Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Hypospadia
Definisi
Hypospadia adalah.
Hypospadia berasal dari bahasa Yunani, hypo yang berarti di
bawah dan spadon yang berarti lubang. Secara anatomi
hypospadia adalah salah satu kelainan kelamin akibat penyatuan
lipatan uretra yang tidak sempurna dengan gambaran letak Ostium
Epidemiologi
Epidemiologi
Insidensi hypospadia telah meningkat sejak 15 tahun yang lalu di negara-negara barat dengan angka
kejadian 1 untuk setiap 250 kelahiran bayi laki-laki. Insidensi lebih tinggi sekiranya terdapat riwayat
keluarga dengan hipospadia.
Insidensi kasus hypospadia terbanyak adalah Eropa dilaporkan dari Amerika Serikat, Inggris, Hungaria.
BDMP menyatakan bahwa insdensi hypospadia meningkat dari 20,2 per 10.000 kelahiran hidup pada
1.970 menjadi 39,7 per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 1993.
Pemberian estrogen dan progestin selama kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Jika ada anak
yang hipospadia maka kemungkinan ditemukan 20% anggota keluarga yang lainnya juga menderita
hipospadia. Meskipun ada riwayat familial namun hingga saat ini, belum ditemukan ciri genetik yang
spesifik.
lain :
Dapat juga enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak
sama.
Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengkode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi.
Berdasarkan penelitian oleh Alexander 2007, pada orang tua kandung laki-laki memiliki hypospadia maka
resiko yang akan diturunkan kepada anak kandung laki-laki kurang lebih 12% - 14 %.
10
Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang
dapat mengakibatkan mutase.
Endocrin discrupting chemicals dengan sifat anti-androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan,
peptisida organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.
11
Patofisiologi
Patofisiologi
01
02
Fungsi dari garis tengah lipatan uretra tidak lengkap terjadi senhingga
03
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai tepi yg menutup
04
Pita jaringan fibrosa yg dikenal sebagai chorde (penis bengkok) pada sisi
05
13
Klasifikasi
Berdasarkan tingkat divisi dari korpus spongiosum
01
Glandular Hypospadias
Meatus terletak pada glans dibelakang tempat meatus normal. Meatus
tampak ketat namun jarang sekali menyebabkan obstruksi aliran urin.
02
03
04
Hypospadias cripples.
Tipe ini terjadi pada pasien yang telah menjalani beberapa prosedur operasi namun
gagal, dan meninggalkan jaringan parut, meatus abnormal, striktur, fistula dan
gangguan kosmetis dan psikologis.
14
Klasifikasi
Berdasarkan letak OUE
Grandular Hypospadia
Subcoronal Hypospadia
Perineal Hypospadia
Midshaft hypospadia
15
Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis
Lubang Osteum/orifisium Uretra Externa (OUE) tidak berada di ujung glands penis
Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis
Biasanya jika penis mengalami kurvatura (melengkung) ketika ereksi, maka dapat disimpulkan
adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang membentang hingga ke glans penis.
Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glands penis
18
Manifestasi Klinis
- Roger dan Michel (2005) Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa sebagian besar hypospadia mengalami sedikit gangguan psikologis. Pederita
hypospadia memiliki pola pergaulan yang cenderung menutup diri. Beberapa sumber menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi psikososial hypospadia pada orang dewasa adalah hubungan antara hypospadia fungsi seksual 10%
19
Diagnosis
Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi.
Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak
teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan
setelah bayi lahir.
Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk
mengarahkan pancaran urin.
Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu
hubungan seksual.
21
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Uretroskopi dan Sistoskopi
Untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal.
Uretroskopi : melihat bagian uretra
Sistoskopi : melihat bagian kandung kemih
Excretory urography
dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada
ginjal dan ureter.
23
Tatalaksana Awal
Tatalaksana Awal
Tingkat kompetensi dokter umum untuk penyakit ini adalah 2 : mendiagnosis dan merujuk
Bila ditemukan suspek anak dengan kasus hypospadia makan akan di rujuk langsung dan melakukan edukasi kepada orang tua
pasien.
25
Alasan Merujuk
Alasan Merujuk
Gangguan Ereksi
Operasi chordectomi : merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat ereksi.
