Está en la página 1de 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai penyakit paru kini merupakan masalah kesehatan. Penyakit infeksi,
tuberkulosis maupun nontuberkulosis, asma dan

penyakit paru obstruktif menahun,

kanker paru dan juga penyakit paru akibat kerja merupakan contoh penyakit-penyakit
yang punya dampak luas di masyarakat.
Kedokteran Respirasi (Respiratory Medicine) saat ini agaknya merupakan istilah
yang lebih tepat dan lebih banyak dikemukakan oleh karena cakupan yang luas serta
mempunyai pengaruh sosial ekonomi dan budaya. Hal ini tidak mengherankan karena
paru merupakan organ di dalam tubuh yang berhubungan langsung dengan udara luar
(lingkungan), hingga perubahan

tersebut di atas berpengaruh langsung terhadap

kesehatan paru, contohnya ialah Smoking Related Diseases, penyakit paru kerja, Tb,
Asma dan lain-lain. Hal-hal tersebut berarti bila ingin menanggulangi penyakit paru dan
meningkatkan kesehatan paru secara menyeluruh, aspek kuratif menjadi sebagian saja
dari pendekatan yang harus dilakukan. Upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif sudah
waktunya diperluas cakupan kegiatannya.
Khusus untuk Indonesia, penyakit-penyakit infeksi paru masih merupakan
penyebab kematian yang amat penting dan masih sering pula dijumpai dalam pola
morbiditas yang ada, demikian pula dengan asma bronkial dan penyakit paru obstruktif.
Hasil survai kesehatan rumah tangga 1980 menunjuk hampir sepertiga (28,4%) kematian
di Indonesia disebabkan oleh penyakit paru. Pada survai berikutnya di tahun 1986 angka
ini ternyata meningkat menjadi 30,5%, sehingga berdasarkan Survai Kesehatan Rumah

Tangga Nasional terbaru ini tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa 1 di antara 3
kematian di negara kita disebabkan oleh penyakit paru.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumussan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan bronkiektasis
2. Bagaimana anatomi dari pernapasan
3. Bagaimana patofisiologi dari bronkiektasis
4. Bagaimana manisfestasi klinisnya
5. Bagaimana diagnosis penunjang dari pernapasan
6. Bagaimana penatalaksanaan bronkiektasis dipandang dari segi medis dan askep

BAB II

A. Pengertian
Bronkiektasis adalah suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi) abnormal dari
saluran pernafasan yang besar. Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal,
dapat terjadi melalui berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang
mengenai dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu
sistem pertahanannya.
Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua
tempat. Secara khusus, Bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus yang
berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya sering
membentuk jaringan parut dan menyempit.
Kadang-kadang Bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti
yang terjadi pada aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu keadaan yang
disebabkan oleh adanya respon imunologis terhadap jamur Aspergillus).
Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang
ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan.
Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel
yang melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Selsel ini terdiri dari:
-

sel penghasil lendir

sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikelpartikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan

sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh,
melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan

kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran


pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai
pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus.
Pada Bronkiektasis daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan
kronis, dimana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat. Ketegangan
dinding bronkus yang normal juga hilang. Area yang terkena menjadi lebar dan lemas
dan membentuk kantung yang menyerupai balon kecil.
Penambahan lendir menyebabkan kuman berkembang biak, yang sering
menyumbat bronkus dan memicu penumpukan sekresi yang terinfeksi dan kemudian
merusak dinding bronkus. Peradangan dapat meluas ke kantong udara kecil (alveoli)
dan menyebabkan bronkopneumonia, jaringan parut dan hilangnya fungsi jaringan
paru-paru.
Pada kasus yang berat, jaringan parut dan hilangnya pembuluh darah paruparu dapat melukai jantung. Peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada
dinding bronkus juga dapat menyebabkan batuk darah. Penyumbatan pada saluran
pernafasan yang rusak dapat menyebabkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran
bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan
muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)
Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial

yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang,aspirasi benda


asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan
obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih
cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).

Klasifikasi
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3
yaitu :
1.

Bronkiektasis silindris

2.

Bronkiektasis fusiform

3.

Bronkiektasis kistik atau sakular.

Etiologi
1.

