Está en la página 1de 29

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA Tn. M DENGAN STROKE HEMORAGIK
DI UGD RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun oleh:
Ade

22020111200002

Asri Indriyani

22020111200011

Azam David Saifullah

22020111200013

Dina Restiana

22020111200019

Leile Majid

22020111200039

Leni Matussifa

22020111200040

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XVIII


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
MARET, 2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan utama di masyarakat.
Stroke menjadi semakin populer dikarenakan angka kejadian penyakit ini
terus mengalami peningkatan, khususnya penyakit stroke hemoragik. Angka
kejadian stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia. Setiap
pertambahan usia 10 tahun sejak usia 35 tahun akan meningkatkan risiko 2
kali lipat. Kenaikan usia dari 60 tahun hingga 80 tahun menjadikan angka
kejadian stroke meningkat hampir 8 kali lipat dan pada orang dengan faktor
risiko stroke, 5-20% akan terkena stroke (Maulana, 2010).
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus
ditangani secara cepat, tepat dan cermat. Stroke adalah suatu gangguan fungsi
saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak
dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di
otak yang terganggu (Pertiwi, 2010).
Stroke hemoragik dapat disebabkan oleh aneurysm (melemah dan
menipisnya jaringan pembuluh darah, pembuluh darah mengembung kearah
luar). Aneurysm jika dibiarkan akan terus mengembang dan melemah,
meningkatkan resiko sobeknya jaringan. Stroke hemoragik juga dapat terjadi
karena arteriovenous malformation (AVM), sekumpulan jaringan darah yang
lemah yang terjadi saat proses melahirkan atau bayi masih didalam rahim.
Jaringan darah yang bermasalah ini diperkirakan terjadi karena tekanan aliran
darah.
Efek spesifik sangat tergantung bagian mana dari otak yang mengalami
kekurangan oksigen. Aliran darah yang terputus adalah yang menuju bagian
otak yang mengatur saraf bicara, stroke akan menyebabkan penderita tidak
bisa berbicara atau pengucapan yang tidak jelas. Kesulitan dalam

mengekspresikan dalam perkataan ataupun tulisan, gangguan dalam mengerti


inti percakapan.
Stroke apabila merusak bagian otak yang mengatur kemampuan gerak,
penderita akan mengalami kesulitan dalam berjalan, menggerakkan tangan.
Biasanya terjadi pada salah satu sisi tubuh, kiri atau kanan. Stroke juga
memberi efek pada psikologi, orang yang mengalami stroke lebih mudah
depresi, marah, frustasi karena sulitnya untuk melakukan tugas dimana
sebelum stroke semuanya sudah berjalan dengan normal dan otomatis.
Masalah fisik yang diakibatkan stroke harus segera mendapatkan penanganan
cepat, tepat, dan akurat hal ini dilakukan untuk meminimalisir timbulnya
kecacatan.
Data tahun 2007 dari World Health Organization (WHO) menunjukkan
bahwa sebanyak 15 juta orang per tahun di seluruh dunia terkena stroke
(World Health Report, 2007). WHO memperkirakan terdapat peningkatan
jumlah stroke yang meroket di seluruh dunia pada tahun 2020 menjadi 61 juta
orang yang sebelumnya pada tahun 1990 jumlahnya kurang lebih 38 juta
orang. Stroke juga menyebabkan 5,7 juta penderita meninggal pada tahun
2005 dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta pada tahun 2015 dan 7,8
juta pada tahun 2030 (Pertiwi, 2010).
Data Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), Indonesia merupakan Negara
dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Penyakit stroke di Indonesia
merupakan penyakit nomor 3 yang mematikan setelah penyakit jantung dan
kanker. Sekitar 35,8% orang lanjut usia terkena serangan stroke dan 12,9%
pada usia muda. Setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk di Indonesia
terkena serangan stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih
kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan hingga
sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang
mengharuskan penderita terus menerus berbaring di tempat tidur. Menurut
survey tahun 2004, stroke hemoragik merupakan penyebab kematian nomor
satu di rumah sakit pemerintah di seluruh penjuru di Indonesia (Abdul,2007).
Fakta di atas menunjukkan bahwa tingginya angka mortalitas pada kasus
stroke hemoragik dan beratnya komplikasi/kecacatan yang ditimbulkan

mengharuskan tenaga kesehatan khususnya perawat gawat darurat untuk


mengetahui dan bisa mengimplementasikan cara pertolongan pertama ketika
penderita dibawa ke Instalasi Gawat Darurat sehingga penulis tertarik untuk
mendapatkan gambaran lebih jelas dan mengimplementasikan ilmu
keperawatan gawat darurat untuk memberikan Asuhan keperawatan pada
klien Tn. M dengan kasus Stroke Hemoragik di Unit Gawat Darurat RS
Roemani Muhammadiyah Semarang.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa
mengetahui

dan

bisa

mengimplementasikan

pemberian

asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan system saraf khususnya pada


Tn. M dengan masalah utama stroke hemoragik di Unit Gawat Darurat
RS Roemani Muhammadiyah Semarang.
2. Tujuan Khusus
Dengan memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien
dengan stroke hemoragik diharapkan mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian primer dan sekunder pada klien dengan
gangguan sistem saraf khususnya pada Tn. M dengan masalah utama
stroke

hemoragik

di

Unit

Gawat

Darurat

RS

Roemani

merumuskan

masalah

Muhammadiyah Semarang.
b. Menganalisa

hasil

pengkajian

dan

keperawatan sesuai dengan prioritas ABCDE pada klien dengan


gangguan sistem saraf khususnya pada Tn. M dengan masalah utama
stroke

hemoragik

di

Unit

Gawat

Darurat

RS

Roemani

Muhammadiyah Semarang.
c. Menentukan perencanaan dan tujuan yang rasional dari diagnosa
keperawatan sesuai dengan prioritas ABCDE pada klien dengan
gangguan sistem saraf khususnya pada Tn. M dengan masalah utama
stroke

hemoragik

di

Unit

Gawat

Darurat

RS

Roemani

Muhammadiyah Semarang.

