Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
KRONIS
1.2. Etiologi
Penyebab osteomielitis kronis multifaktor. Adanya kondisi avaskuler dan
iskemik pada daerah infeksi dan pembentukan sequestrum pada daerah dengan
tekanan oksigen rendah sehingga tidak bisa dicapai oleh antibiotik. Rendahnya
tekanan oksigen mengurangi efektivitas bakterisidal dari
polymorpholeukocytes dan juga merubah infeksi aerobik menjadi anaerob
(Wirganowicz, 1999).
Penyebab tersering osteomielitis termasuk patah tulang terbuka,
penyebaran bakteri secara hematogen, dan prosedur pembedahan orthopaedi
yang mengalami komplikasi infeksi (DeCoster dkk, 2008).
Organisme utama penyebab infeksi adalah Staphylococcus aureus,
organisme ini ditemukan baik sendiri maupun kombinasi dengan patogen yang
lain pada 65% hingga 70% pasien. Pseudomonas aeruginosa, penyebab
tersering kedua, ditemukan pada 20% hingga 37% pasien. Osteomielitis
biasanya terdapat lebih dari satu organisme pada 32% hingga 70% pasien.
Atypical mycobacteria atau jamur dapat menjadi patogen pada pasien dengan
immunocompromised.
Adanya implant dapat mendukung terjadinya perlengketan mikroba dan
pembentukan biofilm, dan dapat mengganggu proses fagositosis sehingga
mempermudah terjadinya infeksi. Menghilangkan biofilm dengan cara
mengeluarkan implant dan debridemen jaringan mati diperlukan dalam
pengobatan infeksi yang sukses (Patzakis dkk, 2005, Salomon dkk, 2010).
Zat-zat yang diproduksi oleh biofilm Staphylococcus aureus dapat
memberikan konstribusi terhadap kehilangan tulang selama osteomielitis
kronis dengan cara menurunkan viabilitas osteoblas dan potensi osteogenik
sehingga membatasi pertumbuhan tulang baru dan meningkatkan resorpsi
tulang dengan cara peningkatan ekspresi RANK-L oleh osteoblas (Sanchez
dkk, 2013).
1.3. Patofisiologi
Terdapat tiga mekanisme dasar terjadinya osteomielitis. Osteomielitis
hematogen biasanya terjadi pada tulang panjang anak-anak, jarang pada orang
dewasa, kecuali bila melibatkan tulang belakang. Osteomielitis dari
insufisiensi vaskuler sering terjadi pada diabetes melitus. Contiguous
osteomielitis paling sering terjadi setelah terjadi cedera pada ekstremitas.
Berbeda dari osteomielitis hematogen, kedua yang terakhir biasanya dengan
infeksi polimikroba, sering Staphylococcus aureus bercampur dengan patogen
lain (Swiontkowski dkk, 1999).
Infected nonunion dan osteomielitis post trauma disebabkan oleh karena
kontaminasi mikroba setelah suatu patah tulang terbuka atau pembedahan
pada patah tulang tertutup. Pembentukan biofilm merupakan kunci dari
perkembangan infeksi. Biofilm merupakan suatu kumpulan koloni mikroba
yang ditutupi matriks polisakarida ekstraseluler (glycocalyx) yang melekat
pada permukaan implan atau tulang mati (Patzakis dkk, 2005).
Infeksi bakteri ke tulang dapat terjadi karena inokulasi langsung,
penyebaran hematogen atau invasi lokal dari tempat infeksi lain. Fisis yang
avaskuler membatasi penyebaran infeksi ke epifise kecuali pada neonatus dan
bayi. Pembuluh darah menyebrang fisis hingga umur 15 hingga 18 bulan,
berpotensi terjadinya septic arthritis. Hal ini dapat terjadi sekitar 75% dari
kasus osteomielitis neonatus (Song dkk, 2001).
