Está en la página 1de 14

1.

Nyonya Y, 38 tahun datang berobat ke poliklinik dermatologi dan venereologi


(DV) RSUP Moh. Hoesin dengan keluhan bercak putih dsertai mati rasa di waah,
lengan, dan tungkai seak 6 bulan lalu. Kisaran 2 bulan lalu, bercak putih disertai
mati rasa meluas dan menyebar ke badan, dan punggung. Bercak putih hapir
simetris terdapat di badan, lengan, dan tungkai.
e. Apa perbedaan TBC kulit dan MH?
Pada kedua penyakit, ditemukan Granuloma, tetapi pada granuloma TBC memiliki
nekrosis kaseosa dan bentuk lebih irregular, sedangkan pada MH (khususnya tipe
tuberkuloid) granuloma lebih oval dan tidak memiliki nekrosis kaseosa. Tb kulit jarang
yang primer biasanya merupakan hasil metastasis dari Tb Paru sehingga pasien biasanya
pernah memiliki riwayat Tb.

3. Suami pasien memiliki riwayat keluhan bercak putih disertai mati rasa dan telah
menyelesakan pengobatan rutin ( 12 bulan ) kisaran 1 tahun lalu.
a. Apa hubungan dari riwayat penyakit yang sama pada suami pasien?
Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae menderita kusta,
Iklim (cuaca panas dan lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik Juga
ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta
di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda
pada setiap individu. Faktor ketidak cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab
.
Penyakit kusta dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang
terinfeksi dengan orang sehat. Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh
manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus
lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimana masih
belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit.
Walaupun telah ditemukan bakteri tahan asam di epidermis. Walaupun terdapat laporan
bahwa ditemukan bakteri tahan asam di epitel Deskuamosa di kulit, Weddel et al
melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam
penelitian terbaru Job etal menemukan adanya sejumlah Mycobacterium leprae yang
besar dilapisan keratin superficial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini menbentuk
sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat.
Pentingnya mukosa hidung dalam penularan Mycobacterium leprae telah ditemukan oleh
Schaffer pada tahun 1898.
Jumlah bakteri dari lesi mukosa hidung pada kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara
10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien
lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di secret hidung penderita. Devey dan Rees
mengindikasi bahwa secret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi
10.000.000 organisme per hari.
5. Pemeriksaan saraf tepi:
Palpasi : teraba penebalan syaraf pada nervus ulnar dextra et sinistra dan peroneus
lateralis dextra et sinistra tapi tidak nyeri.
Tes fungsi syaraf:
- Ada gangguan fungsi sensorik rasa raba, nyeri ,dan suhu pada palmar manus
dan plantar pedis dextra et sinistra
- Tes otonom tidak dilakukan
- Tidak ada gangguan motorik nervus ulanris, medianus, dan radialis dextra et
sinistra
a. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan saraf tepi?

Inspeksi : Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik.
Observasi dilaksanakan dengan menggunakan indra penglihatan, pendengaran,
penciuman sebagai suatu alat untuk mengumpulkan data. Inspeksi dimulai pada saat
berinteraksi dengan penderita dan dilanjutkan dengan pemeriksaan lebih lanjut.
Ruangan membutuhkan cahaya yang adekuat (terang) diperlukan agar petugas dapat
membedakan warna dan bentuk tubuh.

Palpasi : Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: n. auricularis magnus,
n. ulnaris, n. radialis, n. medianus, n. peroneus, dan n. tibialis posterior. Hasil
pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan, dan
adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien apakah ia kesakitan atau tidak saat
saraf diraba.

Saraf ulnaris - untuk memeriksa saraf ulnaris kiri, pegang lengan bawah kiri penderita
dengan tangan kiri Anda; raba di bawah siku penderita dengan tangan kanan Anda.
Anda akan menemukan saraf ulnaris di cekungan pada sisi median (dalam). Lakukan
sebaliknya untuk memeriksa saraf ulnaris lengan kanan.