d. Memberikan intervensi yang tepat dan cepat untuk menyelesaikan


masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan
sistem saraf khususnya pada Tn. M dengan masalah utama stroke
hemoragik di Unit Gawat Darurat RS Roemani Muhammadiyah
Semarang.
e. Melakukan evaluasi pada klien dengan gangguan dengan gangguan
sistem saraf khususnya pada Tn. M dengan masalah utama stroke
hemoragik di Unit Gawat Darurat RS Roemani Muhammadiyah
Semarang.
f. Mengidentifikasi

faktor

pendukung

dan

penghambat

dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem


saraf khususnya pada Tn. M dengan masalah utama stroke
hemoragik di Unit Gawat Darurat RS Roemani Muhammadiyah
Semarang.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Tanggal masuk
Tanggal pengkajian

: 16 Maret 2012, pukul 07.10 WIB


: 16 Maret 2012, pukul 07.10 WIB

A. IDENTITAS KLIEN
Nama

: Tn. M

Usia

: 70 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

:-

Alamat

: Wonodri, Semarang

Diagnosa medis

: Cedera kepala berat

Nomor register

: 320985

PENANGGUNG JAWAB
Nama

: Ny. S

Usia

: 29 tahun

Alamat

: Semarang

Hubungan dengan klien

: Anak

B. KELUHAN UTAMA
Penurunan kesadaran
C. PENGKAJIAN SAMPLE
1. Symptom
Keluarga mengatakan klien ditemukan terjatuh di kamar mandi dengan
posisi telungkup sekitar pukul 06.30 WIB. Pada saat ditemukan klien
sudah tidak sadarkan diri. Malam sebelumnya, menurut anaknya klien
mengeluh kepala pusing dan nggliyeng.
2. Allergy
Keluarga mengatakan klien tidak mempunyai riwayat alergi apapun.
6

3. Medication
Keluarga mengatakan klien sedang mengkonsumsi obat anti hipertensi,
klien sudah mengkonsumsi obat tersebut sejak usia 40 tahun.
4. Past Illness
Keluarga mengatakan klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan
diabetes mellitus.
5. Last Meal
Keluarga mengatakan klien terakhir tadi malam tanggal 15 Maret 2012
pukul 20.00 WIB (nasi, sayur, dan lauk).
6. Event
Saat kejadian klien dibawa ke UGD RS Roemani Muhammadiyah, klien
dalam kondisi tidak sadarkan diri namun masih terdapat nafas spontan.
D. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Look

: klien tidak berbicara, tidak sadarkan diri, tidak terdapat


tanda-tanda cedera servikal.

Listen

: jalan napas klien terdengar bunyi gurgling dan snoring.

Feel

: napas klien masih dapat dirasakan.

2. Breathing
Inspeksi : RR 19 kali/menit, regular, I:E=1:2, tidak terdapat ada
retraksi dinding dada saat klien bernapas, pengembangan
Palpasi

dada normal, simetris antara dada kanan dan kiri.


: taktil fremitus tidak dapat dikaji karena penurunan

kesadaran.
Perkusi
: terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : terdengar bunyi napas ronkhi basah dan halus pada kedua
apeks paru dan vesikuler pada lapang paru bagian basal.
3. Circulation
Frekuensi nadi klien 90 kali/menit, regular dan kuat, capillary refill < 2
detik pada ekstremitas atas dan 3 detik pada ekstremitas bawah, akral
teraba hangat, SpO2 99% (dengan bantuan O2 nasal kanul 4 lpm), tidak

ada sianosis, tidak terdapat diaphoresis, tekanan darah klien 230/100


mmHg.
4. Disability
- GCS klien 5 (E1M3V1), tingkat kesadaran koma.
- Pupil anisokor 5 mm/3 mm.
5. Exposure
- Suhu tubuh klien 36,7oC
- Terdapat jejas pada kepala bagian oksipital sinistra dengan diameter 3
cm.
- Terdapat luka VE pada jari-jari kaki kanan.
6. Foley catheter
- Tidak terdapat perdarahan pada OUE, tidak terdapat hematom pada
daerah genetalia, vesika urinaria teraba penuh.
7. Gastric tube
- Abdomen terlihat cekung, tidak terdapat distensi abdomen, bising usus
7 x/menit.
8. Heart monitoring/monitor EKG
- Terdapat gambaran EKG 3 lead: sinus takikardi dengan HR 112
x/menit.
E. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Inspeksi

: kepala

mesochepal,

kulit

kepala

bersih,

tidak

berketombe, berwarna putih, tidak terdapat lesi pada


wajah, terdapat jejas pada kepala bagian oksipital sinistra
dengan diameter 3 cm, kulit wajah berwarna sawo
matang (tidak pucat).
Palpasi

: tidak ada benjolan di area kepala dan nyeri tekan tidak


terkaji.

b. Mata
Inspeksi

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil


anisokor 5 mm/3 mm, tidak ada lesi pada kulit sekitar
mata.

Palpasi

: tidak ada benjolan pada area mata dan nyeri tekan tidak
terkaji.

c. Telinga

Inspeksi

: telinga bersih, tidak ada lesi pada kulit area telinga, tidak
ada pembengkakan pada area telinga, pendengaran tidak
terkaji.

Palpasi

: tidak ada benjolan dan nyeri tekan tidak terkaji.

d. Hidung
Inspeksi

: tidak ada lesi pada kulit area hidung, warna kulit hidung
sawo matang, tidak ada pembengkakan pada area hidung,
tidak ada sekret yang keluar dari nares, nares simetris,
tidak terdapat napas cuping hidung.