Operasi Urethroplasi : membuat osteum urethra externa diujung gland penis sehingga
pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan.
27
Edukasi
Edukasi
Jangan di sirkumsisi.
Lebih baik di lakukan tindakan operatif agar anak tidak mengalami gangguan saat sudah
dewasa.
Konsulkan masalah pada dokter spesialis yang tepat.
29
Sembelit / Konstipasi
Definisi
32
Epidemiologi
Epidemiologi
Sekitar 3% kunjungan dan 10-15% ditangani oleh gastroenterologi anak merupakan kasus konstipasi
kronis.
90-95% merupakan konstipasi fungsional, hanya 5-10% yang mempunyai penyebab organik.
Pada 5-10% bayi dan anak konstipasi disebabkan kelainan anatomis, neurologis, atau penyebab lain.
34
36
Obat-obatan
Anestesi, analgesik narkotik, opuat, antikolinergik dan simpatomimetik, antikonvulsan dan diet ketogenik,
antimotilitas, antipsikotik, anti depresan, barium untuk pemeriksaan radiologis, penghambat kanal kalsium,
antidisritmia, mineral (alumunium, kalsium, besi, timbal, merkuri, arsen, bismuth), antiinflamasi non steroid.
37
38
Patofisiologi
Fisiologi Defekasi
Proses defekasi yang normal memerlukan keadaan anatomi dan
persyarafan yang normal dari rektum, otot puborektal dan sfingter
ani.
Bila relaksasi sfingterani interna tidak cukup kuat, maka sfingter ani
eksterna akan berkontraksi secara reek, selanjutnya sesuai dengan
kemauan.
40
Fisiologi Defekasi
Otot puborektal akan membantu sfingterani eksterna sehingga anus mengalami konstriksi.
Bila konstriksi sfingter eksterna berlangsung cukup lama, reeks sfingter internus akan
menghilang, sehingga keinginan defekasi juga menghilang.
41
Patofisiologi Konstipasi
Pada konstipasi, feses yang terkumpul di rektum dalam waktu lama
akan menyebabkan dilatasi rektum.
42
Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis
Mual.
Tidak nafsu makan.
44
Diagnosis
Diagnosis
Menentukan diagnosis konstipasi minimal didapatkan salah satu gejala berikut :
1. Defekasi kurang dari 3 kali seminggu
46
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan foto polos
abdomen
Tes Serologi
Barium Enema
Manometri Anorektal
Pemeriksaan Lain
Hirchsprung.
48
Tatalaksana
Tatalaksana
50
Tatalaksana
Terapi Rumatan
Setelah evakuasi berhasil terapi dilanjutkan untuk mencegah kekambuhan.
Terapi rumatan meliputi intervensi diet, modifikasi perilaku dan pemberian laksatif untuk menjamin interval defekasi
yang normal dengan evakuasi tinja yang sempurna.
51
Tatalaksana
Modifikasi Perilaku
Toilet training segera setelah makan pagi dan malam, anak dianjurkan untuk buang air besar. Berikan waktu 10-15 menit
bagi anak untuk BAB. Bila dilakukan secara teratur mengembangkan refleks gastrokolik pada anak berhasil melakukan
defekasi.
Anak dilatih untuk meningkatkan sensasi rektum, menguatkan dan mengontrol sfingter anus, serta meningkatkan
koordinasi kontraksi dan relaksasi otot secara benar.
Bila cara diatas tidak berhasil, perlu dikonsulkan ke ahli psikiatri anak. Berikut ini kriteria untuk merujuk anak dengan
konstipasi kepada psikiatri antara lain:
Kecurigaan kearah psikopatologi primer
Psikopatologi sekunder yang berhubungan dengan konstipasi
Tidak responsif terhadap terapi yang telah diberikan dengan alasan yang tidak jelas
52
Tatalaksana
Medika Mentosa
Obat umumnya masih diperlukan pada terapi rumatan. Laktosa (larutan 70%) dapat diberikan dengan dosis 1-3
ml/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.
Mineral oil (parafin liquid) diberikan 1-3 ml/kgBB/hari, tetapi tidak diberikan pada bayi dan anak dengan gangguan ginjal.
