Está en la página 1de 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas perairan
sekitar 5,8 juta km atau dengan kata lain memuat 1,3 % dari luas perairan
dunia. begitu luas perairan yang dimiliki membuat Indonesia menjadi salah
satu negara yang menjadi alur pelayaran Internasional. Maka dari itu
Indonesia merupakan salah satu jalur transportasi laut Internasional yang
banyak dilewati oleh kapal dari berbagai negara di dunia. Selain itu, Indonesia
adalah negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau dari sabang sampai
merauke, sehingga salah satu alat transportasi yang penting adalah
transportasi laut yaitu kapal. Seiring perkembangan industri dan kebutuhan
akan transportasi khususnya transportasi laut baik domestik maupun
Internasional di Indonesia semakin meningkat, maka tidak dapat dipungkiri
semakin banyak jumlah kapal yang berpoperasi di wilayah Indonesia(irfan
2014).
Perairan sempit diartikan sebagai perairan yang banyak terdapat
rintangan misalnya banyak terdapat gugusan karang, bentangan melintang
perairan yang tidak lebar sehingga diperlukan tingkat kehati-hatian yang tinggi
dalam menavigasi kapal. Sekali salah memilih alur, resiko kandas atau
menabrak ( www.indonesiashi.com).
Alur pelayaran mempunyai fungsi untuk memberi jalan kepada kapal
untuk memasuki wilayah pelabuhan dengan aman dan mudah dalam
memasuki pelabuhan. Fungsi lain dari alur pelayaran adalah untuk
menghilangkan kesulitan yang akan timbul karena gerakan kapal kearah atas
(minimum ships maneuver activity) dan gangguan alam, maka perlu bagi
perencana untuk memperhatikan keadaan alur pelayaran (ship channel) dan
mulut pelabuhan (port entrance). Alur pelayaran harus memperhatikan besar
kapal yang akan dilayani (panjang, lebar, berat, dan kecepatan kapal), jumlah
jalur lalu lintas, bentuk lengkung alur yang berkaitan dengan besar jari jari
alur tersebut. Karena perbedaan antara perkiraan dan realisasi sering terjadi,
maka penyediaan alur perlu dilakukan untuk mengantisipasi kehadiran kapalkapal besar (Ismail,2010).
Alur pelayaran dan rambu rambunya yang ada sekarang ini perlu
dilakukan pemantauan dan pemeliharaan secara rutin untuk menjaga
keselamatan dan kelancaran kapal yang melakukan pelayaran.

Dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara yang lalu lintas


lautnya padat maka tidak dipungkiri sering terjadi kasus kecelakaan laut
dengan berbagai sebab. Bahaya terjadinya kecelakaan pada pelayaran
memberikan dampak yang sangat luas, bukan hanya faktor nyawa manusia di
kapal yang bersangkutan namun pada kapal yang mengangkut bahan-bahan
cair lainnya yang mudah dibawa arus laut, maka pengotoran/polusi laut akan
menyebar luas ketempat lain yang jauh dari tempat kejadian. Tingginya angka
kecelakaan dialur pelayaran Indonesia membuat banyak kalangan
mempertanyakan penyebab dari naiknya tingkat kecelakaan yang ada di
Indonesia tiap tahunnya. Banyak kalangan yang masih belum faham tentang
penyebab-penyebab kecelakaan yang terjadi dialur pelayaran sehingga untuk
mengatasi permasalah tersebut masih belum bisa dilakukan bahkan
prosesnya lama. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh
Kecepatan Kapal Di Alur Pelayaran Sempit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. P2TL
Peraturan Internasional untuk mencegah tabrukan dilaut 1972 (Hasan, 2014) :
1. ATURAN 6 KECEPATAN AMAN
Setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil untuk
menghindari tubrukan dan dapat dihentikan dalam jarak yang sesuai dengan
keadaan dan suasana yang ada.dalam menentukan kecepatan aman, faktorfaktor berikut termasuk faktor-faktor yang harus diperhitungkan :
a. Oleh semua kapal :
Tingkat penglihatan ;
Kepadatan lalu lintas termasuk pemusatan kapal-kapal ikan atau kapal
lain ;
Kemampuan olah gerak kapal ,khususnya yang berhubungan jarak
henti dan kemampuan berputar ;
Pada malam hari, terdapatnya cahaya latar belakang misalanya lampu
lampu dari daratan atau pantulan lampu-lampu sendiri ;
Keadaan angin,laut dan arus dan bahaya-bahaya navigasi yang ada
disekitarnya;
Sarat sehubungan dengan keadaan air yang ada ;
b. Tambahan bagi kapal kapal yang radarnya dapat bekerja dengan baik
Ciri-ciri effesiensi dan keterbatasan pesawat radar
Setiap kendala yang timbul oleh skala jarak radar yang dipakai;
Pengaruh keadaan laut ,cuaca dan sumber sumber gangguan lain
pada penggunaan radar;
Kemungkinan bahwa kapal-kapal kecil ,gunung es dan benda-benda
terapung lainnya tidak dapat ditangkap oleh radar pada jarak yang
cukup;
Jumlah, posisi dan gerakan kapal-kapal yang ditangkap oleh radar;
Berbagai macam penilaian penglihatan yang lebih tepat yang mungkin
dapat bila radar digunakan untuk menentukan jarak kapal-kapal atau
benda lain disekitarnya.
2. ATURAN 7 BAHAYA TUBRUKAN
a. Semua kapal harus menggunakan semua sarana yang tersedia sesuai
dengan keadaan dan suasana yang ada untuk menentukan ada tidak
adanya bahaya tubrukan .Jika timbul keragu-raguan maka bahaya
demikian itu harus dianggap ada.
b. Penggunaan pesawat radar harus dilakukan dengan tepat ,jika
dipasang dikapal dan bekerja dengan baik ,termasuk penyimakan jarak
jauh untuk memperoleh peringatan dini akan adanya bahaya tubrukan

dan pelacakan posisi radar atau pengamatan sistematis yang sepadan


atas benda-benda yang terindra.
c. Praduga-praduga tidak boleh dibuat berdasarkan oleh keterangan yang
sangat kurang khususnya keterangan radar.
d. Dalam menentukan ada tidak adanya bahaya tubrukan ,pertimbanganpertimbangan berikut ini termasuk pertimbangan-pertimbangan yang
harus diperhitungkan.
Bahaya demikian harus dianggap ada jika baringan pedoman kapal
yang sedang mendekat tidak menunjukkan perubahan yang berarti.
Bahaya demikain kadang-kadang mungkin ada,walaupun
perubahan baringan yang berarti itu nyata sekali ,terutama
bilamana sedang menghampiri sebuah kapal dengan jarak yang
dekat sekali.
3. ATURAN 8 TINDAKAN UNTUK MENGHINDARI TUBRUKAN
a. Setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan ,jika
keadaan mengijinkan harus tegas, dilakukan dalam waktu yang cukup
lapang dan benar-benar memperhatikan syarat-syarat kepelautan yang
baik.
b. Setiap perubahan haluan dan atau kecepatan untuk menghindari
tubrukan jika keadaan mengizinkan harus cukup besar sehingga
segera menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang mengamati dengan
penglihatan atau dengan radar ,serangkaian prubahan kecil dari haluan
dan atau kecepatan hendaknya dihindari.
c. Jika ada ruang gerak yang cukup perubahan haluan saja mungkin
merupakan tindakan yang paling berhasil guna untuk menghindari
situasi saling mendekat terlalu rapat,dengan ketentuan bahwa
perubahan itu dilakukan dalam waktu cukup dini ,bersungguh sungguh
dan tidak mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekat terlalu
rapat.
d. Tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal
lain harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan pelewatan dengan
jarak aman .Hasil guna tindakan itu harus dikaji secara seksama
sampai kapal yang lain itu pada akhirnya terlewati dan bebas sama
sekali.
e. Jika diperlukan untuk menghindari tubrukan atau untuk memberikan
waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan ,kapal harus
mengurangi kecepatannya atau menghilangkan kecepatannya sama
sekali dengan memberhentikan atau menjalankan mundur sarana
penggeraknya.
f. (i) Kapal yang oleh aturan ini diwajibkan tidak boleh merintangi jalan
atau jalan aman kapal lainnya,bilamana diwajibkan oleh suatu keadaan
harus mengambil tindakan sedini mungkin untuk memberikan untuk
memberi ruang gerak yang cukup bagi jalan kapal orang lainnya.