Palpasi

: tidak ada benjolan pada area hidung, kulit hidung teraba


hangat, nyeri tekan tidak terkaji.

e. Mulut
Inspeksi

: mukosa bibir lembab, mukosa bibir berwarna merah


muda, mulut simetris, tidak ada lesi pada area mulut.

Palpasi

: tidak ada benjolan dan nyeri tekan tidak terkaji.

f. Leher
Inspeksi

: tidak ada lesi pada kulit leher; tidak ada pembengkakan


pada area leher, warna kulit leher sawo matang, tidak ada
deviasi trakea.

Palpasi

: tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada


pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada benjolan pada area
leher, nyeri tekan tidak terkaji, kelenjar istmus naik
ketika klien batuk.

g. Dada
Pulmo
Inspeksi

: RR 19 kali/menit, regular, I:E=1:2, tidak terdapat ada


retraksi

dinding

dada

saat

klien

bernapas,

pengembangan dada normal, simetris antara dada


kanan dan kiri.
Palpasi

: taktil fremitus tidak dapat dikaji karena penurunan


kesadaran.

Perkusi

: terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru.

Auskultasi : terdengar bunyi napas ronkhi basah dan halus pada


kedua apeks paru dan vesikuler pada lapang paru
bagian basal.
Cordis
Inspeksi

: ictus cordis tak tampak.

Palpasi

: ictus cordis teraba pada rongga intercostal kelima kiri


pada garis medio-klavikularis.

Perkusi

: terdengar bunyi redup yang memanjang dari garis


medio-klavikularis di ruang intercostal ketiga dextra
sampai ruang intercostal kelima sinistra.

Auskultasi : terdengar bunyi jantung I dan II murni tanpa adanya


bunyi murmur dan gallop.
h. Abdomen
Inspeksi

: perut datar, tidak ada jaringan parut dan lesi pada kulit
perut, tidak ada spider nevi.

Auskultasi : peristaltik usus 7 kali/menit.


Perkusi

: terdengar bunyi timpani pada area lambung dan usus


pada kuadran I, III dan IV, terdengar bunyi dullness atau
pekak pada kuadran II.

Palpasi

: tidak ada massa, tidak ada pembesaran jaringan hepar;


nyeri tekan tidak terkaji.

i. Ekstremitas
Kekuatan otot

1111
2222
/
1111
2222

2
5

Ekstremitas atas
Tidak ada lesi/fraktur, capillary refill kurang dari 2 detik, turgor
kulit kering.
Ekstremitas bawah
Inspeksi : tidak terdapat lesi pada kulit ekstremitas bawah.
Palpasi : tidak terdapat benjolan, nyeri tekan saat tidak terkaji,
capillary refill 3 detik, tidak ada sianosis, akral teraba
hangat.
10

j. Genitalia
Tidak terdapat perdarahan pada OUE, tidak terdapat hematom pada
area genetalia.
2. Cairan dan Nutrisi
Keluarga mengatakan klien tadi malam (17/3/12) minum dan makan
terakhir (nasi, sayur, dan lauk).
3. Eliminasi
Keluarga mengatakan tidak mengetahui kapan terakhir kali klien BAB
dan BAK. Namun jika dilihat dari pengeluaran urin pada urine bag,
haluaran urin klien yaitu sebanyak 900 ml selama dipasang 2 jam.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan Kepala Tanpa Kontras
Interpretasi singkat: perdarahan luas pada daerah pons sinistra.
G. TERAPI OBAT : Tidak ada.

11

ANALISA DATA
No

Tgl/Jam

116/3/12
07.10

216/3/12
07.10

Data Fokus
DS: DO:
Terdapat sekret warna kuning
kecoklatan.
SpO2 99 % (terpasang O2 nasal
kanul 4 lpm), RR 19 x/menit
regular.
Terdengar suara napas
tambahan: snoring dan gurgling.
Terdengar ronkhi basah halus di
kedua apeks paru.
GCS 5 (E1M3V1)
Tingkat kesadaran = koma.
DS:
Keluarga mengatakan
menemukan klien tidak sadarkan
diri di kamar mandi dengan
posisi telungkup jam 6.30
kemudian dibawa ke rumah sakit
jam 7.00.
Keluarga mengatakan klien
mempunyai riwayat hipertensi
dan tadi malam mengeluh
kepalanya pusing.

Diagnosa
Keperawatan
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
berhubungan dengan
mukus dalam jumlah
berlebihan.

Resiko
ketidakefektifan
perfusi otak
berhubungan dengan
aneurisma serebri.

Ttd
IGD
Tea
m

IGD
Tea
m

DO:
SpO2 99 % (terpasang O2 nasal
kanul 4 lpm).
TD 230/100 mmHg.
HR 90 kali/menit.
GCS 5 (E1M3V1).
Tingkat kesadaran koma.
Terdengar suara napas
tambahan: snoring dan gurgling.
Terdengar ronkhi basah halus di
kedua apeks paru.
Tampak jejas pada kepala bagian
oksipital sinistra dengan
diameter 3 cm.
Capilary refill ekstremitas
bawah 3 detik, ekstremitas atas
< 2 detik.

12

Pupil anisokor dengan diameter


5 mm/3 mm.
Hasil CT Scan kepala tanpa
kontras: perdarahan luas pada
daerah pons sinistra.
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus dalam
jumlah berlebihan.
2. Resiko ketidakefektifan perfusi otak berhubungan dengan aneurisma
serebri.
RENCANA KEPERAWATAN
No
1

Dx
Keperawatan
Ketidakefektifa
n bersihan jalan
napas
berhubungan
dengan mukus
dalam jumlah
berlebihan.

Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 jam,
bersihan jalan napas klien
menjadi efektif dengan
kriteria hasil:
1. Tidak terdengar gurgling
(skala 3).
2. Tidak terdengar bunyi
snoring (skala 3).
3. Suara ronkhi basah pada
kedua apeks paru
berkurang (skala 3).
4. Tidak ada sekret (skala
3).