Infeksi

2.

Kelainan heriditer atau kelainan konginetal

3.

Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi

4.

Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai


komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular lainnya semasa kanakkanak.

B. Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx
trachea, bronkus, dan bronkiolus.

Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh.jenis sel yang sama. Bronkusbronkus itu berjalan ke bawah dan
kesamping ke arah tampuk paru.
Bronckus kanan lebih pendek dan
lebih lebar, dan lebih vertikal
daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi darl arteri pulmonalis dan
mengeluarkan

sebuah

cabang

utama lewat di bawah arteri,


disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari
yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi
beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus
tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat
bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya

adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.


Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris
terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer
memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai
dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.

Gbr Anatomi Respiratory Tract

C. Patofisiologi
Bronkiektasis
Kekurangan Mekanisme
Pertahanan yang didapat/
Konginetal (Ig gama
Antitripin alfa 1 )

Pnemoni berulang
Kerusakan permanen
pada dinding bronkus

Kelainan struktur konginetal


(fibrosis kistik,sindroma kartagener,kurangnya kartilago
bronkus )

Penyakit paru primer


(tomur paru, benda
asing, Tb paru

Terkumpulnya secret

Obstruksi sal.nafas

Kuman berkembang dan


infeksi bakteri pada dinding bronkus

Atelektasis,penyerapan udara di perenchim


dan sekitarnya tersumbat

Kerusakan pada jaringan otot


dan elastin

Tek. Intra pleura lebih


negatif dari tek atmosfir

Kerusakan bronkus yang menetap


Ketidak efektifan batuk

kemampuan bronkus untuk kontraksi


berkurang dan selama ekspirasi
menghilang.

Bronkus dilatasi
pengumpulan secret,infeksi
sekunder dan terjadi sirkulus.

Inhalasi uap dan gas,aspirasi


Cairan lambung

Bagian Paru /lobus medium kanan


Ligna lobus atas kiri,segmen basal
Kedua lobus bawah

Kemampuan mengeluarkan
sektrek menurun

Mudah terjadi infeksi


Bronkiektasis yang menetap

D. Gambaran Klinis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda,
69 % penderita berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanakkanak, 60 % dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun.
Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi. Gejala
tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran
sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada
posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkiektasis.

Pada bronkiektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin
tidak terdapat gejala. Kalau pun ada, biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk
pilek selama 1-2 minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat.
Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus menerus dengan sputum yang
banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran nafas atas.
Biasanya dapat diikuti dengan demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat
badan, anemia, nyeri pluera dan lemah badan. Sesak nafas dan sianosis timbul pada
kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin merupakan satu-satunya gejala, sebab itu
bronkiektasis harus dipikirkan bila terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya.
Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat ronki basah sedang
sampai kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang
berulang. Kadang-kadang dapat ditemukan ronki kering dan bising mengi. Ditemukan
perkusi yang redup dan suara nafas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema.
Jari tabuh didapatkan pada 30-50% kasus. Pada kasus yang berat mungkin terdapat
sianosis dan tanda kor pulmonal (Arief Mansjoer dkk, 1999).
Tanda dan Gejala
1.

Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak


terutama pada pagi hari,setelah tiduran dan berbaring.

2.

Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 12 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )

3.

Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak


kurang lebih

200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan

berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan kadang-kadang sesak nafas

dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.


4.

Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1.

Pemerisaan Laboratorium.

Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, selsel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen
dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat
menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae,
hemofilus

influenza,

pseudomonas

stapilokokus

aeroginosa. Apabila

aereus,klebsiela,
ditemukan

aerobakter,proteus,

sputum

berbau

busuk

menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.

Pemeriksaan darah tepi.


Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang

ditemukan adanya

leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia


menunjukkan adanya infeksi yang menahun.

Pemeriksaan urin
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang
bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum
biasanya dalam batas normal Kadan bisa meningkat atau menurun.

Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada
komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada

kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi
dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas
vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat mengakibatkan :

Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi

Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri

Hipoksemia

Hiperkapnia
Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi

dilakukan pemerisaan :

2.

Pemeriksaan imunologi

Pemeriksaan spermatozoa

Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).


