Está en la página 1de 59

Hypospadia & Sembelit

Fajar Tri Mudianto / 14711029 / Tutorial 7

Penugasan Peer teaching


Blok 3.2 Masalah Pada Anak TA 2016/2017
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Hypospadia

Definisi

Hypospadia adalah.
Hypospadia berasal dari bahasa Yunani, hypo yang berarti di
bawah dan spadon yang berarti lubang. Secara anatomi
hypospadia adalah salah satu kelainan kelamin akibat penyatuan
lipatan uretra yang tidak sempurna dengan gambaran letak Ostium

Urethra Externa (OUE) di sepanjang permukaan anterior penis


semenjak masa pertumbuhan janin (congenital).

Epidemiologi

Epidemiologi
Insidensi hypospadia telah meningkat sejak 15 tahun yang lalu di negara-negara barat dengan angka
kejadian 1 untuk setiap 250 kelahiran bayi laki-laki. Insidensi lebih tinggi sekiranya terdapat riwayat
keluarga dengan hipospadia.
Insidensi kasus hypospadia terbanyak adalah Eropa dilaporkan dari Amerika Serikat, Inggris, Hungaria.
BDMP menyatakan bahwa insdensi hypospadia meningkat dari 20,2 per 10.000 kelahiran hidup pada
1.970 menjadi 39,7 per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 1993.
Pemberian estrogen dan progestin selama kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Jika ada anak
yang hipospadia maka kemungkinan ditemukan 20% anggota keluarga yang lainnya juga menderita

hipospadia. Meskipun ada riwayat familial namun hingga saat ini, belum ditemukan ciri genetik yang
spesifik.

Etiologi & Faktor Resiko

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan


sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti
dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara

lain :

Etiologi & Faktor Resiko

Gangguan & Ketidakseimbangan Hormon


Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin pria
Biasa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang sedikit atau tidak ada.
Sehingga walaupun hormon androgen telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya.

Dapat juga enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak
sama.

Etiologi & Faktor Resiko

Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengkode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi.
Berdasarkan penelitian oleh Alexander 2007, pada orang tua kandung laki-laki memiliki hypospadia maka
resiko yang akan diturunkan kepada anak kandung laki-laki kurang lebih 12% - 14 %.

10

Etiologi & Faktor Resiko

Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang
dapat mengakibatkan mutase.
Endocrin discrupting chemicals dengan sifat anti-androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan,
peptisida organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.

11

Patofisiologi

Patofisiologi
01

Kelainan terjadi akibat kegagalan lipatan uretra untuk berfusi sempurna

02

Fungsi dari garis tengah lipatan uretra tidak lengkap terjadi senhingga

03

Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai tepi yg menutup

04

Pita jaringan fibrosa yg dikenal sebagai chorde (penis bengkok) pada sisi

05

Namun penyebab cacat blm di ketahui pasti namun diperkirakan terkait

pada masa pembentukan saluran uretral embrionik (2 minggu)

meatur uetra terbuka di ventral penis

sisi dorsal penis.

ventral menyebabkan lengkungan ventral dari penis (anak hipospadia).

dengan hormonal genetik dan llingkungan.

13

Klasifikasi
Berdasarkan tingkat divisi dari korpus spongiosum

01

Glandular Hypospadias
Meatus terletak pada glans dibelakang tempat meatus normal. Meatus
tampak ketat namun jarang sekali menyebabkan obstruksi aliran urin.

02
03

Hypospadias pada distal corpus spongiosum


Bisa disertai sedikit atau tanpa chordee.

Hypospadias pada proksimal corpus spongiosum.


Tipe ini lebih mudah ditangani karena teknik operasi untuk mengoreksi
chordee dan merekonstruksi uretra telah lama diperkenalkan.

04

Hypospadias cripples.
Tipe ini terjadi pada pasien yang telah menjalani beberapa prosedur operasi namun
gagal, dan meninggalkan jaringan parut, meatus abnormal, striktur, fistula dan
gangguan kosmetis dan psikologis.

14

Klasifikasi
Berdasarkan letak OUE

Grandular Hypospadia

Subcoronal Hypospadia

Perineal Hypospadia

Midshaft hypospadia

15

Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul pada kebanyakan penderita hypospadia


biasanya datang dengan keluhan kesulitan dalam mengatur aliran
air kencing (ketika berkemih). Hypospadia tipe perineal dan
penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi
duduk dan pada orang dewasa akan mengalami gangguan saat
hubungan seksual

Manifestasi Klinis
Lubang Osteum/orifisium Uretra Externa (OUE) tidak berada di ujung glands penis

Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis

Biasanya jika penis mengalami kurvatura (melengkung) ketika ereksi, maka dapat disimpulkan
adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang membentang hingga ke glans penis.
Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glands penis

18

Manifestasi Klinis

- Roger dan Michel (2005) Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa sebagian besar hypospadia mengalami sedikit gangguan psikologis. Pederita
hypospadia memiliki pola pergaulan yang cenderung menutup diri. Beberapa sumber menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi psikososial hypospadia pada orang dewasa adalah hubungan antara hypospadia fungsi seksual 10%

19

Diagnosis

Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi.

Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak
teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan
setelah bayi lahir.
Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk
mengarahkan pancaran urin.
Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu

hubungan seksual.

21

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang
Uretroskopi dan Sistoskopi
Untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal.
Uretroskopi : melihat bagian uretra
Sistoskopi : melihat bagian kandung kemih

Excretory urography
dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada
ginjal dan ureter.

23

Tatalaksana Awal

Tatalaksana Awal

Tingkat kompetensi dokter umum untuk penyakit ini adalah 2 : mendiagnosis dan merujuk
Bila ditemukan suspek anak dengan kasus hypospadia makan akan di rujuk langsung dan melakukan edukasi kepada orang tua
pasien.

25

Alasan Merujuk

Alasan Merujuk

Gangguan Ereksi

Operasi chordectomi : merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat ereksi.

Operasi Urethroplasi : membuat osteum urethra externa diujung gland penis sehingga
pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan.

27

Edukasi

Edukasi

Jangan di sirkumsisi.

Lebih baik di lakukan tindakan operatif agar anak tidak mengalami gangguan saat sudah
dewasa.
Konsulkan masalah pada dokter spesialis yang tepat.

29

Sembelit / Konstipasi

Definisi

Sembelit / Konstipasi adalah


Konstipasi berasal dari bahasa Latin, yaitu constipare yang berarti berkerumun.
Menurut North American Society for Pediatric Gastroenterology Hepatology and
Nutrition (NAPSGAN) 2006, Konstipasi adalah kelambatan atau kesulitan dalam
defekasi yang terjadi dalam 2 minggu atau lebih dan cukup membuat pasien
menderita.

32

Epidemiologi

Epidemiologi

Sekitar 3% kunjungan dan 10-15% ditangani oleh gastroenterologi anak merupakan kasus konstipasi

kronis.
90-95% merupakan konstipasi fungsional, hanya 5-10% yang mempunyai penyebab organik.
Pada 5-10% bayi dan anak konstipasi disebabkan kelainan anatomis, neurologis, atau penyebab lain.

34

Etiologi & Faktor Resiko

Penyebab tersering konstipasi pada anak adalah


fungsional, fissura ani, infeksi virus dengan
ileus, diet dan obat.

36

Etiologi & Faktor Resiko

Obat-obatan
Anestesi, analgesik narkotik, opuat, antikolinergik dan simpatomimetik, antikonvulsan dan diet ketogenik,
antimotilitas, antipsikotik, anti depresan, barium untuk pemeriksaan radiologis, penghambat kanal kalsium,
antidisritmia, mineral (alumunium, kalsium, besi, timbal, merkuri, arsen, bismuth), antiinflamasi non steroid.

37

Etiologi & Faktor Resiko

38

Patofisiologi

Fisiologi Defekasi
Proses defekasi yang normal memerlukan keadaan anatomi dan
persyarafan yang normal dari rektum, otot puborektal dan sfingter
ani.

Rektum adalah organ sensitif yang mengawali proses defekasi. Tekanan


pada dinding rektum akan merangsang system saraf intrinsik rektum
dan menyebabkan relaksasi sfingter ani interna, yang dirasakan sebagai
keinginan untuk defekasi.

Sfingter ani eksterna kemudian menjadi relaksasi dan feses


dikeluarkan mengikuti peristaltik kolon melalui anus.

Bila relaksasi sfingterani interna tidak cukup kuat, maka sfingter ani
eksterna akan berkontraksi secara reek, selanjutnya sesuai dengan
kemauan.

40

Fisiologi Defekasi

Otot puborektal akan membantu sfingterani eksterna sehingga anus mengalami konstriksi.

Bila konstriksi sfingter eksterna berlangsung cukup lama, reeks sfingter internus akan
menghilang, sehingga keinginan defekasi juga menghilang.

41

Patofisiologi Konstipasi
Pada konstipasi, feses yang terkumpul di rektum dalam waktu lama
akan menyebabkan dilatasi rektum.