Intervensi
Positioning
1.
Pertahankan
kepatenan jalan napas
dengan posisi jaw
thrust/head tilt chin lift.

Respiratory Management
2.
Lakukan
pemasangan
oropharingeal airway.
3.
Monitor frekuensi,
kedalaman pernapasan
dan saturasi oksigen.
4.
Auskultasi bunyi
napas tambahan.
5.
Lakukan
penghisapan/suction bila
ada indikasi.
Resiko
Setelah dilakukan tindakan
Cerebral Perfusion
ketidakefektifan keperawatan selama 2 jam
Promotion
perfusi otak
tidak terjadi ketidakefektifan 1.
Identifikasi faktor
berhubungan
perfusi jaringan otak,
penyebab penurunan
dengan
dengan kriteria hasil:
kesadaran.
aneurisma
1.
Tanda-tanda vital:
2.
Monitor status
serebri.
neurologis.
Peningkatan tekanan
3.
Pantau adanya
darah [sistol < 230
tanda-tanda penurunan
mmHg, diastol < 100
perfusi serebral: GCS,
mmHg] (skala 2).
memori, bahasa, respon
HR 60-150 x/menit
13

2.
3.
4.
5.
6.

(skala 3).
RR 18-24 x/menit
(skala 5).
T 36,0-37,5oC (skala
5).
Tidak terjadi
penurunan GCS (skala
5).
Tidak terjadi sianosis
(skala 5).
Tidak terjadi
diaforesis (skala 5).
Tidak terjadi
penurunan kesadaran
(skala 5).
Tidak terjadi tandatanda peningkatan TIK
(skala 3).

pupil dll.
Evaluasi pupil,
batasan dan proporsinya
terhadap cahaya.
5.
Monitor TTV, MAP,
dan saturasi oksigen
klien.
6.
Monitor input dan
output klien.
4.

Oxygen Therapy
7.
Berikan oksigen
sesuai keperluan.
8.
Monitor adanya
oxygen inducedhypoventilation.
9.
Monitor adanya
toksisitas oksigen dan
atelektasis.
Intracranial Pressure
Monitoring
10.
Pertahankan posisi
tirah baring pada posisi
kepala 15-30o.
11.
Pantau adanya
tanda-tanda peningkatan
TIK.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tgl/Jam

16/3/12
07.10

No.
Implementasi
Respon
Dx
1 Membuka jalan napas dengan
S: jaw thrust dan kontrol servikal. O:
Jalan napas klien
terbuka, area servikal
terfiksasi
1 Memasang OPA
S: (oropharingeal airway).
O:
Terdapat reflek batuk,
OPA telah terpasang
untuk mempertahankan
lidah, tidak terdengar
snoring

Ttd
IGD
Tea
m
IGD
Tea
m

14

Melakukan suction pada


daerah mulut dan jalan napas
atas.

1,2

Memasang O2 nasal kanul


sebanyak 4 lpm.

07.15
2

Memonitor akral, saturasi


oksigen dan TTV serta MAP
klien (memasang bedside
monitor dan oxymetri).

Memonitor status pernapasan


klien.
-

Mengecek nilai GDS klien.

Melakukan suction pada


daerah mulut dan jalan napas
atas.

07.20

07.23

07.30

S: O:
Terdapat reflek batuk
Sekret yang keluar
berwarna kuning
kecoklatan
Bunyi gurgling
berkurang
S: O:
O2 nasal kanul 4 lpm
terpasang, saturasi O2
klien 99%
S: O:
Akral hangat, saturasi O2
99%, TD 230/100
mmHg, HR 110 x/menit,
t 36,6o C, RR 18 x/menit,
MAP 143
S: O:
RR klien 18 x/menit
Aus: ronkhi basah halus
pada kedua apeks paru
S: O:
GDS klien 367 mg/dl

S: O:
- Terdapat reflek batuk
- Sekret yang keluar
berwarna kuning
kecoklatan
- Bunyi gurgling
berkurang
Memasang infus Infumal 20
S: tpm.
O:
Infus terpasang, satu kali
tusukan tanpa terjadi
flebitis dan hematom
Memonitor reflek pupil, status S:
GCS, kekuatan otot, dan status O:
neurologis klien.
Pupil anisokhor 5/3,
reflek cahaya (-),

IGD
Tea
m

IGD
Tea
m
IGD
Tea
m

IGD
Tea
m
IGD
Tea
m
IGD
Tea
m

IGD
Tea
m
IGD
Tea
m

15

kekuatan otot
2

07.40

07.50

2
08.05

2
1
2 / 1

, GCS klien E1M3V1


Memantau adanya tanda-tanda S:
peningkatan TIK.
O:
Tidak terdapat adanya
muntah proyektil, GCS
klien E1M3V1, nyeri
kepala tidak dapat dikaji
Melakukan suction pada
S: daerah mulut dan jalan napas
O:
atas.
- Terdapat reflek batuk
- Sekret yang keluar
berwarna kuning
kecoklatan
- Bunyi gurgling
berkurang
Mengidentifikasi faktor
S:
penyebab penurunan
Keluarga klien
kesadaran.
mengatakan klien
ditemukan terjatuh di
kamar mandi dengan
posisi telungkup. Malam
sebelumnya klien
mengeluh kepala pusing
dan nggliyeng. Klien
memiliki riwayat
hipertensi.
O:
TD klien 230/100
mmHg, GCS klien
E1M3V1
Memasang folley catheter.
S: O:
Folley catheter
terpasang, urine keluar
300 cc, warna kuning
jernih
Memasang NGT.
S: O:
NGT dua kali masuk ke
paru-paru, pada
percobaan ketiga NGT
berhasil masuk ke dalam
lambung, cairan lambung
yang keluar berwarna
kuning kecoklatan

IGD
Tea
m

IGD
Tea
m

IGD
Tea
m

IGD
Tea
m

IGD
Tea
m

16

Melakukan pemeriksaan CT
Scan kepala tanpa kontras.

