Está en la página 1de 14

Kejadian Tidak Diharapkan

(Adverse Event)

A. Studi Kasus Medication Error


1. Prescription Error
Ny.Sakura, 44 tahun (nama samaran) datang ke puskesmas dengan
keluhan penglihatan kabur dan sakit kepala, ketika dipuskesmas beliau diperiksa
seorang dokter yang baru bertugas beberapa pekan di puskesmas tersebut. Dokter
meresepkan Gentamisin ointment salep kulit dan untuk keluhannya. Kemudian
pasien menebus obat diinstalasi farmasi puskesmas tersebut dan berdasarkan
tulisan diresep AA yang bertugas menganjurkan untuk dioleskan pada bagian yang
sakit, kemudian pasien mengoleskan salep tersebut pada matanya dan setelah
menggunakan obat tersebut pasien menjerit kesakitan dan harus dilarikan ke
IGD. Berikut ilustrasi resepnya:

a Permasalahan
Pada kasus medication error diatas, yaitu pasien yang seharusnya
menerima obat salep mata, ternyata mendapatkan salep untuk kulit. Pada resep,
tidak ditulis secara spesifik jenis salepnya, apakah untuk mata atau kulit, selain itu
pada aturan pakai (signa), hanya dituliskan applic loc dol (oleskan pada daerah
yang sakit), karena salep Gentamicin selain untuk kulit, ternyata ada juga yang
sediaannya untuk infeksi pada mata sehingga AA yang bertugas hanya
menganjurkan pemakaian yang tertulis di resep tanpa mengassesment atau
mempertanyakan keluhan pasien dibagian mana. Jadi, pada kasus diatas AA lalai
dalam mengiliminir kesalahan penulisan dari dokter dan ironisnya itu terjadi
masih di satu tempat yaitu puskesmas.
b Penyelesaian Masalah Berdasarkan Pelayanan Kesehatan Itu
Sendiri
Berdasarkan permasalahan di atas maka dapat dilakukan langkah-langkah
berikut dalam menangani masalah tersebut yaitu:
1) Ketika menerima resep yang ambigu baik signa maupun yang
lainnya AA yang bertugas seharusnya mengkonfirmasi kepada
dokter di tempat itu, namun karena AA kurang peka terhadap
masalah sehingga hal sepele tersebut diabaikan dan berakibat fatal
bagi pasien tersebut
2) Resep yang diterima AA seharusnya diassesment terlebih dahulu
apabila terlihat kejanggalan sehingga dapat diketahui apakah resep
yang diberikan sesuai dengan keluhan yang diderita pasien tersebut
3) KIE menjadi filter terakhir untuk mengeliminasi kesalahan resep
tersebut, ketika KIE yang diberikan AA tidak sesuai dengan
keluhan pasien maka pasien atau AA akan melakukan klarifikasi
dan memperbaiki kesalahan tersebut
2. Transcription Error
Seorang apoteker yang baru bekerja disebuah apotek mendapat sebuah
resep dari dokter, pada resep tersebut tertulis Gentamicin sulfat. Namun, karena
tulisan yang kurang jelas ia hanya membaca tulisan tersebut disalah artikan
sebagai Gentian violet. Beberapa hari kemudian pasien datang dan mengeluh
sakitnya tidak sembuh-sembuh dan bertambah parah dan menimbulkan warna
yang mengganggu dikulit pasien
a Permasalahan
Pada kasus diatas, kesalahan dapat dilihat jelas terjadi karena tulisan resep
yang jelek sehingga sulit untuk dibaca. Namun, perlu dicermati pada kasus
tersebut apoteker tidak melakukan klarifikasi obat yang diminta kepada dokter
dan memberikan obat tersebut begitu saja tanpa informasi pendukungnya.

