Está en la página 1de 19

Anggaran Pemerintah

Tugas Mata Kuliah


Akuntansi Pemerintah

Oleh :

1. Maftuh Indah 140810301013


2. Dian Indah Puspita 140810301056
3. Indraswari Werda W. 140810301091
4. Dini Ayu Perwita P. 140810301109
5. Nur Rosyida 140810301178

Program Studi S1 Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jember
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses penyusunan anggaran sering kali menjadi isu penting yang menjadi sorotan masyarakat.
Anggaran dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama
periode waktu tertentu dalam ukuran financial. Pembuatan anggaran dalam organisasi sector public,
terutama pemerintah merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis
yang cukup signifikan, berbeda dengan penyusunan anggaran di perusahaan swasta yang muatan
politisnya relative lebih kecil. Pemahaman atas proses penyusunan anggaran-anggaran harus didahului
atas pemahaman jenis-jenis anggaran, siklus penyusunan anggaran, dan pendekatan-pendekatan yang
berkembang di dunia, khususnya pendekatan tradisional, pendekatan kinerja, serta PPBS.
Di Indonesia sendiri anggaran pemerintah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan untuk
memahamianggaran pemerinta, juga perlu untuk memahami sistem dan mekanisme dana perimbangan
yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep Anggaran Pemerintah ?
Apa saja pendekatan penyusunan Anggaran Pemerintah ?
Bagaimana Struktur Anggaran Pemerintah ?
Apakah yang dimaksud dengan APBN dan APBD ?
1.3. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini terutama kepada mahasiswa adalah untuk mengetahui konsep
Anggaran Pemerintah, pendekatan penyusunan anggaran pemerintah, struktur anggaran pemerintah,
termasuk didalamnya tentang APBN dan APBD.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Anggaran Pemerintah
Menurut Freeman (2003), penganggaran merupakan suatu proses pengalokasian sumber daya yang
terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan sifatnya tidak terbatas. Sementara itu, anggaran merupakan
rencana kerja dalam suatu periode yang telah ditetapkan dalam satuan mata uang.
Anggaran dapat juga dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai
selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial, dan penganggaran merupakan
proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.
Bagi organisasi sector public seperti pemerintah, anggaran tidak hanya sebuah rencana tahunan tetapi
juga merupakan bentuk akuntabilitas atas pengelolaan dana public yang dibebankan kepadanya.
Dalam pengertian lain, anggaran dapat dikatakan sebagai sebuah rencana financial yang menyatakan :
1. Rencana-rencana organisasi untuk melayani masyarakat atau aktivitas lain yang dapat
mengembangkan kapasitas organisasi dalam pelayanan.
2. Estimasi besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam merealisasikan rencana tersebut.
3. Perkiraan sumber-sumber yang akan menghasilkan pemasukan serta seberapa besaar pemasukan
tersebut.
Dalam ruang lingkup akuntansi , anggaran berada dalam lingkup akuntansi manajemen. Beberapa
fungsi anggaran dalam manajemen organisasi sector public adalah :
a. Anggaran sebagai alat perencanaan (planning tool)
Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Anggaran sebagai alat pengendalian (control tool)
Anggaran sebagai instrument pengendalian digunakan untuk menghindari adanya over spanding,
underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam mengoprasikan anggaran pada bidang lain
yang bukan prioritas. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan
operasional program atau kegiatan pemerintah.
c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiscal (fiscal tool)
Anggaran sebagai alat kebijakan fiscal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan
mendorong pertumbuhan ekonomi.
d. Anggaran sebagai alat politik (political tool)
Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas
tersebut.
e. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (coordination and communication
tool)
Anggaran public merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintah. Anggaran public juga
berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif.
f. Anggaran sebagai alat penilaian kerja (performance measurement tool)
Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan kinerja.
g. Anggaran sebagai alat motivasi (motivation tool)
Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara
ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
2.2. Siklus Penyusunan Anggaran
1. Penyusunan Rencana Anggaran
Tahap penyusunan anggaran (preparation) adalah tahapan pertama dari proses penganggaran. Pada
tahapan ini, biasanya rencana anggaran disusun oleh pihak eksekutif yang nantinya akan
melaksanakan anggaran tersebut. Anggaran yang disusun dalam tahapan ini dimaksudkan untuk
dilaksanakan pada periode anggaran berikutnya. Oleh sebab itu, jadwal waktu yang disediakan untuk
penyusunan anggaran harus dibuat sedemikian rupa sehingga anggaran diperkirakan akan siap
dilaksanakan sebelum periode anggaran berikutnya dimulai.
2. Persetujuan Legislatif
Anggaran diajukan ke lembaga legislative untuk mendapatkan persetujuan. Dalam hal ini, lembaga
legislative (terutama komite anggaran) akan mengadakan pembahasan guna memperoleh
pertimbangan-pertimbangan untuk menyetujui atau menolak anggaran tersebut. Selain itu, akan
diadakan juga dengar pendapat (public hearing) sebelum nantinya lembaga legislative menyetujui atau
menolaknya.
3. Pelaksanaan Anggaran
Pada tahapan ini, anggaran yang telah disetujui pada tahapan sebelumnya mulai dilaksanakan oleh