Bila respon terapi belum memadai, mungkin perlu ditambahkan cisapride 0,2 mg/kgBB/kali untuk 3-4 kali per hari selama
4-5 minggu.
Terapi rumatan dapat dikurangi kemudian dihentikan. Pengamatan masih perlu dilakukan karena angka kekambuhan tinggi.
53
Alasan Merujuk
Alasan Merujuk
Ketika diperlukan pembedahan karena penyabab konstipasi yang dialami pasien merupakan
kelainan anatomi.
Bila tidak ada perkembangan/perbaikan keadaan selama terapi berlangsung.
55
Edukasi
Edukasi
Anak dianjurkan banyak minum dan mengkonsumsi karbohidrat dan serat. Buah-buahan seperti pepaya, semangka,
bengkuang, dan melon yang mengandung banyak serat dan air betujuan untuk melunakkan tinja. Serat dan sorbitol banyak
didapatkan pada prune, pear, dan apel dapat dikonsumsi dalam bentuk jus untuk meningkatkan frekuensi defekasi dan
melunakkan tinja.
Makanan berserat akan mudah dihancurkan oleh bakteri di dalam usus. Makanan serat dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu
insoluble fibre dan soluble fibre.
Selain itu serat dapat meningkatkan retensi air shingga dapat melunakkan tinja, mempercepat waktu singgah di dalam kolon
dan meningkatkan frekuensi BAB.
57
Referensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Subramaniam R,Spinoid A. Hypospadias Repair: An Overview of the Actual Techniques; 2010. p. 526-543.
Jack W.McAninch. Smiths General Urology 17th ed. Disorders of the Penis & Male Urethra. California : The McGrawHill Companies; 2008. p. 629-631.
Wim De Jong, R. Sjamsuhidajat, Buku Ajar Ilmu Bedah 3rd ; 2002 p. 862-863.
Laurence S. Baskin. Cambridge Pediatric Surgery & Urology 2nd ed. Hypospadias . New York : Cambridge University
Press; 2006. p. 611-618.
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.Volume Edisi 8. Jakarta : EGC.2001.
Antonio Macedo Jr, Riberto Liguori, Sergio L. Ottoni. Environmental and Genetic Contributors to Hypospadias: A
Review of the Epidemiologic Evidence. Journal of Pediatric Urology. 2011;7:299-304.
Bae SH, Lee JN, Kim HT, Chung SW. Urethroplasty by Use of Turnover Flaps (Modified Mathieu Procedure) for Distal
Hypospadias Repair in Adolescents: Comparison With the Tubularized Incised Plate Procedure. Korean Jurnal of
Urology. 2006;50:53-57.
Amilal Bhat. General considerations in hypospadias surgery. Indian Journal of Urology. 2008;24(2):188-194
Firmansyah A. Konstipasi pada anak. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS,
penyunting. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. h.201-14
Endyarni B, Syarif H Badriul. Konstipasi Fungsional.Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September 2004. 75-90
Guyton & Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: ECG
Wyllie R. Constipation. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Text Book of
Pediatrics. 18thed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007. h.1525-65
Tabbers MM, Chmielewska A, Roseboom MG, Boudet C, Perrin C, Szajewska H, et al. Eect of the consumption of a
fermented dairy product containing Bif dobacterium lactis DN-173 010
on constipation in childhood: a multicentre randomised controlled trial (NTRTC: 1571). BMC Pediatrics 2009; 9:22
Indrio F, Riezzo G, Raimondi F, Bisceglia M, Cavallo L, Francavilla R. The eects of probiotics on feeding tolerance,
bowel habits and gastrointestinal motility in preterm newborns. J Pediatric 2008;152:801-6.
Damayanti W. Konstipasi pada anak. Dalam: Lubis B, Ali M, Yanni GN, Trisnawati Y, Ramayani OR, Irsa L, ed al.
Kumpulan Naskah Lengkap PIT IV IKA Medan 2010. Medan: USU; 2010.h.656-65
Rahhal R. Functional constipation. In: Kleinman RE, Goulet OJ, Vergani GM, Snderson IR, Sherman P, Shneider BL.
Pediatric gastrointestinal disease; 5th ed. Vol.1. Hamilton: BC Decker,2008;
p.675-81
58
Thank you!
Any questions?