang terjadi beberapa detik hingga beberapa menit. Gambaran EEG berupa
gelombang spike, spike and slow wave, poly spike and wave, 3 Hz spike and wave. MRI / CT
SCAN bisa tampak adanya massa di lobus otak.Perubahan yang bermakna tidak spesifik pada
tanda-tanda vital. Dapat terjadi perubahan tidak spesifik pada hasil laboratorium (Glukosa
a. Diagnosa Keperawatan
keperawatan yang biasa muncul pada pasien yang mengalami epilepsi adalah
tonik klonik.
3) Gangguan konsep diri s.d. stigma sosial, salah persepsi dari lingkungan sosial.
4) Gangguan mekanisme koping s.d. terdiagnose epilepsi dan keterikatan dengan obat.
6. Rencana tindakan
NO Diagnosa
Tujuan Implementasi
Dx 1 Serangan dapat 1. Cegah dan kendalikan kejang
1. dikendalikan 2. Hindarkan lingkungan agar aman dari kemungkinan yang
dan komplikasi dapat menimbulkan cedera bagi klien
dapat dihindari 3. Siapkan spatel lidah di dekat klien
4. Hindarkan klien sendirian
5. Usahakan agar tempat tidur klien
serendah mungkin
6. Jangan pernah mengikat klien dengan
Alasan apapun
7. Jangan memasukkan benda apapun kemulut klien
saat terjadi serangan
8. Pasang gudel saat serangan berkurang
9. Miringkan klien pada salah satu sisi
10. Obserpasi adanya tanda-tanda status epileptikus
11. Upayakan agar klien mampu mengenali
faktor pencetus
dan tanda-tanda serangan
12. Lakukan tindakan kolaborasi :
a. Pemberian obat anti konvulsan
b. Siapkan klien untuk EEG, pengambilan bahan lab elektrolit,
cairan cerebro spinal, darah lengkap, BUN, Creatinin,
Glukosa darah, PO2 dan PCO2.
13. Observasi fase-fase kejang
14. Analisa ambulasi klien
Jalan nafas tetap1. Anjurkan agar klien mengosongkan mulut jika fase aura
2 Dx. 2 paten dapat dikenali
2. Buat klien dalam posisi miring pada salah satu sisi untuk
menghindari adanya aspirasi
3. Mengupayakan jalan nafas tetap paten
4. Memberikan oksigen sesuai dengan indikasi
5. Lakukan penghisapan lendir dengan cara yang benar
6. Siapkan klien untuk pemasangan intubasi dan ambu bag.
7. Selalu ingatkan untuk menjaga kebersihan mulut
Untuk mencegah aspirasi
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses keperawatan. Evaluasi dilakukan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Disamping itu evaluasi dapat
Pada kasus epilepsi evaluasi dilakukan atas tindakan yang dilakukan sesuai dengan
1. Frekuensi dan faktor pencetus serangan dapat diidentifikasi, lingkungan aman, klien tahu
berperilaku untuk mencegah trauma jika muncul serangan, keluarga tidak meninggalkan klien
2. Klien dapat mengambil posisi yang stabil, tidak menelan sesuatu, jika fase aura mulai muncul,
3. Klien mampu menampakkan kesan diri yang positif, keluarga aktif memberikan dukungan
4. Klien mampu menjelaskan tentang penyakit, penanganan, prognose, serta waktu pengobatan.
Klien mengerti dan mau melakukan follow up secara teratur. Klien dapat menyesuaikan pola
DAFTAR PUSTAKA
Dongoes M. E. et all, 1989, Nursing Care Plans, Guidelines for Planning Patient Care, Second Ed, F. A.
Davis, Philadelpia.
Harsono (ED), 1996, Kapita Selekta Neurologi , Second Ed, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudac. M. C. R and Gallo B. M, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik(Terjemahan), Edisi VI,
EGC, Jakarta Indonesia.
Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease Process, Second Ed, St
Louis, New York.
Epilepsi timbul ketika adanya gangguan koneksi antara sel-sel saraf di otak ( seperti gangguan
dalam kabel dari rangkaian listrik yang kompleks) , ketika terjadinya ketidak seimbangan kimia alami
atau neurotransmitter antara sel-sel saraf, atau ketika ada perubahan dalam membran sel saraf,
termasuk protein yang disebut saluran ion yang mengubah sensitivitas normal mereka, pada kondisi
tersebut timbul reaksi kejang.
