Está en la página 1de 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar
dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000
yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap
diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di
Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen
yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang
datang berobat teratur (Sugiono, 2007).
Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus (DM) dapat
timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil
ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat
berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi
kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Anonim, 2008).
Penyakit DM terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas,
asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan
penyaringan atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Dari sudut pasien
diabetes mellitus sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang
berobat ke dokter dan kemudian didiagnosis sebagai diabetes mellitus
dengan keluhan yaitu terjadi kelainan pada kulit seperti gatal-gatal, bisulan.
Selain itu juga terjadi kelainan ginekologis seperti keputihan dan lain-lain.
Gejala-gejala pada DM merupakan akibat dari adanya ketidak
seimbangan dalam metabolisme hidrat arang, protein, lemak dengan
produksi ataupun fungsi horman insulin. Diabetes Mellitus (DM) adalah
suatu sindrom klinik yang terdiri dari peningkatan kadar gula darah, eksresi
gula melalui air seni dan gangguan mekanisme kerja hormon insulin.
Kelainan tersebut timbul secara bertahap dan bersifat menahun.
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) ini terjadi akibat terjadinya
gangguan mekanisme kerja hormon insulin, sehingga gula darah yang ada di
dalam tubuh tidak dapat dinetralisir. Hal ini menjadi sebuah fenomena yang
menarik untuk dikaji. Hal inilah yang melatarbelakangi penulisan makalah
yang berjudul Diabetes Tipe I dan Tipe II.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui definisi dan klasifikasi diabetes mellitus
b) Mengetahui tanda dan gejala, manifestasi klinis dan patofisiologi
dari diabetes mellitus tipe I dan tipe II.
c) Mengetahui prognosis dan penatalaksanaan diabetes mellitus.
d) Mengetahui hormone-hormon yang berperan dalam terjadinya
diabetes mellitus.
e) Mengetahui berbagai kompliksi yang terjadi pada orang yang terkena
diabetes mellitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing
dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono,
1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun yang timbul pada
seseorang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono,
2002). DM tipe II adalah DM yang pengobatannya tidak tergantung pada
insulin, umumnya penderita orang dewasa dan biasanya gemuk serta
mudah menjadi koma (Soesirah, 1990).
Diabetes merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia dan
dikenal dengan kencing manis. Nama lengkapnya adalah diabetes mellitus,
berasal dari kata Yunani. Diabetes berarti pancuran, mellitus berarti madu
atau gula. Jadi istilah diabetes mellitus menggambarkan gejala diabetes
yang tidak terkontrol, yakni banyak keluar air seni yang manis karena
mengandung gula. Itulah sebabnya penyakit ini di sebut kencing manis.
Menurut WHO, definisi diabetes melitus didasarkan pada pengukuran
kadar glukosa dalam darah. Dari definisi ini didapatkan dua kelompok,
yaitu kelompok diabetes melitus tipe 1 yang tergantung insulin dan
kelompok diabetes tipe 2 yang tidak tergantung insulin ( Anonim, 2008)
Penyakit Kencing Manis adalah satu keadaan di mana terdapat
kadar gula yang berlebihan dalam peredaran darah. Ini terjadi karena tubuh
kita kekurangan sesuatu hormon yang disebut "insulin" yang diperlukan
untuk mengubah gula darah (glukosa) menjadi energi. Insulin adalah
sejenis hormon yang dihasilkan oleh organ bernama pankreas yang terletak
dibawah perut. Tubuh kita membutuhkan energi dari makanan untuk
menjalankan tugas keseharian kita. Dalam perut kita, makanan
berkarbohidrat diubah menjadi gula darah atau glukosa dan masuk ke
dalam saluran darah di mana ia akan digunakan oleh tubuh untuk
menghasilkan energi. Glukosa adalah penghasil utama energi tubuh (Gita,
2008).
Dalam keadaan biasa, insulin membantu glukosa dalam darah
untuk memasuki sel-sel tubuh untuk diubah menjadi energi. Bagi penderita
penyakit kencing manis, organ pankreas tidak dapat menghasilkan hormon
insulin dengan secukupnya atau insulin yang dikeluarkan tidak dapat
bertindak seperti biasa. Akibatnya, glukosa atau gula darah tidak dapat
memasuki sel-sel tubuh. Kadar glukosa dalam peredaran darah menjadi
tinggi. Glukosa yang berlebihan ini akan disingkirkan oleh tubuh melalui
air kencing. Inilah sebabnya, penyakit ini dikenali sebagai "Penyakit
Kencing Manis. Tanpa insulin, sel-sel tubuh tidak menerima cukup
glukosa, walaupun kadarnya amat tinggi dalam peredaran darah. Ini
menyebabkan tubuh akan kekurangan energi (Gita, 2008).
Diabetes mellitus diartikan pula sebagai penyakit metabolisme
yang termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas normal
arau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120 mg%). Karena itu DM
sering disebut juga dengan penyakit gula. Sekarang, penyakit gula tidak
hanya dianggap sebagai gangguan metabolisme karbohidrat, tetapi juga
menyangkut metabolisme protein dan lemak. Akibatnya DM sering
menimbulkan komplikasi yang bersifat menahun (kronis), terutama pada
struktur dan fungsi pembuluh darah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja,
akan timbul komplikasi lain yang cukup fatal, seperti penyakit jantung,
ginjal, kebutaan, aterosklerosis, bahkan sebagian tubuh bisa diamputasi
( Anonim, 2005).

