Está en la página 1de 23

MAKALAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

TENTANG UUD KETENAGAKERJAAN

DI SUSUN OLEH KEL I :

MASRIANI
FITRIANI
SRI WAHYUNI
HENDRA

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT


POLITEKNIK PALU
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini.
Makalah ini merupakan salah satu tugas dari Mata Kuliah Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan kepada penulis.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
A. LATAR BELAKANG
................................................................................................................................
B. MAKSUD DAN TUJUAN
................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................
A. SEJARAH HUKUM KETENAGAKERJAAN
................................................................................................................................
B. PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN
................................................................................................................................
C. PENGEMBANGAN DARI PERMASALAHAN
................................................................................................................................
D. PELAKSANAAN HUBUNGAN KERJA DI INDONESIA.................................
BAB III PENUTUP...................................................................................................
A. KESIMPULAN
................................................................................................................................
B. SARAN
................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional, khususnya bidang ketenagakerjaan diarahkan


untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
pekerja. Oleh karena itu hukum ketenagakerjaan harus dapat menjamin
kepastian hukum, nilai keadilan, asas kemanfaatan, ketertiban,
perlindungan dan penegakan hukum. Seiring dengan pembangunan
bidang ketenagakerjaan, tampak maraknya para pelaku dunia usaha
berbenah diri pasca krisis ekonomi dan moneter untuk bangun dari mimpi
yang buruk, serta terpaan gelombang krisis ekonomi global yang melanda
asia tenggara, di mana Indonesia tidak lepas dari terpaan gelombang
tersebut. Pemerintah dalam upaya mengatasi krisis ekonomi global
bersama dengan masyarakat, terutama para pelaku usaha, salah satu
alasan pokok untuk menstabilkan perekonomian dan menjaga
keseimbangan moneter serta menghindari kebangkrutan sebagian besar
perusahaan yang berdampak terhadap sebagian besar nasib para pekerja
pabrikan dan berujung pada pemutusan hubungan kerja.
Pemerintah selaku pembina, pengawas, dan penindakan hukum
melaksanakan aturan hukum dengan hati-hati mengingat posisi
pengusaha dan pekerja merupakan aset potensial bagi negara, sekaligus
subyek pembangunan nasional yang berkedudukan sama dihadapan
hukum. Aturan hukum sebagai pedoman tingkah laku wajib dipatuhi para
pihak dan dengan penuh rasa tanggung-jawab. Kepatuhan bukan
merupakan paksaan, melainkan budaya taat terhadap ketentuan hukum.
B. Maksud Dan Tujuan

Adapun salah satu tujuan dari Hukum ketenagakerjaan ini adalah


untuk mengantarkan dan memperluas pandangan mahasiswa/(i) tentang
sejarah hukum ketenagakerjaan dan memberikan kesempatan bagi
mereka untuk dapat menambah pengetahuan tentang perjanjian kerja dan
pelaksanaan hubungan kerja di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH HUKUM KETENAGAKERJAAN