Melakukan suction pada


daerah mulut dan jalan napas
atas.

08.20

08.45

Mengobservasi status
kesadaran, TTV, pernapasan,
dan saturasi oksigen klien.

09.00
-

S: O:
Interpretasi singkat:
perdarahan luas pada
daerah pons sinistra
S: O:
Terdapat reflek batuk
Sekret yang keluar
berwarna kuning
kecoklatan
Bunyi gurgling hilang
S: O:
Status kesadaran klien
koma dengan GCS
E1M3V1
Saturasi oksigen 99%
TD 220/100 mmHg, HR
112 x/menit, t 36,6o C,
RR 18 x/menit, MAP
140
Ronkhi basah halus pada
kedua apeks paru
berkurang, tidak
terdapat bunyi snoring
dan gurgling

IGD
Tea
m
IGD
Tea
m

IGD
Tea
m

EVALUASI
Tgl/Jam
16/3/12
09.30

No.
Evaluasi
Dx
1 S: O:
Saturasi oksigen 99%, RR 18 x/menit
Ronkhi basah halus pada kedua apeks paru
berkurang, tidak terdapat bunyi snoring dan gurgling
Terdapat reflek batuk
Sekret yang keluar berwarna kuning kecoklatan.
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan pemasangan OPA
Pertahankan pemberian oksigen
Monitor frekuensi, kedalaman pernapasan dan
saturasi oksigen.
Lakukan penghisapan/suction sesuai indikasi.

Ttd
IGD
Tea
m

17

16/3/12
09.30

S: O:
Status kesadaran klien koma dengan GCS E1M3V1
Saturasi oksigen 99%
TD 230/100 mmHg, HR 112 x/menit, t 36,6o C, RR
18 x/menit, MAP 140
Ronkhi basah halus pada kedua apeks paru
berkurang, tidak terdapat bunyi snoring dan gurgling
Terdapat reflek batuk
Sekret yang keluar berwarna kuning kecoklatan
Pupil anisokhor 5/3, reflek cahaya (-), kekuatan otot
1111
2222
1111 / 2222

IGD
Tea
m

A:
Masalah teratasi
P:
Motivasi keluarga untuk perawatan non ICU atau
rawat inap.
Monitor status neurologis.
Pantau adanya tanda-tanda penurunan perfusi
serebral: GCS, memori, bahasa, respon pupil dll.
Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap
cahaya.
Monitor TTV, MAP, dan saturasi oksigen klien.
Monitor intake dan output klien.
Pertahankan pemberian oksigen sesuai keperluan.
Monitor adanya oxygen induced-hypoventilation.
Monitor adanya toksisitas oksigen dan atelektasis.
Pertahankan posisi tirah baring pada posisi kepala
15-30o.
Pantau adanya tanda-tanda peningkatan TIK.

18

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisa Pengkajian
Initial assessment dilakukan dalam suatu protokol khusus, yaitu terdiri
dari survei primer, survei sekunder, dan penanganan definitif. Survei dalam
kegawatdaruratan dibedakan menjadi dua, yaitu pengkajian primer dan
pengkajian sekunder. (Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2011)
Survei primer berkembang menjadi pengkajian terfokus pada beberapa poin
penting yang sangat berpengaruh pada jiwa klien yang biasa dilakukan
dengan melakukan pengkajian ABC (airway, breathing, dan circulation). Saat
ini pengkajian ABC berkembang menjadi ABCDE (airway, breathing,
circulation, disability, dan exposure) plus FGH (foley chateter, gastric tube,
dan heart monitor). Survei sekunder terdiri dari anamnesis yang mengacu
pada sistem SAMPLE (simptom, alergy, medication, past illness, last meal,
dan event), dan pemeriksaan fisik head to toe.
Survei atau pengkajian, intervensi, implementasi pada kegawatdaruratan
dilakukan secara simultan dan tidak terputus. (Diklat Yayasan Ambulans
Gawat Darurat 118, 2011) Penjelasan dari kalimat tersebut adalah pada saat
survei primer poin airway, bila ditemukan masalah, makan akan langsung
dilakukan tindakan untuk menyelamatkan jiwa klien, sebelum pada akhirnya
melangkah pada pengkajian selanjutnya.
1. Pengkajian Primer
Survei primer yang kami lakukan menurut pada penjelasan diatas,
kami melakukan pengkajian secara terstruktur, dan runut sesuai dengan
prinsip pengkajian ABCDEFGH, dan pelaksanaan pengkajian sekunder
kami lakukan setelah keadaan klien lebih stabil bila dibandingkan dari
awal kedatangan pasien.
Airway, pada survei airway secara teori, kami harus melakukan
pengkajian pada kelancaran jalan nafas klien, dapat dilakukan dengan
mengajak klien berbicara, bila klien dapat berbicara dengan kalimat yang
cukup panjang, klien tidak mengalami gangguan jalan nafas. (Diklat
Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2011), (Potter, 2005) Pada klien