pihak eksekutif organisasi atau pelaksana anggaran lainnya. Berhubung anggaran yang disetujui pada
umumnya berlaku untuk satu tahun anggaran, maka untuk memperjelas dan mempermudah
pelaksanaannya perlu dilakukan langkah pengalokasian yang dikenal sebagai allotments dan
apportionments.
Dengan demikian, dalam melaksanakan anggaran diperlukan juga sikap kehati-hatian agar organisasi
tidak begitu saja melaksanakan seluruh anggaran belanja kegiatan pada awal-awal tahun anggaran
meskipun hal tersebut telah disetujui sebelumnya. Hal tersebut perlu diperhatikan untuk
mengantisipasi kemungkinan tidak tercapainya penerimaan sumber daya yang telah dianggarkan
dalam anggaran pendapatan. Dengan kata lain, organisasi harus memerhatikan arus keluar dan
masuknya sumber daya dalam pelaksanaan anggaran apabila tidak ingin menghadapi kesulitan
pemenuhan kewajiban untuk membiayai kegiatannya.
4. Pelaporan dan Audit
Tahap terakhir dari proses penganggaran adalah menyangkut masalah pelaporan dan audit atas
anggaran yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini, realisasi anggaran akan dilaporkan dan
diperbandingkan secara periodic dengan anggaran yang telah disetujui sebelumnya. Adanya
perbedaan antara anggaran dan realisasinya harus dijelaskan penyebabnya. Laporan tersebut
kemudian diaudit untuk memastikan bahwa laporan telah dibuat secara wajar. Laporan anggaran dan
hasil audit atas laporan tersebut merupakan bahan informasi dalam penyusunan anggaran untuk
periode anggaran berikutnya. Oleh sebab itu, rangkaian proses penganggaran yang dimulai sejak
tahap penyusunan hingga pelaporan dan audit anggaran pada akhirnya akan membentuk suatu siklus
anggaran.
2.3. Pendekatan Penyusunan Anggaran Pemerintah
Ada beberapa pendekatan dalam pembuatan anggaran. Perbedaan atas pendekatan -
pendekatan tersebut dapat dilihat dari hasil/tampilan anggaran itu sendiri.
1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan tradisional (line-item/object of expenditure
budget) karena pada awal perkembangannya, anggaran ditampilkan berdasarkan urutan pos belanja
(line item). Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini. Cirri pertama adalah cara penyusunan yang
berdasarkan pos-pos belanja. Anggaran tradisional menampilkan anggaran dalam perspektif sifat
dasar (nature) dari sebuah pengeluaran atau belanja. Ciri kedua dari pendekatan ini adalah
penggunaan konsep inkrementalisme, yaitu jumlah anggaran tahun tertentu dihitung berdasarkan
jumlah tahun sebelumnya dengan tingkat kenaikan tertentu.
Pendekatan ini bertujuan mengendalikan pengeluaran kas dengan lebih baik. Angka-angka yang
tertera dalam dokumen anggaran tersebut menunjukkan plafon anggaran atau batas atas yang tidak
boleh dilewati oleh Polres-Damai dalam melaksakan kegiatan-kegiatannya. Pengendalian kas atas
belanja pada pos-pos tersebut menjadi sangat kuat.
Dari sudut pandang kinerja, penilaian kinerja atas pelaksanaan anggaran dilakukan dengan melihat
tingkat ketaatan pelaksana dalam mematuhi batas anggaran tersebut. Pada pos belanja peralatan,
misalnya, kinerja Polres sederhana dikatakan baik jika pembelanjaan tersebut kurang dari
Rp.18.500.000.
2. Pendekatan Kinerja
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran
tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencampaian tujuan dan sasaran pelayanan public.
Pendekatan ini menggeser penekanan penganggaran dari sebelumnya yang sangat menekankan
pos belanja (object of expenditure) pada kinerja terukur dari aktivitas dan program kerja. Maka,
karakteristik dari pendekakatan ini adalah adanya proses untuk mengklasifikasikan anggaran
berdasarkan kegiatan dan juga berdasarkan unit organisasi tetapi tanpa meninggalkan rincian belanja.
Anggaran yang telah terkelompok dalam kegiatan-kegiatan akan memudahkan pihak yang
berkepentingan untuk melakukan pengukuran kinerja dengan cara terlebih dahulu membuat indicator-
indikator yang relevan.
Dengan kondisi dana dan realisasinya tersebut, bagaimana kinerja Polres Damai? Secara
keseluruhan, dapat kita lihat bahwa total realisasi lebih rendah dari total anggaran. Tidak seperti
pendekatan tradisional, analisis tidak dilakukan pada setiap pos belanja, tetapi dilakukan pada tiap
kegiatan yang telah ditetapkan.
3. Pendekatan Sistem Perencanaan dan Penganggaran Terpadu
Pendekatan system perencanaan dan penganggaran terpadu (planning, programming, and
budgeting system PPBS) dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada system penganggaran
tradisional dan juga penganggaran kinerja. Penganggaran tradisional dirasakan menitikberatkan pada
control belanja namun terlalu sedikit perhatian pada kinerja. Penganggaran kinerja yang diharapkan
mampu mengatasi berbagai kelemahan dari penganggaran tradisional, ternyata juga memiliki
kelemahan tersendiri. Penganggaran kinerja berhasil melakukan pengukuran kinerja yang efektif pada
aspek-aspek kualitatif secara efektif, namun masih terisolasi pada program atau kegiatan tahuanan
pemerintah yang dibuat pada saat itu. Oleh karena itu meskipun ada perhatian ada perhatian pada
hasil, anggaran kinerja dikatakan belum berhasil menghubungkan antara hasil dengan proses
perencanaaan (tujuan dan sasaran) yang telah dicanangkan di awal, yang dibiasanya dibuat secara
multitahunan.
Karakteristik yang membedakan PPBS antara lain :
a. Dimulai dengan mendefinisikan kembali rumusan perencanaan strategis yang dimiliki
pemerintah (visi dan misi) untuk diderivasikan dalam program dan kegiatan yang bersifat tahunan.