(ii) Kapal yang diwajibkan untuk tidak merintangi jalannya atau jalan
aman kapal lain tidak dibebaskan dari kewajiban ini jika mendekati
kapal lain mengakibatkan bahaya tubrukan ,dan bilamana akan
mengambil tindakan harus memperhatikan tindakan yang diwajibkan
oleh aturan-aturan dalam bagian ini.
(iii) Kapal yang jalannya tidak boleh dirintangi tetap wajib sepenuhnya
untuk melaksanakan aturan-aturan dibagian ini bilamana kedua kapal
itu sedang berdekatan satu dengan lainnya yang mengakibatkkan
bahaya tubrukan.
4. ATURAN 9 ALUR-ALUR PELAYARAN SEMPIT
a. Kapal jika berlayar mengikuti arah alur pelayaran atau air
pelayaran sempit harus berlayar sedekat mungkin denganbatas
luar alur pelayaran yang terletak disis lambung kanannya selama
masih aman dan dapat dilaksanakan.
b. Kapal dengan panjang kurang dari 20 meter atau kapal layar tidak
boleh menghalang-halangi jalannya kapal lain yang hanya dapat
berlayar dengan aman didalam alur pelayaran atau air pelayaran
sempit.
c. Kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh menghalanghalangi jalannya kapal lain yang berlayar di dalam alur pelayaran
atau air pelayaran sempit.
d. Kapal tidak boleh memotong air pelayaran sempit atau alur
pelayaran sempit ,jika pemotongan demikian itu menghalangi
jalannya kapal yang hanya dapat belayar dengan aman didalam
alur pelayaran atau air pelayaran demikian itu.Kapal yang disebut
belakangan boleh menggunakan isyarat bunyi yang diatur dalam
aturan 34 d jika ragu ragu mengenai maksud pada kapl yang
memotong haluan itu.
e. (i) Dialur atau air pelayaran sempit jika penyusulan dapat
dilaksanakan ,hanya kapal yang disusul itu merlakukan tindakan
untuk memungkinkan dilewatinya dengan aman,maka kapal yang
bermaksud untuk menyusul harus menunjukkan maksudnya
dengan membunyikan isyarat yang sesuai diisyaratkan dalam
aturan 34(c) (i).Kapal yang disuusl itu jika menyetujui harus
mermperdengarkan isyarat sesduai dengan yang ditentukan dalam
aturan 34(c) (ii)dan mengambil langkah untuk memungkinkan
dilewati dengan aman.Jika ragu-ragu boleh membunyikan isyarat
isyarat yang diatur dalam aturan 13.
(ii) Aturan ini tidak membebaskan kapal yang menyusul dari
kewajibannya berdasarkan aturan 13.
f. Kapal yang sedang mendekati tikungan atau daerah pelayaran
atau air pelayaran sempit dimana kapal-kapal lain dapat
dikaburkan oleh rintangan yang terletak diantaranya harus berlayar

dengan kewaspadaan dan hati-hati dan harus membunyikan


isyarat yang sesuai yang diisyaratkan dalam aturan 34(e).Setiap
kapal ,jika keadaan mengijinkan harus menghindarkan diri dari
berlabuh jangkar di alur pelayaran sempit.