Pemeriksaan Motorik Ulnaris


Saraf medianus - untuk memeriksa saraf medianus, pegang pergelangan penderita
dengan telapak tangannya menghadap ke atas; raba hati-hati di tengah-tengah
pergelangan. Saraf medianus mungkin tidak teraba, tapi ada tidaknya nyeri tekan tetap
dapat terdeteksi.

Saraf peroneus - untuk meraba saraf peroneus kanan, minta penderita duduk di kursi
dan kemudian Anda duduk atau berlutut di depannya. Gunakan tangan kiri Anda
untuk meraba saraf di sisi luar betis sedikit di bawah lutut dan lekukan sekitar tulang
di bawah lutut. Gunakan tangan kanan Anda untuk memeriksa saraf Peroneus kiri.
Pemeriksaan fungsi motorik saraf peroneus

Pemeriksaan fungsi motorik saraf radialis

Fungsi sensorik : Dilakukan pemeriksaan fungsi saraf sensorik pada telapak tangan,
daerah yang sisarafi oleh n.ulnaris dan medianus juga pada daerah telapak kaki untuk
daerah yang disarafi oleh n.tibialis posterior.
Fungsi motoric : N.fasialis dengan memeriksa kekuatan penutupan bola mata.
N.ulnaris dengan memeriksa kekuatan m.abductor pollicis minimi. N.medianus,
dengan memeriksa kekuatan m.abductor pollicis brevis. N.radialis, dengan memeriksa
kekuatan fleksi dorsal pergelangan tangan. N.peroneous, dengan memeriksa kekuatan
fleksi dorsal pergelangan kaki baik pada arah eversi maupun inverse. N.tibialis
posterior, dengan memeriksa kekuatan otot truceps surae, tibialis posterior, flexor
hallucis longus dan flexor digitorum longus.

Fungsi Otonom : Fungsi Otonom diperiksa dengan memegang tangan atau kaki
penderita untuk menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi kelenjar
keringat). Pemeiksaan bersama dengan gerak Olah raga.
Analisis Aspek Klinis
1. Apakah diagnose banding pada kasus?
Pada lesi makula, differensial diagnosisnya adalah vitiligo, ptiriasis versikolor, ptiriasis
alba, Tinea korporis. Pada lesi papul, granuloma annulare, lichen planus. Pada lesi plak,
tinea korporis, ptiriasis rosea, psoriasis. Pada lesi nodul, acne vulgaris,
neurofibromatosis. Pada lesi saraf, amyloidosis, diabetes, trachoma
2 Bagaimana cara menegakkan diagnosis?

1. Anamnesis
Anamnase pada pasien kusta sering menjadi tidak informatif, namun hal ini tetap kita
lakukan. Tanyakan pada pasien mengenai adanya kebas, rasa seperti tersayat atau terbakar,
perubahan lesi pada kulit, kesulitan untuk menggenggam atau berjalan, masalah pada mata,
kontak keluarga dengan kusta, riwayat pengobatan dengan dapson (Bryceson et al, 1990).

2. Inspeksi
Jika diperlukan, minta pasien untuk berdiri dan membuka pakaiannya. Perhatikan lesi kulit
yang ada pada tubuh pasien di bawah cahaya yang cukup (Bryceson et al, 1990).

3. Tes fungsi saraf

a. Rasa raba Dengan kapas atau sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa
perasaan dengan menynggung kulit.

b. Rasa nyeri Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum
yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan penderita harus mengakatan
tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul.

c. Rasa suhu Dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi airpanas
(40 C) yang lainnya air dingin (20 C) ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai dengan
sebelumnya melakukan kontrol pada kulit yang sehat. Jika pada daerah kulit yang dicurigai
penderita salah menyebutkan suhu pada tabung yang ditempelkan, maka dapat disimpulkan
bahwa sensasi suhu di daerah tersebut terganggu.

d. Tes motoris: Voluntary Muscle Test (Amirudin et al, 1997).