b. Metode perumusan program dan kegiatan yang dibuat berdasarkan perencanaan strategis
memungkinkan unit pemerintahan melakukan estimasi atas biaya-biaya di tahun-tahun mendatang,
dikarenakan adanya kesinambungan atas program dan kegiatan tersebut. Karakteristik inilah yang
kemudian melahirkan sebuah pendekatan modern yang disebut Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (Medium Term Expenditure Framework MTEF).
Konsep PPBS merupakan konsep luas yang memandang bahwa penyusunan anggaran
bukanlah proses terpisah yang berdiri sendiri, melainkan sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari
proses perencanaan dan perumusan program kegiatan suatu organisasi.
PPBS merupakan upaya sistematis yang memerhatikan integrasi dari perencanaan, pembuatan
program, dan penganggaran. Pada PPBS, sasaran, manfaat, dan tujuan harus diterjemahkan secara
eksplisit, sehingga program strategis yang berorientasi pada hasil dapat diidentifikasi. Dari sini, akan
dihasilkan informasi tentang anggaran yang membantu pengalokasian sumber daya secara efektif.
Alasan yang mendasari PPBS mungkin adalah kemampuannya untuk menjawab berbagai pertanyaan,
seperti :
a. Sasaran dan tujuan dasar apa yang akan dicapai?
b. Apa saja alternative metode/cara untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan?
c. Berapa biaya yang dibutuhkan dari masing-masing alternative, baik secara financial maupun
nonfinansial?
d. Manfaat apa yang akan dicapai dari tiap alternative, dan seberapa efektif alternative-alternatif
tersebut dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan?
Sebelum PPBS dapat diimplementasikan, suatu organisasi harus mengembangkan kemampuan
analisisnya untuk memahami secara mendalam tujuan organisasinya, termasuk kemampuan program
beserta indicator hasil untuk mencapai tujuan tersebut.
Pemahaman yang baik tentang tujuan strategis organisasi akan membantu pengembangan
program dan kegiatan yang baik. Secara teknis, tahapan tersebut diawali dengan proses identifikasi
kebutuhan dan evaluasi keterbatasan sumber daya. Berdasarkan pengukuran kebutuhan dan evaluasi,
keterbatasan sumber daya, sasaran, dan tujuan ditentukan. Berikutnya, dikembangkan struktur
program organisasi secara keseluruhan.
4. Pendekatan Anggaran Berbasis Nol
Pendekatan pembuatan anggaran ini adalah bahwa setiap aktivitas atau program yang telah diadakan
di tahun-tahun sebelumnya tidak secara otomatis dapat dilanjutkan. Setiap aktivitas harus dievaluasi
setiap tahun untuk menentukan apakah aktivitas itu akan diadakan tahun ini dengan melihat kontribusi
yang diberikannya kepada tujuan organisasi.
Proses dari anggaran berbasis nol (zero based budgeting ZBB) adalah:
a. Membagi tiap-tiap program dan kegiatan dalam unit-unit keputusan (decision package). Unit-
unit keputusan ini adlah program, aktivitas, atau unit organisasi di tingkat yang rendah.
b. Dasar untuk pembagian adalah aktivitas secara spesifik, jasa spesifik yang diberikan, subunit
organisasi, atau alternative yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari program.
c. Memilih cara terbaik untuk menyediakan jasa dengan berdasarkan analisis biaya manfaat atau
analisis lain (atau menggunakan pertimbangan politis).
d. Menentukan pilihan atas beberapa unit organisasi sehingga didapat keputusan tentang berapa
banyak jasa yang akan disediakan (sama dengan tahun lalu, ditambah atau dikurangi).
2.4. Struktur Anggaran Pemerintah
Secara umum, anggaran pemerintah dapat disusun dengan dua pilihan struktur atau klasifikasi,
yaitu klasifikasi ekonomis dan klasifikasi fungsional. Klasifikasi ekonomis dibuat berdasar jenis-jenis
belanja yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka pelayanan public, sedangkan klasifikasi
fungsional menyediakan informasi berdasarkan tujuan atau fungsi yang dijalankan oleh pemerintah.
Contoh fungsional misalnya untuk pendidikan atau lingkungan hidup.
Klasifikasi ekonomi untuk belanja meliputi :
1. Kompensasi untuk pegawai
Kompensasi untuk pegawai adalah total gaji keseluruhan, baik dalam bentuk tunai maupun tidak,
yang harus dibayarkan pemerintah pada pegawainya sebagai timbal balik atas pekerjaan yang telah
dilakukan selama periode akuntansi. Kompensasi untuk pegawai terbaik dalam dua bagian, yaitu upah
dan gaji dan tunjangan.
2. Belanja barang dan jasa
Yang dimaksud barang dan jasa dalam kategori ini terdiri atas barang dan jasa yang digunakan
untuk menghasilkan barang dan jasa yang lain, barang yang dibeli untuk kemudian dijual kembali,
atau barang dan jasa yang habis dikonsumsi
Berdasarkan tujuan penggunaannya, barang dan jasa yang dibeli pemerintah dan dipakai oleh
pegawai pemerintah dapat dikelompokkan menjadi belanja barang dan jasa ataupun kompensasi untuk
pegawai dalam bentuk selain tunai. Jika pegawai menggunakan barang dan jasa tersebut agar
pekerjaannya dapat terlaksana, maka penggunaan barang dan jasa tersebut dikelompokkan sebagai
belanja barang dan jasa. Sedangkan bila barang dan jasa digunakan pada waktu dan tujuan yang
diinginkan oleh pegawai dan dapat secara langsung memenuhi kebutuhan pegawai tersebut, maka hal
ini dikategorikan sebagai kompensasi untuk pegawai.
3. Penggunaan asset tetap
Penggunaan asset tetap adalah penurunan nilai asset tetap yang dimiliki pemerintah karena keusangan
atau kerusakan yang normal sepanjang periode akuntansi.
4. Bunga
Bunga adalah utang yang harus dibayarkan oleh pemerintah yang terjadi karena pemerintah
berhutang. Utang ini terjadi ketika pemerintah meminjam dana dari pihak lain. Bunga menjadi biaya
yang harus ditanggung pemerintah atas penggunaan dana pihak lain.
5. Subsidi
Subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah pada perusahaan berdasarkan level produksi,
kuantitas, atau nilai dari barang dan jasa yang diproduksi, dijual, diekspor, atau diimpor. Subsidi
digunakan untuk memengaruhi jumlah produksi, harga jual hasil, atau pembayaran gaji di perusahaan
terkait.
6. Hibah
Hibah adalah transfer dana atu modal yang tidak bersifat kewajiban dari pemerintah pada pihak lain
(pemerintah atau organisasi lain).
7. Tunjangan Sosial
Tunjangan social didefinisikan sebagai transfer dalam bentuk tunai atau bentuk lain untuk melindungi
seluruh masyarakat terhadap risiko social tertentu. Risiko social adalah kejadian yang dapat
memengaruhi kesejahteraan rumah tangga.
8. Belanja Lain-lain
Belanja lain-lain merupakan kategori yang diperuntukkan bagi transaksi yang tidak masuk kategori
yang lain.
Sedangkan klasifikasi belanja berdasarkan fungsi meliputi :
1. Pelayanan umum
2. Pertahanan
3. Ketertiban umum
4. Ekonomi
5. Lingkungan hidup
6. Perumahan dan fasilitas masyarakat
7. Kesehatan
8. Pariwisata, budaya dan agama
9. Pendidikan
10. Jaminan social
2.5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Setiap tahun pemerintah menghimpun dan membelanjakan dana triliuna rupiah melalui anggaran
pendapatan dan belanja Negara (APBN). Istilah APBN yang dipakai di Indonesia secara formal
mengacu pada anggaran pendapatan dan belanja pemerintah pusat, tidak termasuk anggaran
pendapatan dan belanja pemerintah daerah (APBD) dan BUMN. Penyusunan anggaran Negara ini
merupakan rangkaian aktifitas yang melibatkan banyak pihak, termasuk semua departemen dan
lembaga, serta dewan perwakilan rakyat (DPR). Peran DPR dalam penyusunan APBN dalam dua
tahun ini telah menjadikan proses penyusunan APBN menjadi lebih demokratis, transparan, objektif,
dan lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Sesuai UUD 1945, APBN diwujudkan dalam bentuk undang0undang. Dalam hal ini, presiden
berkewajiban menyusun dan mengajukan rancangan APBN (RAPBN) kepada DPR. RAPBN tersebut
memuat asumsi, perkiraan penerimaan, pengeluaran, deficit/surplus, dan pembiayaan deficit, serta
kebijaksanaan pemerintah. Selain itu juga dimuat perkiraan rinci atas pengeluaran/peneriamaan
departemen/lembaga, proyek, data actual, dan informasi yang terkait lainnya. Semuanya di uangkan
dalam nota keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari RUU APBN yang disampaikan
kepada DPR.
1. Ruang Lingkup APBN
APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran yang ditampung dalam rekening yang disebut
rekening bendaharawan umum Negara(BUN) di Bank Indonesia. Sebagai pengecualian, pemerintah
membuka rekening khusus di BI dengan alas an-alasan sebagai berikut:
a) Untuk mengelola pinjaman luar negri untuk proyek tertentu sebagaimana diisyaratkan oleh
pemberi pinjaman
b) Untuk menadministrasikan dan mengelola dana-dana tertentu (seperti dana cadangan dan dana
penjaminan deposito)
c) Untuk menadministrasikan penerimaan dan pengeluaran lainnya yang di anggap perlu untuk di
pisah dari rekening BUN, dimana suatu penriamaan harus digunakan untuk tujuan tertentu.
Sesuai aturan pemerintah yang terkait dengan pengelolaan APBN, semuan pengeluaran dan
penerimaan harus tercakup di APBN. Dengan kata lain, pada saat pertanggungjawaban APBN semua
realisasi penerimaan dan pengeluaran rekening-rekening khusus harus dikonsolidasikan kedalam
rekening BUN. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam BUN merupakan penerimaan dan
pengeluaran on budget.
2. Fungsi APBN
Secara umumAPBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam
rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintah dan pembangunan, mencapai pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian dan menentukan arah
serta prioritas pembangunan.
Secara khusus APBN mempunyai fungsi yang sama dengan APBD, yaitu sebagai berikut :
Fungsi perencanaan Mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara
untuk merancanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan
sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk mendukung pembelanjaan tersebut.
a. Fungsi otorisasi Fungsi ini mempunyai arti bahwa anggaran pendapatan da belanja negara
atau daerah sebagai dasar dalam melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan, dengan demikian pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan
kepada rakyat.
b. Fungsi pengawasan APBN berfungsi sebagai variabel kontrol dan pengendalian kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dengan pembangunan.
c. Fungsi stabilitas APBN disusun sebagai pedoman dalam penerimaan dan pengeluaran
keuangan negara. Dengan disusunnya APBN, pemerintah diharapkan dapat menjaga
kestabilan arus uang dan arus baranf sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi yang tinggi
maupun deflasi yang akan mengakibatan kelesuan perekonomian (resesi).
d. Fungsi alokasi Dalam APBN ditentukan besarnya anggaran pengeluaran masing-masing
bidang, ini berarti di APBN sektor pembangunan, departemen dan lembaga telah ditentukan
dengan jelas. Sehingga melalui APBN kita dapat mengetahui sasaran dan prioritas
pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang
bersangkutan.
e. Fungsi distribusi Pendapatan negara yang dihimpun dari bebrbagai sumber akan digunakan
untuk membiayai seluruh pengeluaran negara di berbagai sektor pembangunanan dan di
berbagai departemen. Penggunaan dana harus dapat didistribusikan untuk berbagai sektor
pembangunan secara merata.
f. Fungsi pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi (fungsi regulasi dan fungsi pengatur)

