Está en la página 1de 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Smart Governance adalah suatu langkah yang antisipatif, objektif, inovasi


dan kompetitif dalam usaha meningkatkan partisipasi masyarakat dan
memberikan pelayanan publik. Smart governance dalam hal ini lebih ditekankan
kepada salah satu aktor pembangunan yang disebut pemerintah. Peran pemerintah
yang sentral sebagai kordinator dalam menentukan arah perkembangan kota perlu
diberikan perhatian khusus.

Oleh
karena
itu,
dalam
tulisan
ini
akan
lebih
fokus
mendalami
peran
pemerintah
dalam
mewujudkan
salah
satu
komponenen
smart
city
yaitu
smart
governance.

Memberikan

pelayanan

publik
dan

meningkatkan

pertisipasi

masyarakat

dalam

pembangunan

merupakan

salah

satu

tugas

pokok

pemerintah.

Dalam

konteks

smart

city

khususnya

smart

governance
,

kedua

tugas

tersebut
tidak

cukup

hanya

dilakukan

dengan

cara

konvensional,

tetapi

dibutuhkan

suatu

terobosan

baru

sehingga

pemerintah

dapat

menjalankan

perannya

dengan

lebih

baik,

mudah

dan

tepat
sasaran.

Kota merupakan pusat peradaban dan pusat kehidupan manusia. Keberadaan


kota terus berubah dan mengalami perkembangan signifikan serta membawa
pengaruh besar dalam pola hidup manusia Perkembangan teknologi yang
semakin pintar membuat konsep smart tidak hanya diterapkan pada berbagai
perangkat, tetapi juga pada berbagai sistem atau tatanan. Salah satunya yang
mencuat akhir-akhir ini adalah konsep smart city.

Konsep yang disebut sebagai kota pintar ini adalah sebuah konsep tatanan
kota cerdas berbasis pelayanan, bersifat transparan dan berperan dalam
memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan tepat.
Dimana dalam hal ini kota memberikan pelayanan publik yang mudah diakses
tanpa terbatas lokasi dan waktu. Selain itu, konsep kota pintar ini juga memang
dihadirkan sebagai jawaban untuk pengelolaan sumber daya secara efisien.
Dukungan aplikasi yang terus berkembang serta terciptanya ekosistem kreatif di
bidang teknologi, merupakan langkah awal yang baik menuju kota pintar. Namun
pada kenyataannya smart city tidak hanya berkaitan dengan teknologi. Konsep ini
merupakan kombinasi antara teknologi baru dengan pola pikir cerdas tentang
penggunaan teknologi dalam sebuah organisasi. (Suhono et al, 2015 : 3).
Semarang adalah kota yang penuh dengan daya pikat, cuaca, panorama alam,
kuliner, ditambah masyarakatnya yang kreatif. Namun seiring dengan
perkembangan dan pertambahan penduduk, mulai timbul berbagai permasalahan
seperti penurunan kualitas pelayanan publik, kemacetan di jalan raya,
penumpukan sampah dan masalah-masalah sosial lainnya. Untuk menyelesaikan
masalah-masalah tersebut,

Semarang membutuhkan solusi yang cerdas, kreatif dan inovatif yang


dijalankan oleh jajaran aparat pemerintah, dari pemimpin sampai ke tingkat
terbawah, serta didukung komitmen penuh dari seluruh warganya.
Wakil Walikota Semarang Hevearita menjelaskan Semarang sudah menjadi
satu dari empat smart city di Indonesia, tiga yang lain yaitu Bandung, Makasar,
dan Surabaya. 1

Isu good governance mulai memasuki arena perdebatan pembangunan di

Indonesia didorong oleh adanya dinamika yang menuntut perubahan-perubahan di

sisi pemerintah maupun di sisi masyarakat. Untuk ke depan ini tentunya

pemerintah dan pemimpin politik di negara ini diharapkan menjadi lebih

demokratis dan efesien dalam penggunaan sumber daya publik, lebih tanggap

serta lebih mampu menyusun kebijakan, program dan hukum yang menjamin hak

asasi dan keadilan sosial. Sejalan dengan harapan baru terhadap peran negara

tersebut, masyarakat juga diharapkan untuk menjadi masyarakat yang memiliki

kesadaran akan hak dan kewajibannya, lebih terinformasi, memiliki solidaritas

akan sesama, bersedia berpartisipasi aktif dalam penyelanggaraan urusan publik,

memiliki kemampuan untuk berusursan dengan pemerintah dan institusi publik

lainnya, tidak apatis, serta tidak mementingkan dirinya sendiri. Adanya perubahan

di sisi pemerintah dan masyarakat seperti tersebut diatas, berarti hal ini

menunjukan bahwa adanya perubahan pula dalam pola governance.