b Penyelesaian Berdasarkan Pelayanan Kesehatan Itu Sendiri


Karena kesalahan disebabkan tulisan yang jelek dan tidak terbaca maka
yang perlu dilakukan oleh apoteker ketika menerima resep tersebut ialah:
1) Mengassesment resep tersebut apakah yang diminta sesuai dengan
keluhan pasien
2) Mengklarifikasi obat apa yang diminta oleh dokter untuk pasien
tersebut dengan menelpon dokter bersangkutan
3) Jika tahapan diatas terlewati tanpa disadari apoteker, memberikan
KIE dapat mengingatkan apoteker bahwa obat tidak sesuai dengan
yang seharusnya diberikan
3. Administration Error
Seorang pasien (Ny. MD, 40 tahun, BB 60 kg) datang ke rumah sakit
dengan keluhan demam, lemas, dan sesak nafas. Memiliki riwayat penyakit
kardiovaskular. Terapi yang diberikan dokter adalah: digoksin 2 kali tablet,
Lasix 1 kali 1 tablet, K durules 1 kali 1 tablet, dan Tioctan 3 kali 1 tablet. 10
hari SMRS mengalami flu, 2 hari SMRS menggigil, bertambah sesak. Lalu
dibawa ke IGD, dan hasil pemeriksaan fisik didapat data: KU lemah, TD 90/60,
nadi 100x/menit, JVP 5+2, I ikterik. Palpasi: hepatomegali, ascites, oedem,
Auskultasi: bunyi jantung rematik, pneumonia. Data lab: Hb 12, Ht 36, ureum 37,
kreatinin 1.2, bilirubin 7.6, Na 126, K 3.9, Cl 85.WD: RHD, komplikasi CHF,
pneumonia. Terapi tambahan yang diberikan: Ampiclox 4 kali 500 mg selama 6
hari, dopamine 2 mg/kg/menit; Ampiclox diganti dengan gentamicin 2 kali 80 mg
selama 6 hari. Pemantauan: 4 hari setelah pemberian gentamicin dihentikan timbul
gejala mual, aritmia, diduga terjadi keracunan digoksin. Kadar digoksin 5,9 ng/ml,
Na 116, K 4.6.
a Permasalahan
Pada kasus diatas, dapat diidentifikasi medication error yang terjadi
digolongkan sebagai Administration Error. Kesalahan terjadi pada perhitungan
dosis dan interval pemberian obat. Berikut analisis medication error pada kasus
diatas:
1) Kekeliruan pemilihan antibiotic & tidak dilakukan kultur
mikroba. Pemberian Ampiclox diberikan secara empiris diawal
ketika pasien dibawa ke IGD dalam kondisi flu, menggigil, dan
sesak yang bertambah dari sebelumnya yang kemungkinan
berhubungan dengan RHD dari data lab dan juga ditetapkan
terjadi pneumonia. Setelah itu, Ampiclox diganti dengan
gentamicin yang lebih kuat/efektif (belum dikultur) namun
tidak mempertimbangkan pasien sedang menggunakan obat-
obatan lain karena gentamicin berinteraksi dengan furosemid
(Lasix) yang meningkatkan nefrotoksisitas dari gentamicin.
2) Kekeliruan regimen dosis antibiotic (gentamicin) dan interval
pemberian. Pada kasus diatas pasien diberikan antibiotic
gentamicin dengan regimen dosis 2 kali 80 mg selama 6 hari.
Pada kasus tersebut tidak dipertimbangkan fungsi ginjal
(klierens kreatinin) sehingga diberikan dosis umum pada orang
dengan fungsi ginjal normal yang berakibat pada peningkatan
efek nefrotoksik. Dan pada pemberian obat gentamicin
diberikan dengan interval 2 kali sehari, padahal pasien dengan
fungsi ginjal abnormal lebih baik diberikan dengan interval
yang panjang untuk mengurangi efek samping pada ginjal.
b Penyelesaian Masalah Berdasarkan Pelayanan Kesehatan Itu
Sendiri
Langkah dalam mengatasi atau mencegah medication error pada kasus
tersebut diatas adalah:
1) Mengganti antibiotic yang tepat & melakukan kultur mikroba.
Ketika diindikasi terjadi infeksi maka terapi antibiotic ditetapkan
secara empiris sebelum dan selama dilakukan kultur bakteri sehingga
dapat ditentukan antibiotic yang sesuai dengan jenis mikroba. Dan
dengan pertimbangan efek samping yang besar serta interaksi
gentamicin dengan obat lain sebaiknya digunakan obat lain yang
lebih aman dan efektif dengan efek samping ringan seperti antibiotic
golongan cephalosporin generasi ke-3.
2) Pada kasus diatas, pasien menerima obat diuretic sehingga sebaiknya
antibiotik garamycin yang digunakan diganti dengan yang lebih
aman serta pengkulturan mikroba seharusnya dilakukan segera
ketika pasien masuk ke IGD sehingga dapat ditentukan antibiotik
yang tepat setelah terapi empiris
3) Penyesuaian Dosis dan Interval Pemberian Gentamicin. Berdasarkan
data lab, didapat klirens kreatinin 1,2 sehingga pemberian
gentamicin yang seharusnya diberikan disesuaikan berdasarkan
fungsi ginjal pasien.