Pemeriksaan Radiologi.

Foto dada PA dan Lateral


Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar

dan batas-batas

corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang


tawon serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling
banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih
kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas
kiri dan lobus medius paru kanan.

Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk
mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita dengan

pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak
menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif atau
penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah pemberian antibiotik
dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret..
F. Penatalaksanaan
1.

Medis
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :

Pemberian

antibiotik

dengan

spekrum

luas

(Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin) selama 5- 7 hari pemberian

Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk


pernafasan.serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara
maksimal

Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk mencegah


bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang
adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat
pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.
Terapi

Deteksi

dini

dan

terapi

komprehensif

multidispliner

meningkatkan

kesempatan untuk sembuh dan pengurangan gejala-gejala. Direkomendasinya


untuk mengacu pada daerah fibsosis kistik di tengah fokus program
pengobatan konvensional adalah untuk membersihkan dan mengurangi sekresi

jalan nafas meliputi bagian bawah, mengurangi bronkhiektasis, pengobatan


infeksi traktus respiratorius dan bakteri disekitar jalan napas, penngantian
enzim pankreas, peningkatan gizi, terapi psikologis (termasuk consoling
genetik dan pekerjaan).

Pembersihan sekresi jalan napas bagian bawah dapat dilakukan dengan


drainase kostural dan perkusi dada atau teknik fibrasi tekanan aspirasi positif
(PEP) atau flutter value breathing batuk terarah, dan teknik pernapasan lain.
Pendekatan ini membutuhkan penjelasan secara detail kepada pasien oleh
seorang instruktur yang berpengalaman. Kekentalan sputum pada fibrosis
kistik meningkat oleh banyaknya DNA ekstraseluler yang dihasilkan dari
peradangan kronis jalan nafas dan autolisis dari neutrofil. Rekumbinan human
dioksiribonuklease (rh DNAase) yang dihirup membelah DNA ekstraseluler
disputum dan ketika diberi secara berkala dengan nebulizer dosis harian 2,5
mg menunjukkan peningkatan FEV1 dan menurunkan resiko fibrosis kistik
yang berhubungan dengan eksaserbasi respirasi dan kebutuhan antibiotik
intrafena. Faringitis, laryngitis, dan perubahan suara adalah efek merugikan
yang sering terjadi.
Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi aktif jalan napas didasarkan
hasil tes kultur dan sensifitas sputum. S. Aureus (termasuk rantai methicillin
yang resisten) dan varian mukoid paeroginasa sering tampak.
Haemophillus Influenzae, Stenotropomonas Maltophilia dan Burklolderia
Cepacia yang saat ini merupakan organisme yang resisten terhadap obat
kadang terisolasi. Penggunaan antibiotik aerosol (larutan inhalasi tobramycin

dan yang lainnya), untuk terapi pencegahan infeksi draktus respiratorius


bagian bawah kadang berguna. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan
penurunan eksaserbasi dan peningkatan FEV1 pada pasien kronik yang
terinfeksi oleh P. Aeroginosa, diperlukan perhatian tentang timbulnya
resistensi segera organisme terhadap obat, kontaminasi alat oleh bakteri
cepacia, dan efek samping seperti broncospasme.

Bronkodilator inhaler seperti albutero (dibutuhkan dua puff tiap empat jam)
perlu diperhatikan pada pasien yang menunjukkan peningkatan 10% FEV1
setelah menghirup bronkodilator. Vaksinasi pneomococcal dan influenza
disarankan. Selain itu juga dianjurkan skrining anggota keluarga untuk
konseling genetik pada pasien fibrosis kistik.

Transplantasi paru merupakan satu-satunya terapi definitif untuk fibrosis


kistik berat dibutuhkan transplantasi labor paru untuk pasien yang telah
diseleksi. Angka harapan hidup tiga tahun setelah transplantasi untuk fibrosis
kistik 55%.

Terapi yang dikembangkan dalam penelitian untuk fibrosis kistik meliputi


agen antiinflamasi (seperti ibuprofen fentoxyfillin, anti protease), agen protein
modifikasi (seperti milrinone, penilbubrat), agen ion transport (seperti
amylase) dan terapi gen.

2.