Penyebab
Diabetes mellitus disebabkan berkurangnya produksi dan
ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin
yang sebenarnya berjumlah cukup. Kekurangan insulin disebabkan adanya
kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel beta pulau langerhans
dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Namun,
jika dirunut lebih lanjut, beberapa faktor yang menyebabkan DM sebagai
berikut: (Anonim, 2005)
Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan
ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki
kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan
anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga
menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau
kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya,
sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk
diwariskan kepada anak-anaknya.
Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta,
virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa
dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan
menyebabkan DM.
Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung
adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari
sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
Nutrisi
Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama
yang diketahui menyebabkan DM. Semakin berat badan berlebih atau
obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan
seseorang terjangkit DM.
Jenis-Jenis Diabetes Melitus
Diabetes tipe I
DM tipe 1 disebabkan karena timbul reaksi otoimun yang
disebabkan adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan
timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell
Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan anti bodi (ICA) yang
ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitis bisa
disebabkan macam-macam di antaranya virus, seperti virus cocksakie,
rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulitis itu hanya
sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh (Soegondo, 2007)
Diabetes melitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe 2, terdapat tiga kondisi abnormal yang
mungkin dimiliki. Pertama, mutlak kekurangan insulin dalam arti sekresi
hormon insulin berkurang karena kerusakan sel-sel beta pankreas. Kedua,
relatif kekurangan insulin dimana sekresi insulin tidak mencukupi dengan
adanya kebutuhan metabolisme yang meningkat (misalnya pada pasien
yang kelebihan berat badan). Ketiga, resisten terhadap insulin clan
hiperinsulinemia karena penggunaan insulin perifer yang kurang
sempurna.
Sekitar 75 % penderita DM tipe 2 mempunyai kelebihan berat
badan dan pada seperempat penderita diabetes, hiperglikemia yang
dideritanya cukup diatasi dengan menurunkan berat badan. Di Indonesia
lebih jarang dijumpai penderita diabetes melitus dengan kelebihan berat
badan.
Diabetes mellitus tipe 2 tidak sama dengan sindrom X. Sindrom X
dan diabetes tipe 2, keduanya mempunyai cacat pada jaringan otot dan
adipose, yaitu resistansi insulin. Meskipun demikian, hanya sejumlah kecil
penderita resistansi insulin (sindrom X) yang berkembang menjadi
diabetes tipe 2, hal ini terjadi bila penderita tersebut tidak dapat
mensekresi insulin dalam jumlah besar sehingga terjadi hiperglikemia
(peningkatan kadar gula dalam darah). Resistansi insulin adalah
ketidakmampuan insulin dalam mengatur transport glukosa dari darah ke
dalam sel. Penyebab resistansi insulin belum diketahui, tetapi ada sesuatu
yang menarik, yaitu hubungannya dengan faktor genetik dan gaya hidup.
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah
mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai
lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang
kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak,
tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan
demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaannya adalah
DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau
normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin (Soegondo, 2007)
Pada DM tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari
normal. Jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya
peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin
(Soegondo, 2007).

Tabel 2.1 Perbedaan Diabetes Melitus Tipe I dan Tipe 2


( Soegondo, 2007)

Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2


Penderita menghasilkan sedikit insulin atau Pankreas tetap menghasilkan insulin,
sama sekali tidak menghasilkan insulin kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. Tetapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, sehingga
terjadi kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, Bisa terjadi pada anak-anak dan
yaitu anak-anak dan remaja. dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah
usia 30 tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor Faktor resiko untuk diabetes tipe 2
lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor adalah obesitas dimana sekitar 80-
gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa 90% penderita mengalami obesitas.
awal) menyebabkan sistem kekebalan
menghancurkan sel penghasil insulin di
pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan
kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) Diabetes Mellitus tipe 2 juga
mengalami kerusakan permanen. Terjadi cenderung diturunkan secara genetik
kekurangan insulin yang berat dan penderita dalam keluarga
harus mendapatkan suntikan insulin secara
teratur
Mortalitas/Morbiditas
Morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan diabetes dihubungkan
dengan komplikasi jangka pendek dan panjang. Komplikasi termasuk
dibawah ini:
a. Hipoglikemi and hyperglycemia
b. Resiko infeksi meningkat
c. Komplikasi microvascular (eg, retinopathy, nephropathy)
d. Komplikasi neuropathic
e. Komplikasi penyakit macrovascular (eg, coronary artery disease,
stroke)
Diabetes adalah penyebab utama terjadinya kebutaan pada orang
dewasa umur 20-74 tahun, dan juga merupakan penyebab terbanyak dari
amputasi ekstremitas bawah nontraumatik dan penyakit ginjal tahap akhir
(ESRD/End Stage Renal Disease)
Jenis Kelamin
Insiden biasanya sama pada perempuan dan laki-laki pada seluruh
populasi.
Umur
a. DM tipe 2 menjadi lebih sering terjadi karena usia orang lebih
panjang dan prevalensi dari DM meningkat seiring peningkatan
umur.
b. Sekarang juga lebih sering ditemukan pada orang dengan umur
muda berkaitan dengan peningkatan prevalensi dari obesitas masa
kecil.
c. Walaupun DM tipe 2 masih lebih sering terjadi pada dewaas umur
40 keatas, insiden penyakit ini lebih cenderung meningkat lebih
cepat pada remaja dan dewasa muda daripada kelompok umur
lainnya.

