Está en la página 1de 8

A.

Latar Belakang
Salah satu tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup adalah terlaksananya
pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana. Untuk itu sejak awal perencana kegiatan sudah harus memperkirakan
perubahan rona lingkungan akibat pembentukan suatu kondisi yang merugikan akibat
diselenggarakannya pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan, dimana pun dan kapan
pun, pasti akan menimbulkan dampak. Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi
sebagai akibat suatu aktivitas yang dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik maupun
biologi1.
Dampak tersebut dapat bernilai positif yang berarti memberi manfaat bagi kehidupan
manusia, dan dapat berarti negatif yaitu timbulnya resiko yang merugikan masyarakat.
Dampak positif pembangunan sangatlah banyak, diantaranya adalah meningkatnya
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara merata; meningkatnya pertumbuhan
ekonomi secara bertahap; meningkatnya kemampuan dan penguasaan teknologi;
memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha; dan
menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang sehat dan dinamis dalam rangka
memperkokoh ketahanan nasional.
Dampak positif pembangunan lainnya terhadap lingkungan hidup, misalnya
terkendalinya hama dan penyakit; tersedianya air bersih; terkendalinya banjir; dan lainlain; sedangkan dampak negatif akibat pembangunan terhadap lingkungan yang sangat
menonjol adalah masalah pencemaran lingkungan. Salah satu upaya pencegahan dan
penanggulangan pencemaran agar pelaksanaan pembangunan bidang lingkungan hidup
dapat berhasil apabila administrasi pemerintah berfungsi secara efektif dan terpadu. Sistem
perizinan adalah salah satu sarana yuridis administratif yang digunakan untuk mencegah
dan menanggulangi pencemaran lingkungan
Secara formal Analisis Dampak Lingkungan (ADL) berasal dari Undangundang
National Environmenal Protection Act (NEPA) 1969 di Amerika Serikat. Dalam Undangundang ini ADL dimaksudkan sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif
terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas
pembangunan yang sedang direncanakan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) atau Environmental Impact Analysis (EIA) adalah hasil studi mengenai

Otto Soemarwoto, Analisis Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1994,
hal. 43.

dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup.
Menurut Fola S. Ebisemiju (1993)2. AMDAL muncul sebagai jawaban atas keprihatinan
tentang dampak negatif dari kegiatan manusia, khususnya pencemaran lingkungan akibat
kegiatan industri pada tahun 1960-an. Sejak itu, AMDAL telah menjadi alat utama untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen yang bersih lingkungan dan selalu melekat
pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Pada dasarnya AMDAL adalah
keseluruhan dokumen studi kelayakan lingkungan yang terdiri dari Kerangka Acuan (KA),
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dari pengertian tersebut, Analisis Dampak
Lingkungan (ANDAL) hanya merupakan salah satu dokumen dari Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL).
Oleh karena itu AMDAL yang dilakukan harus benar benar dalam analisisnya
sehingga tidak menimbulkan gagal AMDAL yang akan menimbulkan beberapa masalah
dikemudian hari.
B. Batu Bara di Mata International
Saat ini, sekitar 40% dari listrik yang dihasilkan di seluruh dunia masih berasal dari
pembangkit listrik tenaga Batubara. Namun, ada kabar baik. Di berbagai negara, Batubara
mulai kehilangan popularitasnya. Warisan kotor abad ini telah gagal dalam menghadapi
efisiensi

energi

yang

bertumbuh,

bukti-bukti

dampak

pencermaran,

semakin

terjangkaunya energi terbarukan serta munculnya perlawanan masyarakat di banyak


negara. Sebagai contoh, sebanyak 200 PLTU batu bara di Amerika Serikat telah
dijadwalkan untuk ditutup.
Pada periode yang sama ketika sebanyak 82.5 gigawatt energi dari sumber batu
bara dibatalkan 1. Amerika Serikat menambahkan 46 gigawatt energi terbarukan dari
angin, matahari, dan teknologi panas bumi. Pasar keuangan mengkonfirmasi penurunan
popularitas Batubara. Pada bursa saham Dow Jones, total indeks pasar Batubara
menunjukkan penurunan 76% dalam lima tahun terakhir. Tambang-tamban besar dengan
biaya operasi tinggi ikut terpukul.3
Di Amerika Serikat, 24 perusahaan Batubara berhenti beroperasi dalam tiga tahun terakhir, dan
seperenam dari perusahaan yang tersisa telah mengalami kerugian.Bukan hanya Amerika Serikat yang
meninggalkan Batubara, Tiongkok juga menunjukkan perubahan drastis dalam tren penggunaan Batubara.