Asal mula adanya Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari


beberapa fase jika kita lihat pada abad 120 sebelum M. Ketika bangsa
Indonesia ini mulai sudah dikenal adanya sistem gotong-royong, antara
anggota masyarakat. Dimana gotong-royong merupakan suatu sistem
pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang
dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan
tidak mengenal suatu balas jasa dalam bentuk materi. Sifat gotong-royong
ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena
berintikan kebaikan, kebijakan, dan hikmah bagi semua orang gotong-
royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hukum ketanagakerjaan
adat. Dimana walaupun peraturannya tidak secara tertulis , namun hukum
ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang mencerminkan
kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa
bangsa Indonesia dari abad keabad.
Setelah memasuki abad Masehi, ketika sudah mulai berdiri suatu
kerajaan di Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan, seperi
saat jaman kerajaan hindia belanda pada zaman ini terdapat suatu system
pengkastaan , seperti : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria.
Dimana kasta sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra dan
paria ini menjadi budak dari kasta brahmana, ksatria, dan waisya mereka
hanya menjalankan kewajiban sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para
majikan. Sama halnya dengan islam walaupun tidak secara tegas adanya
sistem pengangkatan namun sebenarnya sama saja . Pada masa ini
kaum bangsawan (Raden) memiliki hak penuh atas para tukangnya. Nilai-
nilai keislaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang
oleh dinding budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad sebelumnya.
Pada saat masa pendudukan hindia belanda di Indonesia kasus
perbudakan semakin meningkat perlakuan terhadap budak sangat keji
dan tidak berperikemanusiaan. Satu-satunya penyelsaiannya adalah
mendudukan para budak pada kedudukan manusia merdeka. Baik
sosiologis maupun yuridis dan ekonomis. Tindakan belanda dalam
mengatasi kasus perbudakan ini dengan mengeluarkan staatblad 1817
no. 42 yang berisikan larangan untuk memasukan budak-budak ke pulau
jawa.
Kemudian tahun 1818 di tetapkan pada suatu UUD HB (regeling
reglement) 1818 berdasarkan pasal 115 RR menetapkan bahwa paling
lambat pada tanggal 01-06-1960 perbudakan dihapuskan.
Selain kasus hindia belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal
juga istilah Rodi yang pada dasarnya sama saja. Rodi adalah kerja paksa
mula-mula merupakan gotong-royong oleh semua penduduk suatu desa-
desa suku tertentu. Namun hal tersebut di manfaatkan oleh penjajah
menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah hindia belanda
dan pembesar-pembesarnya.

B. PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN


karena dalam Undang-Undang Dasar Negra Republik Indonesia
Tahun 1945 khususnya Pasal Indonesia ialah negara hukum, hal ini
tentunya kita telah mengetahuinya 1 ayat (3) telah menyatakan
demikian. Sebagai negara hukum segala aspek kehidupan bangsa
Indonesia diatur oleh hukum termasuk dalam hubungan industrial
yang menyangkut tenaga kerja. Pengaturan ini demi terpenuhinya
hak para tenaga kerja agar tidak terjadi eksploitasi dan pelanggaran
terhadap Hak Asasi Manusia tenaga kerja.

Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang


ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri
adalah segala hal yangberhubungan dengan tenaga kerja pada waktu
sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Hukum ketenagakerjaan menurut Imam Soepomo diartikan sebagai
himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan
dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan
menerima upah.
Pengertian itu identik dengan pengertian hukum perburuhan. Ruang
lingkup hukum ketegakerjaan saya lebih luas dari pada hukum
perburuhan. Hukum ketenagakerjaan dalam arti luas tidak hanya meliputi
hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan
pengusaha, tetapi juga pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang
melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.

Di Indonesia pengaturan tentang ketenagakerjaan diatur dalam


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Disebutkan dalam undang-undang itu bahwa hukum ketenagakerjaan
ialah himpunan peraturanmengenai segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Fungsi Hukum Ketenagakerjaan Menurut Profesor Mochtar
kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah sebagai sarana pembaharuan
masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan sarana
pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia kearah
yang diharapkan oleh pembangunan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam
mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur,
membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan
tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk
mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang
dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang
ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju
perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat
mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan
industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja.
Tujuan dari hukum ketenagakerjaan itu sendiri ialah sebagai berikut :
Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal
dan manusiawi.
Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja.
Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Sumber hukum ketenagakerjaan antara lain :
Peraturan perundang-undangan,
Kebiasaan,
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial,
Traktat.
Perjanjian, terdiri atas perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, dan
perjanjian perusahaan.Sifat hukum ketenagakerjaan sendiri dapat privat
maupun publik. Privat dalam arti bahwa hukum ketenagakerjaan mengatur
hubungan antara orang dengan orang atau badan hukum, yang
dimaksudkan di sini ialah antara pekerja dengan pengusaha.
Namun, hukum ketenagakerjaan juga bersifat publik, yaitu negara
campur tangan dalam hubungan kerja dengan membuat peraturan
perundang-undangan yang bersifat memaksa bertujuan untuk melindungi
tenag kerja dengan membatasi kebebasan berkontrak.