19

kami, klien memiliki kesadaran kualitatif: koma, sehingga tidak terkaji


jalan nafas klien efektif atau tidak dengan mengajak bicara klien.
Sehingga kami melakukan pengkajian dengan cara lain, yaitu listen, dan
didapatkan data berupa suara nafas snoring dan gurgling, tidak nampak
adanya apnu pada klien, klien dapat bernafas dengan spontan tanpa
bantuan BVM.
Breathing, pada survei poin ini, pengkajian yang harus dilakukan
adalah menilai pernafasan, yaitu frekuensi, ada tidaknya jejas pada area
dada, maupun punggung, ada tidaknya penggunaan otot bantu nafas
tambahan untuk bernafas, retraksi dinding dada, nafas cuping hidung,
dan pengembangan dada klien. (Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat
118, 2011), (Potter, 2005) Berdasarkan pemeriksaan breathing pada klien
kami dengan metode look, listen, feel didapatkan bahwa tidak ada jejas
pada dada dan punggung, tidak terdapat ada retraksi dinding dada saat
klien bernapas, pengembangan dada normal, simetris antara dada kanan
dan kiri, terdengar bunyi sonor pada seluruh lapang paru, terdengar bunyi
napas ronkhi basah dan halus pada kedua apeks paru dan vesikuler pada
lapang paru bagian basal. Berdasarkan data tersebut dapat diidentifikasi
bahwa klien mengalami bersihan jalan napas tidak efektif.
Circulation, point penting untuk menilai sirkulasi yaitu dengan
memeriksa kulit akral dan nadi untuk menilai apakah terdapat tandatanda syok. (Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2011) pada
klien kami pemeriksaan sirkulasi terdapat beberapa yang melebihi batas
normal yaitu capillary refill pada ekstremitas bawah 3 detik dan tekanan
darah klien 230/100 mmHg. Informasi dari pihak keluarga didapatkan
bahwa klien mempunyai riwayat HT tidak terkontrol. Sedangkan dari
pemeriksaan kulit akral dan nadi menunjukkan frekuensi nadi masih
dalam batas normal (90 kali/menit), regular dan kuat, capillary refill pada
ekstremitas atas < 2 detik, akral masih teraba hangat. Data-data diatas
menunjukkan bahwa terdapat resiko ketidakefektifan pada perfusi
jaringan klien.
Dissability, merupakan penilaian status neurologis klien dengan
menilai tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Dalam penilaian

20

status neurologis klien kami melakukan pemeriksaan GCS (Glasgow


Coma Scale) dan hasilnya adalah E1M3V1 dengan tingkat kesadaran
koma, pupil anisokor 5 mm/3 mm, reaksi terhadap cahaya +/+.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penurunan oksigenasi
atau/dan penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan perlukaan pada otak
sendiri. Perubahan kesadaran dapat mengganggu airway serta breathing
yang seharusnya sudah teratasi terlebih dahulu.
Exposure, pada point ini kami melakukan evaluasi kelainan atau
injury secara cepat pada tubuh klien. Kami mendapatkan jejas pada
kepala bagian oksipital sinistra dengan diameter 3 cm dan luka VE pada
jari-jari kaki kanan klien. Dari pemeriksaan ini dapat diduga bahwa klien
mengalami trauma kepala, sehingga diambil tindakan untuk pemeriksaan
MSCT sebagai pemeriksaan penunjang untuk mengetahui apakah ada
perdarahan dan kondisi kepala.
Foley chateter, klien memiliki tingkat kesadaran koma, dengan
GCS: 5 E1M3V1, pada pengkajian eksposur tidak didapatkan data
berupa perdarahan pada orifisium uretra eksternal, sehingga pada
pengkajian primer, kami telah merencanakan pula mengenai intervensi
yang akan dilakukan, salah satunya adalah pemasangan foley chateter.
Gastric tube, tidak terdapat distensi abdomen namun klien
mengalami penurunan kesadaran (koma). Dari pemeriksaan eksposure
klien tidak mengalami tenda-tanda fraktur basis cranii sehingga kami
juga telah merencanakan intervensi yang akan dilakukan yaitu
pemasangan NGT melalui hidung.
Heart monitoring, tampak gambaran sinus takikardi dengan HR 112
x/menit pada pemeriksaan EKG 3 lead.
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan apabila penderita telah stabil.
Pengertian stabil di sini berarti keadaan klien sudah tidak menurun lagi.
Pemeriksaan sekunder meliputi anamnesa mengacu sistem SAMPLE
(symptom, allergy, medication, past illness, last meal, dan event) dan
pemeriksaan fisik head to toe.
SAMPLE, Klien mengalami penurunan kesadaran (koma) sehingga
anamnesa kami lakukan dengan melakukan interview dengan keluarga
klien. Yang menarik dari hasil anamnesa SAMPLE didapatkan bahwa
21

ternyata klien mempunyai riwayat diabetes mellitus dan hipertensi yang


tidak terkontrol. Klien ditemukan terjatuh di kamar mandi dengan posisi
telungkup dengan kondisi tidak sadarkan diri dan malam sebelumnya
klien mengeluh kepala pusing. Anamnesa mendukung pada diagnosa
stroke. Diagnosa medis juga dapat membantu perawat dalam menentukan
masalah keperawatan yang mungkin muncul dan etiologinya.
Pemeriksaan fisik head to toe pada klien didapatkan data yang
lebih detail dari kepala hingga kaki. Hasil pemeriksaan fisik sesuai
dengan pemeriksaan primer yang telah dilakukan. Data yang didapat
mendukung permasalahan keperawatan yang diambil saat pemeriksaan
primer.
B. Analisa Pengambilan Diagnosa
Diagnosa yang dapat muncul pada diagnosa stroke hemoragik sangat
bervariasi, tergantung pada keadaan klien. Pada kegawatdaruratan, diagnosa
yang diutamakan dapat diambil sesuai pada survei primer yang dilakukan,
dan secara simultan dapat terselesaikan dan muncul diagnosa baru pada klien,
sesuai dengan respon yang muncul pada klien pada penatalaksanaan klien.
(Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2011)
Diagnosa yang umum pada kegawatdaruratan klien stroke hemoragik
antara lain ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas,
gangguan ventilasi spontan, dan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
Diagnosa keperawatan tersebut biasa muncul pada survei primer klien stroke
hemoragik. Penatalaksnaan klien bergantung pada keadaan klien pada waktu
ditemukan. Bersihan jalan nafas akan diprioritaskan menjadi diagnosa
keperawatan yang paling penting, dimana klien membutuhkan keadekuatan
bersihan jalan nafas untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh selama
ventilasi spontan masih ditunjukkan klien, namun gangguan ventilasi spontan
dapat menjadi diagnosa utama, bila bersihan jalan nafas klien telah adekuat.
Survei primer menunjukkan dua diagnosa yang dapat ditegakkan, dan
harus segera teratasi, pertama adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Klien membutuhkan penanganan segera pada diagnosa ini, sehingga kami
prioritaskan pada diagnosa pertama. Pernafasan klien masih secara spontan,
namun terdengar adanya gurgling dan snoring, sehingga kami berespon untuk

