Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
OLEH :
RINDY EKI PRAWITA
NIP. 19881116 201101 2 008
BAB I
KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI ASMA
Asma adalah gangguan jalan nafas reaktif kronis termasuk obstruksi jalan nafas
episodik dan obstruksi jalan nafas reversible akibat bronkospasme, peningkatan sekresi
mucus, dan edema mukosa (kapita selekta penyakit, 2002).
Asma adalah sebuah penyakit radang kronik pada saluran pernafasan dimana banyak
sel-sel dan elemennya berperan.
Pada individu tertentu, peradangan menyebabkan beberapa kondisi seperti wheezing,
sulit bernafas, retraksi dinding dada, dan batuk sering terutama di malam hari, pagi hari, atau
ketika melakukan aktifitas. Beberapa gejala ini dihubungkan dengan penyakit yang menetap
tetapi obstruksi saluran pernafasan dan sering reversible secara spontan atau dengan
perawatan (Michele Geiger, Bronsky Donna J.W; 2008)
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang
menyebabkan hipereaktifitas bronkus terhadap berbagi rangsanan yang ditandai dengan
gejala epidosik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa berat didada terutama di
malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa
pengobatan (Pedoman pengendalian asma, Depkes; 2009)
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulakan penyakit asma adalah suatu
penyakit yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat
peradangan (inflamasi) kronis dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas.
Asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Asma alergik (Ekstrinsik)
Merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang, debu, ketombe.
Bentuk asma ini biasanya di mulai dari kanak kanak.
2. Idiopatik atau nonalergik asma (Intrinsic)
Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik, saluran nafas atas,
aktifitas, emosi/stress dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Bentuk asma ini
biasanya di mulai ketika dewasa > 35 tahun.
3. Asma Campuran
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Di karakteristikan dengan bentuk ke dua
jenis asma alergik dan ideopatik atau nonalergik (Soemantri, 2009
2.2 ETIOLOGI
a.
Zat allergen
Adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan
asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah( dermatophagoides pteronissynus), spora,
jamur, bulu kucing, bulu binatang , beberapa makanan laut, dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernapasan ( respiratorik )
Infeksi saluaran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma. Diperkirakan,
dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluaran
pernapasan. (sundaru 1991)
c.
Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok,
asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
f.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.4 PATOFISIOLOGI
Suatu serangan asma timbul karena seseorang yang atopi terpapar dengan allergen
yang ada di lingkungan dan membentuk immunoglobulin (Ig) E, allergen yang masuk akan
ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting sel (APC), allergen
tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskannya interlukin 2 (IL-2) untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk
IgE.
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalam sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah
disensitisasi atau baru menjadi rentan. Jika terpapar 2 kali atau lebih dengan allergen yang
sama allergen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada dalam permukaan mastosit dan
basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan perubahan di dalam sel
yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel, dan melepaskan mediatormediator kimia yang meliputi histamine, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A),
eosinofilik chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A), dan lain-lain. Mediator tersebut
menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu: kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas
yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan
permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah
semakin menyempitnya saluran nafas. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan
produksi mucus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi
yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,
akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut.
2.5 PATHWAYS
2.6 KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang
lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma udara, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama
dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik
atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke
dalam rongga dada .
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai
untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paruparu tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam
sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
g. Fraktur iga
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
b. Sputum
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian
diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
c. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 1500 / mm3 .
sedangkan hitung eosinofil normal antara 100 200/mm 3.Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat.
f.
Tes ini dilakukan pada spirometri internal.penurunan FEV sebesar 20 % atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80 90% dari maksimum dianggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
g. Pemerikasaan kulit
Untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
h. Pemeriksan radiologi
Hasil pemeriksan radiologi dari klien dengan asma biasanya normal, tetapi prosedur
ini tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau
komplikasi asma seperti pneumatoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain lain
2.8 PENATALAKSANAAN
a.
Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul
saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan
optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera
mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan
kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan
diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry, 2005 &
Asmadi 2008).
12. Pemeriksaan penunjang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau
imunitas Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan Gangguan pola tidur
berhubungan dengan batuk yang berlebih
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil : jalan napas bersih, sesak berkurang, batuk efektif, mengeluarkan sekret
Intervensi :
a.
f.
a.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk
bernapas
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas
untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
c.
Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar bibir
atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
f.
Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak
Intervensi :
a.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes.
(2008).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1023/MENKES/SK/XI/2008. Pedoman pengendalian penyakit asma. Jakarta :
Depkes RI.
Geiger, M. & Wilson, B.D.J (2008). Respiratory nursing (a core curriculum). New York:
Springer Publishing Company.
John, Esther c & Elliott Daly D. (2006). Patofisiologi (aplikasi pada praktek keperawatan).
Jakarta: ECG.
Mangunegoro, H. dkk. (2004). Asma pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Williams,
selekta
penyakit
dengan
implikasi