Está en la página 1de 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute coronary syndrome (ACS) adalah salah satu manifestasi klinis penyakit
jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Diperkirakan bahwa di seluruh dunia,
penyakit jantung koroner pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering
yakni 36% dari seluruh kematian. Angka ini dua kali lebih tinggi dari angka
kematian kanker. Organisasi kesehatan dunia, (World Health Organization/WHO)
melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada tahun 2001, meninggal karena
penyakit kardiovaskular. Sementara sepertiga dari seluruh populasi dunia pada tahun
2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2006).
Acute Coronary Syndrome (ACS) terdiri atas infark miokard dengan atau
tanpa elevasi segmen ST merupakan gangguan yang mengancam dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi meskipun penatalaksanaan terapi telah
berkembang (Kolansky, 2009). Selain memiliki angka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi penyakit ACS juga membutuhkan pembiayaan yang tinggi dalam upaya
pengobatannya. Amerika mencatat membutuhkan $ 150 juta per tahun untuk
mengobati penyakit ini (Kolansky, 2009). Tingginya angka morbiditas, mortalitas
dan biaya pada pasien ACS maka diperlukan strategi penatalaksanaan terapi yang
tepat pada pasien ACS untuk mengurangi beban penyakit. Berbagai

pedoman standar terapi telah dibuat untuk penatalaksaan terapi pada pasien ACS.
Beberapa standar terapi yang digunakan sebagai pedoman tatalaksana terapi ACS di
antaranya adalah The American College of Cardiology (ACC)/ American Heart
Association (AHA) dan European Society of Cardiology (ESC). Beragam guideline
pengobatan ACS menyebabkan beragam pula penanganan dan pemilihan terapi yang
dilakukan oleh klinisi karena klinisi dalam memberikan pelayanan kesehatan
bervariasi sesuai dengan ilmu pengetahuan dan seni yang dimilikinya. Apabila
penanganan atau pemilihan obat tidak tepat maka dapat menyebabkan waktu tinggal
rumah sakit menjadi lebih lama atau terjadinya komplikasi yang lain yang pada
akhirnya akan terjadi pembengkakan biaya. Oleh karena itu, cara paling efektif untuk
meningkatkan kualitas pelayanan adalah dengan mengurangi variasi proses (Cheah,
2000a). Salah satu cara yang digunakan dalam manajemen klinis untuk memperkecil
adanya variasi proses adalah dengan pemberlakuan clinical pathway. Clinical
pathway telah terbukti mengurangi variasi yang tidak perlu dalam proses pelayanan.
Clinical pathway mendorong proses pelayanan yang lebih efisien dan mendorong
efektivitas terhadap biaya pelayanan (Cheah, 2000a).
Clinical pathway di rumah sakit adalah alur suatu proses kegiatan pelayanan
pasien yang spesifik untuk suatu penyakit atau tindakan tertentu, mulai dari pasien
masuk sampai pasien pulang, yang merupakan integrasi dari pelayanan medis,
pelayanan keperawatan, pelayanan farmasi dan pelayanan kesehatan lainnya
(Anonim, 2013). RSUP Dr Sardjito sudah mengembangkan clinical pathway untuk
acute coronary syndrome (ACS), stroke, section caesarea, kanker anak dan
gangguan jiwa akut. Dengan dikembangkan dan dilaksanakan clinical pathway

diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan organisasi pelayanan pada pasien Acute
Coronary Syndrome (ACS). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
pelaksanaan clinical pathway dapat meningkatkan outcome terapi dan kualitas
perawatan pasien, serta penurunan biaya rumah sakit dengan mengurangi variasi
dalam proses klinis. Penelitian yang dilakukan oleh Cheah (2000a) menunjukkan
adanya penurunan yang signifikan pada angka rata-rata lama rawat inap atau length
of stay (LOS) (p<0,001) serta angka kejadian komplikasi (p<0,480). Penelitian yang
dilakukan oleh Rotter (2010) menunjukkan adanya penurunan angka terjadinya
komplikasi (OR 0,58: 95%: CI 0,36-0,94), dan penurunan biaya rumah sakit sebesar
WMD +261 US $ untuk perawatan tanpa clinical pathway hingga WMD -4910 US $
untuk perawatan dengan clinical pathway.
Variasi mungkin saja masih dapat muncul dalam proses perawatan pada
layanan kesehatan yang menggunakan clinical pathway misalnya selama perawatan,
pasien tidak mendapatkan atau gagal menerima pengobatan dan atau adanya
kebutuhan tambahan intervensi dari rencana pengobatan yang telah disesuaikan
dengan clinical pathway dikarenakan variasi kondisi tubuh pasien dan atau karena
perkembangan

penyakitnya

(Cheah,

2000a).