Askep
a. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan bronkiektasis
(Doenges, 2000) ialah sebagai berikut :

Riwayat PerjalananPenyakit
Keluhan utama

: Sesak napas

1) Pola aktivitas dan istirahat


Subjektif

: Keletihan,

kelelahan,

malaise,

ketidak

mampuan

melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,


ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi
duduk tinggi.
Objektif

: Keletihan,

gelisah,

insomnia,

kelemahan

umum,

kehilangan massa otot.


2) Pola nutrisi
Subjektif

: mual/muntah, ketidak mampuan untuk makan karena


distress pernapasan.

Objektif

: Turgor kulit jelek, edema dependen, berkeringat,


penurunan BB.

3) Respirasi
Subjektif

: Napas pendek, khususnya pada kerja dan cuaca, rasa


dada tertekan, lapar udara kronis ; batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat
bangun) selama minimun 3 bulan berturut-turut tiap
tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul.

Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan


pernapasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret) atau
debu/asap (misalnya, asbes, debu batu bara, rami katun, serbuk

gergaji), faktor keluarga dan keturunan, penggunaan oksigen pada


malam hari atau terus menerus.
Objektif

: Pernapasan biasanya cepat, lebih memilih posisi tiga


titik (tripot) untuk bernapas.

Penggunaan otot bantu pernapasan, misalnya meninggikan bahu,,


retraksi fossa supra klafikula, cuping hidung
Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP
(bentuk barrel), gerakan diafragma minimal.
Perkusi : Hiperresonan pada area paru (misalnya jebakan udara dengan
emfisema ; bunyi pekak pada area paru (misalnya konsolidasi, cairan,
mukosa)
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari empat atau lima kata
sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku ; abu-abu
keseluruhan ; warna merah.
4) Keamanan
Subjektif

: Riwayat

allergi atau

sensitif

terhadap zat/faktor

lingkungan, adanya/berulangnya infeksi.


5) Integritas ego
Subjektif

: Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.

Objektif

: Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

6) Sirkulasi
Subjektif

: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

Objektif

: Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi


jantung/takikardi

berat,

distritmia,

distensi

vena

jugularis (penyakit berat), edema dependen, tidak


berhubungan dengan penyakit jantung, bunyi jantung
redup b.d peningkatan diameter AP dada), warna
kulit/membran mukosa ; normal atau abu-abu/sianosis,
kuku

tabuh

dan

sianosis

perifer,

pucat

dapat

menunjukkan anemia.
7) Higiene
Subjektif

: penurunan

kemampuan/peningkatan

kebutuhan

bantuan melakukan aktifitas sehari-hari.


Objektif

: kebersihan buruk, bau badan.

8) Seksualitas
Subjektif

: penurunan libido.

9) Interkasi sosial
Subjektif

: Hubungan
pendukung,

ketergantungan,
kegagalan

pasangan/orang

terdekat,

kurangnya

dukungan
penyakit

sistem

dari/terhadap
lama

atau

ketidakmampuan membaik
Objektif

: Ketidak mampuan untuk membuat/mempertahankan


suara

karena

distres

pernapasan,

keterbatasan

mobilitas fisik, kelainan hubungan dengan anggota


keluarga lain.

10) Penyuluhan/Pembelajaran
Subjektif

: Penggunaan/penyalahgunaan

obat

pernapasan,

kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol


secara teratur, kegagalan untuk membaik.
Objektif
-

: kebersihan buruk, bau badan.

Riwayat Kesehatan yang lalu


1) Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b)

Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

c)

Pernah berobat tetapi tidak teratur.

d)

Riwayat kontak dengan Allergen.

e)

Daya tahan tubuh yang menurun.