C. PENGEMBANGAN DARI PERMASALAHAN

Pada dasarnya proses produksi barang dan jasa yang dilakukan para
pelaku produksi, yakni pengusaha dan pekerja tidak dapat terlepas dari
keterlibatan negara melalui terbitnya peraturan hukum yang protektif,
berdaya paksa dan sanksi, yakni Undang-Undang No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dan segala peraturan pelaksananya. Aturan ini
berdiri pada ranah publik dan privat. Hal ini dapat diketahui dari sifatnya
yang protektif, daya paksa dan pemberian sanksi (nestapa), sedangkan
sifat privatnya diketahui dari hubungan hukum kontraktual yang terdiri
para pihak dalam rangka melakukan kegiatan produksi, yang saling
menghormati mengenai hak, kewajiban serta tanggung-jawab masing-
masing dengan berasaskan keseimbangan kepentingan.
Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum, dan satu ciri negara hukum adanya pengakuan terhadap hak
asasi manusia. Sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila harus
mencerminkan adanya jiwa bangsa dan menjiwai, serta mendasari
peraturan hukum yang berlaku dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
umum dan tata tertib, yang mengandung konsekuensi juridis bahwa setiap
warga masyarakat dan pejabat negara, di mana segala tindakannya harus
berdasarkan hukum.Istilah negara hukum (rechtsstaat) dipergunakan
Rudolf von Gneist (Jerman 1816 -1895) abad XIX dalam karyanya : das
Englische Verwaltungerechte untuk pemerintahan Inggris. Dalam
Ensiklopedia Indonesia, istilah negara hukum dirumuskan sebagai negara
yang bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum (tata tertib
berdasarkan hukum) serta agar semuanya berjalan menurut hukum.
Istilah negara hukum mempunyai padanan kata pula dengan The Rule of
Law. Hal ini dikemukakan Sunaryati Hartono, yaitu : Oleh sebab itu, agar
supaya tercipta negara hukum yang membawa keadilan bagi seluruh
rakyat yang bersangkutan, pengakuan The Rule of Law itu harus
diartikan secara materil.