Pemeriksaan Klinis
Menentukan secara tepat apakah pasien mengidap tipe 1 atau tipe 2
penting karena pasien tipe 1 sangat bergantung pada penggunaan rutin
insulin exogen dan karbohidrat untuk dapat bertahan hidup. Pasien dengan
DM tipe 2 dapat tidak membutuhkan penanganan hyperglycemia selama
masa puasa atau penurunan intake oral. Pasien dengan Diabetes yang
terkontrol dengan diet atau agen antidiabetik jelas merupakan DM tipe 2.
Pasien kurus dengan diabetes sejak kecil, yang selalu bergantung pada
pembrian insulin, atau dengan riwayat DKA hampir pasti mengidap DM
tipe 1.
Membedakan tipe diabetes dapat sulit
(1) pasien yang ditangani dengan insulin dan muda namun secara
klinis sepertinya mengidap DM tipe 2 dan
(2) pasien tua dengan diabetes late onset namun mengkonsumsi
insulin dan sepertinya mempunyai karakteristik yang sama dengan DM
tipe 1. (Kelompok yang terakhir sekarang dikatakan mempunyai latent
autoimmune diabetes of the adult [LADA/ Diabetes Autoimun Laten pada
Dewasa]). JIka meragukan, pasien diatasi dengan insulin dan kadar
glukosanya diawasi secara ketat. Beberapa remaja atau dewasa muda,
kebanyakan dengan ras Hispanik atau African American, yang
memperlihatkan gejala klasik DKA, pada akhirnya sering kali ditemukan
terkena DM tipe 2.
Banyak pasien dengan DM tipe 2 muncul dengan asimptomatis,
dan penyakit mereka tidak didiagnosis selama bertahun-tahun. Penelitian
mengatakan bahwa pasien yang baru ditemukan dengan DM tipe 2 telah
terkena DM paling tidak selama 4-7 tahun sebelum didiagnosis. Diantara
pasien dengan DM tipe 2, 25% mempunyai retinopathy, 9% neuropathy
dan 8% nephropathy pada waktu pertama kali didiagnosis
Pre-diabetes sering terjadi sebelum munculnya DM tipe 2.
Prediabetes didefinisikan dengan kadar GDP 100-125 mg/dL atau oral
glucose tolerance test (OGTT) dengan kadar 140-200 mg/dL. Pasien
prediabetes mempunyai peningkatan resiko terkena penyakit
makrovaskuler sama halnya dengan resikonya terkena diabetes.
Prediabetes dengan sindrom metabolik sering membingungkan
(biasa juga disebut dengan sindrom X atau sindrom resistensi insulin).
Sindrom metabolik (diperkirakan terjadi akibat resistensi insulin) dapat
terjadi pada pasien dengan kadar toleransi glukosa yang normal,
prediabetes, atau diabetes. Sindrom metabolik ditandai dengan adanya
obesitas sentral kemudia oleh dyslipidemia. Hipertensi merupakan tanda
yang umum. Pada akhirnya, secara klinis resistensi insulin yang jelas
terjadi. Sayangnya, resistensi insulin tidak diukur secara klinis, kecuali
pada penelitian. Peningkatan kadar GDP merupakan indikasi pertama
adanya resistensi insulin, namun kadar insulin puasa biasanya sudah lama
meningkat sebelum hal ini berlangsung. Pengukuran kadar insulin puasa
tidak direkomendasikan untuk diagnosis resistensi insulin. Suatu usaha
untuk membuat standardisasi pemeriksaan insulin sedang dikerjakan dan
nantinya dapat digunakan untuk menilai kadar insulin puasa untuk dapat
mendiagnosis resistensi insulin di masa depan.
Selama anamneses, cari informasi tentang tipe dan durasi
terjadinya diabetes pada pasien dan tentang perawatan/pengobatan yang
telah diterima pasien untuk penyakitnya
1. Tipe dan estimasi durasi diabetes : Informasi ini membantu untuk
menentukan apakah pasien bergantung pada insulin. Diagnosis
berdasarkan riwayat penyakit, terapi, dan penilian klinis, seperti telah
dijelaskan diatas.
2. erawatan Diabetes: Cari tahu tentang penanganan terkini untuk diabetes
pada pasien dan tentang kadar gula darahnya berdasarkan dari pengukuran
sendiri atau pengukuran A1C (A1C, merupakan indikator jangka panjang
dalam pengendalian glukosa).
Anamnesis riwayat diabetes sebaiknya dapat mengenai pertanyaan dibawah
ini:
1. Apakah diabetes pada pasien dikontrol dengan baik (dengan kadar gula
darah mendekati normal)? Pasien dengan kadar gula darah yang tidak
terkontrol dengan baik sembuh lebih lama dan dengan meingkatnya resiko
infeksi dan komplikasi lainnya.
2. Apakah pasien pernah mengalami keadaan reaksi hipoglikemik yang
berat? Jika pasien pernah mempunyai episode hipoglikemia berat, maka ia
mempunyai resiko untuk kehilangan kesadaran, karenanya kemungkinan
ini harus dapat diperoleh
3. Apakah pasien pernah memiliki neuropathy perifer
4. Apakah pasien memiliki luka yang tidak dirasakan pada kaki atau luka
yang membutuhkan penanganan?
5. Apakah pasien mengalami diabetic nephropathy sehingga mengubah
penggunaan obat-obatan atau material kontras rasiography?
6. Apakah pasien pernah mempunyai penyakit macrovascular, seperti
penyakit jantung koroner, yang sebaiknya dipertimbangkan dalam keadaan
gawat darurat.
Diabetes Mellitus dibedakan menjadi dua yaitu Tipe I atau IDDM (
Insulin-Dependen DM) dan Tipe II atau NIDDM (Non Insulin-Dependent
DM). DM tipe I atau IDDM terjadi akibat kekurangan insulin karena
kerusakan sel beta pankreas (Moore,1997). Sedangkan DM tipe II
disebabkan oleh berbagai hal seperti bertambahnya usia harapan hidup,
berkurangnya kematian akibat infeksi dan meningkatnya faktor resiko
akibat cara hidup yang salah seperti kegemukan, kurang gerak, dan pola
makan yang tidak sehat (Suyono, 2002).