2) Riwayat Pengobatan Sebelumnya:


a) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan
sakitnya.
b) Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c) Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
d) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
3) Riwayat Sosial Ekonomi:
a) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja,
jumlah penghasilan.
b) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi

dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang


marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk
sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah
tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus
harapan.
4) Faktor Pendukung:
a) Riwayat lingkungan.
b) Pola hidup
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri.
c) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
- Pemeriksaan Diagnostik:
1) Sinar x dada : menunjukkan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diafrgma, peningkatan area udara retrosternal.
2) Tes Fungsi paru (spirometri) : dilakukan untuk mengetahui penyebab
dispnea, untuk menentukan fungsi abnormal adalah obstruksi atau
retriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengetahui
efek terapi.
3) TLC.
4) Volume residu.
5) FEVI/FVC.
6) GDA : memperkirakan progresi proses penyakit kronis, paling sering

PaO2 menurun.
7) Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada
inspirasi.
8) Sputum : kultur untuk menntukan infeksi, mengidentifikasi patogen ;
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui kegananasan dan gangguan
alergi.
9) EKG : deviasi aksis kanan.
10) EKG latihan (tes stres) : membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru,

mengevaluasi

kefektifan

terapi

bronkodilator,

perencanaan/evaluasi program latihan.


b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan bronkiektasis
adalah : Kerusakan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d bronkokonstriksi, peningkatan


produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.

Pola pernapasan tidak efektif b.d napas pendek, lendir, bronkokonstriksi,


dan iritan jalan napas.

Defisit perawatan diri b.d keletihan sekunder akibat peningkatan uoaya


pernapasan dan insufisiensi ventilai dan oksigenasi.

Intoleransi aktifitas b.d keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan tidak


efektif.

Koping individu tidak efektif b.d kurang sosilaisasi, ansietas, depresi,


tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.

Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan


dirumah.

Masalah kolaboratif

c. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis
keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
-

Kerusakan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi-perfusi


Tujuan :

Perbaikan dalam pertukaran gas

Intervensi
1) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan
a) Dapat diberikan peroral, intravena, rektal, atau dengan inhalasi.
b) Berikan bronkodilator oral atau intravena pada waktu yang
berselingan dengan tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau
IPPB untuk memperpanjang keefektifan obat.
c) Observasi efek samping : takikardia, distritmia, eksitasi sistem
saraf pusat, mual dan muntah.
Rasional : Bronkodilator

mendilatasi jalan napas dan memabntu

melawan edeme mukosa bronkial dan spasme muskular.


Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan ini,
dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien,
sesuai dengan toleransi dan respons klinisnya.
2) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
a) Kaji penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels,

kelonggaran sekresi, penurunan ansietas.


b) Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk
menghindari mual dan untuk mengurangi keletihan yang menyertai
aktivitas makan.
Rasional : Mengkombinasikan
bronkodilator

medikasi

nebulisasi

dengan

biasanya

aerosolized

digunakan

untuk

mengendalikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan


yang

tidak

Aerolisasi

tepat

akan

memudahkan

mengurangi
klirens

keefektifannya.

bronkial,

membantu

mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi


ventilasi.
4) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasein pada pernapasan
diafragmatik dan batuk yang efektif.
Rasional :

Teknik ini memeperbaiki ventilasi dengan membuka


jalan napas dan membersihkan jalan napas dari
sputum. Pertukaran gas diperbaiki.

5) Berikan oksigen dengan metode yang diharuskan.


a) Jelaskan pentingnya tindakan ini pada klien.
b) Evaluasi efektifitas; amati tanda-tanda hipoksia, ingatkan dokter
jika timbul gelisah, ansietas, somnolen, sianosis, atau takikardi
c) Analisa gas darah arteri dan bandingkan dengan nilai dasar, bila
pungsi arteri dilakukan dan sampel darah diambil, tekan tempat
pungsi selama 5 menit untuk mencegah perdarahan arteri.

d) Lakukan oksimetri nadi untuk memantau saturasi oksigen.


e) Jelaskan bahwa tidak merokok dianjurkan pada klienatau
pengunjung ketika oksigen diberikan.
Rasionl : Oksigen

akan

memperbaiki

hipoksemia.

Diperlukan

observasi yang cermat tarhadap aliran atau prosentase


yang diberikan dan efeknya bpada pasien. Jika pasien
mengalami

retensi

CO2

kronis,

maka

hipoksia

dirangsang untuk bernapas. Kelebihan oksigen dapat


menekan

dorongan

hipoksik

dan

dapat

terjadi

kematian. Pasien ini umumnya membutuhkan laju


aliran oksigen yang rendah 1 s.d 2 L/menit. Gas darah
arteri periodik dan oksimetri nadi membantu untuk
evaluasi keadekuatan oksigenasi
-

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d bronkokonstriksi, peningkatan


produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal
Tujuan : Pencapaian klirens jalan napas dengan kriteria:
Intervensi
1) Beri klien 6 s.d 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
Rasional : Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan
memudahkan untuk pengeluaran. Cairan harus diberikan
dengan kewaspadaan jika terdapat gagal jantung kanan.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.