22

memasang OPA dan melakukan suction. Hal ini kami lakukan untuk
membebaskan jalan nafas dari sekret.
Diagnosa yang kami prioritaskan pada diagnosa kedua adalah risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, maslaah keperawatan ini kami
angkat sebagai masalah keperawatan kedua, bukan karena masalah ini dapat
dikesampingkan, namun penatalaksanaan pada bersihan jalan nafas adalah
sangat penting dan dapat mengancam jiwa klien bila tidak segera teratasi.
C. Analisa Penentuan Rencana Intervensi
Pada diagnosa pertama, ketidakefektifan bersihan jalan napas, kami
menentukan beberapa intervensi yang akan dilakukan untuk mengatasi
permasalahan klien, diantaranya yaitu:
1. Positioning, yaitu dengan melakukan head tilt chin lift/jaw thrust untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas klien. Positioning head tilt chin
lift/jaw thrust dilakukan karena klien mengalami penurunan kesadaran
kesadaran dan sangat berisiko lidah jatuh dan menutup jalan napas.
2. Respiratory management, yaitu dengan lakukan pemasangan
oropharingeal airway, auskultasi bunyi napas tambahan, lakukan
penghisapan/suction bila ada indikasi, monitor frekuensi, kedalaman
pernapasan dan saturasi oksigen. Respiratory management bertujuan
untuk membebaskan jalan napas dari produksi mukus yang berlebih pada
klien karena klien mengalami penurunan kesadaran sehingga kemampuan
untuk batuk dan membersihkan mukus pun tidak ada.
Dengan intervensi di atas diharapkan setelah 2 jam bersihan jalan napas
efektif yaitu dengan tidak terdengar gurgling, snoring, ronkhi basah dan tidak
tampak sekret.
Pada diagnosa kedua, resiko ketidakefektifan perfusi otak, kami
menentukan beberapa intervensi yang akan dilakukan untuk mengatasi
permasalahan klien, diantaranya yaitu:
1. Cerebral Perfusion Promotion, yaitu dengan identifikasi faktor penyebab
penurunan kesadaran, monitor status neurologis; pantau adanya tandatanda penurunan perfusi serebral: GCS, memori, bahasa, respon pupil dll;
evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya, monitor TTV,
MAP, dan saturasi oksigen klien; monitor input dan output klien.
Intervensi tersebut diberikan untuk memantau perfusi pada jaringan
23

serebral klien apakah mengalami perubahan sehingga dapat dievaluasi dan


dilakukan tindakan selanjutnya sesuai kondisi perfusi jaringan klien.
2. Oxygen therapy, yaitu dengan berikan oksigen sesuai keperluan; monitor
adanya oxygen induced-hypoventilation; monitor adanya toksisitas
oksigen

dan

atelektasis.

Penurunan

kesadaran

sebagai

tanda

ketidakefektifan perfusi jaringan dapat disebabkan karena kurangnya


oksigen dalam jaringan. Pemberian oksigen merupakan intervensi yang
harus dilakukan untuk meningkatkan keefektifan perfusi jaringan di
serebral klien.
3. Intracranial Pressure Monitoring, yaitu dengan pertahankan posisi tirah
baring pada posisi kepala 15-30o, pantau adanya tanda-tanda peningkatan
TIK. Posisi elevasi kepala berfungsi untuk mengurangi peningkatan TIK di
serebral. Peningkatan TIK dapat menyebabkan penurunan perfusi jaringan
di serebral.
Dengan intervensi di atas diharapkan setelah 2 jam tidak terjadi
ketidakefektifan perfusi jaringan otak, dengan kriteria hasil: peningkatan
tekanan darah [sistol < 230 mmHg, diastol < 100 mmHg], HR 60-150
x/menit, RR 18-24 x/menit, t 36,0-37,5oC, tidak terjadi penurunan GCS, tidak
terjadi sianosis, tidak terjadi diaforesis, tidak terjadi penurunan kesadaran,
tidak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK.
Kami melakukan evaluasi setelah 2 jam tindakan pada kedua diagnosa
karena kondisi penanganan di Unit Gawat Darurat tidak lama, setelah pasien
distabilkan atau dibebaskan dari kondisi kegawatan maka pasien akan di
bawa ke bangsal untuk pengawasan dan pemulihan lebih lanjut. Untuk itu
kriteria yang ingin kami capai juga kami sesuaikan dengan waktu pencapaian
2 jam tersebut.
D. Analisa Implementasi
Implementasi kami lakukan secara simultan. Implementasi yang kami
lakukan berdasarkan intervensi yang sudah kami buat sesuai masalah
keperawatan yang dialami oleh klien. Intervensi yang telah dilakukan untuk
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah membuka jalan napas
dengan jaw thrust dan kontrol servikal, memasang OPA (oropharingeal
airway), melakukan suction pada daerah mulut dan jalan napas atas,
24

memasang O2 nasal kanul sebanyak 4 lpm. Implementasi yang telah


dilakukan sesuai denga teori dan intervensi yang telah direncanakan
sebelumnya.
Intervensi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah resiko
ketidakefektifan perfusi otak adalah memonitor akral, saturasi oksigen dan
TTV serta MAP klien (memasang bedside monitor dan oxymetri), mengecek
nilai GDS klien, memasang infus Infumal 20 tpm, memonitor reflek pupil,
status GCS, kekuatan otot, dan status neurologis klien, memantau adanya
tanda-tanda peningkatan TIK, mengidentifikasi faktor penyebab penurunan
kesadaran,