Menurut Schelterma sendiri elemen rechtsstaat, yakni : Pertama,


kepastian hukum (meliputi asas legalitas, undang-undang yang mengatur
tindakan penegak hukum, undang-undang tidak berlaku surut, hak asasi
manusia dijamin undang-undang, pengendalian yang bebas dari pengaruh
kekuasaan lain). Kedua, persamaan (tindakan yang berwenang diatur
undang-undang dalam arti materiil, serta pemisahan kekuasaan) ; Ketiga,
demokrasi (hak memilih dan dipilih, peraturan badan yang berwenang
ditetapkan parlemen, serta parlemen mengawasi tindakan pemerintah) ;
Keempat, pemerintah untuk rakyat (hak asasi manusia dijamin Undang-
Undang Dasar, dan pemerintah secara efektif dan efisien). Mukthie Fadjar
menyatakan bahwa syarat mutlak dan ciri khas negara hukum, yakni asas
pengakuan serta perlindungan hak asasi manusia, asas legalitas. Dari
berbagai pandangan di atas dapat dipahami bahwa eksistensi Indonesia
sebagai negara hukum teridentifikasi dalam UUD.45, yang secara
eksplisit tercantum dan tersebar dipelbagai pasal-pasal, yaitu : Pasal 1
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 28, Pasal 28 A, Pasal 28B, Pasal 28 D ayat (1) dan ayat (2), Pasal
28 F, Pasal 28 G, Pasal 28 H ayat (1), (2), (3) dan Pasal 28 I ayat (1), (2),
(5) dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal- Pasal tersebut, secara umum merupakan manifestasi dari suatu
ciri negara hukum, adapun secara khusus sebagai landasan hukum
ketenagakerjaan, terutama pada ketentuan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28H ayat (3), dan Pasal 28I (2) UUD45.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hukum ketenagakerjaan
sebagai norma hukum yang bersifat normatif, dan merupakan landasan
hukum dalam hubungan (kerja) industrial, sebagaimana dimaksudkan
dalam ketentuan UUD. 1945, yang selanjutnya diterbitkannya Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, berdasar ketentuan
Pasal 5 (1), jo. Pasal 20 ayat (2), jo. Pasal 27 ayat (2), jo. Pasal 28, jo.
Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang berkarakter
kepastian hukum, serta keadilan sebagai ciri negara hukum.
Asas kepastian hukum sebagai ciri negara hukum diatur pula dalam
hukum pidana Pasal 1 (1) KHUP, berbunyi : Tiada suatu perbuatan dapat
dipidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-
undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan. Asas hukum
(legalitas) dalam arti sempit dikenal dengan adagium : Nullum Delictum,
Nulla Poena, Sine Praevia Lege Poenale, sedangkan dalam makna luas
(meliputi hukum acara pidana), Jaksa wajib menuntut semua orang yang
dianggap telah cukup alasan bahwa ia telah melanggar
hukum.Bagaimana dengan hukum ketenagakerjaan yang mempunyai
dua ranah hukum ? yakni hukum bersifat publik dan privat.
Dalam hal ini, seperti yang telah diuraikan sekilas di atas, bahwa
hukum ketenagakerjaan mempunyai sifat protektif, daya paksa dan
pemberian sanksi, sedangkan pada ranah privat ada hubungan hukum
yang bersifat kontraktual dalam rangka melakukan kegiatan produksi
berdasarkan asas keseimbangan kepentingan.
Sebagaimana halnya hukum yang lain, hukum ketenagakerjaan
mempunyai fungsi dan tujuan untuk menjaga ketertiban masyarakat,
khususnya hubungan antara pengusaha dengan pekerja dalam kegiatan
proses produksi barang dan jasa, yang mengandung serta mencerminkan
nilai kepastian hukum, nilai kegunaan (manfaat), dan nilai keadilan. Di sini
ketiga nilai tersebut sebagai pilar-pilar yang melandasi tegaknya hukum
ketenagakerjaan, dan sekaligus sebagai tujuan hukum
ketenagakerjaan.Sebagaimana diketahui bahwa salah satu elemen
negara hukum adanya hak asasi manusia sebagai hak dasar, yang secara
alamiah telah melekat pada diri manusia sejak ia lahir dan tidak dapat
dicabut sedemikian rupa, jika dicabut hak tersebut maka kehadirannya
dalam ranah sosial akan hilang eksistensinya sebagai manusia.
Hal ini sesuai pernyataan Wolhoff, bahwa sejumlah hak yang seakan-
akan berakar dalam tabiat setiap oknum pribadi manusia justru karena
kemanusiaannya yang tidak dapat dicabut oleh siapapun karena bila
dicabut hilang juga kemanusiaannya itu.Masuknya rumusan hak asasi
manusia dalam UUD 1945, sebagai jaminan adanya penghormatan dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, selain itu sebagai
salah satu syarat untuk terpenuhinya unsur negara hukum.
Demikian pula hukum sebagai sarana untuk mencapai ketertiban,
kesejahteraan, dan keadilan dalam mengatur mengenai hak warga harus
dapat menunjukkan jaminan perlindungan hak atas pekerjaan yang layak,
bebas memilih pekerjaan, hak atas syarat-syarat ketenagakerjaan, hak
atas upah yang adil serta syarat-syarat perjanjian kerja proposional. Hak
yang lain, mendirikan serikat pekerja serta tidak boleh untuk menghambat
para pekerja sebagai anggotanya.
Dalam mendukung prinsip hak asasi, John Rawls, melalui karyanya A
Theory of Justice, menyatakan bahwa : Pertama, prinsip-prinsip umum
keadilan mendasari pelbagai keputusan moral ; Kedua, cita keadilan
terletak pada struktur sosial (masyarakat), seperti : lembaga sosial,
politik, hukum, ekonomi. Struktur masyarakat, meliputi konstitusi,
pemilikan pribadi atas sarana/ prasarana produksi, pasar kompetitif yang
membutuhkan kerja sama semua pihak ; Ketiga, prinsip kebebasan yang
sama bagi semua orang (kebebasan dalam memperjuangkan hak dan/
atau kepentingan hukum), yang di dalamnya terkandung aspek perbedaan
dan persamaan, yakni prinsip perbedaan sosial serta ekonomi harus
diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang
paling kurang beruntung seperti kesejahteraan, pendapatan dan otoritas,
sedang prinsip persamaan, yakni berkeadilan atas kesempatan. Hal ini
bermakna bahwa setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang
sama untuk mendapatkan kebebasan sesuai dengan prinsip hak asasi
manusia.
Selaras dengan hal di atas, Dahlan Thaib mengatakan bahwa ada 15
(limabelas) prinsip hak asasi manusia, yaitu :
1. Hak untuk menentukan nasib sendiri,
2. Hak akan warga Negara,
3. Hak akan kesamaan dan persamaan di hadapan hokum,
4. Hak untuk bekerja,
5. Hak akan hidup layak,
6. Hak untuk berserikat,
7. Hak untuk menyatakan pendapat,
8. Hak untuk beragama,
9. Hak untuk membela Negara,
10. Hak untuk mendapatkan pengajaran,
11. Hak akan kebebasan sosial,
12. Hak akan jaminan sosial,
13. Hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan,
14. Hak mempertahankan tradisi budaya,
15. Hak mempertahankan bahasa daerah.

