Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
TINJAUAN TEORI
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Fraktur Patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis didalam
tulang (Muttaqin,2008 : 70).
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur, yang
termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaankaput femoris sampai dengan
bagian proksimal dari intertrokanter. Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran
akan menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada
fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran
fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri
tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan. Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum
femur adalah rontgen pinggul dan pelvis anteroposterior dan cross-table lateral.
Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Gardens adalah sebagai berikut :
a. Grade I
Klasifikasi Pauwels untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini berdasarkan atas
sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak, yaitu:
a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50 dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50 dengan bidang horizontal pada posisi tegak.
Gambar 2.1.3.2 Klasifikasi untuk fraktur Kolum Femur
4)
Fraktur Montegia.Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulnaproksimal
1)
Deformitas
2) Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a.
b.
Penekanan tulang
3)
Bengkak
4) Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan
dengan fraktur
5)
6)
7)
Tenderness
8) Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan
struktur di daerah yang berdekatan.
9)
Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
Reduksi fraktur
1)
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih.
Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Pada kebanyakan
kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah
(reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat
diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum
tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
2)
Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan
kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin,
atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3)
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan setelah fraktur mulai
sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul betul telah kembali normal.
2.1.8
1)
Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long
arm cast). Posisi antebrachii tergantung letak fraktur, pada fraktur antebrachii 1/3 proksimal diletakkan
dalam posisi supinasi 1/3 tengah dalam posisi netral, dan 1/3 distal dalam posisi pronasi. Gips
supinasi gips dipertahankan 4-6 minggu.
2)
Bila reposisi tertutup tidak berhasil (angulasi lebih dari 100 pada semua arah) maka dilakukan
internal fiksasi.
3)
Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan debridement kemudian dilakukan tindakan
seperti diatas. Sedangkan pada fraktur terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi.
2.1.9 Komplikasi
Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :
Komplikasi segera (immediate), komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok
neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.
1)
Early Complication
Late Complication
Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi,
penyembuhan tulang terganggu (malunion).
2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik
1.
Radiografi pada dua bidang (untuk mencari lusensi dan diskuntinuitas pada korteks tulang)
2.
3. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop ( scan tulang terutama berguna ketika
radiografi/ Ct scan memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis)
Pemeriksaan Laboratorium (Sains,2012 :95)
a.
b.
c. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah
hati.
2.1.11 Asuhan Keperwatan
1. Pengkajian
Identitas
Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin ( kebanyakan terjadi pada laki-laki
biasanya sering mengebut saat mengendarai motor tanpa menggunakan helm).
Keluhan utama,
Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii
Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget menyebabkan fraktur patologis
sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko
mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang.
Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
diturunkan secara genetic
Riwayat psikososial spiritual
Nadi meningkat
Pernapasan meningkat
Diaforesis
Pupil dilatasi
Fisiologis
Emosional
Kognitif
3.Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Nyeri berhubungan
dengan tindakan invasif
pembedahan ,
pemasanganplat
1. Akibat
trauma ja
pelepasan
prostagla
histamin
berikatan
sehingga
nyeri.
Kriteria hasil:
- Klien melaporkan nyeri
berkurang atau dapat diatasi
-
TD 110/70-130/90mmHg
Nadi 60-100x/menit
RR 12-20x/mnt
2.- Relak
sekresi en
pada sel i
medulla s
mengham
- Distrak
aktifitas d
pada tulan
transmisi
nyeri ke o
3.Merelak
jaringan s
nyeri
4. Analge
syaraf pu
korteks ce
5. Nyeri m
subyektif
dengan m
nyeri, tan
meningka
Gangguan keterbatasan
aktivitas fisik
berhubungan dengan
pemasanganplat
1.Kekuata
sempurna
tindakanp
platsehing
yang men
dapat dig
maksimal
2.Memba
kebutuha
ketergant
meningka
hygiene p
kenyaman
nutrisi un
3. Mening
makna di
mendoron
secara be
4. Memba
Ansietas yang
berhubungan
dengan status ekonomi
menganti
merencan
kebutuha
Kriteria hasil:
1. Pemah
tentang tu
pembedah
klien lebi
menguran
2. Dukun
memberik
nyaman b
3. Memba
derajat ce
1. Infeksi
masuknya
sekunder
lukaterbu
2. Memba
daya taha
penyakit
infeksi ak
Pemeriksaan laboratorium:
Leukosit dalam batas normal
4500-10000
Kriteria Hasil
-Luka operasi bersih
3. Tehnik
steril dap
kontamin
4. Mengh
dan pertu
5. Mende
gejala inf
timbul se
luka beka
6. Membe
terjadinya
infeksi, p
nadi pem
indicator
1.anestesi
kesadaran
2.menjag
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999) alih bahasa Monica Ester.. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius.
Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol
1. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R, dkk. (2004). Buku Ajar: Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah Brunner &Suddarth. Ed
8. Vol 3.alih bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC.
www.scribd.com School Work Essays & Theses , diakses tanggal 24 November 2012jam 22.0
3. memba
menganti