2. Patofisiologi
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme karbohidrat, yaitu bertugas memasukan glukosa ke dalam sel
dan digunakan sebagai bahan bakar. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, yang
kemudian di dalam sel tersebut glukosa akan dimetabolisme menjadi
tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke sel,
yang mengakibatkan glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah yang
artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat (Suyono,2002).
Pada DM tipe II, jumlah insulin normal atau mungkin jumlahnya
banyak, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel
berkurang. Akibatnya glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan
glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Suyono, 2002).
Ada 2 tipe mendasar pada DM yaitu tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1
dibahas lebih lanjut pada artikel yang terpisah. DM Type 2 pernah sering
disebut sebagai diabetes onset dewasa. Sekarang, karena meningkatnya
insiden obesitas dan ketidakaktifan anak, DM tipe 2 dapat terjadi pada
umur yang lebih muda. Walaupun DM tipe 2 sering kali mengenai
seseorang diatas umur 40 tahun, bahkan telah didiagnosis pada anak
berumur 2 tahun yang memiliki riwayat DM pada keluarga.
DM tipe 2 ditandai oleh adanya resitensi perifer insulin disertai
dengan defek sekresi insulin dengan kerusakan yang bervariasi. Untuk
menimbulkan DM tipe 2 kedua kerusakan tersebut harus terjadi: semua
orang dengan obesitas mempunyai resistensi insulin, namun DM hanya
terjadi pada yang tidak mampu meningkatkan produksi insulin oleh sel B.
Dalam perkembangan dari toleransi glucosa yang normal menjadi toleransi
glucosa abnormal, kadar glucosa postprandial yang pertama meningkat.
Pada akhirnya, hiperglikemi puasa (terjadi pada saat tidak ada asupan
makanan) terjadi karena inhibisi gluconeogenesis hepatik menurun.
Sekitar 90% pasien yang mengidap DM tipe 2 adalah orang dengan
obesitas. Karena pasien dengan DM tipe 2 mempertahankan kemampuan
untuk mengsekresi insulin endogen, mereka yang mengkonsumsi insulin
umumnya tidak terjadi DKA jika penggunaan insulin dihentikan. Sehingga
mereka dikatakan membutuhkan insulin namun tidak bergantung lepada
insulin. Lebih lanjut lagi, pasien dengan DM tipe 2 sering tidak
membutuhkan pengobatan dengan obat antidiabetik oral atau insulin jika
berat badan mereka turun atau berhenti makan (Green, 1980).
Maturity-onset diabetes of the young (MODY/Diabetes onset
remaja) adalah bentuk DM tipe 2 yang mengenai generasi yang lebih
muda pada keluarga dengan riwayat DM. Umur yang biasanya terkena itu
kurang dari 25 tahun. Ada beberapa tipe MODY. Faktor gen yang
bertanggung jawab dapat dideteksi menggunakan pemeriksaan yang ada
Gestational diabetes mellitus (GDM) didefinisikan sebagai derajat apapun
intoleransi glukosa dengan onset atau pertama kali diketahui pada masa
kehamilan. GDM merupakan komplikasi yang ditemukan pada sekitar 4%
dari seluruh kehamilan di US, walaupun jumlahnya bervariasi antara 1-
14% tergantung dari populasi yang diteliti.GDM yang tidak ditangani
dapat mengarah pada janin makrosomia, hypoglikemia, hypocalcemia, dan
hyperbilirubinemia. Sebagai tambahan, ibu dengan GDM memiliki
kemungkinan lebih tinggi untuk persalinan Caesar dan hipertensi kronis.
Untuk mendeteksi GDM, pemeriksaan toleransi glukosa 50 g dikerjakan
pada umur kehamilan 24-28 minggu. Jika konsentrasi glukosa plasma
pasien selama 1 jam lebih besar dari 140 mg/dL, pemeriksaan dilanjutkan
dengan toleransi 3 jam glukosa 100 g (Green, 1980)
Pada tahun 2005, seseorang dengan diabetes diperkirakan
berjumlah 7% dari populasi US, atau sekitar 20.8 juta orang. Dari 20,8 juta
orang ini, 14,6 juta diagnosis diabetes telah ditegakkan dan diabetes belum
didiagnosis pada 6,2 juta lainnya. Sekitar 10% mengidap DM tipe 1, dan
lainnya mengidap tipe 2. Sebagai tambahan, diperkirakan 54 juta orang
terkena keadaan pre-diabetes. Pre-diabetes seperti didefinisikan oleh
American Diabetes Association, adalah keadaan dimana kadar glukosa
darah lebih dari normal namun tidak cukup tinggi untuk didiagnosis
sebagai diabetes