Epilepsi dapat diderita oleh anak-anak hingga dewasa. Kejang adalah gangguan sementara dalam
fungsi otak, di mana terjadi kelainan kinerja pada sel saraf atau kelebihan beban sinyal pada otak
sehingga menghasilkan impuls listrik yang bekerja pada sel-sel saraf lainnya, seperti : otot, atau
kelenjar untuk menciptakan kesadaran, pikiran, sensasi, tindakan, dan pengendalian fungsi tubuh
internal. Selama kejang, gangguan aktivitas sel saraf menghasilkan gejala yang bervariasi
tergantung pada bagian mana ( dan berapa banyak) dari otak dipengaruhi. Kejang dapat
menghasilkan perubahan dalam kesadaran atau sensasi, gerakan tak terkendali, atau perubahan
lain dalam perilaku. Biasanya, kejang berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit.
Berikut ini beberapa kondisi umum orang yang mengalami serangan epilepsy atau kejang yaitu :
kehilangan kesadaran, terjadi kekakuan otot dan tersentak hal ini berlangsung hingga beberapa
menit, muntah, mengeluarkan air liur, mungkin menangis, jatuh ke tanah, kebingungan dan
kelelahan sesudahnya.
Pemicu terjadinya serangan epilepsy sangat kompleks dan tergantung pada sensitifitas serta kondisi
pasien, berikut pemicu secara umum:
Penderita yang mengalami jenis epilepsi yang mengalami kejang secara terus menerus dapat
mengalami cedera seperti jatuh, tenggelam atau melukai kepala mereka yang kadang-kadang dapat
mengancam jiwa si penderita atau juga oranglain.
Kejang dengan waktu yang lama atau kejang dalam wangktu singkat ( status epileptikus) yang juga
dapat mengancam jiwa. Status epileptikus kadang-kadang dapat terjadi diakibatkan oleh obat kejang
dihentikan secara tiba-tiba.
Jarang sekali terjadi penderita epilepsi dapat mengalami kematian mendadak. hal tersebut dapat
terjadi karena gangguan irama jantung selama kejang.
Abu Albani Centre, sebagai pusat pengobatan yang memadukan metode pengobatan yaitu
Kedokteran Barat, Kedokteran Timur dan Thibbun nabawi sejak tahun 2004 berpengalaman dalam
menangani penyakit yang disebabkan oleh kelainan system syaraf otak seperti Autis, OCD, ADHD,
Kejiwaan/ Skizofrenia, epilepsy dan lainnya.
Dengan metode terapi secara holistic dan diagnosa-analisa yang tepat, Dengan Izin Allah kami telah
berhasil membantu proses kesembuhan pasien khususnya penyakit epilepsy dengan metode yang
akan kami bahas dibawah ini.
Tindakan terapi holistic-sistematik merupakan sebuah tindakan terapi yang terstruktur dalam
penanganan pasien Epilepsi, khususnya ketika tindakan terapi yang terfokus pada perbaikan fungsi
jaringan-syaraf otak, hal ini membutuhkan ketelitian dan kecermatan tingkat tinggi dalam setiap
penentuan tindakan terapi.
Abu Albani Centre dalam penanganan epilepsy memadukan pengobatan medis dan holistic, oleh
karena itu dalam penangan terapi ini pasien tetap mengkonsumsi obat Obat anti epilepsy ( OAE)
yang diawasi secara ketat oleh tim medis, kemudian didampingi dengan terapi-terapi yang
menunjang dalam proses penyembuhan penyakitnya seperti sebagai berikut
1. Akupunktur bermanfaat dalam menstimulasi-memperbaiki saraf Otak melalui titik meridian otak,
berfungsi sebagai anestesi alami, membantu relasasi saraf otak, membangun metabolism dan
perbaikan fungsi organ tubuh
2. Bekam atau hijamah-atau cupping blood berfungsi mengeluarkan sel darah yang rusak atau
mengeluarkan toksin yang mungkin ada dalam darah, mencegah penggumpalan darah,
memperbaiki organ tubuh dan bekam pada titik kepala dapat memperbaiki fungsi jaringan syaraf
otak.