4. Pemeriksaan Bakteriologis

Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang diperoleh lewat irisan dan
kerokan kecil pada kulit yang kemudiaan diberi pewarnaan Ziehl Nielsen untuk melihat M.
Leprae. Pemeriksaan ini beberapa tahun terakhir ini tidak diwajibkan dalam program
Nasional. Namun demikian menurut penelitian, pemeriksaan skin smear banyak berguna
untuk mempercepat penegakan diagnosis, karena sekitar &-10% penderita yang datang
dengan lesi Pba, merupakan kasus MB yang dini. Pada kasus yang meragukan harus
dilakukan pemeriksaan apusan kulit (skin smear). Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas
terlatih. Karena cara pewarnaan yang sama dengan pemeriksaan TBC maka pemeriksaan
dapat dilakukan di puskesmas (PRM) yang memiliki tenaga serta fasilitas untuk
pemeriksaan BTA (Amirudin et al, 1997).

5. Pemeriksaan Histopatologik

Diagnosis penyakit kusta biasanya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan klinik, secara teliti
dan pemeriksaan bakterioskopik. Pada sebagian kecil kasus, bilamana diagnosis masih
meragukan, pemeriksaan histopatologik dapat dilakukan. Pemeriksaan ini digunakan untuk
menegakkan diagnosa penyakit kusta, Khisusnya pada anak-anak, bilaman pemeriksaan
saraf sensoris tidak mudah dilakukan pada lesi dini, contohnya pada tipe indeterminate, juga
untuk menentukan klasifikasi yang tepat (Amirudin et al, 1997).

Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau tanda
kardinal, yaitu:
A. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa. Kelainan kulit/lesi yang dapat berbentuk bercak
keputihan (hypopigmentasi) atau kemerahan (erithematous) yang mati rasa
(anaesthesia).
B. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf
tepi ini biasanya akibat dari peradangan kronis pada saraf tepi (neuritis perifer). Adapun
gangguan-gangguan fungsi saraf tepi berupa:
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa.
b. Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan (paralise).
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering.
C. Ditemukannya M. leprae pada pemeriksaan bakteriologis.
D. Adanya lesi kulit
3.Apa pemeriksaan penunjang pada kasus?
Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa
hidung yang diwarnai dengan pewarnaan BTA ZIEHL NEELSON. Pertama tama
harus ditentukan lesi di kulit yang diharapkan paling padat oleh basil setelah terlebih
dahulu menentukan jumlah tepat yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat
dan untuk rutin sebaiknya minimal 4 6 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian
bawah dan 2 -4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling
infiltratif. Pemilihan cuping telinga tanpa menghiraukan ada atau tidaknya lesi di
tempat tersebut karena pada cuping telinga biasanya didapati banyak M. leprae3.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan
dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada
BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).
1 + Bila 1 10 BTA dalam 100 LP
2+Bila 1 10 BTA dalam 10 LP
3+Bila 1 10 BTA rata rata dalam 1 LP
4+Bila 11 100 BTA rata rata dalam 1 LP
5+Bila 101 1000BTA rata rata dalam 1 LP
6+Bila> 1000 BTA rata rata dalam 1 LP
Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid
dan non solid.
IM= Jumlah solidx 100 %/ Jumlah solid + Non solid
Syarat perhitungan IM adalah jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA, I.B 1+ tidak
perlu dibuat IM karedna untuk mendapatkan 100 BTA harus mencari dalam 1.000
sampai 10.000 lapangan, mulai I.B 3+ maksimum harus dicari 100 lapangan.
Pemeriksaan histopatologi, gambaran histopatologi tipe tuberkoloid adalah tuberkel
dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid.
Tipe lepromatosa terdpat kelim sunyi subepidermal ( subepidermal clear zone ) yaitu
suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Bisa
dijumpai sel virchow dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat campuran
unsur unsur tersebut. Sel virchow adalah histiosit yang dijadikan M. leprae sebagai
tempat berkembangbiak dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.
Pemeriksaan serologik, didasarkan terbentuk antibodi pada tubuh seseorang yang
terinfeksi oleh M.leprae. Pemeriksaan serologik adalah MLPA (Mycobacterium Leprae
Particle Aglutination), uji ELISA dan ML dipstick, PCR.
Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak
untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap
M. leprae. 0,1 ml lepromin dipersiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan
intradermal. Kemudian dibaca setelah 48 jam/ 2hari (reaksi Fernandez) atau 3 4
minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan
eritemayang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae, yaitu respon
imun tipe lambat ini seperti mantoux test (PPD) pada tuberkolosis

4.Apa diagnose kerja pada kasus?