Dari beberapa prinsip hak asasi yang dikemukakan Dahlan Thaib


tersebut di atas, yang bersentuhan langsung dengan prinsip hubungan
kerja, yakni hak akan kesamaan dan persamaan di hadapan hukum, hak
untuk bekerja, berserikat dan berpendapat, hidup layak dan hak atas
jaminan sosial. Hak dasar inilah yang harus ada dalam setiap hubungan
kerja antara pekerja dengan pengusaha.
Dari uraian tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa masuknya
rumusan hak asasi manusia dalam UUD 1945 menunjukkan adanya
jaminan hukum, dan demokrasi sebagai suatu opsi dalam sistem
pemerintahan dan merupakan manifistasi dari pelaksanaan HAM. Dengan
demikian tegaknya demokrasi harus sinergi dengan rule of law. Tegaknya
supremasi hukum harus sesuai dengan ide/cita hukum sebagaimana
prinsip negara hukum yang demokratis. Demikian pula dalam
menegakkan serta melindungi hak asasi manusia, pemerintah wajib
melaksanakan sesuai ketentuan hukum (undang-undang).
Hukum ketenagakerjaan yang berperan mengatur kebijakan hubungan
kerja, selain pengaturannya melalui peraturan perundang-undangan terbit
pula melalui bentuk peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama,
dan perjanjian kerja.Pada dasarnya ketentuan hukum ini, berlandaskan
pada asas kepastian, keadilan, manfaat, keseimbangan kepentingan,
musyawarah-mufakat, serta persamaan kedudukan dalam hukum. Asas-
asas ini mempunyai nilai sebagai cita hukum ketenagakerjaan dalam
memberikan landasan bagi perlindungan dan penegakan hukum bidang
ketenagakerjaan.