3. Gejala
a. Gejala Akut
Pada tahap permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi: banyak makan
atau polifagia, banyak minum atau polidipsia, dan banyak kencing atau
poliuria. Pada fase ini, biasanya penderita menunjukkan berat badan yang
terus naik, karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi
(Tjokroprawiro, 2001).
b. Gejala Kronik
Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal dikulit, kram, lelah, mudah
mengantuk, mata kabur, gatal disekitar kemaluan terutama wanita, gigi
mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, pada ibu
hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan,
atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Tjokroprawiro, 2001).
Adapun tanda-tanda diabetes mellitus menurut Janice (1996) yaitu sebagai
berikut:
1. Rasa haus yang berlebihan.
2. Buang air kecil yang berlebihan (dengan volume besar)
3. Selalu merasa lelah/kekurangan energi
4. Infeksi di kulit (terasa panas,terasa tebal,kram, dan kesemutan)
5. Penglihatan menjadi kabur (Buta Ayam)
6. Turunnya berat badan (pada sebagian penderita)
7. Hyperglaisimia (Peningkatan abnormal kandungan gula dalam darah)
8. Glaikosuria (glukosa dalam urine - air kencing).

Menurut Tjokroprawiro (2006), orang-orang yang mempunyai risiko


menderita penyakit dibetes mellitus (menurut urutan) dan perlu dilakukan tes
skrining yaitu:

a) Kedua orangtuanya mengidap penyakit diabetes mellitus


b) Salah satu orangtuanya atau saudara kandungnya mengidap penyakit
diabetes mellitus
c) Salah satu anggota keluarganya (nenek,paman,bibi,keponakan,sepupu)
pengidap
d) Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kg
e) Waktu diperiksa kadar glukosa darah melebihi antara 140-199 mg/dl
f) Menderita penyakit liver (hati) yang kronik atau agak berat
g) Terlalu lama minum obat-obatan, mendapat suntikan atau minum tablet
golongan kortikosteroid (sering digunakan penderita asma, penyakit kulit,
penyakit reumatik, dll)
h) Terkena infeksi virus tertentu: misalnya virus morbili, virus yang
menyerang kelenjar luda, seperti virus pada penyakit gondongan, dan
sebagainya. Infeksi virus ini lebih sering menyerang pada anak-anak
bahkan pernah dijumpai pada anak umur 16 bulan, dan sampai sekarang
masih hidup, tetapi harus disuntik insulin setiap hari
i) Terkena obat-obat antiserangga (insektisida); kasus ini dilaporkan di Korea
Selatan dan Amerika Serikat yang mengenai para petani
j) Berat badan termasuk golongan kategori gemuk (obesitas).
4. Diagnosis
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya yaitu 3P
(polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang
menunjukkan kadar gula darah yang tinggi (tidak normal). Untuk
mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah
penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan
(Sugiono, 2007)
Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65
tahun. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan
setelah makan karena usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang
lebih tinggi.

Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Gula darah ( Sugiono, 2006)

Kriteria Diagnostik Gula darah


(mg/dL)
Bukan Pra
Diabetes
Diabetes Diabetes
Puasa < 110 110-125 > 126
Sewaktu < 110 110-199 > 200
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi
glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita
hamil. Hal ini untuk mendeteksi diabetes yang sering terjadi pada wanita
hamil. Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur
kadar gula darah puasa. Lalu penderita diminta meminum larutan khusus
yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah
diambil lagi untuk diperiksa (Sugiono, 2007)
Hasil glukosa contoh darah dibandingkan dengan kriteria
diagnostik gula darah terbaru yang dikeluarkan oleh PERKENI tahun
2006. Sebelum berkembang menjadi diabetes tipe 2, biasanya selalu
menderita pra-diabetes, yang memiliki gejala tingkat gula darah lebih
tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosa diabetes.
Setidaknya 20% dari populasi usia 40 hingga 74 tahun menderita pra-
diabetes. Penelitian menunjukkan beberapa kerusakan dalam jangka
panjang, terutama pada jantung dan sistem peredaran darah selama pra-
diabetes ini. Dengan pre-diabetes, anda akan memiliki resiko satu setengah
kali lebih besar terkena penyakit jantung. Saat Anda menderita diabetes,
maka risiko naik menjadi 2 hingga 4 kali. Akan tetapi, pada beberapa
orang yang memiliki pra-diabetes, kemungkinan untuk menjadi diabetes
dapat ditunda atau dicegah dengan perubahan gaya hidup. Diabetes dan
pra-diabetes dapat muncul pada orang-orang dengan umur dan ras yang
beragam, tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko lebih tinggi.
Menurut Suyono (2002), diagnosis diabetes dipastikan bila:
a) Kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL atau lebih ditambah
gejala khas diabetes.
b) Glukosa darah puasa 126 mg/dL atau lebih pada dua kali
pemeriksaan pada saat berbeda.
Bila ada keraguan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral
(TTGO) atau yang populer disebut OGTT (Oral Glukose Tolerance Test)
dengan mengukur kadar glukosa puasa dan 2 jam setelah minum 75 g
glukosa (Suyono, 2002).