Fola S. Ebisemiju, Environmental Impact Assessment: Making it Work in Developing Countries, Journal of
Environmental Management, 1993, Vol. 38
3
Pada bulan Juni 2015, Aliasi Energi (Alliant Energy) berkomitmen untuk menutup tambahan 6 PLTU batubara,
menjadikan total 200 PLTU batubara akan di tutup di AS sejak 2010. http://content.sierraclub.org/coal/200

Hal ini didorong oleh kebijakan terkait dengan polusi udara dari Batubara dan perubahan ekonomi secara
struktural. Menurut International Energy Agency, pembangkit listrik tenaga Batubara Tiongkok pada kuartal
pertama 2015 mengalami penurunan 3,7%, pembangkit listrik tenaga air naik 17%, dan angin dan
pembangkit listrik tenaga surya naik lebih dari 20%. Penjualan Batubara Tiongkok menurun 4.7% di kuartal
tersebut dibandingkan dengan waktu yang sama di tahun 2014. Sementara itu, imporBatubara menghadapi
penurunan drastis sebesar 40% di periode yang sama. Sebuah elemen kunci di balikpengurangan penggunaan
Batubara Tiongkok adalah emisi polusi udara besar-besaran dari pembakaranBatubara yang menyebabkan
polusi udara di negara itumenjadi kritis.
Badan pendanaan internasional seperti Bank Dunia, Bank Export Import AS, dan Bank Eropa untuk
Rekonstruksi dan Pembangunan, memutuskan untuk berhenti berinvestasi di pembangkit listrik tenaga
Batubara, hal serupa dilakukan Norways sovereignwealth fund. Gerakan divestasi terhadap Batubara
berkembang di mana-mana. CoalSwarm melaporkan bahwa dua pertiga dari pembangkit listrik
tenagaBatubara yang diusulkan di seluruh dunia sejak tahun 2010 telah terhenti atau dibatalkan. Tingkat
pertumbuhan kapasitas pembangkit berbahan bakar Batubara melambat, turun dari 6,9% pada tahun 2010
menjadi 2,7% pada tahun 20134

C. Batu Bara dan Masalah Lingkungan


Batu bara yang berdampak pada lingkungan sebagai berikut:

Coal mining: In the depths. The Economist. 2015.

Hasil Penelitian
Diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :

Gambar 2. ESTIMASI ANGKA KEMATIAN DINI AKIBAT PEMBANGUNAN BATUBARA


Batubara saat ini adalah mesin pembunuh yang menyebabka kematian dini sekitar 6.500 jiwa rakyat
Indonesia per tahun. Angka tersebut diperkirakan akan melonjak sekitar 15.700 jiwa/tahun seiring
dengan rencana pembangunan PLTU Batubara baru
Hasil pemodelan atmosfer GEOS-Chem yang dilakukanoleh tim peneliti Harvard University AtmosphericChemistry Modeling Group (ACMG) menunjukkan bahwa polusi udara dari operasi PLTU
Batubara saat ini telah menyebabkan kematian dini sekitar 6.500 jiwa per tahun. Penyebab utamanya adalah
stroke (2.700), penyakit jantung iskemik (2.300), penyakit paru obstruktif kronik (400), kanker paru-paru
(300) serta penyakit kardiovaskular dan pernapasan lainnya (800). (Tabel 1)
Selanjutnya, ekspansi PLTU Batubara yang baru di Indonesia akan menyebabkan estimasi angka
kematian dini naik menjadi 15.700 jiwa/tahun di Indonesia dan total 21.200 jiwa/tahun termasuk di luar
Indonesia. (Tabel 2)
Angka kematian tersebut bahkan belum termasuk puluhan PLTU baru yang akan dibangun di bawah
program 35 GW yang digaungkan Pemerintah Jokowi saat ini. Sebelum Presiden Jokowi mengumumkan
rencana energi baru, Indonesia sudah berencana untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik sebesar
20.000 megawatt, darinya sekitar 117 merupakan PLTU Batubara baru.

Proyeksi yang kami buat masih berdasarkan skenario lama tersebut. Namun, di sepanjang
pengerjaan penelitian ini, situasi semakin memburuk. Presiden Jokowi baru-baru ini mengumumkan rencana
ambisius untuk membangun tambahan 35 GW pembangkit listrik baru, dimana sebanyak 22.000 megawatt
diantaranya akan datang dari PLTU Batubara.

