Está en la página 1de 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN .

DENGAN ASMA DI DESA .


KECAMATAN KARANGGAYAM

OLEH :
RINDY EKI PRAWITA
NIP. 19881116 201101 2 008

UPTD UNIT PUSKESMAS KARANGGAYAM II


KABUPATEN KEBUMEN

BAB I

KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI ASMA
Asma adalah gangguan jalan nafas reaktif kronis termasuk obstruksi jalan nafas
episodik dan obstruksi jalan nafas reversible akibat bronkospasme, peningkatan sekresi
mucus, dan edema mukosa (kapita selekta penyakit, 2002).
Asma adalah sebuah penyakit radang kronik pada saluran pernafasan dimana banyak
sel-sel dan elemennya berperan.
Pada individu tertentu, peradangan menyebabkan beberapa kondisi seperti wheezing,
sulit bernafas, retraksi dinding dada, dan batuk sering terutama di malam hari, pagi hari, atau
ketika melakukan aktifitas. Beberapa gejala ini dihubungkan dengan penyakit yang menetap
tetapi obstruksi saluran pernafasan dan sering reversible secara spontan atau dengan
perawatan (Michele Geiger, Bronsky Donna J.W; 2008)
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang
menyebabkan hipereaktifitas bronkus terhadap berbagi rangsanan yang ditandai dengan
gejala epidosik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa berat didada terutama di
malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa
pengobatan (Pedoman pengendalian asma, Depkes; 2009)
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulakan penyakit asma adalah suatu
penyakit yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat
peradangan (inflamasi) kronis dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas.
Asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Asma alergik (Ekstrinsik)
Merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang, debu, ketombe.
Bentuk asma ini biasanya di mulai dari kanak kanak.
2. Idiopatik atau nonalergik asma (Intrinsic)
Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik, saluran nafas atas,
aktifitas, emosi/stress dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Bentuk asma ini
biasanya di mulai ketika dewasa > 35 tahun.
3. Asma Campuran
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Di karakteristikan dengan bentuk ke dua
jenis asma alergik dan ideopatik atau nonalergik (Soemantri, 2009

2.2 ETIOLOGI
a.

Zat allergen

Adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan
asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah( dermatophagoides pteronissynus), spora,
jamur, bulu kucing, bulu binatang , beberapa makanan laut, dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernapasan ( respiratorik )
Infeksi saluaran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma. Diperkirakan,
dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluaran
pernapasan. (sundaru 1991)
c.

Olahraga / kegiatan jasmani yang berat.


Sebagin penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olaharaga
atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani
( exercise induced asma -EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat
dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.

d. Perubahan suhu udara (udara dingin, panas, kabut)


Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadang kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau.
e.

Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok,
asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.

f.

Memiliki kecenderungan alergi obat-obatan


Beberapa klien denga asma sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penisilin, salisilat beta bloker, kodein,dan sebainya.

g. Riwayat keluarga (factor genetic) Orang tua menderita asma


h. Lingkungan pekerajan
Lingkungan kerja merupakan factor pencetus yang menyumbang 2- 15% klien
dengan asma.( sundaru,1991 ). Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik
pada waktu libur atau cuti.
i.

Emosi dan stres


Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma yang timbul
harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka
gejala belum bisa diobati.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Serangan tiba-tiba yang diawali dengan batuk-batuk dan sesak nafas


Wheezing
Ekspirasi lebih panjang
Kontraksi otot-otot bantu pernapasan
Hypoksemia dan sianosis
Keletihan

2.4 PATOFISIOLOGI
Suatu serangan asma timbul karena seseorang yang atopi terpapar dengan allergen
yang ada di lingkungan dan membentuk immunoglobulin (Ig) E, allergen yang masuk akan
ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting sel (APC), allergen
tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskannya interlukin 2 (IL-2) untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk
IgE.
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalam sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Jika terpapar 2 kali atau lebih dengan allergen yang
sama allergen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada dalam permukaan mastosit dan
basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan perubahan di dalam sel
yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel, dan melepaskan mediatormediator kimia yang meliputi histamine, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A),
eosinofilik chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A), dan lain-lain. Mediator tersebut
menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu: kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas
yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan
permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah
semakin menyempitnya saluran nafas. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan
produksi mucus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi
yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,
akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut.

2.5 PATHWAYS

2.6 KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang
lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma udara, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama
dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik
atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke
dalam rongga dada .

c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai
untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paruparu tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam
sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
g. Fraktur iga
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Analisa Gas Darah ( AGD / astrup ).


Hanya dilakukan pada serangan asma berat karna terdapt hipoksia, hiperkapnea, dan
asidosis respiratorik.

b. Sputum
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian
diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.

c. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 1500 / mm3 .
sedangkan hitung eosinofil normal antara 100 200/mm 3.Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat.

d. Pemerikasaan darah rutin dan kimia


Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/ mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT
dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.

e. Pengukuran fungsi paru ( Spirometri )


Menilai derajat obstruksi pada asma, kapasitas vital mungkin belum menurun, tapi
bila serangan asma makin berat FVC akan turun karena sebagian udara yang harus
dikeluarkan terjebak dalam paru-paru.

f.