3. Herbalogi adalah terapi herbal terstandar, herbal ini bermanfaat dalam pendampingan-
penyembuhan dengan fokus efektifitas herbal : herbal memperbaiki dan nutrisi untuk saraf otak
4. Ruqyah syariah atau Qur an Healing adalah metode terapi mendengarkan Ayat suci Al Qur an
yang berfungsi stimulasi otak secara simultan, secara medis dapat dibuktikan bahwa Ruqyah dapat
merangsang jaringan syaraf diseluruh tubuh hingga ke otak dan juga Ruqyah juga dapat membantu
pasien dalam memperkuat mental dan psikologisnya, sehingga pasien menjadi dpat mudah
mengontrol emosinya.
Tindakan terapi setiap pasien epilepsy berbeda hal ini tergantung banyak faktor seperti usia, type
epilepsy, ciri khas serangan dan lain-lain.
Dalam proses penanganan terapi epilepsy selain sangat bergantung pada tindakan terapi yang tepat
dan sistematis, tetapi dibutuhkan terapi yang simultan dan berkelanjutan secara medis tindakan
pengobatan epilepsy membutuhkan waktu pada fase awal 6 bulan dan berkelanjutan hingga 2
tahun, tetapi tentu berbeda jika tindakannya dikombinasikan dengan terapi holistic-sistematis,
beberapa pasien yang kami tangani umumnya mengalami peningkatan yang signifikan pada fase
awal pengobatan. tetapi bagaimanapun tindakan terapi yang dilakukan semua tidak mungkin
berhasil tanpa support penuh dari keluarga.
1.3 Tujuan
Tujuan umum dalam makalah ini:
Untuk mengetahui secara umum mengenaik kelainan pada sistem neurologi
Tujuan khusus dalam makalah ini:
1. Gastritis
A. Konsep Dasar Medis
1. Untuk mengetahui pengertian dari epilepsi
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem neurologi
3. Untuk mengetahui etiologi dari epilepsi
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari epilepsi
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari epilepsi
6. Untuk mengetahui komplikasi dari epilepsi
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari epilepsi
8. Untuk mengetahui tes diagnostik dari epilepsi
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Untuk mengetahui pengkajian dari epilepsi
2. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan dari epilepsi
3. Untuk mengetahui rencana keperawatan dari epilepsi
4. Untuk mengetahui evaluasi dari epilepsi
1.4 Metode
Metode penulisan makalah ini adalah study pustaka dari berbagai sumber. Sistematika
penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab. Bab pertama berisikan pendahuluan yaitu latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab kedua berisikan tentang
landasan teori yang berisikan tentang anatomi sistem neurologi, pengertian, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala dan penatalaksaan epilepsi. Bab terakhir adalah penutup yang
berisikan tentang simpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Medis
A. DEFINISI
Epilepsi adalah setiap kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak sementara
yang bersifat paroksimal yang dimanifestasikan berupa gangguan atau penurunan kesadaran
yang episodic, fenomena motoric yang abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan system
otonom ; gejala-gejalanya disebabkan oleh aktivitas listrik otak (Kumala et al, 1998).
Epilepsi merupakan gangguan serebral kronik dengan berbagai macam etiologi yang
ditandai oleh timbulnya serangan paroksimal yang berkala akibat lepas muatan listrik neuron-
neuron serebral secara berlebihan.
Epilepsi adalah gejala kompleks dan banyak gangguan fungsi otak berat yang
dikarakteristikkan oleh kejang yang berulang. ( Smeltzer, 2002 ; 2003 )
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala gejala yang datang
dalam serangan berulang yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel otak yang
bersifat reverseble dengan berbagai etiologi. ( Mansjoer, 2000 : 27 )
Epilepsi adalah kelainan kejang akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel
saraf kontek serebral yang ditandai dengan serangan tiba tiba terjadi gangguan kesadaran
ringan, aktivitas motorik, gangguan fenomena sensori. ( Dengoes, 2000 : 259 )
1. Jaringan Saraf
Neuron merupakan jaringan dasar sistem saraf. Betuk yang paling besar adalah badan sel.