5. Komplikasi
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi
(menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini
berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga
berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.
Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik.
1) Komplikasi Akut
a) Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat
menjadi koma. Karena koma pada penderita disebabkan oleh kekurangan
glukosa di dalam darah,maka koma disebut Koma Hipoglikemik.
b) Koma diabetic
Koma diabetik timbul karena kadar glukosa di dalam darah terlalu
tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dL. Gejala yang sering timbul
adalah: nafsu makan menurun, haus, minum banyak, kencing banyak,
disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam serta
berbau aseton, dan sering disertai panas badan karena biasanya terdapat
infeksi (Tjokroprawiro, 1998).
2) Komplikasi Kronis
Menurut Pranadji (2000), komplikasi kronis meliputi:
a. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh
darah kecil, diantaranya: Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata
seperti katarak dan glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata.
Bentuk kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk retinopati yang
dapat menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal
yang diakibatkan karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang
cukup lama. Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada
penderita DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai
dengan kesemutan, perasaan baal atau tebal serta perasaan seperti terbakar.
b. Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung
koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki. Zat kompleks yang
terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh
darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka
aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung
menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga
mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam
pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada
penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah
besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki
(makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai
mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka
panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang
lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan
penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum).
Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita
harus menjalani cuci darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk.
Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah
lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang
menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati
diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau
nyeri seperti terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan
kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat
meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah
ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan
luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami
infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus
diamputasi.
Tabel 2.3 Komplikasi Kornis DM (Tjokroprawiro, 2006)

Organ/jaringan Yg terjadi Komplikasi


yg terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek
menyumbat arteri berukuran besar menyebabkan
atau sedang di jantung, otak, tungkai penyembuhan luka yg jelek
& penis. Dinding pembuluh darah & mpo menyebabkan
kecil mengalami kerusakan sehingga penyakit jantung, stroke,
pembuluh tidak dapat mentransfer mpotent kaki & tangan,
oksigen secara normal & mengalami mpotent & infeksi
kebocoran
Gigi dan gusi Kerusakan jaringan periodentium Gigi mudah goyah bahkan
yang mengikat gigi lepas,gusi sering kali
bengkak,mudah mengalami
infeksi, dan kadang-
kadang bernanah
Telinga Urat saraf pada pendengaran mudah Telinga sering berdenging,
rusak lama-kelamaan
pendengaran akan merosot
bahkan dapat menjadi tuli
sebelah, ataupun tuli kedua
telinganya
Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh Gangguan penglihatan &
darah kecil retina pada akhirnya bisa terjadi
kebutaan
Ginjal Penebalan pembuluh darah ginjal Fungsi ginjal yg buruk

Protein bocor ke dalam air kemih Gagal ginjal

Darah tidak disaring secara normal


Saraf Kerusakan saraf karena glukosa Kelemahan tungkai yg
tidak dimetabolisir secara normal & terjadi secara tiba-tiba atau
karena aliran darah berkurang secara perlahan
Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di
tangan & kaki

Kerusakan saraf
menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg naik-
otonom mengendalikan tekanan darah & turun
saluran pencernaan Kesulitan menelan &
perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit Luka, infeksi dalam
& hilangnya rasa yg menyebabkan (ulkus diabetikum)
cedera berulang Penyembuhan luka yg
jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi,
terutama infeksi saluran
kemih & kulit
Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir secara Sindroma terowongan
normal sehingga jaringan menebal karpal Kontraktur
atau berkontraksi Dupuytren
Gambar 2.1 Komplikasi DM

Prognosis
Pasien diabetes memiliki tantangan seumur hidup untuk mencapai
dan menjaga kadar glukosa darah sedekat mungkin ke angka normal.
Dengan pengendalian glikemia yang cocok, resiko terjadinya komplikasi
mikrovaskuler dan neuropati menurun secara bermakna. Sebagai
tambahan, jika hipertensi dan hiperlipidemia ditangani secara agresif,
resiko terjadinya komplikasi makrovaskuler juga menurun secara drastis.
Manfaat ini juga diimbangi dengan resiko hipoglikemi dan biaya jangka
pendek untuk menyediakan pengobatan berkualitas baik. Penelitian
menunjukkan biaya yang dihemat setelah berkurangnya komplikasi akut
diabetes selama 1-3 tahun setelah memulai pencegahan efektif.Setiap
bertemu dengan dokternya, pasien sebaiknya diberitahukan tentang
rencana terapi yang cocok dan memotivasi pasien untuk melakukannya
secara ketat. Dokter mesti meyakinkan pasien bahwa penatalaksanaan
diabetes mellitus mencakup seluruh pemeriksaan lab yang penting,
pemeriksaan neurologik dan tungkai, dan rujukan ke spesialis mata atau
orthopedis/podiatris.

6. Penatalaksanaan
Pengobatan DM menurut Perkeni (1998) dikenal dengan empat
pilar utama pengelolaan DM, yang meliputi :.
a. Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan
dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes,
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan
pemahaman pasien tentang penyakit DM, yang diperlukan untuk mencapai
keadaan sehat yang optimal (Perkeni,1998). Sukardji (2002) mengatakan
bahwa penyuluhan sangat diperlukan agar pasien mematuhi diet.
b. Perencanaan makan
Tujuan diet Menurut Pranadji (2000), tujuan diet DM adalah
membantu diabetesi atau penderita diabetes memperbaiki kebiasaan gizi
dan olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, serta
beberapa tujuan khusus yaitu:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita,
2) Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat
badan ideal atau normal.
3) Memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk memelihara tingkat
kesehatan yang optimal dan aktivitas normal.
4) Menormalkan pertumbuhan anak yang menderita DM.
5) Mempertahankan kadar gula darah sekitar normal.
6) Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
7) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita,
misalnya sedang hamil, mempunyai penyakit hati, atau tuber kolosis
paru.
8) Menarik dan mudah diterima penderita.
c. Prinsip Diet
Prinsip pemberian makanan bagi penderita DM adalah mengurangi dan
mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi
mekanisme pengaturan gula darah. (Pranadji, 2000).
d. Syarat Diet
Menurut Pranadji (2000), syarat diet DM antara lain:
Jumlah energi ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan
dan tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh dan kelainan metabolik.
Makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Semua bahan
makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah ditentukan kecuali
gula murni seperti terdapat pada: gula pasir, gula jawa, gula batu,
sirop, jam, jelly, buah-buahan yang diawet dengan gula, susu kental
manis, minuman botol ringan, es krim, kue-kue manis, dodol, cake,
tarcis, abon, dendeng, sarden dan semua produk makanan yang diolah
dengan gula murni.