Hak dan perlindungan hukum bagi pekerja yang bersumber dari


Undang-Undang No.13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain
(aspek hukum) :
Hak dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja,
Hak dan perlindungan kesejahteraan (Jamsostek),
Hak dan perlindungan kebebasan berserikat,
Hak dan perlindungan pemutusan hubungan kerja terselubung
atau sepihak,
Hak dan perlindungan pengupahan,
Hak dan perlindungan waktu kerja (meliputi : kerja lembur),
Hak dan perlindungan kepentingan ibadah, melahirkan, haid, cuti
tahunan, istirahat antara jam kerja, istirahat mingguan, dan lain
perlindungan yang bersifat normatif.

Perlindungan hukum yang bersumber dari peraturan perusahaan/


perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama (syarat-syarat kerja yang
belum diatur atau peningkatan kualitas atas standar minimum peraturan
perundang-undangan), antara lain :
Fasilitas kesejahteraan (koperasi, klinik, perumahan, dan keluarga
berencana), kantin, rekreasi, olah raga, tempat beribadah dan penitipan
anak),
Gaji berkala dan tunjangan tetap,Bonus akhir tahun dan bonus
berdasarkan prestasi,perlindungan yang ditetapkan berdasarkan
perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan, perjanjian kerja.
Penggunaan sarana hukum yang bersifat otonom ini cenderung lebih
mengadopsi (walapun tidak secara keseluruhan), atau penyesuaian diri
yang bersifat tambal sulam dari Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.
Perlindungan hukum bagi pihak pengusaha yang bersumber dari Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003, antara lain (aspek hukum) :
Upah tidak dibayar, jika pekerja tidak bekerja bukan atas kehendak
pengusaha atau perusahaan (no pay, no work),
Hak mutasi terhadap pekerja untuk kepentingan perusahaan,
Hak mengatur, dan perintah untuk melakukan pekerjaan,
Hak sanksi bagi pekerja yang terbukti melakukan pelanggaran
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama,
Pemutusan hubungan kerja bagi pekerja yang melakukan
pelanggaran hukum,
Pemutusan hubungan kerja dalam masa percobaan,
Perlindungan yang bersifat normatif.
Ketentuan hukum yang memberi perlindungan bagi pengusaha
dimanfaatkan oleh yang bersangkutan untuk kepentingan usahanya,
sedangkan aturan hukum yang memberi perlindungan kepada pihak
pekerja kurang dipatuhi pengusaha. Hal ini karena posisi tawar pekerja
kurang dapat mengimbangi kekuatan pengusaha. Dalam hal ini peran
pemerintah selaku pengawas bidang ketenagakerjaan diharapkan
berfungsi sebagai social control dan melaksanakan pengawasan/
penindakan terhadap pelanggaran hukum ketenagakerjaan.
Dengan demikian hukum ketenagakerjaan telah memenuhi
persyaratan formil dan materiil sebagai hukum yang memberikan
pengayoman, kepastian hukum (asas legalitas), serta sebagai salah satu
pilar dalam suatu negara hukum yang menjunjung tinggi tegaknya
supremasi hukum (the rule of law). Keberadaan hukum ketenagakerjaan
medasarkan pada asas keseimbangan yang bernilai keadilan dan
kemanfaatan, di mana kepentingan pekerja mendapat proteksi melalui
peran pemerintah dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan
penindakan terhadap perbuatan dan pelaku yang melakukan pelanggaran
hukum dibidang ketenagakerjaan. Dari aspek perdata, dapat
memanfaatkan sarana Pengadilan Hubungan Industrial, yang diawali
penggunaan sarana bipartit, mediasi, atau konsiliasi, atau arbitrase, dan
selanjutnya tahap proses pemeriksaan melalui Pengadilan Hubungan
Industril dalam upaya menggapai kepastian hukum, keadilan dan
kemanfaatan.

D. PELAKSANAAN HUBUNGAN KERJA DI INDONESIA

Pasal 1 angka 15 UU no.13 th. 2003 disebutkan bahwa :

1. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja


atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsure-unsur
pekerjaan , upah dan perintah,
2. Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang
timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun
waktu yangtidak tertentu.