APBN juga dapat berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan ekomoni dan pengendalian tingkat
inflasi, karena dalam APBN seluruh jumlah penerimaan dan pengeluaran APBN digunakan untuk
menigkatkan pertumbuhan ekonomi. Besar kecilnya APBN dapat berpengaruh pada pengendalian
inflasi.
3. Tujuan penyusunan APBN
a. Untuk memberikan arahan bagi pemerintah dalam melaksanakan fungsi yang diembannya.
b. Untuk melihat dan mengevaluasi kinerja pemerintah dalam upaya menyejahterahkan masyarakat
karena anggaran disusun berdasarkan kinerja.
c. Sebagai sumber data yang akurat bagi rakyat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah.
d. Sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah dalam menggunakan pendapatan dari masyarakat
yang dipungut melalui pajak.
4. Format APBN
Selama tahun anggaran 1967/1970 sampai dengan 1999/2000, APBN menggunakan format T-account.
Format ini dirasakan masih mempunyai kelemahan, antara lain tidak memberikan informasi yang jelas
mengenai pengendalian deficit serta kurang transparan sehingga perlu disempurnakan. Mulai tahun
2000, formatnya berubah menjadi I-account. Tujuan I-account adalah:
a) Meningkatkan transparansi dalam pnyesunan APBN
b) Mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan dan pengelolaan APBN
c) Mempermudah analisis komparasi(perbandingan) dengan anggaran negara lain.
d) Mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang didistribusikan oleh
pemerintah pusat ke pemda mengikuti pelaksanaan UU tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah
Perbedaan T-account dan I-account adalah:
a) Dalam T-accout sisi penerimaan dan sisi pengeluaran dipisahkan dikolom yang berbeda. Dalam I-
account sisipenerimaan dan sisi pengeluaran tidak dipisahkan.
b) T-account mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis, sedangka I-account menerapkan
anggaran deficit/surplus. Dalam versi T-account, format seimbang dan dinamis diadopsi. Seimbang
berarti sisi penerimaan dan pengeluaran mempunyai nilai jumlah yang sama. Dalam versi I-account,
anggaran yang berimbang dan dinamis diganti dengan anggaran surplus/deficit.
c) Pengeluaran APBN diperinci menjadi belanja pemerintah pusat dan pemda. Versi T-account tidak
menunjukan dengan jelas komposisi anggraran yang dikelola pemerintahpusat dan pemda. Ini
merupakan akibat dari system anggran yang terpusat. Versi I-account dengan jelas menunjukan
komposisi jumlah anggaran yang dikelola oleh pemda.
Pada format T-account, pinjaman luar negri dianggap sebagai penerimaan pembangunan dan
pembayaran cicilan utang luar negri dianggap sebagai pengeluaran rutin. Sedangkan dalam format I-
account pinjaman luar negri dan pembayaran cicilannya dikelompokan sebagai pembiayaan anggaran.
Dengan struktur baru tersebut, format APBN Pemerintah Indonesia menjadi sebagai berikut:
A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
I. Penerimaan dalam negeri
1. Penerimaan perpajakan
i. Pajak dalam negeri
a. Minyak dan gas
b. Nonminyak dan gas
Pajak pertambahan nilai
Pajak bumi dan bangunan
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
Cukai
Pajak lainnya
ii. Pajak perdagangan internasional
Bea masuk
Pajak/pungutan ekspor
2. Penerimaan bukan pajak
i. Penerimaan sumber daya alam
a. Minyak bumi
b. Gas alam
c. Pertambahan umum
d. Kehutanan
e. Perikanan
ii. Bagian laba BUMN
iii. PNBP lainnya
II. Hibah