Good governnce dapat tercipta apabila dua kekuatan saling mendukung

yaitu antara warga yang bertanggung jawab, aktif, dan memiliki kesadaran,

1Diakses
bersama pemerintah dengan pemerintah yang yang terbuka, tanggap, mau

mendengar, mau melibatkan.2

Penerapan good governance adalah merupakan kebutuhan mutlak mayoritas

rakyat demi terciptanya suatu sistem politik pemerintahan yang lebih berpihak

kepada kepentingan rakyat sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi secara

universal. Hal ini dapat pula menjadi faktor pendorong terwujudnya political

governance yang menghendaki bahwa berbagai proses pemerintahan baik itu dari

segi proses perumusan kebijakan publik, penyelenggaraan pembangunan,

pelaksanaan birokrasi publik pemerintahan agar berjalan secara transparan, efektif

dan efisien untuk meningkatkan kesejahtraan rakyat. Moral dan budaya yang

mendukung good governance adalah moral dan budaya yang tidak mentolerir

berbagai bentuk korupsi dan penyalahgunaan jabatan, keberpihakan yang

lemah/miskin, sensivitas atas kesetaraan gender, kesadaran atas pentingnya peran

masyarakat dalam pengambilan keputusan publik, serta adanya kepercayaan dan

toleransi. 3

Dalam perspektif otonomi daerah khususnya di Indonesia, penerapan good

governance merupakan suatu urgensitas dalam upaya mewujudkan pemerintahan

daerah atau local governance yang efektif, efisien, mandiri serta bebas korupsi,

kolusi dan nepotisme (KKN). Hal ini didukung pula dengan diberlakunya UU

2Sumarto Hetifah SJ., Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance. Buku Obor. Jakarta :
2009. hlm.3

3Ibid hlm.86
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang akan memberikan

peluang lebih besar bagi terlaksananya asas desentralisasi, dekonsentrasi dan

tugas pembantuan; serta prinsip-prinsip otonomi daerah sehingga pemerintah

daerah mampu menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan kepada masyarakat (publik services) secara optimal dan tidak terlalu

bergantung lagi kepada pemerintah pusat (sentralistik) sebagaimana era

pemerintahan sebelumnya.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa

masalah dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu

untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan

pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari

pemecahannya. Atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan

yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti

berdasarakan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.


Dari latar belakng masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan

dari proposal penelitian ini adalah :


1. Bagaimana memperkenalkan dan menyajikan segala informasi mengenai
Semarang Smart City secara tepat dan efektif kepada masyarakat Kota
Semarang?
1.3 Tujuan penelitian
Untuk mengetahui bagaimana dinamika yang berlangsung dalam proses

politik pembentukan Smart city


1.4 Keguanan penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk mengambil skripsi dan menyelesaikan

program sarjana (S1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Diponegoro Semarang dan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan

dan pengalaman bagi mahasiswa.


2. Dapat memberikan sumbangan penulisan mengenai hasil-hasil penelitian

yang peniliti lakukan mengenai Analisis penyususnan Kebijakan Publik


1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1Kebijakan Publik
Pada dasarnya kebijakan publik berasal dari bahasa yunani dan

sansakerta, yaitu polis (negara kota) dan pur (kota). Dalam bahasa latin

menjadi politia (negara) dan dalam bahasa inggris disebut istilah policie,

yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah politik atau

administrasi pemerintahan. Kebijakan identik istilah-istilah lain seperti,

tujuan, program, keputusan, undang-undang, ketentuan, usulan-usulan dan

rancangan-rancangan besar. 4
Saat ini cabang ilmu yang berkembang cukup pesat dan sejalan