Sel-sel saraf membentuk badan abu-abu (grey matter) otak dan medula spinalis.
a. Dendrit merupakan percabangan pendek tempat impuls saraf masuk ke dalam sel.
b. Akson (silindris aksis) merupakan serat tunggal tempat impuls keluar dari sel.
c. Neuron multipolar merupakan neuron yang memiliki banyak cabang, muncul dari badan sel.
d. Neuron unipolar merupakan neuron yang memiliki satu tonjolan dn bercabang menjadi dua, satu
menuju ke sistem saraf pusat dan yang lain menghantarkan impuls dari organ ke sel.
e. Neuron bipolar memiliki dua tonjolan di setiap ujung sel, salah satunya ialah dendrit yang
membawa impuls ke sel dan akson membawa impuls dari sel.
Akson dan beberapa dendrit dikelilingi oleh lapisan lemak tipis yang tersusun atas mielin
yang terdapat didalam lapisan luar jaringan penyambung yang disebut neurilema. Lapisan mielin
tertekan pada bagisan interval dan disini neurilema masuk ke dalam serabut saraf. Bagian yang
menyempit disebut nodus ranvier. Lapisan mielin berfungsi melindungi serabut saraf dari
tekanan dan cedera.
Sinaps merupakan titik pertemuan satu neuron dengan neuron berikutnya. Fibril yang
membentuk akson mempunyai ujung tipis dan melebar, memungkinkan hantaran impuls saraf
pada satu arah saja.
Impuls saraf juga di hantarkan hanya dalam satu arah kedalam neuron melalui badan sel atau
dendrit keluar melalui akson. Pada sinaps, ada jarak pendek yang memungkinkan pesan kimia
dilepaskan untuk mengisi celah diantara pertemun dua neuron sehingga impuls dapat melewati
neuron berikutnya.
2. Potensial Aksi
Pada distribusi elektrolit menembus membran sel terdapat perbedaan potensial antar
membran. Perbedaan ini sekitar70mV. Sel saraf dan otot mengalami potensial aksi untuk
mmbangkitkan dan menghantarkan impuls listrik.
Saat potensial aksi bangkit pada suatu sel saraf, melalui datangnya impuls listrik dari sel lain,
ion Na+ masuk ke dalam sel dan membalik perbedaan potensial melewati membran ke potensial
yang sedikit positif, poses tersebut disebut depolarisasi. Setelah depolarisasi pada tingkatan
tertentu, dengan masuknya ion Na+ ke dalam sel, yang disebut ambang potensial, potensial aksi
dibangkitkan secara penuh, ukuran potensial aksi berbeda-beda di antara sel-sel saraf dan luas
stimulasi pada sel saraf tergantung pada jumlah sel saraf yang tertimulasi. Selanjutnya, sel saraf
menampilkan potensial aksi pada periode fefratori, sekitar 0,5 milidetik.
3. Sistem Saraf Pusat
Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari
semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium).
Otak dibagi menjadi 3 bagian, diantaranya :
1) Otak Besar ( cerebrum )
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Yaitu Berpikir,
berbicara, melihat, bergerak, mengingat, dan mendengar termasuk kegitan tubuh yang disadari.
Otak besar dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan belahan kiri. Masing-masing
belahan pada otak tersebut disebut hemister. Otak besar belahan kanan mengatur dan
mengendalikan kegiatan tubuh sebelah kiri, sedangkan otak belahan kiri mengatur dan
mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan.
2) Otak tengah ( Mesensefalon )
Otak tengah merupakan pebghubung antara otak depan dan otak belakang, bagian otak
tengah yang berkembang adalah lobus optikus yang berfungsi sebagai pusat refleksi pupil mata,
pengatur gerak bola mata, dan refleksi akomodasi mata.
3) Otak kecil ( cerebellum )
Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di bawah otak besar. Otak
kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan luar berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna
putih. Otak kecil dibagi menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri dan belahan kanan yang
dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tubuh
dan mengkoordinasikan kerja otot ketika seseorang akan melakukan kegiatan. Dan pusat
keseimbangan tubuh.
Jaringan otak dilapisi oleh 3 lapisan diantaranya adalah lapisan duramater, araknoid, dan
piamater.
Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang bersifat liat, tebal, tidak elastis,
berupa serabut dan berwarna abu-abu.
Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna putih karena tidak dialiri darah,
terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan serebrospinal (CSS) terdapat villi yang
mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat trauma, aneurisma, stroke).
Piamater : Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas
ke setiap lapisan otak.
C. ETIOLOGI
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan
4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak
7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat
menyebabkan kejang-kejang yang berulang
8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
Berdasarkan penyebab epilepi dibagi menjadi dua tipe yaitu epilepsi primer dan epilepsi
sekunder. Epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Epilepsi primer juga disebut
dengan idiopati epilepsi.
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak diketahui penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada
jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan ata ugangguan keseimbangan zat kimia dan sel-sel
saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar
belum diketahui, sering terjadi pada:
a. Trauma lahir Asphyxia neonatorum
e. Tumor otak
2. Epilepsi Sekunder
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak.
Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai
akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala
(termasuk cedera selama ata sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya
hipoglikemi, fenilketouria (FKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksisk (putus alcohol,
uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma. (Price, 2006).
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan Tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi yaitu:
1. Kejang Parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak atau hemisfer
serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya
masih baik
a) Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul sebagai kejang motoric fokal, fenomena halusianotorik, atau emosional
kompleks. Pada kejang parsial sederhana , kesadaran penderita masih baik.
b) Kejang Parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederahan, tetapi yang paling khas
terjadi adalah penurunan kesadaran dan otomatisme
2. Kejang Umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak atau kedua hemisfer
serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran umumnya menurun
E. PATOFISIOLOGI
Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi
karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar
neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada
membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinaps
dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis
yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang
berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi
membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang,
suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau
menghambat neuron lain.
Patofisiologi utama terjadinya epilepsi meliputi mekanisme yang terlibat
dalam munculnya kejang (iktogenesis), dan juga mekanisme yang terlibat dalam
perubahan otak yang normal menjadi otak yang mudah-kejang
(epileptogenesis).
1. Mekanisme iktogenesis
Hipereksitasi adalah faktor utama terjadinya iktogenesis. Eksitasi yang
berlebihan dapat berasal dari neuron itu sendiri, lingkungan neuron, atau
jaringan neuron.
- Sifat eksitasi dari neuron sendiri dapat timbul akibat adanya perubahan
fungsional dan struktural pada membran postsinaptik; perubahan pada tipe,
jumlah, dan distribusi kanal ion gerbang-voltase dan gerbang-ligan; atau
perubahan biokimiawi pada reseptor yang meningkatkan permeabilitas terhadap
Ca2+, mendukung perkembangan depolarisasi berkepanjangan yang mengawali
kejang.
- Sifat eksitasi yang timbul dari lingkungan neuron dapat berasal dari perubahan
fisiologis dan struktural. Perubahan fisiologis meliputi perubahan konsentrasi
ion, perubahan metabolik, dan kadar neurotransmitter. Perubahan struktural
dapat terjadi pada neuron dan sel glia. Konsentrasi Ca2+ ekstraseluler menurun
sebanyak 85% selama kejang, yang mendahului perubahan pada konsentasi
K2+. Bagaimanapun, kadar Ca2+ lebih cepat kembali normal daripada kadar
K2+.
- Perubahan pada jaringan neuron dapat memudahkan sifat eksitasi di sepanjang
sel granul akson pada girus dentata; kehilangan neuron inhibisi; atau kehilangan
neuron eksitasi yang diperlukan untuk aktivasi neuron inhibisi.
2. Mekanisme epileptogenesis
- Mekanisme nonsinaptik
Perubahan konsentrasi ion terlihat selama hipereksitasi, peningkatan
kadar K2+ ekstrasel atau penurunan kadar Ca2+ ekstrasel. Kegagalan pompa
Na+-K+ akibat hipoksia atau iskemia diketahui menyebabkan epileptogenesis,
dan keikutsertaan angkutan Cl--K+, yang mengatur kadar Cl- intrasel dan aliran
Cl- inhibisi yang diaktivasi oleh GABA, dapat menimbulkan peningkatan eksitasi.