Morbus Hansen tipe Borderline Lepromatous Leprosy (BL) dengan cacat grade II

5.Apa etiologi pada kasus?


Penyakit kusta disebabkan oleh M .leprae yang ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen
tahun 1873 di Norwegia. Basil ini bersifat tahan asam, bentuk pleomorf lurus, batang
ramping dan sisanya berbentuk paralel dengan kedua ujung-ujungnya bulat dengan
ukuran panjang 1-8 um dan diameter 0,25-0,3 um. Basil ini menyerupai kuman
berbentuk batang yang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora. Dengan
pewarnaan Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk batang yang utuh, berwarna
merah terang, dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang mati bentuknya terpecah-
pecah (fragmented) atau granular. Basil ini hidup dalam sel terutama jaringan yang
bersuhu rendah dan tidak dapat dikultur dalam media buatan (in vitro).
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae. Kuman ini bersifat obligat intrasel,
aerob, tidak dapat dibiakkan secara in vitro , berbentuk basil Gram positif dengan
ukuran 3 8 m x 0,5 m, bersifat tahan asam dan alkohol. Kuman ini memunyai
afinitas terhadap makrofag dn sel Schwann, replikasi yang lambat di sel Schwann
menstimulasi cell-mediated immune response, yang menyebabkan reaksi inflamasi
kronik, sehingga terjadi pembengkakkan di perineurium, dapat ditemukan iskemia,
fibrosis, dan kematian akson.Mycobacterium leprae dapat bereproduksi maksimal pada
suhu 27C 30C, tidak dapat dikultur secara in vitro, menginfeksi kulit dan sistem
saraf kutan Tumbuh dengan baik pada jaringan yang lebih dingin (kulit, sistem saraf
perifer,hidung, cuping telinga, anterior chamber of eye, saluran napas atas, kaki, dan
testis), dan tidak mengenai area yang hangat (aksila, inguinal, kepala, garis tengah
punggung.
Faktor Risiko
1. Umur
Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Insiden Rate penyakit ini meningkat sesuai
umur dengan puncak pada umur 10 20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya
juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak umur 30 50 tahun dan kemudian
secara perlahan-lahan menurun.
2. Jenis Kelamin
Penyakit kusta dapat menyerang manusia baik pada jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan, tetapi jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita dibandingkan
perempuan. Jumlah penderita laki-laki dewasa biasanya 2-3 kali lebih besar daripada
wanita, hal ini dihubungkan dengan aktifitas pria diluar rumah sehingga resiko tertular
lebih besar. Kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Faktor
fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi
dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
3. Kusta banyak pada negara berkembang dan kelas menengah kebawah.

6.Bagaimana pathogenesis dan respon imun pada kasus?

M. leprae berpredileksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin.


Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit disebabkan oleh respon
imun yang berbeda yang menyebabkan timbulnya reaksi granuloma setempat atau
menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta
dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan
tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya. Meskipun cara masuk M.
leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah
memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh
yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh, M leprae terhadap kulit
bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu
tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulens dan
nontoksis.

Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting
Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama
adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang
dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal kedua
adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator
APC yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan
mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF
dan IL 12 akan membantu differensiasi To menjadi Th1.

Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN yang akan meningkatkan fagositosis makrofag(


fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari M.leprae akan berikatan dengan C3
melalui reseptor CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan difagositosis) dan
proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan mengaktifkan CTL lalu CD8+. Di dalam
fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri dari penghancuran oksidatif oleh
anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi.
Karena gagal membunuh antigen maka sitokin dan growth factors akan terus dihasilkan
dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus diaktifkan dan lama
kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag akan membesar, sekarang makrofag
seudah disebut dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk
granuloma.
Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan mengaktifasi dari eosinofil.
IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4 akan mengaktifasi sel B untuk
menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast.
Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak
teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2. Pada
Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi dibandingkan
dengan Th2 sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan
dengan Th1.

