Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar
dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000
yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap
diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di
Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen
yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang
datang berobat teratur (Sugiono, 2007).
Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus (DM) dapat
timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil
ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat
berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi
kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Anonim, 2008).
Penyakit DM terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas,
asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan
penyaringan atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Dari sudut pasien
diabetes mellitus sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang
berobat ke dokter dan kemudian didiagnosis sebagai diabetes mellitus
dengan keluhan yaitu terjadi kelainan pada kulit seperti gatal-gatal, bisulan.
Selain itu juga terjadi kelainan ginekologis seperti keputihan dan lain-lain.
Gejala-gejala pada DM merupakan akibat dari adanya ketidak
seimbangan dalam metabolisme hidrat arang, protein, lemak dengan
produksi ataupun fungsi horman insulin. Diabetes Mellitus (DM) adalah
suatu sindrom klinik yang terdiri dari peningkatan kadar gula darah, eksresi
gula melalui air seni dan gangguan mekanisme kerja hormon insulin.
Kelainan tersebut timbul secara bertahap dan bersifat menahun.
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) ini terjadi akibat terjadinya
gangguan mekanisme kerja hormon insulin, sehingga gula darah yang ada di
dalam tubuh tidak dapat dinetralisir. Hal ini menjadi sebuah fenomena yang
menarik untuk dikaji. Hal inilah yang melatarbelakangi penulisan makalah
yang berjudul Diabetes Tipe I dan Tipe II.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui definisi dan klasifikasi diabetes mellitus
b) Mengetahui tanda dan gejala, manifestasi klinis dan patofisiologi
dari diabetes mellitus tipe I dan tipe II.
c) Mengetahui prognosis dan penatalaksanaan diabetes mellitus.
d) Mengetahui hormone-hormon yang berperan dalam terjadinya
diabetes mellitus.
e) Mengetahui berbagai kompliksi yang terjadi pada orang yang terkena
diabetes mellitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing
dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono,
1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun yang timbul pada
seseorang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono,
2002). DM tipe II adalah DM yang pengobatannya tidak tergantung pada
insulin, umumnya penderita orang dewasa dan biasanya gemuk serta
mudah menjadi koma (Soesirah, 1990).
Diabetes merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia dan
dikenal dengan kencing manis. Nama lengkapnya adalah diabetes mellitus,
berasal dari kata Yunani. Diabetes berarti pancuran, mellitus berarti madu
atau gula. Jadi istilah diabetes mellitus menggambarkan gejala diabetes
yang tidak terkontrol, yakni banyak keluar air seni yang manis karena
mengandung gula. Itulah sebabnya penyakit ini di sebut kencing manis.
Menurut WHO, definisi diabetes melitus didasarkan pada pengukuran
kadar glukosa dalam darah. Dari definisi ini didapatkan dua kelompok,
yaitu kelompok diabetes melitus tipe 1 yang tergantung insulin dan
kelompok diabetes tipe 2 yang tidak tergantung insulin ( Anonim, 2008)
Penyakit Kencing Manis adalah satu keadaan di mana terdapat
kadar gula yang berlebihan dalam peredaran darah. Ini terjadi karena tubuh
kita kekurangan sesuatu hormon yang disebut "insulin" yang diperlukan
untuk mengubah gula darah (glukosa) menjadi energi. Insulin adalah
sejenis hormon yang dihasilkan oleh organ bernama pankreas yang terletak
dibawah perut. Tubuh kita membutuhkan energi dari makanan untuk
menjalankan tugas keseharian kita. Dalam perut kita, makanan
berkarbohidrat diubah menjadi gula darah atau glukosa dan masuk ke
dalam saluran darah di mana ia akan digunakan oleh tubuh untuk
menghasilkan energi. Glukosa adalah penghasil utama energi tubuh (Gita,
2008).
Dalam keadaan biasa, insulin membantu glukosa dalam darah
untuk memasuki sel-sel tubuh untuk diubah menjadi energi. Bagi penderita
penyakit kencing manis, organ pankreas tidak dapat menghasilkan hormon
insulin dengan secukupnya atau insulin yang dikeluarkan tidak dapat
bertindak seperti biasa. Akibatnya, glukosa atau gula darah tidak dapat
memasuki sel-sel tubuh. Kadar glukosa dalam peredaran darah menjadi
tinggi. Glukosa yang berlebihan ini akan disingkirkan oleh tubuh melalui
air kencing. Inilah sebabnya, penyakit ini dikenali sebagai "Penyakit
Kencing Manis. Tanpa insulin, sel-sel tubuh tidak menerima cukup
glukosa, walaupun kadarnya amat tinggi dalam peredaran darah. Ini
menyebabkan tubuh akan kekurangan energi (Gita, 2008).
Diabetes mellitus diartikan pula sebagai penyakit metabolisme
yang termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas normal
arau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120 mg%). Karena itu DM
sering disebut juga dengan penyakit gula. Sekarang, penyakit gula tidak
hanya dianggap sebagai gangguan metabolisme karbohidrat, tetapi juga
menyangkut metabolisme protein dan lemak. Akibatnya DM sering
menimbulkan komplikasi yang bersifat menahun (kronis), terutama pada
struktur dan fungsi pembuluh darah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja,
akan timbul komplikasi lain yang cukup fatal, seperti penyakit jantung,
ginjal, kebutaan, aterosklerosis, bahkan sebagian tubuh bisa diamputasi
( Anonim, 2005).
Penyebab
Diabetes mellitus disebabkan berkurangnya produksi dan
ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin
yang sebenarnya berjumlah cukup. Kekurangan insulin disebabkan adanya
kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel beta pulau langerhans
dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Namun,
jika dirunut lebih lanjut, beberapa faktor yang menyebabkan DM sebagai
berikut: (Anonim, 2005)
Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan
ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki
kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan
anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga
menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau
kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya,
sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk
diwariskan kepada anak-anaknya.
Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta,
virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa
dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan
menyebabkan DM.
Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung
adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari
sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
Nutrisi
Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama
yang diketahui menyebabkan DM. Semakin berat badan berlebih atau
obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan
seseorang terjangkit DM.
Jenis-Jenis Diabetes Melitus
Diabetes tipe I
DM tipe 1 disebabkan karena timbul reaksi otoimun yang
disebabkan adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan
timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell
Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan anti bodi (ICA) yang
ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitis bisa
disebabkan macam-macam di antaranya virus, seperti virus cocksakie,
rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulitis itu hanya
sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh (Soegondo, 2007)
Diabetes melitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe 2, terdapat tiga kondisi abnormal yang
mungkin dimiliki. Pertama, mutlak kekurangan insulin dalam arti sekresi
hormon insulin berkurang karena kerusakan sel-sel beta pankreas. Kedua,
relatif kekurangan insulin dimana sekresi insulin tidak mencukupi dengan
adanya kebutuhan metabolisme yang meningkat (misalnya pada pasien
yang kelebihan berat badan). Ketiga, resisten terhadap insulin clan
hiperinsulinemia karena penggunaan insulin perifer yang kurang
sempurna.
Sekitar 75 % penderita DM tipe 2 mempunyai kelebihan berat
badan dan pada seperempat penderita diabetes, hiperglikemia yang
dideritanya cukup diatasi dengan menurunkan berat badan. Di Indonesia
lebih jarang dijumpai penderita diabetes melitus dengan kelebihan berat
badan.
Diabetes mellitus tipe 2 tidak sama dengan sindrom X. Sindrom X
dan diabetes tipe 2, keduanya mempunyai cacat pada jaringan otot dan
adipose, yaitu resistansi insulin. Meskipun demikian, hanya sejumlah kecil
penderita resistansi insulin (sindrom X) yang berkembang menjadi
diabetes tipe 2, hal ini terjadi bila penderita tersebut tidak dapat
mensekresi insulin dalam jumlah besar sehingga terjadi hiperglikemia
(peningkatan kadar gula dalam darah). Resistansi insulin adalah
ketidakmampuan insulin dalam mengatur transport glukosa dari darah ke
dalam sel. Penyebab resistansi insulin belum diketahui, tetapi ada sesuatu
yang menarik, yaitu hubungannya dengan faktor genetik dan gaya hidup.
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah
mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai
lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang
kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak,
tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan
demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaannya adalah
DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau
normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin (Soegondo, 2007)
Pada DM tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari
normal. Jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya
peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin
(Soegondo, 2007).
Pemeriksaan Klinis
Menentukan secara tepat apakah pasien mengidap tipe 1 atau tipe 2
penting karena pasien tipe 1 sangat bergantung pada penggunaan rutin
insulin exogen dan karbohidrat untuk dapat bertahan hidup. Pasien dengan
DM tipe 2 dapat tidak membutuhkan penanganan hyperglycemia selama
masa puasa atau penurunan intake oral. Pasien dengan Diabetes yang
terkontrol dengan diet atau agen antidiabetik jelas merupakan DM tipe 2.
Pasien kurus dengan diabetes sejak kecil, yang selalu bergantung pada
pembrian insulin, atau dengan riwayat DKA hampir pasti mengidap DM
tipe 1.
Membedakan tipe diabetes dapat sulit
(1) pasien yang ditangani dengan insulin dan muda namun secara
klinis sepertinya mengidap DM tipe 2 dan
(2) pasien tua dengan diabetes late onset namun mengkonsumsi
insulin dan sepertinya mempunyai karakteristik yang sama dengan DM
tipe 1. (Kelompok yang terakhir sekarang dikatakan mempunyai latent
autoimmune diabetes of the adult [LADA/ Diabetes Autoimun Laten pada
Dewasa]). JIka meragukan, pasien diatasi dengan insulin dan kadar
glukosanya diawasi secara ketat. Beberapa remaja atau dewasa muda,
kebanyakan dengan ras Hispanik atau African American, yang
memperlihatkan gejala klasik DKA, pada akhirnya sering kali ditemukan
terkena DM tipe 2.
Banyak pasien dengan DM tipe 2 muncul dengan asimptomatis,
dan penyakit mereka tidak didiagnosis selama bertahun-tahun. Penelitian
mengatakan bahwa pasien yang baru ditemukan dengan DM tipe 2 telah
terkena DM paling tidak selama 4-7 tahun sebelum didiagnosis. Diantara
pasien dengan DM tipe 2, 25% mempunyai retinopathy, 9% neuropathy
dan 8% nephropathy pada waktu pertama kali didiagnosis
Pre-diabetes sering terjadi sebelum munculnya DM tipe 2.
Prediabetes didefinisikan dengan kadar GDP 100-125 mg/dL atau oral
glucose tolerance test (OGTT) dengan kadar 140-200 mg/dL. Pasien
prediabetes mempunyai peningkatan resiko terkena penyakit
makrovaskuler sama halnya dengan resikonya terkena diabetes.
Prediabetes dengan sindrom metabolik sering membingungkan
(biasa juga disebut dengan sindrom X atau sindrom resistensi insulin).
Sindrom metabolik (diperkirakan terjadi akibat resistensi insulin) dapat
terjadi pada pasien dengan kadar toleransi glukosa yang normal,
prediabetes, atau diabetes. Sindrom metabolik ditandai dengan adanya
obesitas sentral kemudia oleh dyslipidemia. Hipertensi merupakan tanda
yang umum. Pada akhirnya, secara klinis resistensi insulin yang jelas
terjadi. Sayangnya, resistensi insulin tidak diukur secara klinis, kecuali
pada penelitian. Peningkatan kadar GDP merupakan indikasi pertama
adanya resistensi insulin, namun kadar insulin puasa biasanya sudah lama
meningkat sebelum hal ini berlangsung. Pengukuran kadar insulin puasa
tidak direkomendasikan untuk diagnosis resistensi insulin. Suatu usaha
untuk membuat standardisasi pemeriksaan insulin sedang dikerjakan dan
nantinya dapat digunakan untuk menilai kadar insulin puasa untuk dapat
mendiagnosis resistensi insulin di masa depan.
Selama anamneses, cari informasi tentang tipe dan durasi
terjadinya diabetes pada pasien dan tentang perawatan/pengobatan yang
telah diterima pasien untuk penyakitnya
1. Tipe dan estimasi durasi diabetes : Informasi ini membantu untuk
menentukan apakah pasien bergantung pada insulin. Diagnosis
berdasarkan riwayat penyakit, terapi, dan penilian klinis, seperti telah
dijelaskan diatas.
2. erawatan Diabetes: Cari tahu tentang penanganan terkini untuk diabetes
pada pasien dan tentang kadar gula darahnya berdasarkan dari pengukuran
sendiri atau pengukuran A1C (A1C, merupakan indikator jangka panjang
dalam pengendalian glukosa).
Anamnesis riwayat diabetes sebaiknya dapat mengenai pertanyaan dibawah
ini:
1. Apakah diabetes pada pasien dikontrol dengan baik (dengan kadar gula
darah mendekati normal)? Pasien dengan kadar gula darah yang tidak
terkontrol dengan baik sembuh lebih lama dan dengan meingkatnya resiko
infeksi dan komplikasi lainnya.
2. Apakah pasien pernah mengalami keadaan reaksi hipoglikemik yang
berat? Jika pasien pernah mempunyai episode hipoglikemia berat, maka ia
mempunyai resiko untuk kehilangan kesadaran, karenanya kemungkinan
ini harus dapat diperoleh
3. Apakah pasien pernah memiliki neuropathy perifer
4. Apakah pasien memiliki luka yang tidak dirasakan pada kaki atau luka
yang membutuhkan penanganan?
5. Apakah pasien mengalami diabetic nephropathy sehingga mengubah
penggunaan obat-obatan atau material kontras rasiography?
6. Apakah pasien pernah mempunyai penyakit macrovascular, seperti
penyakit jantung koroner, yang sebaiknya dipertimbangkan dalam keadaan
gawat darurat.
Diabetes Mellitus dibedakan menjadi dua yaitu Tipe I atau IDDM (
Insulin-Dependen DM) dan Tipe II atau NIDDM (Non Insulin-Dependent
DM). DM tipe I atau IDDM terjadi akibat kekurangan insulin karena
kerusakan sel beta pankreas (Moore,1997). Sedangkan DM tipe II
disebabkan oleh berbagai hal seperti bertambahnya usia harapan hidup,
berkurangnya kematian akibat infeksi dan meningkatnya faktor resiko
akibat cara hidup yang salah seperti kegemukan, kurang gerak, dan pola
makan yang tidak sehat (Suyono, 2002).
2. Patofisiologi
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme karbohidrat, yaitu bertugas memasukan glukosa ke dalam sel
dan digunakan sebagai bahan bakar. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, yang
kemudian di dalam sel tersebut glukosa akan dimetabolisme menjadi
tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke sel,
yang mengakibatkan glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah yang
artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat (Suyono,2002).
Pada DM tipe II, jumlah insulin normal atau mungkin jumlahnya
banyak, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel
berkurang. Akibatnya glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan
glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Suyono, 2002).
Ada 2 tipe mendasar pada DM yaitu tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1
dibahas lebih lanjut pada artikel yang terpisah. DM Type 2 pernah sering
disebut sebagai diabetes onset dewasa. Sekarang, karena meningkatnya
insiden obesitas dan ketidakaktifan anak, DM tipe 2 dapat terjadi pada
umur yang lebih muda. Walaupun DM tipe 2 sering kali mengenai
seseorang diatas umur 40 tahun, bahkan telah didiagnosis pada anak
berumur 2 tahun yang memiliki riwayat DM pada keluarga.
DM tipe 2 ditandai oleh adanya resitensi perifer insulin disertai
dengan defek sekresi insulin dengan kerusakan yang bervariasi. Untuk
menimbulkan DM tipe 2 kedua kerusakan tersebut harus terjadi: semua
orang dengan obesitas mempunyai resistensi insulin, namun DM hanya
terjadi pada yang tidak mampu meningkatkan produksi insulin oleh sel B.
Dalam perkembangan dari toleransi glucosa yang normal menjadi toleransi
glucosa abnormal, kadar glucosa postprandial yang pertama meningkat.
Pada akhirnya, hiperglikemi puasa (terjadi pada saat tidak ada asupan
makanan) terjadi karena inhibisi gluconeogenesis hepatik menurun.
Sekitar 90% pasien yang mengidap DM tipe 2 adalah orang dengan
obesitas. Karena pasien dengan DM tipe 2 mempertahankan kemampuan
untuk mengsekresi insulin endogen, mereka yang mengkonsumsi insulin
umumnya tidak terjadi DKA jika penggunaan insulin dihentikan. Sehingga
mereka dikatakan membutuhkan insulin namun tidak bergantung lepada
insulin. Lebih lanjut lagi, pasien dengan DM tipe 2 sering tidak
membutuhkan pengobatan dengan obat antidiabetik oral atau insulin jika
berat badan mereka turun atau berhenti makan (Green, 1980).
Maturity-onset diabetes of the young (MODY/Diabetes onset
remaja) adalah bentuk DM tipe 2 yang mengenai generasi yang lebih
muda pada keluarga dengan riwayat DM. Umur yang biasanya terkena itu
kurang dari 25 tahun. Ada beberapa tipe MODY. Faktor gen yang
bertanggung jawab dapat dideteksi menggunakan pemeriksaan yang ada
Gestational diabetes mellitus (GDM) didefinisikan sebagai derajat apapun
intoleransi glukosa dengan onset atau pertama kali diketahui pada masa
kehamilan. GDM merupakan komplikasi yang ditemukan pada sekitar 4%
dari seluruh kehamilan di US, walaupun jumlahnya bervariasi antara 1-
14% tergantung dari populasi yang diteliti.GDM yang tidak ditangani
dapat mengarah pada janin makrosomia, hypoglikemia, hypocalcemia, dan
hyperbilirubinemia. Sebagai tambahan, ibu dengan GDM memiliki
kemungkinan lebih tinggi untuk persalinan Caesar dan hipertensi kronis.
Untuk mendeteksi GDM, pemeriksaan toleransi glukosa 50 g dikerjakan
pada umur kehamilan 24-28 minggu. Jika konsentrasi glukosa plasma
pasien selama 1 jam lebih besar dari 140 mg/dL, pemeriksaan dilanjutkan
dengan toleransi 3 jam glukosa 100 g (Green, 1980)
Pada tahun 2005, seseorang dengan diabetes diperkirakan
berjumlah 7% dari populasi US, atau sekitar 20.8 juta orang. Dari 20,8 juta
orang ini, 14,6 juta diagnosis diabetes telah ditegakkan dan diabetes belum
didiagnosis pada 6,2 juta lainnya. Sekitar 10% mengidap DM tipe 1, dan
lainnya mengidap tipe 2. Sebagai tambahan, diperkirakan 54 juta orang
terkena keadaan pre-diabetes. Pre-diabetes seperti didefinisikan oleh
American Diabetes Association, adalah keadaan dimana kadar glukosa
darah lebih dari normal namun tidak cukup tinggi untuk didiagnosis
sebagai diabetes
3. Gejala
a. Gejala Akut
Pada tahap permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi: banyak makan
atau polifagia, banyak minum atau polidipsia, dan banyak kencing atau
poliuria. Pada fase ini, biasanya penderita menunjukkan berat badan yang
terus naik, karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi
(Tjokroprawiro, 2001).
b. Gejala Kronik
Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal dikulit, kram, lelah, mudah
mengantuk, mata kabur, gatal disekitar kemaluan terutama wanita, gigi
mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, pada ibu
hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan,
atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Tjokroprawiro, 2001).