B. BELANJA NEGARA
I. Anggaran belanja pemerintah pusat
1. Pengeluaran rutin
i. Belanja pegawai
ii. Belanja barang
iii. Pembayaran bunga utang
iv. Utang dalam negeri
v. Utang luar negeri
vi. Subsidi
a. Subsidi BBM
b. Subsidi non-BBM
vii. Pengeluaran rutin lainnya
2. Pengeluaran pembangunan
i. Pembiayaan pembanguna rupiah
ii. Pembiayaan proyek
II. Dana perimbngan
1. Dana bagi hasil
2. Dana Alokasi umum
3. Dana alokasi khusus
III. Dana otonomi khusus dan penyeimbang

C. KESEIMBANGAN PRIMER
D. SURPLUS DEFIST ANGGARAN (A-B)
E. PEMBIAYAAN
I. Dalam negeri
1. Perbankan dalam negeri
2. Non-perbankan dalam negeri
i. Privatisasi
ii. Penjualan asset program restrukturisai perbankan obligasi
Negara(netto)
3. Penerbitan obligasi pemerintah
4. Pembayaran cicilan pokok untang/obligasi dalam negeri
II. Luar negeri
1. Pinjaman proyek
2. Pembayran cicilan pokok utang luar negeri
3. Pinjaman program dan penundaan cicilan utang