7. Bagaimana maninfestasi klinis pada kasus berdasarkan WHO?

PB (Pausibasilar) MB (Multibasilar)

Lesi kulit (makula yang 1-5 lesi >5 lesi


datar, papul yang
meninggi, infiltrate, Hipopigmentasi/eritema Distribusi lebih
plak eritem, nocus) simetris
Distribusi tidak simetris

Kerusakan saraf Hilangnya sensasi yang Hilangnya sensasi


(menyebabkan jelas kurang jelas
hilangnya
sensasi/kelemahan otot Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf
yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena

BTA Negatif Positif

Tipe Indeterminate (I), Lepromatosa (LL),


Tuberkuloid (T), Borderline lepromatous
Borderline tuberkuloid (BL), Mid borderline
(BT) (BB)

Gambaran Klinis, Bakteriologik dan imunologik Kusta tipe PB


Karakteristik Tuberkuloid (TT) Borderline Indeterminate (I)
Tuberkuloid (BT)

Lesi
Bentuk Makula atau Makula dibatasi Hanya infiltrate
makula dibatasi infiltrat; infiltrat saja
infiltrat

Jumlah Satu atau beberapa Satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit

Distribusi Terlokasi dan Asimetris Bervariasi


asimetris

Permukaan Kering,skuama Kering,skuama Halus agak berkilat

Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai


tidak jelas

Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau


tidak jelas

BTA

Pada lesi kulit Negatif Negatif, atau 1+ Biasanya negative

Tes Lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif

Gambaran klinis, Bakteriologis, dan Imunologik Kusta MB


Karakteristik Lepromatosa (LL) Borderline Mid-borderline (BB)
Lepromatosa (BL)

Lesi

Bentuk Makula, infiltrat Makula, plak, Plak, lesi bentuk


difus, papul, nodus papul kubah, lesi punched
out

Jumlah Banyak distribusi Banyak tapi kulit Beberapa, kulit sehat


luas, praktis tidak sehat masih ada (+)
ada kulit sehat

Distribusi Simetris Cenderung simetris Asimetris

Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Sedikit berkilap,


beberapa lesi kering

Anestesia Tidak jelas Tidak jelas Lebih jelas

Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas

BTA

Pada lesi kulit Banyak Banyak Agak banyak

Sekret hidung Banyak Biasanya tidak ada Tidak ada

Tes Lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif


8. Bagamana penatalaksanaan pada kasus?
Penatalaksanaan Khusus

Regimen MDT pada kusta Multibasiler (MB)

Rifampicin Dapson Lamprene

Dewasa 600 mg/bulan 100 mg/hari diminum 300 mg/bulan


diminum di depan di rumah diminum di depan
petugas kesehatan petugas kesehatan
dilanjutkan dgn 50
mg/hari diminum di
rumah

Anak-anak 450 mg/bulan 50 mg/hari diminum 150 mg/bulan


diminum di depan di rumah diminum di depan
(10-14 th) petugas petugas kesehatan
dilanjutkan dg 50 mg
selang sehari
diminum di rumah

Pengobatan dilakukan selama 12-18 bulan.


Penatalaksanaan Umum
a. Melakukan penjelasan penyakit, penyebab dan penularan,perjalanan penyakit dan
pengobatan yang benar dan cara perawatan diri.
b. Pencegahan luka pada tangan dan kaki yang mati rasa
- Lindungilah tangan atau kaki dari benda panas, kasar, dan tajam. Pakai alas
kaki dan gunakan sarung tangan.
- Selalu memeriksa apakah ada luka atau lecet sekecil apapun pada tangan dan
kaki. Bila ada, istirahatkan sampai sembuh.

9. Apa komplikasi pada kasus?


Komplikasi dan gejala yang dapat timbul pada penyakit kusta lanjut adalah sebagai
berikut:
Anggota gerak
Komplikasi pada anggota gerak merupakan konsekuensi dari kelainan saraf yang
menyebabkan mati rasa dan kelainan otot. Pasien tidak dapat merasakan sentuhan,
nyeri, dan suhu tetapi perasa posisi dan getaran masih dapat berfungsi. Saraf yang
paling sering terkena pada anggota gerak adalah saraf pada lengan yang menyebabkan
jari keempat dan kelima melekuk seperti cakar. Saraf lainnya di lengan bila terkena
dapat mengganggu fungsi ibu jari dan fungsi menggenggam. Saraf lainnya yang juga
terdapat pada lengan bila terserang dapat menyebabkan wristdrop, yaitu tangan lemas
dan menekuk ke bawah tidak ada tenaga. Pada telapak kaki dapat ditemukan luka
bergaung dan bernanah. Kerusakan saraf pada tungkai dapat
menyebabkan footdrop dimana kaki lemas dan mengganggu fungsi berjalan. Hilangnya
jari-jari terutama pada ruas buju jari paling ujung disebabkan karena hilangnya
kepekaan indra perasa,trauma pada jari atau infeksi sekunder yang mekanismenya
masih belum jelas dan diduga ada proses kerusakan tulang pada jari.

Hidung

Pada Lepromatous Leprosy, bakteri yang menyerang selaput lendir hidung dapat
menyebabkan hidung tersumbat dalam waktu lama dan kadang-kadang mimisan. Bila
penyakit kusta pada pasien tersebut tidak diterapi, akan menyebabkan rusaknya tulang
rawan hidung dan akhirnya menyebabkan perubahan bentuk hidung atau rusaknya indra
penciuman.

Mata

Kelainan pada mata disebabkan karena kerusakan saraf kepala. Gejala yang timbul
yaitu kelopak mata tidak dapat menutup sempurna dan kornea mata tidak peka terhadap
rangsangan. Hal tersebut dapat menyebabkan infeksi yang bila tidak diterapi dapat
menyebabkan kerusakan kornea dan kebutaan.

Buah zakar

Bakteri Mycobacterium leprae yang menyerang buah zakar dapat menyebabkan


gangguan pada testis, yaitu gangguan hormonal yang menyebabkan penurunan jumlah
sperma sampai tidak adanya sperma. Gangguan hormon tersebut juga dapat
menyebabkan impotensi.

Saraf

Pada pasien Tuberculoid Leprosy, dapat terjadi pengumpulan nanah pada saraf yang
infeksinya dapat menjalar sampai ke kulit. Tampak bengkak dan sangat nyeri di daerah
saraf tersebut.

10. Bagaimana prognosis kasus?


Bergantung pada seberapa luas lesi dan tingkat stadium penyakit. Kesembuhan
bergantung pula pada kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Terkadang pasien dapat
mengalami kelumpuhan bahkan kematian, serta kualitas hidup pasien menurun.
Pada kasus:
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanational : Bonam
11. Bagaimana pencegahan kasus?
a. Pencegahan Primodial

Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki
faktor resiko penyakit kusta melalui penyuluhan. Penyuluhan tentang penyakit kusta
adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat oleh
petugas kesehatan sehingga masyarakat dapat memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya dari penyakit kusta.
b. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah
memiliki faktor resiko agar tidak sakit. Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk
mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab
penyakit dan faktor-faktor resikonya.
Untuk mencegah terjadinya penyakit kusta, upaya yang dilakukan adalah
memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, personal hygiene,
deteksi dini adanya penyakit kusta dan penggerakan peran serta masyarakat untuk
segera memeriksakan diri atau menganjurkan orang-orang yang dicurigai untuk
memeriksakan diri ke puskesmas.
c. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan penyakit dini yaitu mencegah
orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan
menghindari komplikasi. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati
penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui
diagnosis dini dan pemberian pengobatan.
Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan melakukan diagnosis dini dan
pemeriksaan neuritis, deteksi dini adanya reaksi kusta, pengobatan secara teratur
melalui kemoterapi atau tindakan bedah.
d. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya yang dilakukan untuk memulihkan seseorang
yang sakit sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna, produktif, mengikuti
gaya hidup yang memuaskan dan untuk memberikan kualitas hidup yang sebaik
mungkin, sesuai tingkatan penyakit dan ketidakmampuannya.
12. Apa SKDI kasus?
SKDI 4A. Dokter umum dapat melakukan tatalaksana sampai tuntas.

También podría gustarte