Sifat eksitasi dari ujung sinaps bergantung pada lamanya depolarisasi dan
jumlah neurotransmitter yang dilepaskan. Keselarasan rentetan ujung runcing
abnormal pada cabang akson di sel penggantian talamokortikal memainkan
peran penting pada epileptogenesis.
- Mekanisme sinaptik
Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi melibatkan penurunan inhibisi
GABAergik dan peningkatan eksitasi glutamatergik.
1. GABA
Kadar GABA yang menunjukkan penurunan pada CSS (cairan
serebrospinal) pasien dengan jenis epilepsi tertentu, dan pada potongan
jaringan epileptik dari pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap obat,
memperkirakan bahwa pasien ini mengalami penurunan inhibisi.
2. Glutamat
Rekaman hipokampus dari otak manusia yang sadar menunjukkan
peningkatan kadar glutamat ekstrasel yang terus-menerus selama dan
mendahului kejang. Kadar GABA tetap rendah pada hipokampus yang
epileptogenetik, tapi selama kejang, konsentrasi GABA meningkat, meskipun
pada kebanyakan hipokampus yang non-epileptogenetik. Hal ini mengarah pada
peningkatan toksik di glutamat ekstrasel akibat penurunan inhibisi di daerah
yang epileptogenetik (Eisai, 2012).
F. KLASIFIKASI
Kejang parsial merupakan kejang dengan onset pada satu bagian tubuh dan biasanya disertai
dengan aura. Kejang parsial timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrolit yang terjadi pada
salah satu hemisfer otak atau salah satu bagiann dari hemisfer otak
a) Kejang parsial sederhana tidak disertai penurunan kesadaran
2. Kejang Umum
Kejang umum timbul akibat abnomalitas aktivitas eleketrolit neuron yang terjadi pada seluruh
hemisfer otak secara stimultan
a) Absens (Petit Mal)
Ciri khas serangan absens adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak, frekuensi sangat
sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu, dan bibir
b) Mioklonik
Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau terbatas pada
wajah, batang tubuh, suatu atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau
tunggal
c) Klonik
Pada ejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot, dijumpai terutama
sekali pada anak
d) Tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku menyebabkan ekstremitas dalam satu posisi. Biasanya
terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah
menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau
tertutup, konjungtiva tidak sensitive, pupil dilatasi.
Merupakan suatu kejang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikiuti oleh gerakan klonik
f) Atonik
Berup kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh
ke depan atau ke lengan jatuh atau menyeluruh sehingga klien terjatuh
G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada kejang parsial komplek dan dengan mudah dipicu oleh stress emosional.
Klien mungkin kesulitan kognitif dan epribadian seperti :
1. Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual
2. Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada hippocampus,
anomia (ketidakmampuan untuk mengulang kata atau benda)
4. Status epileptikus
Status peptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa
kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang
tetai yang paling serung adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin menyababkan
kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mugkin fatal
Komplikasi meliputi :
a. Aspirasi
b. Kardiakaritmia
c. Dehidrasi
d. Fraktur
e. Serangan jantung
H. TES DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium
c. Pemeriksaan CSS (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, berdarah,
xantokrom, jumlah sel, kadar protein, gula, NaCl
Pemeriksaan EEG berguna untuk membantu menegakan diagnosis epilepsi. EEg sering dijumpai
pada penderita epiepsi berbentuk epileptiform.