B. PENGATURAN MUATAN
Prinsip pemuatan (Prasetya, 2010):
1. Melindungi ABK & buruh.
Melindungi ABK dan Buruh adalah menyangkut atas keselamatan jiwa ABK dan
Buruh,bahwa selama ABK dan buruh malaksanakan kegiatannya senantiasa selalu
terhindar dari segala bentuk resiko-resiko yang mungkin atau dapat terjadi yang
berasal / akibat dari pelaksanaan bongkar muat. Agar mereka selamat dalam
melaksanakan kegiatan dengan menggunakan alat keselamatan kerja secara benar.
2. Melindungi kapal.
Agar kapal tetap selamat selama muat bongkar maupun dalam pelayaran,
misalnya menjaga stabilitas kapal. Untuk melindungi kapal maka pembagian muatan
diatur sbb:

Secara tegak (vertical)

Secara melintang (Transversal)

Secara Membujur (longitudinal)

Secara khusus pada TD(tween deck)

3. Melindungi muatan.
Pada waktu muat, bongkar & selama dalam pelayaran muatan harus ditangani
secara baik untuk mencegah kerusakan muatan. Hal yang dilakukan untuk
mencegah kerusakan muatan:

4.

Penggunaan Penerapan (dunnage)

Pengikatan dan pengamanan (Lashing & securing)

Pemberian VentilasiPemisahan muatan

Perencanaan yang prima.

Muat & bongkar secara cepat & sistematis.


Adanya rencana pemuatan & bongkar (stowage plan) menggunakan ruang
muat semaksimal mungkin. Untuk mencapai hal yang maksimal dalam proses
bongkar muat maka hal-hal yang harus dihindari/dicegah adalah terjadinya: Long
Hatch, Over Stowage, Over Carriage.
Long Hatch: Penumpukan suatu jenis muatan dengan jumlah banyak pada satu
palka untuk satu pelabuhan tertentu.
Over Stowage: Muatan yang seharusnya dibongkar di suatu pelabuhan tujuan
terhalang oleh muatan lain yang berada diatasnya.
Over Carriage: Muatan yang seharusnya dibongkar di suatu pelabuhan tujuan
terbawa ke pelabuhan berikutnya.

5. Penggunaan ruang muat semaksimal mungkin.


Dalam melakukan pemuatan hrs diusahakan agar semua Ruang terisi penuh oleh
muatan/kpl dpt muat sampai max. Pemanfaatan ruang muat dengan semaksimal
mungkin berkaitan dengan penuasaan Ruang Rugi (Broken stowage) Broken
Stowage adalah besarnya ruang yang tidak dapat dimanfaatkan untuk pengaturan
muatan. Mengatasi terjadinya Broken Stowage:

Pemilihan bentuk muatan sesuai dengan bentuk ruang muat / palka

Pengelompokan jenis muatan

Pengawasan dalam pengaturan muatan

Penggunaan Dunnage seminim mungkin

Beberapa macam faktor untuk mengenal muatannya ialah :


a. Bentuk dan sifatnya yang berbeda-beda
b. Jenis muatan yang berbeda-beda dalam stuktur maupun beratnya
c. Jauh dekatnya pelabuhan tujuan
d. Banyaknya pelabuhan muat bongkar
e. Daerah pelayaran yang akan dilalui sehubungan dengan cuaca yang
berlainan dan berubah-ubah
Beberapa jenis muatan sesuai dengan penggolongan jenis muatan ialah :
a. Muatan basah
b. Muatan Cair
c. Muatan Kering
d.

Muatan Kotor

e. Muatan Bersih
f.

Muatan Berbau

g. Muatan Halus / Peka


h. Muatan Berbahaya

BAB III
PENUTUP

Prasetya adji, 2010.


https://plus.google.com/114122152178760753517/posts/6taBzXnVs19
Ismail 2010. http://ismailnautik.blogspot.co.id/2010/11/alur-pelayaran.html
http://www.indonesianship.com/beritaisi.php?ID=1761
Irfan,2014.
http://jawaposting.blogspot.co.id/2014/06/bahaya-navigasi-sebabkankecelakaan-di_85.html
Hasan 2014. http://hmhasanmuhamad.blogspot.co.id/2014/10/p2tl.html

También podría gustarte