Adapun tanda-tanda diabetes mellitus menurut Janice (1996) yaitu sebagai
berikut:
1. Rasa haus yang berlebihan.
2. Buang air kecil yang berlebihan (dengan volume besar)
3. Selalu merasa lelah/kekurangan energi
4. Infeksi di kulit (terasa panas,terasa tebal,kram, dan kesemutan)
5. Penglihatan menjadi kabur (Buta Ayam)
6. Turunnya berat badan (pada sebagian penderita)
7. Hyperglaisimia (Peningkatan abnormal kandungan gula dalam darah)
8. Glaikosuria (glukosa dalam urine - air kencing).
5. Komplikasi
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi
(menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini
berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga
berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.
Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik.
1) Komplikasi Akut
a) Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat
menjadi koma. Karena koma pada penderita disebabkan oleh kekurangan
glukosa di dalam darah,maka koma disebut Koma Hipoglikemik.
b) Koma diabetic
Koma diabetik timbul karena kadar glukosa di dalam darah terlalu
tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dL. Gejala yang sering timbul
adalah: nafsu makan menurun, haus, minum banyak, kencing banyak,
disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam serta
berbau aseton, dan sering disertai panas badan karena biasanya terdapat
infeksi (Tjokroprawiro, 1998).
2) Komplikasi Kronis
Menurut Pranadji (2000), komplikasi kronis meliputi:
a. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh
darah kecil, diantaranya: Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata
seperti katarak dan glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata.
Bentuk kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk retinopati yang
dapat menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal
yang diakibatkan karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang
cukup lama. Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada
penderita DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai
dengan kesemutan, perasaan baal atau tebal serta perasaan seperti terbakar.
b. Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung
koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki. Zat kompleks yang
terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh
darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka
aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung
menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga
mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam
pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada
penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah
besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki
(makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai
mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka
panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang
lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan
penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum).
Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita
harus menjalani cuci darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk.
Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah
lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang
menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati
diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau
nyeri seperti terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan
kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat
meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah
ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan
luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami
infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus
diamputasi.
Tabel 2.3 Komplikasi Kornis DM (Tjokroprawiro, 2006)
Kerusakan saraf
menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg naik-
otonom mengendalikan tekanan darah & turun
saluran pencernaan Kesulitan menelan &
perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit Luka, infeksi dalam
& hilangnya rasa yg menyebabkan (ulkus diabetikum)
cedera berulang Penyembuhan luka yg
jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi,
terutama infeksi saluran
kemih & kulit
Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir secara Sindroma terowongan
normal sehingga jaringan menebal karpal Kontraktur
atau berkontraksi Dupuytren
Gambar 2.1 Komplikasi DM
Prognosis
Pasien diabetes memiliki tantangan seumur hidup untuk mencapai
dan menjaga kadar glukosa darah sedekat mungkin ke angka normal.
Dengan pengendalian glikemia yang cocok, resiko terjadinya komplikasi
mikrovaskuler dan neuropati menurun secara bermakna. Sebagai
tambahan, jika hipertensi dan hiperlipidemia ditangani secara agresif,
resiko terjadinya komplikasi makrovaskuler juga menurun secara drastis.