B. Pemecahan masalah medication error secara nasional (teori)


a. Jalur Pemecahan Masalah Obat
1. Penelitian
2. Pendidikan
3. Pelayanan
4. Kebijakan, regulasi, dan legislasi
5. Keprofesian
6. Kerjasama
b. Instrumen Pemecahan Masalah Obat
1. Konsep dan implementasi Daftar Obat Esensial Nasional.
2. Konsep dan implementasi penggunaan obat rasional.
3. Konsep dan implementasi substitusi generik dan terapeutik.
4. Ektensi disiplin ilmu: farmakologi klinik, epidemiologi klinik,
farmakoepidemiologi ekonomi pelayanan kesehatan/farmakoep
5. Sistem layanan kesehatan universal social insurance and managed care
Kebijakan Obat Nasional/Regional/Lokal
6. Clinical Trial Registry, Consolidated Standards of Reporting Trial
Statements (CONSORT).
7. Meta-analysis, Evidence Based-Pharmacotherapy, Therapeutic Guidelines.
8. Therapeutic Decision Making and P-drug concept.
9. Health Assessment Technology/Comparative Effectiveness Studies.
10. Antibiotic Control Programme.
11. Konsep dan implementasi Patient Safety

c. Strategi Pencegahan:Optimasi Proses Penggunaan


1. Peresepan: pembakuan penulisan resep, peresepan elektronik, clinical
decision, support systems.
2. Transkripsi: catatan medik elektronik.
3. Peracikan: bar code technology.
4. Pemberian: pengecekan ulang, penggunaan pompa suntik/infus.
5. Medication reconciliation
d. Medication Reconciliation
1. Kesalahan penggunaan obat sering terjadi penderita penyakit kronik
menjalani pindah rawat, misalnya dari rawat jalan IGD ICU bangsal rawat
jalan.
2. Dinyatakan sebagai kesalahan bila ada ketaksesuaian antara obat yang
selama ini digunakan dengan obat yang diberikan sewaktupindah rawat
secara tak sengaja, dan berpotensi timbulkan cidera.
3. Ketaksesuaian itu meliputi meliputi: penghentian obat lama, pemberian
obat baru yang alergenik, pemberian obat yang sama tetapi beda
dosis/frekuensi/cara pemberian, dll.
4. Untuk hindari kesalahan ini, perlu dilakukan medication reconciliation
yang prosesnya meliputi: pengungkapan obat dahulu dan sekarang,
pengenalan potensi cidera yang berasal dari perbedaan obat dahulu dan
sekarang, dan koreksi thd bahaya yang mengancam.
5. Bagi penderita yang pulang rawat, proses ini meliputi tinjauan terhadap
obat sebelum/selama perawatan, dan penetapan obat untuk rawat jalan
selanjutnya.
6. Survai menemukan ketaksesuaian penggunaan obat yang berpotensi cidera
ini pada 60% penderita, sewaktu masuk atau keluar dari rumah sakit.
e. Eliminasi Faktor Risiko
1. Cegah kelelahan dan kebosanan
2. Cegah kebisingan dan kerumitan
3. Pelatihan untuk tingkatkan pengetahuan dan keterampilan.

f. Oversight dan Error Interception


1. Teamwork/team approach dalam pelaporan pasif dan aktif: klinisi,
patologis, farmakologis, farmasis, perawat.
2. Information Technology.
3. Licensing, certification/recertification.
4. Accreditation.
g. Pencegahan yang dapat dilakukan pasien antara lain :
1. Bertanya kepada tenaga kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pengobatan yang sedang dijalaninya misalnya untuk apa obat tersebut
digunakan, bagaimana aturan pakainya, sampai kapan obat dipakai.
2. Bisa juga dengan melihat informasi obat atau penyakitnya melalui internet
sehingga pengetahuan pasien pun tentang penyakit dan obatnya dapat
bertambah.
h. Bagi pemerintah beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
1. Mengatur pembuatan kemasan obat agar tidak terlalu mirip dan dapat
dibedakan secara spesifik satu sama lain.
2. Membentuk suatu lembaga independen yang khusus memantau dan
mencari solusi terhadap Medication Error yang terjadi seperti ISMP
(Institute for Safe Medication Practices) yang ada di Canada dan di
beberapa negara lainnya.Tentunya ke depan kita berharap akan ada banyak
lagi usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan
terjadinya medication Error ini dengan harapan agar masyarakat dapat
memperoleh pelayanan kesehatan yang baik, aman dan dapat dipercaya.