Akibatnya mengurangi aktivitas peristaltik yang mendorong feses ke


luar sehingga menyebabkan retensi feses yang lebih banyak.

Peningkatan volume feses pada rektum menyebabkan kemampuan


sensorik rektum berkurang sehingga retensi feses makin mudah
terjadi.

42

Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis

Harus mengejan saat buang air besar.


Proses buang air besar terasa tidak tuntas.
Tinja terlihat kering, keras, atau bergumpal.
Ukuran tinja bisa besar atau sangat kecil.
Terasa ada yang mengganjal pada rektum.
Sakit dan kram perut, terutama pada perut bagian bawah.
Perut terasa kembung.

Mual.
Tidak nafsu makan.

44

Diagnosis

Diagnosis
Menentukan diagnosis konstipasi minimal didapatkan salah satu gejala berikut :
1. Defekasi kurang dari 3 kali seminggu

2. Nyeri saat BAB


3. Impaksi rectum
4. Adanya massa feses di abdomen
Kriteria untuk anak berusia diatas 4 tahun agak berbeda, digunakan kriteria sebagai berikut:
1. Frekuensi BAB kurang atau sama dengan dua kali seminggu tanpa menggunakan laksatif
2. Dua kali atau lebih episode soiling/enkopresis dalam seminggu
3. Teraba masa feses di abdomen atau rektum pada pemeriksaan fisik.

46

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan foto polos
abdomen

Pengukuran kadar tiroksin dan


Thyroid Stimulating Hormon (TSH)

Tes Serologi

Untuk menyingkirkan hipotiroid.

untuk menyingkirkan Celiac disease

untuk melihat kaliber kolon dan massa tinja


dalam kolon (pemeriksaan ini dilakukan
bila pemeriksaan colok dubur tidak dapat
dilakukan atau pada pemeriksaan colok dubur
tidak teraba adanya distensi rektum oleh
massa tinja)

Barium Enema

Manometri Anorektal

Pemeriksaan Lain

untuk screening penyakit

untuk mendiagnosis Hirschprung


disease, dengan karakteristik tidak ada
relaksasi sfingter ani interna pada
rektum yang distensi

pemeriksaan lain untuk mencari

Hirchsprung.

penyebab organik lain adalah


ultrasonograf abdomen dan MRI

48

Tatalaksana

Tatalaksana

Evakuasi Tinja (disimpaction)


Evakuasi perlu dilakukan sebelum terapi rumatan, dilakukan dengan obat oral atau rektal. Program dilakukan selama 25 hari sampai evakuasi lengkap dan sempurna.
Pada terapi per oral, digunakan mineral oil (parafin liquid) dosis 15-30 ml/tahun umur (maksimal 240ml per hari)
kecuali bayi. Larutan polietilen glikol (PEG) 20 ml/kg/jam (maksimal 1000 ml/jam) diberikan dengan pipa nasogstrik
selama 4 jam per hari.
Evakuasi dengan obat per rektal menggunakan enema fosfat hipertonik (3 ml/kg 2 kali sehari maksimal 6 kali enema),
enema garam fisiologis (600-1000 ml) atau 120 ml mineral oil. Pada bayi digunakan suposituria/enema gliserin 2-5 ml.

50

Tatalaksana

Terapi Rumatan
Setelah evakuasi berhasil terapi dilanjutkan untuk mencegah kekambuhan.
Terapi rumatan meliputi intervensi diet, modifikasi perilaku dan pemberian laksatif untuk menjamin interval defekasi
yang normal dengan evakuasi tinja yang sempurna.

51

Tatalaksana

Modifikasi Perilaku
Toilet training segera setelah makan pagi dan malam, anak dianjurkan untuk buang air besar. Berikan waktu 10-15 menit
bagi anak untuk BAB. Bila dilakukan secara teratur mengembangkan refleks gastrokolik pada anak berhasil melakukan
defekasi.
Anak dilatih untuk meningkatkan sensasi rektum, menguatkan dan mengontrol sfingter anus, serta meningkatkan
koordinasi kontraksi dan relaksasi otot secara benar.
Bila cara diatas tidak berhasil, perlu dikonsulkan ke ahli psikiatri anak. Berikut ini kriteria untuk merujuk anak dengan
konstipasi kepada psikiatri antara lain:
Kecurigaan kearah psikopatologi primer
Psikopatologi sekunder yang berhubungan dengan konstipasi
Tidak responsif terhadap terapi yang telah diberikan dengan alasan yang tidak jelas

52

Tatalaksana

Medika Mentosa
Obat umumnya masih diperlukan pada terapi rumatan. Laktosa (larutan 70%) dapat diberikan dengan dosis 1-3
ml/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.
Mineral oil (parafin liquid) diberikan 1-3 ml/kgBB/hari, tetapi tidak diberikan pada bayi dan anak dengan gangguan ginjal.
Bila respon terapi belum memadai, mungkin perlu ditambahkan cisapride 0,2 mg/kgBB/kali untuk 3-4 kali per hari selama
4-5 minggu.
Terapi rumatan dapat dikurangi kemudian dihentikan. Pengamatan masih perlu dilakukan karena angka kekambuhan tinggi.

53

Alasan Merujuk

Alasan Merujuk

Ketika diperlukan pembedahan karena penyabab konstipasi yang dialami pasien merupakan
kelainan anatomi.
Bila tidak ada perkembangan/perbaikan keadaan selama terapi berlangsung.

Saat anak mengalami konstipasi karena faktor psikologis.

55

Edukasi

Edukasi

Anak dianjurkan banyak minum dan mengkonsumsi karbohidrat dan serat. Buah-buahan seperti pepaya, semangka,
bengkuang, dan melon yang mengandung banyak serat dan air betujuan untuk melunakkan tinja. Serat dan sorbitol banyak
didapatkan pada prune, pear, dan apel dapat dikonsumsi dalam bentuk jus untuk meningkatkan frekuensi defekasi dan
melunakkan tinja.
Makanan berserat akan mudah dihancurkan oleh bakteri di dalam usus. Makanan serat dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu
insoluble fibre dan soluble fibre.
Selain itu serat dapat meningkatkan retensi air shingga dapat melunakkan tinja, mempercepat waktu singgah di dalam kolon
dan meningkatkan frekuensi BAB.

57

Referensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Subramaniam R,Spinoid A. Hypospadias Repair: An Overview of the Actual Techniques; 2010. p. 526-543.
Jack W.McAninch. Smiths General Urology 17th ed. Disorders of the Penis & Male Urethra. California : The McGrawHill Companies; 2008. p. 629-631.
Wim De Jong, R. Sjamsuhidajat, Buku Ajar Ilmu Bedah 3rd ; 2002 p. 862-863.
Laurence S. Baskin. Cambridge Pediatric Surgery & Urology 2nd ed. Hypospadias . New York : Cambridge University
Press; 2006. p. 611-618.
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.Volume Edisi 8. Jakarta : EGC.2001.
Antonio Macedo Jr, Riberto Liguori, Sergio L. Ottoni. Environmental and Genetic Contributors to Hypospadias: A
Review of the Epidemiologic Evidence. Journal of Pediatric Urology. 2011;7:299-304.
Bae SH, Lee JN, Kim HT, Chung SW. Urethroplasty by Use of Turnover Flaps (Modified Mathieu Procedure) for Distal
Hypospadias Repair in Adolescents: Comparison With the Tubularized Incised Plate Procedure. Korean Jurnal of
Urology. 2006;50:53-57.
Amilal Bhat. General considerations in hypospadias surgery. Indian Journal of Urology. 2008;24(2):188-194
Firmansyah A. Konstipasi pada anak. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS,
penyunting. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. h.201-14
Endyarni B, Syarif H Badriul. Konstipasi Fungsional.Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September 2004. 75-90
Guyton & Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: ECG
Wyllie R. Constipation. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Text Book of
Pediatrics. 18thed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007. h.1525-65
Tabbers MM, Chmielewska A, Roseboom MG, Boudet C, Perrin C, Szajewska H, et al. Eect of the consumption of a
fermented dairy product containing Bif dobacterium lactis DN-173 010
on constipation in childhood: a multicentre randomised controlled trial (NTRTC: 1571). BMC Pediatrics 2009; 9:22
Indrio F, Riezzo G, Raimondi F, Bisceglia M, Cavallo L, Francavilla R. The eects of probiotics on feeding tolerance,
bowel habits and gastrointestinal motility in preterm newborns. J Pediatric 2008;152:801-6.
Damayanti W. Konstipasi pada anak. Dalam: Lubis B, Ali M, Yanni GN, Trisnawati Y, Ramayani OR, Irsa L, ed al.
Kumpulan Naskah Lengkap PIT IV IKA Medan 2010. Medan: USU; 2010.h.656-65
Rahhal R. Functional constipation. In: Kleinman RE, Goulet OJ, Vergani GM, Snderson IR, Sherman P, Shneider BL.
Pediatric gastrointestinal disease; 5th ed. Vol.1. Hamilton: BC Decker,2008;
p.675-81

58

Thank you!
Any questions?

También podría gustarte