Manfaat ini juga diimbangi dengan resiko hipoglikemi dan biaya jangka
pendek untuk menyediakan pengobatan berkualitas baik. Penelitian
menunjukkan biaya yang dihemat setelah berkurangnya komplikasi akut
diabetes selama 1-3 tahun setelah memulai pencegahan efektif.Setiap
bertemu dengan dokternya, pasien sebaiknya diberitahukan tentang
rencana terapi yang cocok dan memotivasi pasien untuk melakukannya
secara ketat. Dokter mesti meyakinkan pasien bahwa penatalaksanaan
diabetes mellitus mencakup seluruh pemeriksaan lab yang penting,
pemeriksaan neurologik dan tungkai, dan rujukan ke spesialis mata atau
orthopedis/podiatris.
6. Penatalaksanaan
Pengobatan DM menurut Perkeni (1998) dikenal dengan empat
pilar utama pengelolaan DM, yang meliputi :.
a. Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan
dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes,
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan
pemahaman pasien tentang penyakit DM, yang diperlukan untuk mencapai
keadaan sehat yang optimal (Perkeni,1998). Sukardji (2002) mengatakan
bahwa penyuluhan sangat diperlukan agar pasien mematuhi diet.
b. Perencanaan makan
Tujuan diet Menurut Pranadji (2000), tujuan diet DM adalah
membantu diabetesi atau penderita diabetes memperbaiki kebiasaan gizi
dan olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, serta
beberapa tujuan khusus yaitu:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita,
2) Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat
badan ideal atau normal.
3) Memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk memelihara tingkat
kesehatan yang optimal dan aktivitas normal.
4) Menormalkan pertumbuhan anak yang menderita DM.
5) Mempertahankan kadar gula darah sekitar normal.
6) Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
7) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita,
misalnya sedang hamil, mempunyai penyakit hati, atau tuber kolosis
paru.
8) Menarik dan mudah diterima penderita.
c. Prinsip Diet
Prinsip pemberian makanan bagi penderita DM adalah mengurangi dan
mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi
mekanisme pengaturan gula darah. (Pranadji, 2000).
d. Syarat Diet
Menurut Pranadji (2000), syarat diet DM antara lain:
Jumlah energi ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan
dan tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh dan kelainan metabolik.
Makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Semua bahan
makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah ditentukan kecuali
gula murni seperti terdapat pada: gula pasir, gula jawa, gula batu,
sirop, jam, jelly, buah-buahan yang diawet dengan gula, susu kental
manis, minuman botol ringan, es krim, kue-kue manis, dodol, cake,
tarcis, abon, dendeng, sarden dan semua produk makanan yang diolah
dengan gula murni.
Pengobatan
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk
mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula
darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin
mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi
sementara maupun jangka panjang adalah semakin berkurang (Sidartawan,
2006).
Terapi sulih insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat
dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung
sehingga tidak dapat diberikan per-oral (Sidartawan, 2006).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam
penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja
dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan
masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin disuntikkan dibawah kulit ke
dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut.
Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin
terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan
lama kerja yang berbeda:
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar.Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu
20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama
6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani
beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum
makan.
B. Anatomi Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Gambar 2.2. Anatomi Pankreas
Pada pankreas paling sedikit terdapat empat peptida dengan
aktivitas hormonal yang disekresikan oleh pulau-pulau (islets) Langerhans.
Dua dari hormon-hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi
penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Hormon ketiga, somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau,
dan yang keempat polipeptida pankreas berperan pada fungsi saluran
cerna.
Hartono Andry. 1995. Tanya Jawab Diet Penyakit Gula. Jakarta: Arcan.
Margatan Arcole. 2000. Kiat Sehat Bagi Diabetesi. Solo: CV. Aneka.
Soewondo. 1994. Simposium Dini Hidup Sehat Diabetes Mellitus. Jakarta: FKUI.
Tjokroprawiro A, Prof. DR. dr. SpPD-KEMD. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia
Bersama Diabetes Mellitus. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Kartini S., Sarwono W., Slamet S., Rosa R, 1997. Daftar bahan makanan penukar
petunjuk
praktis sistematik dan lengkap untuk perencanaan makan. Subbag metabolik-
Endokrin FKUI