dengan kebutuhan masyarakat khususnya sektor publik yaitu kebijakan

publik. Sejalan dengan perkembangan ini, setidaknya ada tiga dasar

signifikasi studi kebijakan publik, yaitu : 5


1) Kenyataan tuntutan-tuntutan masyarakat yang semakin banyak dan

beragam memerlukan suatu kajian berupa research and development

sebelum kebijakan publik ditetapkan. Hal inilah yang kemudian

menimbulkan disiplin analisis kebijakan yang oleh William Dunn

diyakini sebagai salah satu kunci dasar bagi arti penting pembuatan

kebijakan publik. Kebijakan publik yang dibuat tidak berdasarkan model-

model pengkajian yang mendalam hanya akan menimbulkan inefisiensi,

4 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan dari formulasi ke implementasi


kebijaksanaan negara. Bumi Aksara. Jakarta : 2004. hlm.1-2

5 Abdul Badjuri dan Teguh Yuwono, Kebijakan Publik konsep dan strategi. Semarang :
Universitas Diponegoro, 2002. hlm. 2-3
tidak tepat sasaran sekaligus efektif.
2) Dibutuhkannya kemampuan yang mendalam bagi para pengambil

kebijakan publik, analisis kebijakan publik dan juga penasehat kebijakan

publik mendorong arti penting studi dan pemahaman mengenai kebijakan

publik saat ini. Keterbatsan waktu untuk mengkaji secara mendalam

kebijakan publik dikuasai secara mendalam.


3) Perkembangan global yang bermuara pada kompetisi dan implementasi

model pasar yang berkembang pesat membutuhkan perlunya kebijakan

publik disusun secara strategik dalam rangka menghadapi berbagai

persoalan yang melingkupi, baik yang bersifat internal maupun eksternal.

Kebijakan dan pembangunan adalah dua konsep yang terkait. Sebagai

sebuah proses peningkatan kualitas hidup manusia, pembangunan adalah

konteks dimana kebijakan beroprasi. Sementara itu, kebijakan yang

menunjuk pada kerangka kerja pembangunan, memberikan pedoman bagi

pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan ke dalam beberapa

proyek. 6

Intrepetasi dari kebijakan menurut Dye harus dimaknai dengan dua

hal penting yaitu kebijakan haruslah dilakukan oleh badan pemerintah dan

kebijakan tersebut harus mengandungpilihan dilakukan atau tidak dilakukan

oleh pemerintah. Selain Dye, James E. Anderson mendefinisikan kebijakan

sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi

6 Edi Suharto. Analisis kebijakan publik : panduan praktis mengkaji masalah dan
kebijakan sosial. Alfabeta. Bandung : 2010. Hlm.1
pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang tertentu.7

Dalam kerangka subsantif, kebijakan publik merupakan segala

aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan permasalahan

publik dalam rangka untuk memenuhi kepentingan serta urusan-urusan

publik yang terjadi. Kebijakan publik juga termasuk dalam ranah

kepentingan dengan adanya banyak aktor yang berkepentingan di dalamnya.

Adanya komitmen aktor politik juga di perlukan untuk memperjuangkan

nilai-nilai kepentingan publik.

Aktor yang terlibat dalam kebijakan publik dapat dikategorikan

menjadi tiga, yaitu : aktor publik, aktor privat dan aktor masyarakat. Aktor-

aktor tersebut mempunyai peran satu dengan yang lain di dalam proses

penyusunan kebijakan publik. Kebijakan publik merupakan pergulatan dari

proses politik sehingga siklus kebijakan tidak terlepas dari isu-isu dan

lingkungan politik tersebut. Siklus kebijakan merupakan upaya sebagai

proses dan ritme kebijakan agar dapat berjalan dengan baik. Tanpa adanya

siklus kebijakan, maka menyebabkan terjadinya kekacauan,

ketidakmakmuran, dan juga inskonsistensi dalam proses kebijakan.