Rasional: tekhnik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan


untuk menhghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak
napas dan keletihan.
3) Bantu dalm pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosisi terukur, atau
IPPB.
Rasional

Tindakan ini menambah air kedalam percabangan


bronkial dan pada sputum, menuunkan kekentalannya,
sehingga memudahkan evakuasi sekresi.

4) Lakukan drainase postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari
dan malam hari sesuai yang diharuskan.
Rasional

menggunakan gaya gravitasi untuk membantu


membangkitkan sekresi sehingga sekresi dapat
lebih mudah dibatukkan atau diisap..

5) Instruksikan klien untuk menghindari iritan seperti asap rokok,


aerosol, suhu yang ekstrim dan asap.
Rasional : iritan

bronkial

meningkatkan

menyebabkan
pembentukan

bronkokonstriksi

lendir,

yang

dan

kemudian

membantu klirens jalan napas.


6) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada
dokter dengan segera:
a) Peningkatan sputum
b) Perubahan dalam warna sputum
c) Peningkatan kekentalan sputum

d) Peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan


e) Peningkatan batuk
Rasional : infeksi

pernapasan

minor

yang

tidak

memberikan

konsekuensi pada individu dengan paru-paru yang normal


dapat dapat menyebabkan gangguan fatal bagi individu
dengan empisema. Pengenalan diri sangat penting.
7) Berikan antibiotik sesuai resep dokter:
Rasional: Abtibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi
8) Berikan dorongan kepada klien untuk melakukan imunisasi terhadap
influensa dan streptococcus pneumonia:
Rasional: Individu dengan kondisi pernapasan rentan terhadap infksi
dan diberikan dorongan untuk melakukan imunisasi
-

Pola pernapasan tidak efektif b.d napas pendek, lendir, bronkokonstriksi,


dan iritan jalan napas
Tujuan : Perbaikan dalam pola pernapasan.

Intervensi
1) Ajarkan klien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir
dirapatkan.
Rasional : membantu klien memperpanjang waktu ekspirasi,
dengan tekhnik ini klien akan bernapas lebih efektif dan
lebih efesien.
2) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat,
biarkan klien membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang

perawatannya berdasarkan pada tingkat toleansi pasien.


Rasional :

memberikan jeda aktifitas akan memungkinkan klien


untuk melakukan aktifitas tanpa distres berlebihan.

3) Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernapasan jika


diaharuskan.
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.
-

Defisit perawatan diri b.d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya


pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi
Tujuan: Kemandirian dalam aktifitas perawatan diri.
Intervensi :
1) Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik
dengan aktivitas (misalnya berjalan, membungkuk).
Rasional : Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk
menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea
selama aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri,
berjalan, dan minum cairan. Bahas tentang tindakan penghematan
energi.
Rasional : Sejalan dengan tertasinya kondisi, klien mampu melakukan
lebih banyak namun perlu didorong untuk menghindari
peningkatan ketergantungan.
3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
Rasional : Memberikan dorongan ntuk terlibat dalam perawatan

dirinya, membangun harga diri dan menyiapkan klien


untuk mengatasinya dirumah
-

Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan


tidak efektif
Tujuan : Perbaikan dalam toleran aktivitas.
Intervensi
1) Dukung pasien dalam melakukan regimen latihan tertaur dengan
menggunakan treadmill dan exercyde, berjalan atau latihan lainnya
yang sesuai, seperti berjalan perlahan :
a) Kaji tingkat fungsi klien yang terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
b)

Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk


menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan klien,
siapkan unit oksigen portabel untuk berjaga-jaga jika diperlukan
selama latihan.