Oleh

karena

itu,

diperlukan

pengumpulan dan analisis dari variasi pelaksanaan clinical pathway. Analisis variasi
dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan akurat dalam perawatan pasien
dan mendorong anggota tim multidislipiner didalam layanan kesehatan yang terdiri
atas praktisi kesehatan untuk mematuhi pedoman dan standar yang ditetapkan dalam
clinical pathway. Analisa variasi pelaksanaan clinical pathway dapat dijadikan alat
untuk mengevaluasi aspek perawatan pasien dan memperbaiki kualitas pelayanan

kesehatan yang dapat dilakukan secara kontinyu untuk memberikan pelayanan


kesehatan yang terbaik bagi pasien dan efisiensi biaya (Cheah, 2000a).
Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan variasi
pelaksanaan clinical pathway terhadap outcome terapi dan biaya riil rawat inap pada
pasien Acute Coronary Syndrome di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi bagi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta pada
khususnya dan rumah sakit lainnya sebagai bahan dan informasi dalam mengevaluasi
pelaksanaan clinical pathway agar dapat menghasilkan kualitas pelayanan terbaik
bagi masyarakat dan efisiensi biaya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah disampaikan dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan variasi pelaksanaan clinical pathway terhadap
outcome terapi pada pasien Acute Coronary Syndrome (ACS)?.
2. Apakah terdapat hubungan variasi pelaksanaan clinical pathway terhadap biaya
riil rawat inap pasien Acute Coronary Syndrome (ACS)?.
3. Apakah kejadian komplikasi meningkatkan biaya riil rawat inap pada
pelaksanaan clinical pathway Acute Coronary Syndrome (ACS)?.

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan variasi pelaksanaan pelaksanaan clinical pathway
terhadap outcome terapi pada pasien Acute Coronary Syndrome (ACS).
2. Untuk mengetahui hubungan variasi pelaksanaan clinical pathway terhadap biaya
riil rawat inap pasien Acute Coronary Syndrome (ACS).

3. Untuk mengetahui apakah kejadian komplikasi meningkatkan biaya riil rawat


inap pasien pada pelaksanaan clinical pathway Acute Coronary Syndrome (ACS).

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti dapat memberikan pemahaman dan pendalaman mengenai
hubungan variasi pelaksanaan clinical pathway penyakit ACS terhadap outcome
terapi (lama rawat inap dan kejadian komplikasi) dan biaya riil rawat inap.
2. Bagi klinisi dan rumah sakit, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
untuk klinisi dan pihak rumah sakit mengenai gambaran biaya yang di keluarkan
oleh pasien dan outcome terapi (lama rawat inap dan kejadian komplikasi) pasien
dalam pelaksanaan clinical pathway pada pasien ACS. Selain itu, klinisi dan
rumah sakit juga dapat mengetahui pengaruh kejadian komplikasi terhadap biaya
riil rawat inap sehingga dapat diketahui berapa biaya yang dapat dihemat jika
kejadian komplikasi dapat dicegah.
3. Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tentang besarnya biaya yang
dikeluarkan dalam pengobatan penyakit ACS sehingga masyarakat dapat menjadi
lebih waspada terhadap penyakit ACS dan dapat mengambil langkah-langkah
preventif dengan menjauhi atau mengelola faktor risiko penyakit ACS.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian Van Exell (2005) pada 411 pasien dari kelompok perlakuan
terintegrasi di Belanda memperlihatkan pelayanan terintegrasi terbukti bermanfaat
menurunkan

lama rawat inap dan pembiayaan. Hasil yang sama terlihat pada

penelitian yang dilakukan pada pasien stroke mengenai perberlakuan clinical

pathway pada rehabilitasi medik ternyata mampu menurunkan lama rawat inap
secara signifikan (Hanger, 2002).
Penelitian Wang (2012) Multicenter, non randomized historically controlled
trial mengenai evaluasi pelaksanaan clinical pathway acute myocardial infarction
(AMI) di rumah sakit di China dari bulan Januari-Oktober 2010 menghasilkan
bahwa dibandingkan kelompok kontrol, kelompok perlakuan yang diberikan
intervensi clinical pathway mempunyai LOS (length of Stay) yang lebih rendah
(9,24,2 hari vs 12,78,6 hari; p <0,05), serta menurunkan biaya perawatan di rumah
sakit (46365,718266,9 vs 52866,03504,4; p <0.05)
Penelitian Rotter (2010) penelitian ini menunjukkan dari dua puluh tujuh
studi dengan melibatkan sebanyak 11.398 peserta yang memiliki kriteria inklusi.
Penelitian ini keseluruhan membandingkan perawatan dengan clinical pathway dan
perawatan tanpa clinical pathway. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya
penurunan angka terjadinya komplikasi (OR 0,58; 95%; CI 0,36-0,94) serta
penurunan biaya rumah sakit WMD +261 US $ vs WMD -4910 US$.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dengan
melihat outcome terapi yakni lama rawat inap dan angka kejadian komplikasi pada
pelaksanaan clinical pathway serta melihat biaya riil rawat inap. Namun, perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, adalah dilakukannya analisis biaya
yakni melihat apakah kejadian komplikasi meningkatkan biaya riil rawat inap.

También podría gustarte