D. Batu Bara dan Kesehatan

E. Study Kasus
Pencemaran udara dari PLTU Batubara menyebar hingga berbagai penjuru negeri,
dan masyarakat yang tinggal di dekat PLTU terkena dampak paling berat Selain proyeksi

keseluruhan dampak nasional PLTU Batubara di Indonesia, kami akan memperlihatkan


dampak kesehatan akibat kontribusi langsung dari 2 buah PLTU Batubara, sebagai contoh
kasus:
Pembangkit listrik tenaga Batubara yang sedang beroperasi: PLTU Tanjung Jati
B di Jepara.
Proyek pembangkit listrik dalam rencana pembangunan: PLTU Batang.
Studi dilakukan dengan metodologi penelitian Harvard untuk estimasi emisi dan
dampak kesehatan, serta sistem pemodelan CALPUFF untuk mendapatkan gambaran yang
lebih rinci tentang penyebaran polutan baik lokal dan regional dari 2 PLTU tersebut.
(Rincian metodologi dan data teknis : mohon merujuk pada laporan lengkap di www.greenpeace.or.id
http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/reports/
Harvards-Research-Result-Human-Cost-of-CoalIndonesia/).

Emisi dari PLTU Batubara:


Meningkatkan partikel beracun di udara sebagian besar di pantai utara Jawa dan
lebih jauh lagi.
Meningkatkan risiko penyakit seperti stroke, kanker paru-paru, jantung dan
penyakit pernapasan pada orang dewasa, serta infeksi pernafasan pada
anakanak.PLTU menyebabkan kematian dini akibat paparan SO2, NOx dan
paparan partikel berbahaya
(PM2.5) di udara.
Hujan asam berdampak pada kondisi tanaman dan tanah.
Emisi logam berat beracun seperti merkuri, arsenik, nikel, kromium dan timbal.

STUDI KASUS: PLTU TANJUNG JATI B


(Saat ini Sudah Beroperas)
Tanjung Jati B adalah PLTU Batubara 2640 MW di Jepara, Jawa Tengah, dengan empat unit beroperasi
pada tahun 2006-2012. Tidak seperti mayoritas operasi PLTU Batubara, fasilitas ini telah memasang
peralatan desulfurisasi di unit 3 dan 4. Lebih lanjut untuk polutan lain, kami asumsikan pembangkit ini sudah
memenuhi standar nasional. Meski perhitungan sudah dibuat konservatif/asumsi memenuhi standar, hasil
pemodelan menunjukkan begitu banyak angka estimasi kematian dini.

Pemodelan Konsentrasi Rata-Rata PM2.5 Per Tahun Dari PLTU Jati B.


Daerah Hitam dan Merah Mengalami Resiko Kesehatan Individu Paling
Tinggi

Emisi PLTU Jepara diestimasi menyebabkan 1.020 kematian dini per tahun.
Termasuk 450 kematian akibat stroke, 400 kematian akibat penyakit jantung iskemik, 60
kematian akibat kanker paru-paru, 90 kematian akibat penyakit pernapasan kronis dan 20
kematian anak-anak akibat infeksi akut saluran pernapasan. Efek kualitas udara paling
parah akan terjadi di Kota Jepara, Kecamatan Pecangaan, Kecamatan Kembang dan
Kecamatan Karangsari, sedangkan Semarang di selatan serta Rembang dan Lasem di area
timur juga terpengaruh. Model ini menunjukkan bahwa sebagian besar kematian dini
terjadi di Semarang karena jumlah penduduk yang besar ikut terdampak.
F. Rekomendasi
Kementerian Lingkungan Hidup harus mengelola analisis mengenai dampak
lingkungan untuk PLTU Batubara, dengan mempertimbangkan data yang disajikan dalam
laporan ini. Secara khusus, setiap penilaian dampak terhadap kesehatan dan lingkungan
atau emisi gas rumah kaca di AMDAL harus diperkuat. Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan perlu memainkan peran kuat dalam penilaian dampak lingkungan yang

berkelanjutan dari proyek PLTU Batubara dan melakukan pemeriksaan menyeluruh dari
kerusakan yang disebabkan oleh PLTU ini. Setiap pembangkit listrik harus diminta untuk
melaksanakan survei epidemiologi tentang dampak kesehatan terhadap penduduk
setempat dan pencemaran lingkungan di dekat pembangkit listrik, kemudian
mempublikasikan hasilnya secara transparan, dan datang dengan langkah-langkah jangka
panjang yang jelas untuk mengurangi kerusakan.

NB: data kami peroleh dari Greenpeace indonesia

También podría gustarte