Perjanjian Kerja
Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih lainnya.
Pengertian luas dan lemah

1. Sudikno Mertokusumo , perjanjian adalah subjek hokum antara dua


pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum .
2. Definisi pejanjian klasik , perjanjian adalah perbuatan hokum bukan
hubungan hokum (sesuai dengan pasal 1313 perjanjian adalah
perbuatan).
1. pengertian perjanjian kerja
Dalam KUHPerdata , pasal 1601 titel VII A buku III tentang perjanjian
untuk melakuakn pekerjaan yang menyatakan bahwa, selain perjanjian-
perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh
ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk syarat-syarat yang di
perjanjikan dan jika itu tidak ada , oleh karena kebiasaan , maka ada dua
macam perjanjian dengan mana pihak yang lain dengan menerima upah,
perjanjian perburuhan dan pemborong pekerjaan.
2. unsur-unsur dalam perjanjian kerja
KUH Perdata pasal 1320 (menurut pasal 1338 (1) ) menyatakan
sahnya perjanjian mereka sepakat untuk mengakibatkan diri yaitu:
Cakap untuk membuat suatu perikatan,
Suatu hal tertentu,
Suatu sebab yang halal,
M.G Rood (pakar hokum perburuhan dari belanda ), ada 4 unsur
syarat perjanjian kerja antara lain :
1. Adanya unsure work (pekerjaan),
2. Adanya unsure service (pelayanan),
3. Adanya unsure time (waktu ),
4. Adanya unsure pay (upah ).
3. Bentuk Perjanjian Kerja
Dalam praktik di kenal 2 bentuk perjanjian yaitu :
Tertulis, di peruntuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu atau
adanya kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu
menginginkan dibuat secara tertulis, agar adanya kepastian hokum.
Tidak tertulis, bahwa perjnjian yang oleh undang-undahng tidak
disyaratkan dalam bentuk tertulis.
4. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dlam Perjanjian Kerja
Subjek dari perjanjian kerja adalah orang-orang yang terikat oleh
perjanjian yang di buatnya Hak dan kewajiban subjek kerja, dimana hak
merupakan suatu tuntutan & keinginan yang di peroleh oleh subjek kerja (
pengusaha dan pekerja). sedangkan kewajiban adalah para pihak, disebut
prestasi.
5. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Alasan berakhirnya perjanjian kerja adalah :
Pekerja meninggal dunia,
Berakhir karena jangka waktu dalam perjanjian,
Adanya putusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan
lembaga penyelsaian perselisihan hubungan industrial,
Adanya keadaan atau kejadian yang di cantumkan dalam perjanjian
kerja,
Pemutusan hubungan kerja
Istilah dan pengertian hubungan kerja yaitu :
1. Deter mination , putusan hubungan kerja karena selesai atau berakhirnya
kontrak kerja,
2. Dissmisal, putusan hubungan kerja karena tindakan indisiplinerm
3. Redudancy, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan
perkembangan tekhnologi,
4. Retrechtment, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan
masalah ekonomi,
5. F.X. Djumialdji, Pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah
pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal
tertentu.
Pasal 1 angka 25 UU no.13 thn. 2003, PHK adalah pengakhiran
hubungan kerja karena sesuatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara perkara (buruh dan pengusaha).
Macam-macam pemutusan kerja
Pemutusan hubungan kerja demi hukum
hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berhenti dengan
sendirinya yang mana kedua belah pihak hanya pasif saja , tanpa suatu
tindakan atau perbuatan salah satu pihak. Pemutusan hubungan kerja ini
terjadi pada saat :
1. Perjanjian kerja pada waktu tertentu, (pasal 1.1 Kep. Men tenaga kerja &
transmigrasi no: Kep.100/ Men/ V/ 2004 tentang keterangan pelaksanaan
perjanjian kerja , waktu tertentu,
2. Pekerja meninggal dunia, pasal 61 ayat 1 huruf a UU no.13 thn. 2003
ditegaskan bahwa perjanjian kerja berakhir apabila pekerja meninggal
dunia namun hak-hak nya bisa di berikan pada ahli waris (61.a(5).
Pemutusan hubungan kerja oleh pekerja dapat terjadi karena :
1. Masa percobaan,
2. Meninggalnya pengusaha,
3. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tentu,
4. Pekerja dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu.
Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha yaitu dengan
membayarkan uang pesangon, sebagai upah akhir.
Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
Keputusan yang di tetapkan oleh pengadilan tentang pemutusan
hubungan kerja dalam pengadilan perdata yang biasa berdasarkan surat
permohonan oleh pihak yang bersangkutan.karena alas an alas an
penting.
Penyelesaian hubungan kerja dibedakan atas 2 bagian yaitu :
1. Menurut sifatnya yaitu :
Perselisihan kolektif,
Perselisihan perseorangan
2. Menurut jenisnya yaitu :
Peselisihan jenisnya,
Perselisihan kepentingan

