Está en la página 1de 8

2.

1 DASAR HUKUM
1. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di
Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012.
2.2 PENGERTIAN
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang
Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Undang-Undang PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun
berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang/jasa,
pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non-APBN.APBD, dan
penjualan barang sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final. PPh Pasal 22 yang bersifat
tidak final saja yang bisa dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun saat pengisian
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan (Direktorat Jenderal Pajak, Booklet PPh).
2.3 PEMUNGUT PAJAK
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010, pemungut PPh Pasal 22 adalah:

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga Negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang.
3. Bendahara Pengeluaran untuk pembayaran dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi
oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), untuk pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).

5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri
otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri.

6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, gas,
dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
2.4 OBJEK PAJAK
1. Impor barang.
2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Instansi atau lembaga Pemeirntah, dan lembaga-lembaga Negara lainnya.
3. Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran dengan mekanisme uang
persediaan (UP).
4. Pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS) oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh KPA.
5. Penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak di bidang
industri semen, kertas, baja dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak.
6. Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atas importer bahan
bakar minyak dan, dan pelumas.
7. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedaganag pengumpul
oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian serta
perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
2.5 DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PASAL 22
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dar emas untuk
tujuan ekspor yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal
22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai.
a. Barang perwakilan Negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik.
b. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatanya yang bertugas di Indonesia
dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri
keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas
impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia.
c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, social, kebudayaan atau untuk
kepentingan penanggulangan bencana.
d. Barang untuk keperlua museum, kebun binatang, konservasi alam, dan tempat lain semacam
itu yang terbuka untuk umum.
e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
f. Barang untuk keperluan khusus tuna netra dan penyandang cacat lainnya.
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
h. Barang pindahan
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas dan barang kiriman
sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan.
j. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum.
k. Persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan
bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara.
l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan
dan keamanan Negara.
m. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.\
o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyebrangan,
kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat
keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan sertan
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia.
r. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
s. Barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan oleh
Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
4. Impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali.
5. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk
keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang telah memenuhi syarat yang ditentukan
oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
6. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b, huruf c, dna huruf d, berkenaan dengan:
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan
benda-benda pos.
7. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan
Logistik (BULOG).
8. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).
2.6 SAAT TERUTANG DAN PELUNASAN/PEMUNGUTAN PPH PASAL 22
1. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka
PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor
Barang (PIB);
2. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak pada poin 2, 3,
dan 4 (bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) terutang dan
dipungut pada saat pembayaran;
3. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas,
industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpull
terutang dan dipungut pada saat pembelian.

2.7 TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PPH PASAL 22


1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran atas
importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Beda dan Cukai, ke kas Negara melalui
Kantor Pos, Bank Devisa atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak (bendahara
pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib disetor oleh pemungut
ke kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi nama rekanan serta ditandatangani
oleh pemungut pajak.
3. Pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, dan
penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif,
wajib disetor oleh pemungut ke kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
4. Pemugnutan PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas Negara melalui Kantor
Pos, Bank Devisa atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
5. Penyetoran PPh Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Beda dan Cukai, dan
pemungut pajak sebagimana dimaksud pada poin 2, 3, dan 4 subbab Pemungut Pajak
(bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) menggunakan
formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
6. Pemungut pajak sebagaimana dimaksud pada poin 5, 6, dan 7 pada subbab Pemungut
Pajak (badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha tertentu; produsen atau importir bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas; industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan) wajib menerbitkan Bukti Pemotongan Pajak PPh Pasal 22
dalam rangkap tiga, yaitu:
1. lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
2. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak
(dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22; dan
3. lembar ketiga sebagai arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

7. Pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan SUrat


Pembertahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
2.8 DASAR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Dasar pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
1. Nilai impor.
2. Harga jual lelang.
3. Harga pembelian.
2.9 DASAR PENGENAAN PAJAK DAN TARIF PPH PASAL 22
Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
1. Atas Impor :
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali atas
impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5 persen dar nilai impor;
b. Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor; dan/atau
c. Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud pada poin 2, 3, dan 4 subbab Pemungut Pajak
(bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) sebesar 1,5% dari
harga pembelian.
3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas adalah:
a. Bahan Bakar Minyak:
1) Sebesar 0,25 persen dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan
kepada SPBU Pertamina;
2) Sebesar 0,3 persen dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan
kepada SPBU Pertamina dan non-SPBU.
b. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3 persen dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
c. Pelumas sebesar 0,3 persen dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
4. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang
usahsa industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomoti:
a. Penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1 persen dari dasar pengenaan pajak Pajak
Pertambahan Nilai;
b. Penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25 persen dari dasar pengenaan pajak
Pajak Pertambahan Nilai;
c. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45
persen dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
d. Penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3 persen dari dasar pengenaan pajak Pajak
Pertambahan Nilai.
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang
ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25 persen dari
harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Besarnya tarif pemungutan sebagimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% dar tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.

Skema Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak


Dasar Pengenaan
Pemungut Objek Pajak Tarif
Pajak
2,5% (dengan API)
7,5% (tanpa API)
Nilai Impor
Bank Devisa dan 0,5% (kedelai, gandum,
Impor Barang
Ditjen Bea dan Cukai terigu dengan (API)
7,5% (yang tidak
Harga jual lelang
dikuasai)
Bendahara
Pemerintah dan Kuasa Pembayaran atas
1,5%
Pengguna Anggaran pembelian
(KPA)
Pembayaran atas
pembelian barang yang
Bendahara
dilakukan dengan 1,5%
pengeluaran
mekanisme uang
persediaan (UP)
Kuasa Pengguna Pembayaran atas Harga beli
Anggaran (KPA) atau pembelian barang
pejabat penerbit Surat kepada pihak ketiga
1,5%
Perintah Membayar yang dilakukan dengan
yang diberi delegasi mekanisme pembayaran
oleh KPA langsung (LS)
Industri dan eksportir
(kehutanan, pertaniab, Pembelian dari
0,25%
perkebunan, dan Pedagang Pengumpul
perikanan)
0,25% BBM SPBU
Produsen atau Pertamina
importir bahan bakar Penjualan bahan bakar 0,3% BBM SPBU Non-
Penjualan
minyak, gas, dan minyak dan gas Pertamina
pelumas 0,3% BBG
0,3% Pelumas
0,25% Semen
Industri-industri Penjualan hasil produksi
0,1% Kertas DPP PPN
tertentu di dalam negeri
0,3% Baja
0,45% Otomotif
WP Badan yang Penjualan Barang 5% Harga jual
melakukan penjualan Mewah
Barang Sangat
Mewah

También podría gustarte