4. Kasus pasien jatuh


Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah
Sakit AA, tn.T dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T dirawat di ruang
tersebut dengan diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T
tidak sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi
pada hari ketujuh perawatan didapatkan Kesadaran compos mentis, TD: 150/100,
N: 68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo,
mulut mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab
pertanyaan dengan baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore
hari sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu
terdengar bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat
Tn.T dirawat. Saat itu juga perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi
dan masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai
dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi,
dengan adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T, keluarga
juga terkejut dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan
mengapa, keluarga tampak kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga
menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh, tn.T mengatakan saya akan
mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak ada pengangan pada tempat
tidurnya, perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak minta tolong kepada kami
saya pikir kan hanya mengambil air minum.
Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan
perawat memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril) dan
sedativ tetapi perawat lupa memasng side drill tempat tidur tn.T kembali. Tetapi
saat itu juga perawat memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh
sesuatu dapat memanggil perawat dengan alat yang tersedia.

a. Penanganan kasus berdasarkan pelayanan kesehatan itu sendiri


Langkah 1: Membentuk tim RCA
a. Ketua tim KKPRS
b. Kepala Bidang Pelayanan
c. Kepala Ruangan
d. DPJP
e. Dokter jaga
f. Staf perawatan
Langkah 2: Menetapkan masalah
a. Masalah: Pasien jatuh dari tempat tidur
b. Tujuan RCA: mengurangi jumlah pasien jatuh dan mengurangi tingkat
keparahan