memasang

folley

catheter,

memasang

NGT, melakukan

pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras. Implementasi yang telah


dilakukan sesuai denga teori dan intervensi yang telah direncanakan
sebelumnya.
E. Analisa Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 jam masalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi yaitu sesuai dengan kriteria
hasil bahwa klien menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen 99%,
RR 18 x/menit, ronkhi basah halus pada kedua apeks paru berkurang, tidak
terdapat bunyi snoring dan gurgling, terdapat reflek batuk, sekret yang keluar
berwarna kuning kecoklatan. Rencana tindak lanjut untuk ketidakefektifan
bersihan jalan napas yaitu pertahankan pemasangan OPA, pertahankan
pemberian oksigen, monitor frekuensi, kedalaman pernapasan dan saturasi
oksigen, lakukan penghisapan/suction sesuai indikasi.
Masalah resiko ketidakefektifan perfusi otak teratasi sesuai dengan kriteri
hasil bahwa klien menunjukkan status kesadaran koma dengan GCS E 1M3V1,
saturasi oksigen 99%, TTV Klien: TD 230/100 mmHg, HR 112 x/menit, t
36,6o C, RR 18x/menit, MAP 140, Pupil anisokhor 5/3, reflek cahaya (-),

kekuatan otot

1111
2222
/
1111
2222 . Rencana tindak lanjut yang

telah kami lakukan adalah memotivasi keluarga untuk perawatan non ICU
atau rawat inap, memonitor status neurologis, memantau adanya tanda-tanda
penurunan perfusi serebral: GCS, memori, bahasa, respon pupil dll,
25

mengevaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya, memonitor


TTV, MAP, dan saturasi oksigen klien, memonitor intake dan output klien,
mempertahankan pemberian oksigen sesuai keperluan, memonitor adanya
oxygen induced-hypoventilation, memonitor adanya toksisitas oksigen dan
atelektasis, pertahankan posisi tirah baring pada posisi kepala 15-30o,
memantau adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
Rencana tindak lanjut dari kedua masalah klien sudah kami lakukan dan
pada akhirnya klien dipindah ke ruang Hasan.

26

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan primer
substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
namun disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Serangan otak ini
merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat
dan cermat.
Penatalaksanaan

klien

stroke

di

area

kegawatdaruratan

harus

memperhatikan prinsip A (Airway), B (Breathing), C (Circulation), D


(Disability) dan E (Eksposure).
Klien Tn. M pada kasus telah beberapa tindakan untuk mengatasi masalah
kegawtadaruratan diantaranya adalah :
1. Tindakan pertama bagi penderita koma dengan stroke adalah dengan
pembebasan jalan napas dengan OPA untuk memperbaiki ventilasi
oksigen.
2. Tindakan selanjutnya untuk hemoragi cerebri adalah dengan pemberian O2
ditujukan untuk meningkatkan masukan O2.
3. Pemberian cairan juga dilakukan pada Tn. M dengan pemasangan infus
agar perfusi jaringan tetap adekuat.
4. Pemasangan kateter dilakukan untuk memantau output (jumlah dan warna
urine) cairan yang dihasilkan karena sebagian besar klien dengan stroke
mengalami inkontinensia urinarius.
5. Pemasangan NGT juga dilakukan pada Tn. M untuk memantau ada
tidaknya perdarahan dalam lambung.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kedua masalah yang
muncul

yaitu

ketidakefektifan

bersihan

jalan

napas

dan

resiko

ketidakefektifan perfusi otak sudah teratasi. Intervensi yang telah dilakukan


pada kegawatan pada Tn. M efektif dan berhasil sesuai yang telah
direncanakan.
B. SARAN
1. Bagi Perawat Gawat Darurat

27

Perawat gawat darurat hendaknya lebih detail dalam memahami


keadaan klien mulai dari etiologi sampai dengan komplikasi yang
terjadi berhubungan dengan proses penyakit klien. Sehingga dapat

memberikan asuhan keperawatan secara cepat dan tepat.


Perawat gawat darurat hendaknya lebih memainkan peran kolaboratif
dengan meningkatkan inisiatif tindakan yang perlu dilakukan untuk

menyelamatkan kondisi klien dalam waktu singkat.


Perawat gawat darurat diharapkan untuk selalu memakai alat
pelindung diri disetiap tindakan invasive untuk mengurangi transmisi

mikroorganisme.
2. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Mahasiswa keperawatan diharapkan berpacu pada Evidance Base
Practis perkembangan ilmu-ilmu keperawatan terutama pada klien
dengan kegawatan stroke hemoragik sehingga mampu memberikan
asuhan keperawatan yang optimal pada klien.

28

KEPUSTAKAAN

Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118. (2011). Basic Trauma and Cardiac
Life Support. jakarta: Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118.
Gofir, Abdul, 2007, Manajemen Komprehensif Stroke, Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press Yogyakarta bekerja sama dengan Panitia Workshop Stroke
KONAS PERDOSSI KE-6
NANDA International. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :
EGC, 2011.
Pertiwi, Nurul, 2010, Stroke Hemoragik dengan Faktor Resiko Hipertensi.
Diakses
27
November
2010,
Dari
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=STROKE+HEMORAGIK+DENGAN+FAKTOR+RESIKO+HIPERTE
NSI
Potter, Patricia A. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan
praktik. Jakarta : EGC, 2005.
Smeltzer, Suzanne C and Bare, Brenda G. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC, 2002.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,
Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan, Diakses 5 Desember 2010,
Dari www.asuhankeperawatan.com
Taufik, Maulana, 2010, Stroke Hemoragik, Diakses 5 Desember 2010, Dari
http://kumpulanmakalahkedokteran.com/2010/04/strokehemorhagik.html.

29

También podría gustarte