Sejak tahun 2005, sebgai konsekuensi dari reformasi keuangan yang diamanatkan oleh UU Nomor 17
tahun 2003 tentang keuangan Negara, struktur belanja dalam APBN mengalami perubahan untuk
memenuhi criteria unified budget dengan struktur sebagai berikut:
B. BELANJA NEGARA
I. Anggaran belanja pemerintah pusat
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang
c. Belanja modal
d. Bantuan social
II. Anggaran belanja ke daerah
i. Dana pengembangan
a. Dana bagi hasil
b. Dana alokasi umum
c. Dana alokasi khusus
ii. Dana otonomi khusus dan penyesuaian

Dalam komposisi belanja terbsebut, terlihat bahwa belanja pemerintah pusat diklasifikasikan
berdasarkan klasifikasi ekonomi yang tidak lagi terpisah menjadi belanja rutin dan pembangunan.
Selain klasifikasi menurut jenis belanja tersebut, belanja pemerntah pusat dalam APBN juga di
tampilkan berdasarkan organisasi dan fungsi. Dalam struktur APBN, dikenal dua istilah defist
anggaran, yaitu : keseimbangan primer dan keseimbangan umum.
Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga,
sedangkan keseimbangan umum adalah total penerimaan dikurangi belanja termasuk pembayaran
bunga.
2.6. Proses Penyusunan APBN
Proses penyusunan APBN RI, setiap tahun diawali dengan pidato presiden pada sidang Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rangka menyampaikan nota Keuangan dan Rancangan Pendapatan
Belanja Negara (RAPBN) tahun anggaran yang akan datang. Rancangan ini dipakai oleh DPR sebagai
pedoman dalam menetapkan APBN tahun anggaran berikut yang penetapannya diatur dalam UUD
1945 pasal 23 ayat (1).
Secara umum tahapan dalam penyusunan APBN dapat dibagi menjadi 5 tahap.
Tahap I : Perencanaan dan penyusunan anggaran
Tahap II : Pengesahan Anggaran
Tahap III : Pelaksanaan Anggaran
Tahap IV : Kontrol/pengawasan
Tahap V : Pertanggung jawaban Anggaran
Dari lima tahap tersebut, tahap I dan III yang memegang peranan adalah pemerintah dan tahap II dan
V yang memegang peranan adalah DPR dan tahap IV yang memegang peranan adalah BPK (Badan
Pengawasan Keuangan).
APBN di Indonesia masa tahun anggaran dimulai 1 April dan berakhir 31 Maret tahun berikutnya.
Akan tetapi mulai tahun 2000, masa tahun anggaran dimulai 1 Januari dan berakhir 31 Desember di
tahun yang sama. Sistem ini dinamakan sistem tahun kalender.
Dalam menyusun anggaran, penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) dihadapkan dengan berbagai ketidak pastian. Setidaknya terdapat enam sumber
ketidakpastian yang berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN yakni (i) harga minyak bumi
di pasar internasional; (ii) kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC; (iii) pertumbuhan
ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga; dan (vi) nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD).
Penetapan angka-angka keenam unsur diatas memegang peranan yang sangat penting dalam
penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asum-asumsi dasar penyusunan RAPBN.
Penetapan angka asumsi ini dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari wakil-wakil dari Bank
Indonesia, Departemen Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kantor
Menteri Koordinator Perekonomian, dan Badan Pusat Statistik, yang bersidang secara rutin untuk
membahas dan menentukan angka asumsi. Angka-angka asumsi yang dihasilkan oleh tim ini
selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk menyusun RAPBN. Perlu diketahui bahwa angka-angka yang
tertera ini masih berupa usulan dari pihak eksekutif (pemerintah) kepada pihak legislatif (DPR).
Selanjutnya RAPBN ini disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam suatu sidang paripurna yang
merupakan awal dari proses pembahasan RAPBN antara pemerintah dan DPR. Tentunya perubahan
terhadap angka asumsi RAPBN sangat mungkin terjadi selama berlangsungnya proses pembahasan
antara Pemerintah dan DPR. Perubahan ini mencerminkan banyak hal diantaranya (i) Pemerintah dan
DPR bertanggungjawab terhadap keputusan penetapan angka-angka asumsi dalam APBN; (ii) angka
asumsi ditetapkan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi pergeseran secara
riil status APBN, dari milik pemerintah menjadi milik publik.
Sesudah RAPBN disetujui oleh DPR, RAPBN kemudian ditetapkan menjadi APBN melalui Undang-
undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang APBN,
Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun
anggaran sebelumnya.
Agar pelaksanaa APBN sesuai dengan rencana, maka dikeluarkan Keputusan Presiden tentang
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keputusan Presiden tersebut terutama
menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran
untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja
pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain
itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan
alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
2.7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD mempunyai fungsi
otorisasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa Perda tentang APBD
menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi
perencanaan berarti bahwa APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan, sedangkan fungsi pengawasan terlihat dari digunakannya APBD
sebagai standar dalam penilaian penyelenggaraan pemerintah daerah.
Anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pemborosan
sumber daya, meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian, serta harus memerhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.Hal ini merupakan tuntutan dari fungsi alokasi dan fungsi distribusi APBD.
Secara garis besar, struktur APBD terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan
daerah. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang
menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar
kembali oleh daerah. Sebaliknya, semua pengeluaran dari kas umum daerah yang mengurangi ekuitas
dana merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali merupakan definisi dari belanja daerah.
Pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain lain
pendapatan daerah yang sah.
1. PAD mencakup pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain lain pendapatan daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan mencakup Dana Bagi Hasil (Pajak dan sumber daya alam), Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
3. Lain lain pendapatan daerah yang sah mencakup hibah (barang atau uang dan / atau jasa), dana
darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten / kota , dana penyesuaian dan dana
otomnomi khusus, serta bantuan keuangan dari provinsi atau pemda lainnya.
Belanja daerah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Balanja Tidak Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan
kegiatan.Kelompok belanja tidak langsung ini terdiri atas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah,
bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
2. Belanja Langsung
Merupakan belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan pelaksanaan program dan
kegiatan.Belanja langsung dari suatu kegiatan terdiri atas belanja pegawai (honorarium/upah), belanja
barang dan jasa, dan belanja modal.
Untuk kepentingan administratif, pengawasan, dan evaluasi, struktur APBD diklasifikasikan menurut
urusan pemerintah daerah dan organnisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintah
tersebut sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Selain klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan dan organisasi, belanja daerah juga dapat
diklasifikasikan menurut fungsi, yang tujuannya adalah untuk keselarasan dan keterpaduan
pengelolaan keuangan Negara. Pengklasifikasian menurut fungsi ini terdiri atas:
1. Pelayanan umum
2. Ketertiban dan ketentraman
3. Ekonomi
4. Lingkungan hidup
5. Perumahan dan fasilitas umum
6. Kesehatan
7. Pariwisata dan budaya
8. Pendidikan
9. Perlindungan sosial
Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya
surplus atau deficit APBD. Surplus APBD dapat dimanfaatkan antara lain untuk pembayaran pokok
utang, penyertaan modal (investasi) daerah, dan emberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemda
lain, pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial, ataupun pembentukan dana cadangan. Dalam hal
APBD diperkirakan defisit,
Ditetapkan pembiayaan untuk menutup deficit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa
lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali
pemberian pinjaman.
Baik surplus maupun defisit, pemda wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD-nya kepada
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran bersangkutan.
Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup deficit atau untuk
memanfaatkan surplus. Dalam APBD, pembiayaan daerah dirinci menurut urusan pemerintah daerah,
organisasi, kelompok, jenis, objek, dan rincian objek pembiayaan. Penerimaan pembiayaan adalah
semua penerimaan yang perlu dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun
pada tahun tahun anggaran berikutnya. Sedangkan pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran
yang akan diterima kembali pada tahun annggaran yang bersangkutan maupun pada tahun tahun
anggaran berikutnya.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
1. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA)
2. Pencairan dana cadangan
3. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Peneriamaan pinjaman daerah
5. Penerimaan kembali pemberian pinjaman
6. Penerimaan piutang daerah
Sedangkan pengeluaran pembiayaan mencakup:
1. Pembentukan dana cadangan
2. Penerimaan modal (investasi) pemda
3. Pembayaran pokok piutang
4. Pemberian pinjaman daerah
2.8. Proses Penyusunan APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.Penyusunan APBD berpedoman pada Rencana
Kerja (RenJa) Pemerintahan Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada
masyarakat demi tercapainya tujuan bernegara.
Setidaknya terdapat enam subproses dalam penyusunan APBD, yaitu:
1. Penyusunan Kebijakan Umum APBD
Proses Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
proses perencanaan. Seperti diketahui, setiap SKPD mengembangkan Renstra dengan mengambil
program yang tercantum dalam RPJMD.Renstra tersebut kemudian dikembangkan menjadi Renja
SKPD per tahun. Dokumen renja tiap SKPD ini akan dikompilasikan oleh Pemda menjadi RKPD.
KUA disusun berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Mendagri melalui
SE Mendagri. Proses penyusunannya diawali dengan pembuatan rancangan awal KUA oleh Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh Sekrettaris Daerah. Rancangan awal KUA
tersebut terdiri atas dua komponen utama, yaitu:
a. Target pencapaian kinerja yang terukur dari program program yang akan dilaksanakan oleh
Pemda untuk setiap urusan pemerintahan daerah.
b. Proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, serta sumber dan penggunaan pembiayaan
yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Program program tersebut harus diselaraskan
dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan pemerintah.

2. Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara


PPAS merupakan dokumen yang berisi seluruh program kerja yang akan dijalankan tiap urusan pada
tahun anggaran, di mana program kerja tersebut diberi prioritas sesuai dengan visi, misi, dan strategi
Pemda. Rancangan awal PPAS disusun berdasarkan Nota Kesepakatan KUA, dengan tahapan sebagai
berikut:
a. Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan pilihan
b. Menentukan urutan program untuk masing masing urusan
c. Menentukan plafon anggaran untuk tiap program
Dalam menentukan skala prioritas, TAPD harus menggunakan teknik teknik review and ranking
yang ada, baik yang berbasis statistik maupun tidak, seperti penggunaan tabel input output atau
penggunaan metodologi logical framework.
3. Penyiapan Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA SKPD
Surat Edaran Kepala Daerah tentang pedoman penyusunan RKA APBD merupakan dokumen yang
sangat penting bagi SKPD sebelum menyusun RKA. Setidaknya ada tiga dokumen dalam lampiran
SE KDH yang dibutuhkan SKPD dalam penyusunan RKA-nya, yaitu:
a. Dokumen KUA, yang memberikan rincian program dan kegiatan per SKPD
b. Standar Satuan Harga, yang menjadi referensi dalam penentuan rincian anggaran di RKA
c. Kode Rekening untuk tahun anggaran bersangkutan.
Selain KUA dan PPA, data tentang Analisis Standar Belanja, dokumen Standar Pelayanan Minimal,
serta Standar Satuan Harga dibutuhkan dalam pembuatan rancangan awal SE KDH ini.
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
RKA SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana
belanja program dan kegiatan SKPD, serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan
APBD.RKA SKPD disusun dengan berpedoman pada Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman
Penyusunan RKA SKPD.
SKPD menyusun RKA SKPD menggunakan pendekatan MTEF daerah, penganggaran terpadu, dan
penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Dokumen RKA SKPD terdiri atas Rincian Pendapatan
Anggaran, Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung, Rincian Anggaran Belanja Langsung,
Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung, Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah, dan Rincian
Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
5. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah APBD
Dokumen sumber yang utama dalam penyiapan Raperda APBD adalah RKA SKPD.Oleh karenanya
harus dipastikan bahwa setiap RKA SKPD telah disusun sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang
berlaku. Untuk menjamin hal ini, setelah TAPD mengumpulkan RKA SKPD dari tiap tiap SKPD,
TAPD harus membahas kesesuaian RKA SKPD dengan KUA, Prioritas dan Plafon Anggaran,
perkiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dokumen perencanaan lainnya yang
relevan, target atau capaian kinerja, indicator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis
belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta dokumen sinkronisasi program dan
kegiatan antan-SKPD.
Proses selanjutnya adalah pengompilasian seluruh RKA yang telah dievaluasi TAPD menjadi
dokumen kompilasi RKA. Proses ini dilakukan oleh PPKD. Berdasarkan dokumen kompilasi tersebut,
PPKD kemudian membuat lampiran lampiran Raperda APBD yang terdiri atas:
a. Ringkasan APBD
b. Ringkasan APBD (menurut urusan pemerintahan dan organisasi)
c. Rincian APBD ( menurut urusan pemerintahan, organisasi, pendapatan, belanja, dan pembiayaan)
d. Rekap belanja (menurut urusan pemerintahan, organisasi, program dan kegiatan, dan keselarasan
urusan dan fungsi)
6. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah APBD
Kepala Daerah menyampaikan Raperda tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Penyampaian tersebut dilakukan paling lambat tiga hari kerja setelah Raper KDH disusun dan disertai
dengan:
a. Persetujuan bersama Pemda-DPRD terhadap Raperda APBD
b. KUA dan PPA yang disepakati Kepala Daerah dan pimpinan DPRD
c. Risalah siding jalannya pembahasan Raperda APBD
d. Nota Keuangan dan pidato Kepala Daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada
sidang DPRD
Proses evaluasi ini dilakukan maksimal selama 15 hari kerja sejak penyerahan dilakukan. Jika kedua
rancangan peraturan tersebut dinyatakan tidak lolos evaluasi, maka pemda bersama DPRD harus
melakukan penyempurnaan.
Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD yang
telah lolos dalam proses evaluasi segera ditetapkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah. Penetapan tersebut dilakukan selambat lambatnya tanggal 31
Lampiran 2.1 Mekanisme Dana Perimbangan
Dana perimbangan merupakan salah satu komponen pendapatan daerah yang cukup penting. Banyak
pemda yang masih mengandalkan sumber pendapatan ini karena jumlah PAD-nya yang kurang
mencukupi untuk menutup anggaran belanjanya. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah yang dialokasikan untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana perimbangan mencakup dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Berikut
ini diuraikan masing-masing jenis dana perimbangan.
1. Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah dengan angka presentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selain karena pertimbangan politis, alasan
laon dari pemberian dana bagi hasil ini adalah untuk mengurangi ketimpangan vertikal. Dua sumber
dana bagi hasil adalah pajak dan sumber daya alam.
A. Dana Bagi Hasil Pajak
1. DBH Pajak Bumi dan Bangunan
Penerimaan negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah
pusat dan 90% untuk daerah. Sedangkan bagian pemerintah pusat yang 10% dari
seluruh penerimaan PBB dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota.
2. DBH Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Penerimaan negara dari BPHTB dibagi dengan proporsi 20% untuk pemerintah
pusat dan 80% untuk daerah.
3. DBH Pajak Penghasilan
Penerimaan negara dari PPh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh 21
dibagikan kepada daerah sebesar 20% dan sisanya yaitu 80% untuk pemerintah
pusat.

2. DBH Sumber Daya Alam

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam berasal dari enam sektor yaitu kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan
pertambangan panas bumi.
1. DBH Kehutanan
a. DBH Kehutanan dari IIUPH untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian:
1) 16% untuk provinsi yang bersangkutan
2) 64% untuk kabupaten/kota penghasil
b. DBH Kehutanan dari PSHD untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian :
1) 16& untuk provinsi yang bersangkutan
2) 32% untuk kabupaten/kota penghasil
3) 32% dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota
lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
2. DBH Pertambangan Umum
DBH pertambangan umum berasal dari dua hal, yaitu iuran tetap serta iuran
eksplorasi dan iuran eksploitasi. Iuran tetap adalah iuran yang diterima negara sebagai
imbalan atas kesempatan. Adapun iuran eksplorasi dan eksploitasi adalah iuran
produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan
eksplorasi/eksploitasi.

Daftar Pustaka

Nordiawan, Deddi., Iswahyudi, S.P., Maulidah, R. (2012). Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba
Empat.

También podría gustarte