Tes provokasi bonkus

Tes ini dilakukan pada spirometri internal.penurunan FEV sebesar 20 % atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80 90% dari maksimum dianggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.

g. Pemerikasaan kulit
Untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.

h. Pemeriksan radiologi
Hasil pemeriksan radiologi dari klien dengan asma biasanya normal, tetapi prosedur
ini tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau
komplikasi asma seperti pneumatoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain lain
2.8 PENATALAKSANAAN
a.

Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul
saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan
optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera
mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:

1. Memberikan oksigen pernasal


2. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg).
Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis
salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
3. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau dalam
serangan sangat berat25
5. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan beta
adrenergik dan anti kolinergik.
b. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
1. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik
2. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
3. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
4. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
5. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
6. Hindarkan pasien dari faktor pencetu
2. 9 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

1. Pola pemeliharaan kesehatan


Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien
dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak
terjadi serangan Asma
2. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya
kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju
metabolism serta ansietas yang dialami pasien.
3. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi,
frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.
4. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas
lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya Asma.
5. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien tidur
dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan
sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
6. Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan
akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi
serangan Asma yang berulang pun akan semakin tinggi.
7. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara normal.
Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.
8. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi
akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.
9. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat menghambat
respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi
stresor dalam kehidupan pasien.
10. Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan Asma maka
prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien
serta cara penanggulangan terhadap stresor.
11. Pola nilai kepercayaan dan spiritual

Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan
kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan
diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry, 2005 &
Asmadi 2008).
12. Pemeriksaan penunjang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau
imunitas Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan Gangguan pola tidur
berhubungan dengan batuk yang berlebih
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil : jalan napas bersih, sesak berkurang, batuk efektif, mengeluarkan sekret
Intervensi :
a.

Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas


Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas

b. Berikan pasien untuk posisi yang nyaman.


Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan
c.

Pertahankan lingkungan yang nyaman


Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

d. Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.


Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret
e.

Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif


Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea,mengeluarkan sekret.

f.

Dorong atau berikan perawatan mulut


Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut

g. Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer


Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil : Pola napas efektif, bunyi napas normal kembali, batuk berkurang
Intervensi :

a.

Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada


Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat
gagal napas

b. Auskultasi bunyi napas


Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
c.

Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi


Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan

d. Kolaborasi pemberian oksigen


Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen
Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil : tidak ada dispnea, pernapasan normal
Intervensi :
a.

Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan


Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya proses
penyakit.

b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk
bernapas
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas
untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
c.

Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar bibir
atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

d. Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan


Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif.
e.

Auskultasi bunyi napas


Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.

f.

Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak

g. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas


Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau Refraktori pasien secara total
tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
h. Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau
imunitas
Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi, mukosa mulut lembab, batuk berkurang

Intervensi :
a.

Monitor tanda-tanda vital


Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi

b. Observasi warna, karakter, jumlah sputum


Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru
c.

Berikan nutrisi yang adekuat


Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh

d. Berikan antibiotik sesuai indikasi


Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke
dalam tubuh
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Tujuan : kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil : pasien terlihat tenang, cemas berkurang, ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
a.

Kaji tingkat kecemasan


Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien

b. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita


Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas
c.

Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya


Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang dialaminya.

d. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien


Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Tujuan : pola tidur terpenuhi38
Kriteria hasil : pola tidur 6-7 jam per hari, tidur tidak terganggu karena batuk
Intervensi :
a.

Kaji pola tidur setiap hari


Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi

b. Beri posisi yang nyaman


Rasional : memudahkan dalam beristirahat
c.

Berikan lingkungan yang nyaman


Rasional : menciptakan suasana yang tenang

d. Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai


Rasional :menciptakan suasana yang tenang
e.

Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat


dan tidur untuk penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : aktivitas normal


Kriteria hasil : pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas, pasien dapat memenuhi
kebutuhan pasien secara mandiri
Intervensi :
a.

Kaji tingkat kemampuan aktivitas


Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien39

b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien


Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari
c.

Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi


Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan
pasien secara mandiri

d. Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses


penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluarg

DAFTAR PUSTAKA
Depkes.

(2008).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1023/MENKES/SK/XI/2008. Pedoman pengendalian penyakit asma. Jakarta :
Depkes RI.

Geiger, M. & Wilson, B.D.J (2008). Respiratory nursing (a core curriculum). New York:
Springer Publishing Company.
John, Esther c & Elliott Daly D. (2006). Patofisiologi (aplikasi pada praktek keperawatan).
Jakarta: ECG.
Mangunegoro, H. dkk. (2004). Asma pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Williams,

Lippincott & Wilkins. (2002). Kapita


keperawatan edisi 2. Jakarta: EGC.

selekta

penyakit

dengan

implikasi

También podría gustarte