a. Dapat menetukan focus serta jenis epilepsi, apakah folk, multifocal, kortikal, subkortikal,
misalnya petit mal mempunyai gambaran 3 cps spike dan wave dan spasme infantile mempunyai
gambaran hipasritmia
3. Pemeriksaan Radiologis
Hasil foto tengkorak memperlihatkan :
a. Tulang tengkorak simetri
b. Destuksi tullang
a. Pada umumnya penderita epilepsi menderita retardasi mental atau tingkat kecerdasan rendah,
gangguan tingkah laku, gangguan emosi, hiperaktif
b. Penderita epilepsi perlu mendapat perhatian dan melibatkan orang tua dalam perawatannya serta
melibatkan psikiater dan psikolog
I. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
b) Clonazepam (Klonopin), kontra indikasi jika ada glukoma, perlu memonitor hitung darah
lengap
c) Diazepam (Valium) diberikan untuk menghentikan aktifitas motorik yang dikaitkan dengan
status epileptikus, jika diberikan secara IV, perawat perlu memonitor adanya respiratori distress
d) Ethosuximide (Zarotin), konntraindikasi jika ada penyakit ginjal/hati: monitor hitung darah
lengkap dan pemeriksaan fungsi hati
f) Phenytoin (Dilatin) digunakan untuk mengontrol kejang. Peraat perlu memonitor hitung sel
darah dan kadar kalsium
g) Promidone (Myidone)
h) Valporic acid (Depakene) meningkatkan kadar serum Phenobarbital dan perubahan serum
phenytoin, monitor hitung sel darah
2. Non Medikamentosa
a) Tirah baring
3. Terapi Pembedahan
a) Lobektomi temporal
c) Hemisferektomi
d) Callostomi
1. Identitas Klien
3. Penyakit keluarga
4. Pemerisaan Fisik :
a. Keadaan umum
b. Tingkat Kesadaran
1. Sistem Kardiovaskular
Posiktal : tanda vital normal atau deperesi dengan penurunan nadi dan pernapasan.
2. Sistem Perkemihan
inkontinensia episodic.
3. Sistem Neurologi
Tanda : karakteristik kejang: Fase prodormal : adanya perubahan pada reaksi emosi atau respons
afektif yang tidak menentu yang mengarah pada fae aura dalam beberapa kasus dan berakhir
beberapa menit sampai beberapa jam.
a. Kejang umum :
Tonik-tonik ( grand mal ): kekakuan dan postur menjejak, mengerang, penurunan kesadaran,
pupil dilatasi, inkontinensia urine/fekal, pernapasan stridor ( ngorok ), saliva keluar secara
berlebihan, dan mungkin juga lidahnya tergigit.
Absen ( petit mal ) : periode gangguan kesdaran dan atau melamun ( tak sadar lingkungan ) yang
diawali pandangan mata menerawang sekitar 5-30 detik saja, yang dapat terjadi 100 kali setiap
harinya, terjadinya kejang pada motorik minor mungkin bersifat akinetik hilang gerakan ),
mioklonik( kontraksi otot secara berulang ), atau atonik ( hilangnya tonus otot ).
b. Posiktal : amnesia terhadap peristiwa kejang, tidak bingung, dapat melakukan kembali
aktivitas.
Lobus psikomotor/ temporal : pasien umumnya tetap sadar, dengan reaksi seperti bermimpi,
melamun, berjalan-jalan, peka rangsang, halusinasi, bermusuhan atau takut. Dapat
menunjukangejala motorik involunter ( seperti merasakan bibir ) dan tingkah laku yang tampak
bertujuan tetapi tidak sesuai ( involunter/ automatisme ) dan termasuk kerusakan penyesuaian,
dan pada pekerjaan, kegiatan bersifat antisosial.
d. Postikal : hilangnya memori terhadap peristiwa yang terjadi, kekacauan mental ringan sampai
sedang.
e. Kejang parsial ( sederhana ) : Jacksonian/ motorik fokal ; sering didahului oleh aura, sekitar
2-15 menit. Tidak ada Konvulsif dan terjadi gangguan sementara pada bagian tertentu yang
dikendalikan oleh bagian otak yang terkena ( seperti lobus frontal (disfungsi motorik); parietal
( terasa baal, kesemutan ), lobus oksipital ( cahaya terang, sinar lampu ), lobus posterotemporal
( kesulitan dalam berbicara ). Konvulsi ( kejang ) dapat mengenai seluruh tubuh atau bagian
tubuh yang mengalami gangguan yang terus berkembang. Jika dilakukan restrein selama kejang,
pasien mungkin akan melawan dan memperlihatkan tingkah laku yang tidak kooperatif,
f. Status epileptikus : Aktivitas kejang yang terjadi terus-menerus dengan spontan atau
berhubungan dengan gejala putus antikonvulsan tiba-tiba dan fenomena metabolic lain. Catatan :
jika hilangnya kejang mengikuti pola tertentu, masalah dapat menghilang tidak terdeteksi selama
periode waktu tertentu, sehingga pasien tidak kehilangan kesadarannya.
4. Sistem Pernapasan
Gejala : fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun/ cepat: peningkatan sekresi
mucus. Fase posiktal : apnea.
5. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan tonus/kekuatan otot. Gerakan involunter otot ataupun sekelompok otot.
6. Sistem Gastrointestinal
Mual/muntah, disfagia
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Cedera berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang epilepsi, dan saat
penanganan saat kejang dan penurunan tingkat kesadaran
2. Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
3. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia
4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress akibat epilepsi
5. Resiko trauma yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama
kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri
C. Intervensi Keperawatan
Resiko Cedera berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang
epilepsi, dan saat penanganan saat kejang dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang
disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria : klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari
stimulus kejang, melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan intensitas kejang
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji tingkat pengetahuan klien dan Mendapatkan data dasar untuk
keluarga dan cara penanganan saat tindakan selanjutnya
kejang
Ajarkan klien dan keluarga tentang Orang tua dengan anak yang pernah
metode mengontrol demam mengalami kejang demam harus
diinstruksikan tentang metode untuk
engontrol demam (kompres dingin, obat
antipiretik
Anjurkan untuk kontrol pasca cedera Cedera kepala merupakan salah satu
kepala penyebab utama yang dapat dicegah.
Melalui program yang memberikan
keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak
hanya dapat hidup aman tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi
akibat cedera kepala
Anjurkan keluarga untuk Melindungi klien cedera akibat kejang
mempersiapkan lingkungan yang aman
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suksion selalu
berada di dekat klien
anjurkan untuk mempertahankan tirah mengurangi resiko jatuh cedera jika
baring total selama fase akut vertigo,sinkope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi pemberian terapi Terapi medikasi untuk menurunkan
respon kejang berulang
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji perasaan takut, asing, depresi, dan
Klien dengan status epilepsi biasanya
tidak pasti diasingkan dari berbgai aktifitas
Kaji adanya maalah psikologis seperti
Beberapa klien epilepsi dapat mengalami
skizofrenia dan impulsif atau perilaku
masalah psikologis yang disebabkan oleh
cepat marah kerusakan otak (area mengontrol pikiran
dan emosi, sahingga memerlukan
penaganan kesehatan mental yang
komprehensif
Lakukan konseling terhadap individu Konseling akan membantu individu dan
dan keluarga keluarga memahami kondisi dan
keterbatasan yang diakibatkan oleh
epilepsi
D. Evaluasi
1. Tidak terjadi cedera yang parah
2. Pernapasan klien tampak rileks dan dalam batas normal
3. Klien mampu mengingat kejadian dan hipoksia teratasi
4. Klien tidak mengalami stress yang berkepanjangan
5. Klien tidak terjadi trauma.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi, namum dengan
gejala yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron
kortikal secara berlebihan.
Epilepsi adalah setiap kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak sementara
yang bersifat paroksimal yang dimanifestasikan berupa gangguan atau penurunan kesadaran
yang episodic, fenomena motoric yang abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan system
otonom ; gejala-gejalanya disebabkan oleh aktivitas listrik otak.
Epilepsi adalah kelainan kejang akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel
saraf kontek serebral yang ditandai dengan serangan tiba tiba terjadi gangguan kesadaran
ringan, aktivitas motorik, gangguan fenomena sensori.
3.2 Saran
Penderita segera melakukan pemeriksaan EEG dan laboratorium. Selain itu pasien perlu
diberi penjelasan tentang penyakitnya sehingga pasien tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
pola hidupnya misalnya penderita epilepsi tidak boleh bekerja sebagai sopir. Untuk teman-teman
agar dapat menerapkan apa yang seharusnya dilakukan apabila menemukan penderita epilepsi di
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Behman, Richard E, Kliegman, Robert M, dan Arvin M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Vol.2. Jakarta: EGC
Boughman, Diane C & Hackley, Joann C. 2000.Buku Saku Keperawatan Medikal
Bedah.
Jakarta: EGC
Davey,PAttrick.2005.At a Glance Medicine. Jakarta: EGC
Widagdo, Wahyu, Ratna Aryani. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : TIM
Batticaca, Fransisca B. 2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sitem Persarafan,Jakarta: Salemba Medika
Marcedate, Karen J, Robert M. Kliegman , dan Hal B. Jenson. Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi ke 6.