Bakteri dapat muncul dalam bentuk biofilm atau planktonik. Biofilm
memberikan proteksi, kerangka, yang dapat memfasilitasi aktivitas metabolik
dan bahkan komunikasi antara anggotanya. Pada bentuk planktonik, tidak
terdapat struktur organisasi antara sel-sel, demikian juga tidak terbentuk
lapisan kimia. Bakteri dalam bentuk planktonik memudahkan penyebaran
infeksi ke tempat lain (bacteremia atau sepsis); namun lebih rentan diserang
oleh sistem imun atau antibiotik (Arnold, 2013).
Setelah terinfeksi, osteomielitis melunakan tulang secara progresif dan
terjadi nekrosis tulang sehingga terbentuknya sequestrum. Pada stadium ini,
debridemen dengan pembedahan menjadi pilihan terapi. Adanya implant pada
lokasi infeksi dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat
pengobatan yang sukses (Eid & Berbari, 2012).
1.4. Klasifikasi
Ada dua macam infeksi tulang menurut Robbins dan Kumar, yaitu :
a. Osteomyelitis piogenik hematogen
Biasanya terjadi pada anak-anak, osteomyelitis piogenik hematogen
terutama disebabkan oleh staphylococcus aureus kemudian diikuti oleh
bacillus colli. Kecuali samonela, osteomyelitis hematogen biasanya
bermanisfestasi sebagai suatu penyakit demam sistemik akut yang disertai
dengan gejala nyeri setempat, perasaan tak enak, kemerahan dan
pembengkakan.
b. Osteomyelitis tuberculosis
Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung mengenai rongga sendi.
Daerah yang sering kena adalah tulang-tulang panjang dari ekstremitas dan
tulang belakang. Osteomyelitis tuberkulosis dapat menyebabkan
deformitas yang serius (kifosis, skoliosis) berkaitan dengan destruksi dan
perubahan sumbu tulang belakang dari posisi normalnya.
1.7. Penatalaksanaan
Sasaran awal adalah untuk mengontrol dan memusnahkan proses infeksi
(Boughman, 2000:389).
a. Imobilisasi area yang sakit : lakukan rendam salin noral hangat selama 20
menit beberapa kali sehari.
b. Kultur darah : lakukan smear cairan abses untuk mengindentifikasi
organisme dan memilih antibiotik.
c. Terapi antibiotik intravena sepanjang waktu.
d. Berikan antibiotik peroral jika infeksi tampak dapat terkontrol : teruskan
selama 3 bulan.
e. Bedah debridement tulang jika tidak berespon terhadap antibiotic dan
pertahankan terapi antibiotik tambahan.
No Kemampuan 0 1 2 3 4
perawatan diri
1. Makan/minu
m
2. Mandi
3. Toileting
4. Berpakaian
5. Mobilitas
ditempat tidur
6. Berpindah
7. ROM
4. Pemeriksaan fisik
a. Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam
dan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri.
b. Kaji adanya faktor resiko. Identifikasi adanya kelemahan umum akibat
reaksi sistemik infeksi. (pada osteomielitis akut)
c. Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya
cairan purulen.
d. Identisikasi peningkatan tanda-tanda vital.
e. Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek
bila di palpasi.
2.4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang merupakan langkah
keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan dampak atau respon yang di timbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesalahan. Implementasi adalah tindakan keperawatan
membantu klien untuk mencapai tujuan perawatan yang telah direncanakan
(Muttaqin, 2009).
Implementasi komponen dan proses keperawatan adalah kategori perilaku
keperawatan dimana tindakan yang dihadapi untuk mencapai tujuan, dari hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan
(Pottter dan Perry, 2005 ; 903).
2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang terencana dan sistematis dari mengumpulkan,
mengelompokkan, menganalisa dan membandingkan status kesehatan klien
dengan tujuan yang diharapkan, dan menentukan tingkat pencapaian tujuan.
Hal ini merupakan aktifitas yang berkelanjutan yang meliputi klien, keluarga,
perawat dan anggota tim kesehatan lain.
Langkah evaluasi dari proses keperwatan mengukur respon klien ke arah
pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk
mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari- hari, dan dalam
ketersediaan atau sumber eksternal. Selama evaluasi, perawat memutuskan
apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan
menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang
disebutkan pada kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA