Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jantung merupakan organ berotot yang memompa darah lewat apembuluh darah oleh
kontraksi berirama yang berulang. Jantung salah satu organ terpenting dalam tubuh yang
apabila mengalami masalah dapat berakibat kepada kematian. Adapun salah satu jenis
penyakit jantung adalah gagal jantung kongestif atau Kongestif Heart Failure (CHF). CHF
adalah penurunan fungsi jantung yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke organorgan dan jaringan keseluruh tubuh (Black & Hawks, 2005). Menurut Smeltzer dan Bare
(2001), CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
CHF merupakan masalah kesehatan yang utama. Prevalensi gagal jantung di negara
berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Menurut World Health Organization (WHO,
2004), jumlah penderita CHF di seluruh dunia pada tahun 2004 adalah 5,7 juta kasus
(Anurogo, 2009). Di Amerika Serikat, CHF merupakan penyakit jantung klinis yang paling
pesat pertumbuhannya dan mempengaruhi 2% dari populasi. Pada tahun 2006 di Amerika
Serikat, 1,1 juta pasien dirawat di Rumah sakit karena gagal jantung dekompensasi, hampir
dua kali lipat jumlah dilihat dari 15 tahun sebelumnya. Selain itu ada 3,4 juta kunjungan jalan
rawat untuk CHF. Pada CHF yang didiagnosis terdapat sebanyak 550.000 kasus baru dan
300.000 kematian disebabkan oleh gagal jantung setiap tahun (Dumitru, 2011). Pada tahun
2010 terdapat lebih dari 5 juta orang Amerika dan 22 juta orang di seluruh dunia telah gagal
jantung (Dhana, 2010).
Berdasarkan data WHO (2004), Asia Tengggara merupakan wilayah yang memiliki
jumlah penderita CHF tertinggi yaitu 1,4 juta kasus. Menurut Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah (RSJDP) Harapan Kita (2010), terjadi peningkatan kunjungan pasien
mencapai 10 hingga 15% (Dewi, 2010). Data di RSUD Arifin Achmad menunjukkan bahwa
jumlah penderita CHF yang dirawat, pada tahun 2009 yaitu sebanyak 166 kasus. Pada tahun
2010 penyakit CHF menempati urutan yang pertama terdapat 316 kasus (Medical Record
RSUD Arifin Achmad, 2011). Berdasarkan data di poli rawat jalan penyakit jantung tahun
2010, penyakit CHF menempati urutan kedua dengan jumlah pasien sebanyak 181 kasus
1
Achmad, 2011).
Peningkatan jumlah kasus gagal jantung di Indonesia dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor perubahan gaya hidup seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan manis,
minuman berkafein, kurangnya konsumsi buah dan sayur dan kurangnya melakukan aktivitas
dapat berpengaruh terjadinya CHF (Delima, 2009). Manifestasi klinik yang dapat timbul pada
pasien dengan CHF yaitu dispnea , batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (tachykardia),
kecemasan dan kegelisahan (Smeltzer & Bare, 2001).
Dalam jurnal yang berjudul Nurses Performance In Classifying Heart
FailurePatients Based On Physical Exam: Comparison With Cardiologists Physical Exam
And Levels Of N-Terminal Pro-B-Type Natriuretic Peptide dikatakan bahwa sampai saat ini
peran perawat dalam managemen pasien gagal jantung hanya terfokus pada terapi, intervensi
pendidikan dan perawatan diri pasien, sedangkandiagnosis dan pengkajian klinis pada pasien
gagal jantung oleh perawat belum tereksplorasi dengan baik seperti halnya yang di lakukan
oleh kardiologis. Pengkajian dan diagnosis ini menjadi sngat penting bagi perawat sendiri
karena diagnosis dan pemeriksaan fisik prognosis dari pada penyakit gagal adalah untuk
menentukan managemen perawatan klien.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan CHF?
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan CHF.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Congestive Heart Failure (CHF)
Istilah gagal jantung secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk memompa
cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh (Guyton & Hall, 2006).
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan
sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal
(Muttaqin, 2009).
Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan oksigen
dan nutrisi (Smeltzer & Bare, 2001).
B. Etiologi CHF
Menurut Smeltzer & Bare (2001), etiologi dari CHF adalah sebagai berikut:
Kelainan otot jantung. Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot
degeneratif atau inflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung. Sehingga hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya
akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
Faktor sistemik. Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam), hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
C. Manifestasi Klinik CHF
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti
jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung
pada kegagalan jantung. Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan
mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru yang dimanifestasikan
dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan
edema prifer umum dan penambahan berat badan (Smeltzer & Bare, 2001).
1. Gagal jantung sisi kiri dan kanan
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel
kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventikel kiri murni sinonim
dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka
kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jringan. Tetapi
manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
2. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi
dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi jantung S3,
kecemasan dan kegelisahan.
3. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah
dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal
kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema
dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam
rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.
D. Patofisiologi CHF
Lokasi organ di jantung yang sering terkena dengan CHF ialah ventrikel (bilik)
kiri (Muttaqin, 2009). Ventrikel kiri mempunyai tugas yang paling berat. Jika ventrikel kiri
tidak mampu memompakan darah, maka akan timbul 2 hal:
1. Darah yang tinggal didalam bilik kiri akan lebih banyak pada akhir sistole daripada
sebelumnya dan karena pengisian saat sistole berlangsung terus, maka akan terdapat lebih
banyak darah di dalam bilik kiri pada akhir diastole. Peninggian volume dari salah satu
ruang jantung, dalam hal ini bilik kiri (preload). Jika penyakit jantung berlanjut, maka
diperlakukan peregangan yang makin lama makin besar untuk menghasilkan energy yang
sama. Pada satu saat akan terjadi bahwa peregangan diastolic yang lebih besar tidak lagi
menghasilkan kontraksi yang lebih baik dan jantung akan gagal melakukan fungsinya
(dekompensasi).
2. Jika bilik kiri tidak mampu memompakan darahnya yang cukup
ke aorta untuk
memenuhi kebutuhan dari organ yang terletak di perifer, berarti curah jantung sangat
rendah. Curah jantung yang rendah menimbulkan perasaan lesu.
Gagal jantung kanan
Gangguan keseimbangan
suplai O2 dg kebutuhan
bendungan paru
tek. rata rata arteri pulmonalis
& bendungan arteri pulmonal
angiotensin I-II
vasokontriksi ginjal
aldosteron
fungsi glomerulus
sekresi ADH ,
adsorpsi H2O pd tubulus distal
retensi ginjal
vol plasma
intoleransi cairan
odema
kelebihan cairan
Sumber: (Muttaqin,
2009)
Sumber: Samudera-fox.com
Pada pemeriksaan EKG pada klien gagal jantung di atas, ditemukan kelainan EKG, yaitu:
1. Tidak menunjukkan adanya RBBB atau LBBB.
2. Terdapat depresi ST dan T inversi pada V1-V5, menunjukkan adanya penyakit jantung
iskemik.
3. Terdapat S yang dalam pada V1-V3, menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri karena
adanya beban tekanan (adanya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi).
F. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi pada Kasus CHF secara Teoritis
Menurut Muttaqin (2009) berdasarkan patofisiologi dan dari pengkajian,
diagnosis keperawatan utama untuk klien gagal jantung adalah sebagai berikut:
1.Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
2.Aktual/risiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke
miokardium, perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
3.Aktual/risiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan,
kongesti paru sekunder, perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan interstisial.
7
4.Aktual/ resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengenbangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan di paru.
5.Aktual/ risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah
jantung.
6.Aktual/risiko tinggi penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan aliran
darah keotak.
7.Aktual/risiko tinggi tehadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan
perfusi organ.
8.Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke
jaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.
9.Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan intake, mual, anoreksia.
10.Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak napas.
11.Aktual/risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pusing dan kelemahan.
12.Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, peurunan status kesehatan,
situasi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
13. Aktual/risiko tinggi konstipasi yang berhubungan dengan penurunan intake, serat dan
penurunan bising usus.
14.Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri
yang salah, perubahan peran.
15.Risiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan dengan tidak mau
menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
Intervensi:
Dx 1: Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukan
tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau tulang dan
bebas gejala gagal jantung (seperti barameter hemodinamik dalam batas normal,
keluaran urin adekuat).
Intervensi
Rasional
Kaji dan laporkan tanda
Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan
penurunan curah jantung (nilai
MI yang lebih dari 24 jam pertama.
normal curah jantung pada orang
dewasa 3 liter/menit).
Periksa keadaan klien dengan
Biasanya terjadi takikardia meskipun pada saat istirahat
mengauskultasi nadi apical.
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas
ventrikel.
Catat bunyi jantung.
S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
8
c. Digoxin (ianoxin)
e. Morfin sulfat
f. Tranqulilizer/sedative
g. Antikoagulan, contoh heparin
dosis rendah warfarin
(Coumadin)
h. Pemberian cairan IV,
pembatasan jumlah total
sesuai dengan indikasi,
hindari cairan garam
Pantau seri EKG dan perubahan
foto dada.
Dx 2: Aktual/risiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke
miokardium, perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respon nyeri
dada.
Intervensi
Rasional
Catat karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri
intensitas, lama dan
terjadi sebagai temuan pengkajian.
penyebarannya.
Anjurkan kepada klien untuk
Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
melaporkan nyeri dada segera.
berdampak pada kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke
a. Atur posisi fisiologis, seperti
jaringan yang mengalami iskemia.
semi fowler
b. Istirahatkan klien
Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer,
sehingga kebutuhan miokardium menurun dan akan
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium
yang membutuhkan O2 untuk menurunkan iskemi.
c. Berikan oksigen tambahan
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
10
Dx 4: Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengenbangan
paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Intervensi
Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles).
Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Kaji adanya edema.
Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Ukur intake dan output.
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
keluaran urine.
Timbang berat badan.
Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Kolaborasi:
a. Berikan diet tanpa garam
Natrium
meningkatkan
retensi
cairan
dan
meningkatkan volume plasma yang bedampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
membuat kebutuhan miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh:
Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma
furosemid, sprinolakton, dan
dan menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga
hidronolakton
menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium,
Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.
elektrolit kalium
Dx 5: Aktual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya
curah jantung.
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi perifer meningkat.
Intervensi
Rasional
Auskultasi TD. Bandingkan kedua Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel,
lengan; ukur dalam keadaan
hipertensi juga fenomena umum yang berhubunga
berbaring, duduk, atau berdiri bila dengan nyeri cemas karena pengeluaran katekolamin.
12
memungkinkan.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis,
nadi perifer, dan diaphoresis
secara teratur.
Kaji adanya kongesti hepar pada
abdomen kanan atas.
Pantau urine output.
Mengetahui derajat
tahanan perifer.
hipoksemia
dan
peningkatan
parah.
Perubahan frekuensi dan irama
menunjukkan komplikasi disritmia.
jantung
Kolaborasi:
Pertahankan cara masuk heparin (IV) Jalur yang paten penting untuk pemberian pbat
darurat.
sesuai indikasi
Dx 7: Aktual/risiko tinggi tehadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan
penurunan perfusi organ.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Intervensi
Rasional
Kaji adanya edema ekstremitas. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Kaji tekanan darah.
Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan
beban kerja jantung yang dapat diketahui dari
meningkatnya tekanan darah.
Kaji distensi vena jugularis.
Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel
kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan
vena jugularis.
Ukur intake dan output
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan keluaran urin.
Timbang berat badan.
Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Beri posisi yang membantu
Meningkatkan venous return dan mendorong berkurangnya
drainase ektremitas, lakukan
edema perifer.
latihan gerak pasif.
Kolaborasi:
a. Berikan diet tanpa garam
Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma yang bedampak terhadap peningkatan
beban kerja jantung dan akan membuat kebutuhan
miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh:
Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
furosemid, sprinolakton, dan menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga
hidronolakton
menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium,
Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.
elektrolit kalium
Dx 8: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung
Tujuan: Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
14
Intervensi
Catat frekuensi jantung, irama,
dan perubahan TD, selama dan
sesudah aktivitas.
Tingkatkan istirahat batasi
aktivitas, dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat.
Anjurkan klien untuk
menghindari peningakatan
tekanan obdomen, misal:
mengejan saat defekasi.
Perahankan klien pada posisi
tirah baring sementara sakit
akut.
Tingkatkan klien duduk di
kursi dan tinggikan kaki klien.
Pertahankan rentang gerak
pasif selama sakit kritis.
Evaluasi tanda vital saat
kemajuan aktivitas terjadi.
Berikan waktu istirahat
diantara waktu aktivitas.
Pertahankan penambahan O2
sesuai kebutuhan.
Selama aktivitas kaji EKG,
dispnea, sianosis, kerja dan
frekuensi nafas, serta keluahan
subjektif.
Berikan diet sesuai kebutuhan
(pembatasan air dan Na).
Rujuk ke program rehabilitasi
jantung.
Rasional
Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan
adanya penurunan oksigen miokard.
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
Dx 9: Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penngkatan dalam pemenuhan nutrisi.
Intervensi
Rasional
Jelaskan tentang manfaat
Dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif mengikuti
makan bila dikaitkan dengan
aturan.
kondisi klien saat ini.
Anjurkan agar klien memakan
Untuk menghindari makanan yang justru dapat
15
Dx 10: Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang.
Intervensi
Rasional
Catat pola istirahat dan tidur
Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
klien siang dan malam hari.
istirahat serta tidur sebagai temuan pengkajian.
Atur posisi fisiologis, seperti
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa
semi fowler.
nyaman.
Berikan oksigen tambahan
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pejadi
dengan nasal kanula atau
pemakaian
miokardium
sekaligus
mengurangi
masker sesuai dengan indikasi. ketidaknyamanan dan terjadi iskemia.
Manajemen lingkunagan:
Lingkungan yang tenang, klien akan menurunkan stimulasi
lingkungan tenang dan batasi
nyeri eksternal dan batasan pengunjung akan membantu
pengunjung.
klien dalam melakukan istirahat psikologis.
Ajarkan teknik distraksi
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
sebelum tidur.
persepsi nyeri dan efektif pada klien yang sudah
mengalami penurunan tingkat sesak.
Lakukan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada klien yang insomnia berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan stimulus eksternal, massage ringan dapat
16
Dx 11: Aktual/ resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pusing dan kelemahan.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi cedera pada klien.
Intervensi
Rasional
Catat pola istirahat dan tidur
Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
klien siang dan malam hari.
istirahat dan sebagai temuan pengkajian.
Pantau adanya pengaman pada
tempat tidur klien.
Atur posisi fisiologis, seperti
semi fowler.
Manajemen lingkungan:
lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.
Dx 13: Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognisis penyakit gambaran
diri yang salah dan perubahan peran.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam klien mampu mengembangkan koping yang positif.
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan dari gangguan Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana
persepsi dan hubungan dengan perawatan atau pemilihan intervensi.
derajat ketidakmampuan.
Identifikasi arti kehilangan atau Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan
disfungsi pada klien.
fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri.
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan Medis menurut Muttaqin (2009) adalah sebagai berikut:
1. Pemberian oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.
2. Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat untuk memperbaiki prognosis gagal jantung. Terapi vasodilator parenteral
(nitrogliserin parenteral ) memerlukan pemantauan hemodinamik yang akurat dari tekanan
irisan arteri dan pulmonal serta penggunaan pompa infus untuk menitrasi dengan cermat
dosis yang diberikan.
3. Diuretik
Diuretic memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam
natrium. Menyebabkan cairan dan merendahkan tekanan darah. Diuretic yang
meningkatkan eksresi kalium digolongkan sebagai diuretic yang tidak menahan kalium
dan diuretic yang menahan kalium disebut diuretic hemat kalium.
4. Digitalis
18
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Pada kegagalan jantung,
digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi serta
peningkatan efisiensi jantung.
5. Intropik positif: dopamine dan dobutamin (dobutrex)
Dopamine bisa juga digunakan untuk meningkatkan denyut jantung pada keadaan
bradikardi. Dobutamin (dobutex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja beta 1
adrenergik. Efek beta 1 termasuk meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
meningkatkan denyut. Dobutamin merupakan indikasi pada keadaan syok apabila ingin
didapatkan perbaikan curah jantung dan kemampuan kerja jantung secara menyelurh.
6. Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif untuk mengurangi kegelisahan dapat
diberikan. Dosis Phenobarbital 15-30 mg 4 kali sehari dengan tujuan mengistirahatkan
klien dan memberi relaksasi pada klien.