Kebutuhan Zat Gizi Pada Penderita Diabetes


Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang
cukup dan disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh.
Pengetahuan porsi makanan sedemikian rupa sehingga supan zat gizi
tersebar sepanjang hari. Penurunan berat badan ringan atau sedang (5 10
kg), sudah terbukti dapat meningkatkan kontrol diabetes, walaupun berat
badan idaman tidak dicapai. Penurunan berat badan dapat diusahakan
dicapai dengan baik dengan penurunan asupan energi yang moderat dan
peningkatan pengeluaran energi. Dianjurkan pembatasan kalori sedang
yaitu 250-500 Kkal lebih rendah dari asupan rata-rata sehari ( Kartini et al,
1997).
Protein.
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat
tentang asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini
menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20% energi dari protein total.
Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein
untuk orang dengan diabetes adalah 10 15% energi. Perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi
dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65% hendaknya
bernilai biologi tinggi ( Kartini et al, 1997).
Total Lemak.
Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak
lebih 10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya
yaitu 60 70% total energi dari lemak tidak jenuh tunggak dan
karbohidrat. Distribusi energi dari lemak dan karbohidrat dapat berbeda-
beda setiap individu berdasarkan pengkajia gizi dan tujuan pengobatan.
Anjuran persentase energi dari lemak tergantung dari hasil pemeriksaan
glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan. Untuk individu yang
mempunyai kadar lipid normal dan dapat mempertahankan berat badan
yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal pada
anak dan remaja) dapat dianjurkan tidak lebih dari 30% asupan energi dari
lemak total dan < 10% energi dari lemak jenuh. Dalam hal ini anjuran
asupan lemak di Indonesia adalah 20 25% energi. Apabila peningkatan
LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti anjuran diet dislipidemia
tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj jenuh, tidak lebih dari 30%
energi dari lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari ( Kartini et
al, 1997).
Apabila peningkatan trigliserida dan VLDL merupakan masalah
utama, pendekatan yang mungkin menguntungkan selain menurunkan
berat badan dan peningkatan aktivitas adalah peningkatan sedang asupan
lemak tidak jenuh tunggal 20% energi dengan < 10% masing energi
masing-masing dari lemak jenuh dan tidak jenuh ganda sedangkan asupan
karbohidrat lebih rendah. Perencanaan makan tinggi lemak tidak jenuh
tunggal dapat dilakukan antara lain dengan penggunaan nuts, alpukat dan
minyak zaitun. Namun demikian pada individu yang kegemukan
peningkatan asupan lemak dapat memperburuk kegemukannya. Pasien
dengan kadar trigliserida > 1000 mg/dl mungkin perlu penurunan semua
tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar lemak plasma dalam bentuk
kilomikron ( Kartini et al, 1997).
Lemak Jenuh dan Kolesterol.
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolestrol
adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu
< 10% asupan energi sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan
makanan kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg
perhari. Namun demikian rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar
belakang budaya dan etnik ( Kartini et al, 1997).
Karbohidrat dan Pemanis.
Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total
karbohidrat dari pada jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal,
menilai kembali fruktosa dan lebih konservatif untuk serat. Buah dan susu
sudah terbukti mempunyai respon glikemik menyerupai roti, nasi dan
kentang. Walaupun berbagai tepung-tepungan mempunyai respon glikemik
yang berbeda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat
yang dikonsumsi dari pada sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi
karbohidrat untuk orang dengan diabetes di Indonesia adalah 60 70%
energi ( Kartini et al, 1997).
Sukrosa.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai
bagian dari perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah
pada individu dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang
mengandung sukrosa harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat
makanan lain dan tidak hanya dengan menambahkannya pada perencanaan
makan. Dalam melakukan substitusi ini kandungan zat gizi dari makanan-
makanan manis yang pekat dan kandungan zat gizi makanan yang
mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, demikian juga adanya zat
gizi-zat gizi lain pada makanan tersebut seperti lemak yang sering
dimakan bersama sukrosa. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi
memberikan lebih banyak zat gizi dari pada makanan dengan sukrosa
sebagai satu-satunya zat gizi ( Kartini et al, 1997).

Pengobatan
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk
mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula
darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin
mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi
sementara maupun jangka panjang adalah semakin berkurang (Sidartawan,
2006).
Terapi sulih insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat
dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung
sehingga tidak dapat diberikan per-oral (Sidartawan, 2006).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam
penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja
dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan
masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin disuntikkan dibawah kulit ke
dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut.
Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin
terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan
lama kerja yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar.Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu
20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama
6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani
beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum
makan.

2. Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.


Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam
waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan
pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat
disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang
malam.

3. Insulin kerja lambat.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.


Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan
sehingga bisa dibawa kemana-mana. Sediaan yang paling mudah
digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi
sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal. Kontrol
yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin,
yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua
diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam. Kontrol
yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan
insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin
kerja cepat tambahan pada siang hari (Sidartawan, 2006).
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang
sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis
insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula
darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan
dalam makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin
tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena
itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi
ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi
terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya (Sidartawan, 2006).
Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan
dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang
menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.
Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit
tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-
lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat
penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia
sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi (Sidartawan, 2006).
Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh
terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang
teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang
tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam
makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol
adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan (Sidartawan, 2006).
Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet
dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami
bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi.Penderita juga harus
memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki sehingga kukunya
harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya
supaya bisa diketahui. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat
diberikan per-oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung)
sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum
dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda
menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.Insulin disuntikkan
dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau
dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu
nyeri (Sidartawan, 2006).
Obat-obat hipoglikemik per-oral
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita
diabetes tipe II jika diet dan olah raga gagal menurunkan kadar gula darah
secara adekuat. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari),
meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat
hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan
baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin (Sidartawan, 2006).

B. Anatomi Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Gambar 2.2. Anatomi Pankreas
Pada pankreas paling sedikit terdapat empat peptida dengan
aktivitas hormonal yang disekresikan oleh pulau-pulau (islets) Langerhans.
Dua dari hormon-hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi
penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Hormon ketiga, somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau,
dan yang keempat polipeptida pankreas berperan pada fungsi saluran
cerna.

Gambar 2. 3. Proses pembentukan insulin


Insulin bersifat anabolik, meningkatkan simpanan glukosa, asam-
asam lemak, dan asam-asam amino. Glukagon bersifat katabolik,
memobilisasi glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam amino dari
penyimpanan ke dalam aliran darah. Kedua hormon ini bersifat
berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar keadaan
disekresikan secara timbal balik. Insulin yang berlebihan menyebabkan
hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma.
Gambar 2.4 Model Struktur Insulin

Defisiensi insulin baik absolut maupun relatif, menyebabkan


diabetes melitus, suatu penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat
mematikan. Defisiensi glukagon dapat menimbulkan hipoglikemia, dan
kelebihan glukagon menyebabkan diabetes memburuk. Produksi
somatostatin yang berlebihan oleh pankreas menyebabkan hiperglikemia
dan manifestasi diabetes lainnya.
Diabetes melitus dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai
penyakit kencing manis. Dimana terjadi karena terjadi peningkatan kadar
gula (glukosa) dalam darah yang berlebihan dan terjadi secara menahun.
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan secara etiologi menjadi dua yaitu
Diabetes tipe 1 dan Diabetes tipe 2.
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, 2002 dalam Soegondo. Penyuluhan Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.

Green, Lawrence W., et al. 1980. Health Education Planning Adiagnostic


Approach. First Edition. California: Mayfield Publishing Company.

Hartono Andry. 1995. Tanya Jawab Diet Penyakit Gula. Jakarta: Arcan.

Haznam. 1991. Endokrinologi. Bandung: Angkasa Offset.

Kelompok Studi WHO. 2000. Pencegahan Diabetes Mellitus. Jakarta: Hipokraket.

Leslie. R.D.G. 1995. Buku Pintar Kesehatan. Diabetes. Jakarta: Arcan.

Margatan Arcole. 2000. Kiat Sehat Bagi Diabetesi. Solo: CV. Aneka.

Moehyi Sjahmien. 1999. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan


Penyakit. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Niven, Neil. 2002. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Buku Kesehatan.

Perkani. 1998. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Semarang.

Pranadji Diah K. 1997. Perencanaan Menu untuk Diabetes Melitus. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Smet. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Indonesia.

Soegondo Sidartawan, dkk. 2002. Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu.


Jakarta: FKUI.

Soewondo. 1994. Simposium Dini Hidup Sehat Diabetes Mellitus. Jakarta: FKUI.

Subekti, 2002 dalam Soegondo. Patofisiologi Diabetes. Jakarta: FKUI.

Sukardji, 2002 dalam Soegondo. Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Melitus.


Jakarta: FKUI.

Suyono, 2002 dalam Soegondo. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Pasien


Diabetes. Jakarta: FKUI.

Thomas, Briony. 1994. Manual of Dietetic Practice, Second Edition. Inggris:


British Dietetic.
Tjokroprawiro, Askandar. 2001. Diabetes Mellitus-Klasifikasi, Diagnosis, dan
Terapi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tjokroprawiro, Askandar. 2001. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes.


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anonim. 2005. Diabetes Melitus. Terdapat dalam www.fortunestar.com. Diakses


tanggal 8 Agustus 2008.

Tjokroprawiro A, Prof. DR. dr. SpPD-KEMD. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia
Bersama Diabetes Mellitus. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Janice Beale, Dietitian. 1996. Diabetes Educator & Gloria Wong.


http://www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/pengurus/uripto/sehat/05d.htm

Soegondo S, dr., dkk, editor. 2007. Petalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.


cetakan Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Kartini S., Sarwono W., Slamet S., Rosa R, 1997. Daftar bahan makanan penukar
petunjuk
praktis sistematik dan lengkap untuk perencanaan makan. Subbag metabolik-
Endokrin FKUI

& Instansi Gizi RSCM.

También podría gustarte