Langkah 3: Mempelajari Masalah


a. Mempelajari penanggung jawab pelayanan
b. Mempelajari pelayanan yang diterima oleh pasien
c. Mempelajari kondisi ruangan
d. Mempelajari obat-obatan yang diberikan
Langkah 4. Menetapkan Peristiwa yangTerjadi
a. Pasien tidak dilakukan assessment risiko jatuh
b. Pagar tempat tidur pasien tidak terpasang
c. Pasien tidak dimonitor 1 jam sebelumnya
Langkah 5. Mengidentifikasi Faktor-faktor Pendukung
a. Pasien ditangani oleh perawat baru
b. Pasien diberikan sedatif
c. Bel pasien tidak berada posisi yang bisa diraih oleh pasien
Langkah 6. Mengidentifikasi Faktor Lainyang Berperan
a. Beban kerja perawat yang tinggi
b. Tidak ada mekanisme supervisi
Langkah 7. Pengukuran dan Mengakses Data Penyebab
a. 20% perawat merupakan perawat baru
b. 65% pasien baru tidak dilakukan assesment risiko jatuh
c. Rata-rata perbandingan pasien:perawat = 5:1
Langkah 8. Desain & Menerapkan Perubahan Jangka Pendek
a. Membuat poster untuk mengingatkan pelaksanaan assesment risiko jatuh
b. Melakukan supervisi pemasangan pagar tempat tidur untuk pasien dengan
risiko jatuh
Langkah 9: Identifikasi sistem mana yang terlibat
Masalah :
a. Kenapa pasien tidak dimonitor 1 jam sebelumnya?
b. Kenapa perawat baru yang ditugasi merawat pasien ini?
c. Kenapa pasien diberikan sedatif?
d. Kenapa bel pasien tidak berada posisi yang bisa diraih oleh pasien?
Monitoring :
a. Penugasan
b. Komunikasi dokter 5R
Langkah 10: Kurangi akar penyebab (Memilah Penyebab Utama)
1. Pasien tidak dimonitor 1 jam sebelumnya
a. Tidak ada handover antar perawat
b. Tidak ada pedoman penyusunan rencana asuhan pasien dengan sedasi
2. Perawat baru yang ditugasi merawat pasien
a. Tidak ada masa orientasi perawat baru
b. Tidak ada mekanisme supervisi bagi perawat baru
3. Pasien diberikan sedatif
4. Bel pasien tidak berada posisi yang bisa diraih oleh pasien
b. Penyelesaian masalah berdasarkan teori
Program Sasaran Keselamatan Pasien RS Santo Borromeus mengacu pada
Nine Saving Safety Solution dari WHO Patient Safety 2007 yang digunakan oleh
Komite Keselamatan Pasien RS PERSI (KKPRS PERSI), dan dari JCI yang
merupakan badan dunia yang pertama kali terakreditasi oleh International
Standar Quality yang menjadikan sasaran keselamatan pasien menjadi salah satu
tolak ukur dalam akreditasi.
Pengurangan Pasien Jatuh
1. Standar
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi resiko
membahayakan pasien akibat dari cedera jatuh.
2. Tujuan
Menilai dan menilai kembali risiko secara berkala setiap pasien untuk jatuh,
termasuk potensi risiko yang terkait dengan rejimen pengobatan pasien, dan
mengambil tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang
teridentifikasi.
3. Elemen yang dapat diukur :
1. Rumah sakit menerapkan suatu proses untuk penilaian awal pasien
untuk risiko jatuh dan penilaian ulang pasien ketika ditunjukkan oleh
perubahan dalam kondisi atau pengobatan, atau yang lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi
mereka yang pada assessment dianggap rawan jatuh.
3. Langkah tersebut dipantau untuk hasil, baik kesuksesan pengurangan
cedera jatuh dan apapun yang terkait konsekuensi yang tidak
diinginkan.
4. Kebijakan dan atau prosedur terus mendukung pengurangan resiko
membahayakan pasien akibat jatuh di organisasi.
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi atau masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan
dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila pasien jatuh. Evaluasi
bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan anamnesa terhadap konsumsi alkohol, gaya
jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Melalui pengkajian awal pasien risiko jatuh ini, kejadian pasien jatuh dapat
dicegah.
5. Implementasi pencegahan pasien resiko jatuh di Rumah Sakit
Pencegahan pasien jatuh yaitu dengan penilaian awal risiko jatuh, penilaian
berkala setiap ada perubahan kondisi pasien, serta melaksanakan langkah-langkah
pencegahan pada pasien berisiko jatuh. Implementasi di rawat inap berupa proses
identifikasi dan penilaian pasien dengan risiko jatuh serta memberikan tanda
identitas khusus kepada pasien tersebut, misalnya gelang kuning, penanda resiko,
serta informasi tertulis kepada pasien atau keluarga pasien.
Intervensi Jatuh Risiko Tinggi:
1. Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning. Pasang tanda peringatan
risiko jatuh warna merah pada bed pasien
2. Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh yang lebih detil seperti
analisa cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti
menggunakan terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk
membantu mobilisasi.
3. Pasien ditempatkan dekat nurse station.
4. Lantai kamar mandi dengan karpet anti slip/ tidak licin, serta anjuran
menggunakan tempat duduk di kamar mandi saat pasien mandi.
5. Dampingi pasien bila ke kamar mandi, jangan tinggalkan sendiri di toilet,
informasikan cara mengunakan bel di toilet untuk memanggil perawat,
pintu kamar mandi jangan dikunci.
6. Lakukan penilaian ulang risiko jatuh tiap shif.
Prosedur pencegahan pada pasien berisiko jatuh
1. Morse Scale Fall/MFS
MFS merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. Dengan menghitung skor MFS pada
pasien dapat ditentukan risiko jatuh dari pasien tersebut, sehingga dengan
demikian dapat diupayakan pencegahan jatuh yang perlu dilakukan. Pengkajian
resiko jatuh dilakukan pada saat pasien baru masuk ruangan,setiap shift, pernah
terjadi jatuh, dilakukan bila ada perubahan status mental sesuai dengan prosedur
yaitu SPO. Pemasangan label segitiga merah untuk resiko tinggi dan segitiga
kuning untuk resiko rendah
1. Pemasangan gelang resiko jatuh dilakukan setelah penilaian MFS hasilnya
45.
2. Tempat tidur pasien
Tempat tidur pasien merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pasien.
untuk mencegah resiko pasien jatuh dari tempat tidur, maka tempat tidur
dalam posisi rendah dan terdapat pagar pengaman/ sisi tempat tidur.
3. Penggunaan restrain sesuai prosedur Restrain merupakan alat atau
tindakan pelindung untuk membatasi gerakan atau aktifitas pasien secara
bebas. Untuk menghindari jatuh dapat dimodifikasi dengan memodifikasi
lingkungan yang dapat mengurangi cedera seperti memberi keamanan
pada tempat tidur (Potter dan perry, 1997).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. A to Z Drug Facts. Facts And Comparisons

Brunto L. Laurence., et al. 2006. Goodman & Gilman's The Pharmacological

Basis of Therapeutic 11th Edition. McGraw-Hill Companies Inc.: USA

KARS. KKP-RS. (2011). Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko

Klinis di Rumah Sakit. Jakarta : PERSI.

Katzung G. B., et al. 2006. Katzung's Basic & Clinical Pharmacology 10th

Edition. McGraw-Hill Companies Inc.: USA

Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :

Rineka Cipta.

Lacy F. C., et al. 2009. Drug Information Handbook 17 th Edition. Lexi-Comp:

USA
T. Sari Rusmi, Sudirman I., Maidin A.2012. Faktor Penyebab Medication Error di

Instalasi Rawat Darurat. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 15 (4): p 182-

187

Payton,J. Ledder,W., & Hord,E. 2007. Bar Code Medication Administration

Improves Patient Safety. Arkansas Foundation for Medical Care. Journal

(Proquest) Database

Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi seminar

tidak diterbitkan.

También podría gustarte