Penegakan diagnosis cidera kepala berat berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesis didapatkan pasien terjatuh dengan kecepatan yang tinggi dan kepala kiri membentur aspal serta helm yang digunakan pasien terlepas dan pasien tidak sadarkan diri selama 20 menit kemudian sadar dan kembali tidak sadar diri, pasien juga terdapat pembengkakan pada daerah wajah. Pada trauma kepala dimana mekanisme trauma berperan penting dalam mendiagnosis dan memperkirakan oragan apa saja yang terkena. Pasien dengan peredarah epidural dan subdural terdapat lucid interval diamana periode sadar diantara dua fase tidak sadar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pupi anisokor dimana pupil kiri berdilatasi hal ini menandakan terjadi penekan nervus III yang diakibatkan oleh lesi supra tentorial. Penuruna kesadarah dapat terjadi karena peningkatan TIK yang tinggi yang menimbulkan herniasi dan menekan sistem ARAS. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada trauma kepala adalah CT-scan dan rotgen cervical hal ini untuk memastikan apakah ada perdarahan EDH atau SDH serta kelainnan pada cervical. Pada pasien ditemukan herniasi subflacin ke kanan, EDH lobus temporalis kiri, SDH frontoparietal kiri serta fraktur pada tulang wajah. dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang di dapatkan diagnosis Cidera kepala berat Post kraniotomi atas indikasi SDH+EDH Fraktur tulang wajah dan close fraktur klavikula siniesta. Penanganan pasien trauma kepala dengan memperhatikan ABCD pada pasien didapatkan Airway : terpasang ETT, Breathing: menggunakan ventilator, Circulation: akral hangat, CRT <2, tekanan darah 163/92, nadi 95 x/menit, Spo2: 100%, Disability : GCS 3, E1M1Vett apabila ABC tertangani maka dilakukan terapi medikamentosa dengan prinsip menurunkan TIK. Pasien diberikan Manitol 4 x 125 mg IV, Fenitoin 3x100mg IV, Ceftriaxone 2 x 1gr IV, Ketorolac 3 x 30 mg IV, Ranitidine 2 x 50 mg IV.