Sistem pengupahan di pandang dari sudut nilainya upah dibedakan


antara lain :
a. Upah nominal adalah jumlah yang berupa uang.
b. Upah riil adalah banyaknya barang yang dapat dibeli oleh jumlah uang
itu.
Menurut cara menetapkan upah dibagi kedalam system-sistem
pengupahan , sebagai berikut :
a. Sistem upah jangka waktu,
b. Upah yang ditetapkan menurut jangka waktu pekerja,
c. Sistem upah potongan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu :


Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang
ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri
adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu
sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Hukum ketenagakerjaan menurut Imam Soepomo diartikan sebagai
himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan
dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan
menerima upah.
Tujuan hukum ketenagakerjaan, yakni menjaga ketertiban jalinan
hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha. Dalam rangka
menjaga ketertiban, perlu pedoman berperilaku yang berbentuk hukum
normatif (kepastian hukum), dan diarahkan pada cita hukum, yaitu
keadilan maupun kemanfaatan. Ketiga nilai tersebut melandasi tegaknya
hukum ketenagakerjaan, disamping itu Indonesia sebagai negara hukum
memberlakukan kasta yang sama dihadapan hukum (Equality before of
the Law).
Hukum ketenagakerjaan dalam konstitusi hukum (Indonesia)
merupakan implementasi dari falsafah dasar, yakni Pancasila dan teori
dasar (UUD. 1945). Nilai dasar tersebut mempunyai aspek kepastian
hukum, keadilan, kemanfaatan. Kepastian ini sekaligus mencerminkan
nilai keadilan, yang memberi kemanfaatan bagi kelangsungan hidup
pekerja dan pengusaha dalam koridor perusahaan.

B. SARAN

Sebaiknya apabila melakukan suatu perjanjian kerja haruslah


memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian dalam KUHPerdata, karena itu
merupakan pokok utama dalam suatu perjanjian, selain syarat sahnya
suatu perjanjian kerja yang wajib dipenuhi unsur kerja juga harus dipenuhi
supaya perjanjian kerja itu berjalan sesuai undang-undang yang
mengatur.
DAFTAR PUSTAKA

Djoko Heroe S. 2006. Eksistensi Hukum Ketenagakerjaan Dalam


Menciptakan Hubungan Kemitraan Antara Pekerja Dengan Pengusaha,
Disertasi, Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Koko Kosidin. 1996. Aspek-Aspek Hukum Dalam Pemutusan
Hubungan Kerja Di Lingkungan Perusahaan Perseroan, Disertasi,
Fakultas Hukum Univ. Pajajaran, Bandung.
Marzuki Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum, Prenada Media,
Jakarta.
Rahardjo S. 2000. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Yogyakarta.
Sri Soemantri. 1977. Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut
UUD 1945, Alumni, Bandung.
Hutagalung TH. 1995. Hukum dan Keadilan dalam Pemikiran Filsafat
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Disertasi, Fakultas Hukum
Universitas Pajajaran, Bandung.

También podría gustarte