1.5.2 Urgensi Kebijakan Publik


1.5.3 Tahap-Tahap Kebijakan Publik
1.5.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
1.5.5 Smart City

1.6. Operasional Konsep


7 Dwiyanto Indiahono. Kebijakan publik berbasis dynamic policy analisys. Gava Media.
Yogyakarta : 2009. Hlm.17
1.7 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian deskriptif yang menitik

beratkan pada penelitian kualitatif karena penulis mengutamakan kualitas data dan

bukan pada kekuatan data yang bersifat statistik. Desain kualitatif yang digunakan

lebih mengarah pada pendekatan naratif. Metode penelitian yang digunakan penulis

dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yang meliputi beberapa aspek yaitu

sebagai berikut :

1.7.1 Jenis Penelitian

Pada dasanya metode penelitian untuk membantu seseorang peniliti dalam

memberikan suatu penafsiran terhadap suatu permasalahan agar penulisan mengarah

pada permasalahan dan tidak menyimpan dari tujuan semula

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif

analistis yaitu tipe penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau

mendeskripsikan suatu segala yang ditentukan dan menganalisa gejala tersebut,

dengan menggunakan pendektan politis

1.7.2 Informan

Dalam penelitian kualitatif, unsur yang terpenting adalah adanya cakupan,

keluasan dan kedalaman data yang di peroleh dari beberapa informan yang ditunjuk.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

menetapkan sasaran penelitian berdasarkan pertimbangan pertimbangan tertentu


tanpa mendasarkan dari resistensi atau keterwakilan dari populasi tetapi lebih

mengarah pada cakupan, kekhasan dan kedalaman informasi yang dianggap tahu dan

dapat dipercaya untuk menjadi sumber yang kompeten dan dapat memberikan

informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

Informan:

1.7.3 Sumber Data

1) Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden

langsung dari lapangan, yaitu melalui wawancara dengan responden

dan pihak pihak yang berhubungan langsung dengan masalah yang

diteliti dan juga dapat diperoleh dari pembagian kuesioner.


2) Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung

dari obyek penelitian. Data ini diperoleh dari literatur-literatur yang

berhubungan dengan obyek penelitian, seperti : artikel, buku-buku,

dokumentasi, data data yang diperoleh dari sumber lain misalnya

lewat internet.

1.7.4Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian kualitatif dapat dikumpulkan dengan menggunakan

metode atau tehmik tertentu, yaitu :


1) Observasi

Observasi adalah cara penngambilan data deata dengan

melakukan pengamatan langsung atau tanpa pertolongan alat standar

lain untuk penelitian tersebut. Data pendukung dalam observasi dapat

diperoleh melalui dokumentasi berupa foto atau gambar.


2) Wawancara

Wawancara adalah cara memperoleh data dan informasi dengan

melakukan tanya jawab terhadap pihak pihak yang sengaja dipilih

agar memberikan informasi yang diperlukan dan dapat di

pertanggungjawabkan kebenarannya.

3) Studi Pustaka
Yaitu dengan membaca buku, undang-undang, dan media

informasi yang lain yang ada hubunganya dengan maslah yang diteliti

1.7.5 Analisis Data


Analisis data merupakan proses pengujian, pengkatagorian,

pentabulasin dan pengkombinasian kembali bukti-bukti untuk menunjuk

proposisi awal suatu penelitian. Strategi analisis data mengandung prioritas

tentang apa dan mengapa akan dianalisis. Analisis data kualitatif merupakan

sebuah proses yang kreatif, namun dalam pelaksanaanya terdapat metode

yang secara eksplisit dan sistematis harus digunakan peneliti untuk

menganalisis dan menginterprteasikan data tekstual


Secara singkat alur kegiatan dalam analisis data penelitian dibagi

menjadi tiga yaitu :


4) Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan disusun berdasarkan hal-hal

yang pokok yang berhubungan dengan pokok masalah. Setelah itu

laporan direduksi, dirangkum, dipilah hal-hal yang pokok, difokuskan

pada hal-hal yang penting dan dicari tema atau polanya.


5) Penyajian Data
Setelah data-data tersebut direduksi dan kemudian data data

tersebut disusun dalam satuan-satuan,dikategorikan, dan kemudian

disajikan.
6) Menarik Kesimpulan atau Verifikasi
Menarik kesimpulan atau verifikasi merupakan langkah terakhir

dalam kegiatan analisis kualitatif. Penarikan kesimpulan ini

tergantung pada besarnya kumpulan catatan mengenai data tersebut.

Data-data dari hasil wawancara dan berfungsi sebagai pelengkap atau

penguat argumentasi dari pihak-pihak yang diwawancarai.

También podría gustarte