Rasional :

Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan


lebih banyak oksigen dan memberikan beban tambahan
pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap
kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan klien
dpat melakukan lebih banyak tanpa mengalami napas
pendek, latihan yang bertahap memutus siklus yang
bertahap ini

Koping individu tidak efektif b.d kurang sosialisasi, ansietas, depresi,

tingkat aktifitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja


Tujuan :

Pencapaian tingkat koping yang optimal.

Intervensi
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat
yang ditujukan pada klien.
Rasional :

Suatu perasaan harapan atau memberikan klien


sesuatu yang dapt dikerjakan, ketimbang sikap yang
merasa kalah tidak berdaya.

2) Dorong aktivitas sampai tingkat tpleransi gejala.


Rasional :

Aktifitas mengurangi ketegangan dan mengurangi


tingkat

disonea

sejalan

dengan

klien

menjadi

terkondisi.
3) Ajarkan tekhnik relaksasi atau berikan rekaman untuk relasasi bagi
klien.
Rasional :

Relaksasi

mengurangi

stress

dan

ansietas

dan

membantu klien untuk mengatasi ketidakmampuannya.


4) Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
Rasional :

Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat


meningkatkan perbaikan subyektif status dan harga diri
pasien juga meningkatkan toleransi

latihan serta

mengurangi hospitalisasi .
5) Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan alternatif
pekerjaan (jika memungkinkan)

Rasional :

Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan


sumber-sumber yang sesuai digunakan untuk mencapai
tujuan ini.

Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan


di rumah
Tujuan :

Kepatuhan

dengan program terapeutik dan perwatan di

rumah.
Intervensi
1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek.

Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya

Rasional :

Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan


metode dimana ia memainkan peranan yang besar
pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan.
Mengajarkan klien tentang kondisinya adalah salah
satu aspek yang paling penting dari perawatnnya ;
tindakan ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam
dan mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas
hidup.

2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi


tentang sumber-sumber kelompok.
Rasional :

Asap tembkau menyebabkan kerusakan pasti pada paru


dan menghilangkan mekanisme proteksi paru-paru.

Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun

d. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1) Menunjukkan

perbaikan

pertukaran

gas

dengan

menggunakan

bronkodilator dan terapi oksigen sesuai yang diresepkan.


a) Tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan, konfusi atau agitasi
b) Mempunyai nilai-nilai gas darah arteri yang stabil (tidak mesti nilainilai yang normal)
2) Mencapai bersihan jaan napas
a) Berhenti merokok.
b) Menghindari bahan-bahan yang merangsang dan suhu ekstrim
c) Meningkatkan masukan cairan 6 hingga 8 gelas perhari
d) Melakukan drainase postural dengan benar.
e) Mengetahui tanda-tanda dini infeksi dan waspada terhadap
pentingnya melaporkan tanda-tanda ini jika terjadi
3) Memperbaiki pola pernapasan.
a) Berlatih dan menggunakan pernapasan diafragma dan bibir
dirapatkan
b) Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas
4) Melakukan aktivitas perawatan diri dalam batasan toleransi.
a) Mengatur aktivitas untuk menghindari keletihan dan dispnea.

b) Menggunakan pernapasan terkendali ketika melakukan aktivitas


5) mencapai toleransi aktivitas, dan melakukan latihan serta melakukan
aktivitas dengan sesak napas lebih sedikit
6) Mendapatkan mekanisme koping yang efektif serta Ikut serta dalam
program rehabilisasi paru.
7) Patuh terhadap program terapeutik.
a) Mengikuti regimen pengobatan yang diharuskan
b) Berhenti merokok
c) Mempertahankan tingkat aktivitas yang dapat diterima.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan..EGC: Jakarta.
Hudak dan Gallo. 1997. Keperawatan Kritis. EGC: Jakarta.
Hadiarto M. Pengembangan IPTEK Kedokteran Bidang Respirasi PJPT II. Jakarta, 1993;
Hadiarto M. Penyakit Paru di Indonesia dan Penanggulangannya dalam Pulmonologi
Klinik. Ed. Faisal Yunus dkk Bagian Pulrnonologi FKUI. Jakarta, 1992; 38.
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga. Media Aesculapius:
Jakarta.
Ratna Budiarso dkk. Survei Kesehatan Rumah Tangga 1986. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Pusat. Penclitian Ekologi Kesehatan. Jakarta.

También podría gustarte