Penatalaksanaan Keperawatan:
1. Menganjurkan untuk merubah gaya hidup.
Rasional: Pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan
kegemukan.
2. Memberikan pengetahuan pentingnya berolahraga.
Rasional: Mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel
serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas insulin.
3. Membatasi asupan natrium.
Rasional: Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
4. Menganjurkan diet
Rasional: Agar kerja dan keteganggan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara,
sesuai dengan selera dan pola makan klien. Klien yang dibatasi diet natriumnya juga
hartus diingatkan untuk tidak meminum obat-obat tanpa resep seperti antasida, sirup obat
batuk, pencahar, penenang, atau pengganti garam
5. Memberikan dukungan psikologis.
19
Rasional: Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan merupakan gambaran utama pada
edema paru. Asuhan keperawatan harus disusun untuk memperbanyak kehadiran perawat
disisi tempat tidur klien. Klien harus sering diberi informasi yang mudah dan ringkas
mengenai apa yang telah dilakukan untuk merawat penyakitnya dan bagaimana ia harus
berespons.
Kata-kata Sulit:
1. Ateroskleresis koroner: Istilah umum untuk beberapa penyakit dimana dinding arteri menjadi
lebih tebal dan kurang lentur.
2. Hipertensi sistemik atau pulmonal: Peningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
3. Asidosis: Suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam darah yang disebabkan
oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana tubuh tidak bisa mengeluarkan asam
dalam mengatur keseimbangan asam basa.
4. Preload: Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
5. Afterload: Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
6. Kongesti paru: Vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang
tidak dapat diakomodasi oleh jantung kiri.
7. Kontraktilitas: Kemampuan otot-otot jantung untuk mengembang dan menguncup.
8. Ortopnea: Ketidakmampuan berbaring datar karena dispnu, adalah keluhan umum lain dari
dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vascular pulmonal.
9. Dispnea: Perasaan sulit bernafas dan dan biasanya merupakan gejala utama dari penyakit
kardiopulmonal.
10. Pitting edema: Edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan
ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg.
Pertanyaan:
1. Mengapa klien dengan CHF mengeluh sesak napas?
2. Mengapa klien dengan CHF sering buang air kecil dan susah tidur di malam hari?
3. Mengapa edema dan penambahan berat badan dialami klien CHF?
20
BAB III
KASUS
A. Uraian Kasus
Seorang laki-laki berusia 69 tahun dirawat di ruang Medikal Bedah RSUD Pekanbaru
dengan keluhan sejak 2 hari yang lalu mengalami sesak nafas apalagi pada malam hari. Sesak
nafas dan batuk sering disertai nyeri dada sebelah kanan dengan skala nyeri 6. Pasien
kelihatan lemah dan pucat. Sudah 3 hari tidak bisa tidur nyenyak karena kalau terbaring Tn. C
semakin sesak nafas. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pada pengkajian ditemukan
kaki oedema derajat 4. Tanda-tanda vital BP : 180/100 mmHg, P : 105 x/i, RR : 34 x/i, T :
38,9o C.
B. Pengkajian
Data Subjektif :
1. Klien mengatakan sesak nafas dan batuk disertai nyeri dada sebelah kanan.
2. Klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa tidur nyenyak karena kalau terbaring semakin
sesak nafas.
3. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
Data Objektif :
1. Klien terlihat pucat dan lemah
2. Kaki oedema derajat 4
3. Tanda-tanda vital, BP: 180/100 mmHg, P : 105 x/i, RR : 34 x/i, T : 38,9oC
C. Analisa Data
No.
Data
Etiologi
1.
DS : - Klien mengatakan
sesak nafas dan batuk
sering disertai nyeri
dada sebelah kanan
(skala nyeri 6).
-Klien mengatakan
Hipertensi
Nekrosis sel otot jantung
Hipertrofi ventrikel
21
Masalah
Keperawatan
Penurunan curah
jantung
DS : - Klien mengatakan
sesak nafas dan batuk
DO : - Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9o C
Kongesti pulmonalis
meningkat
DS : - Klien mengatakan
nyeri dada sebelah
kanan (skala nyeri 6).
DO : - Tanda-tanda vital
Nyeri dada
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9o C
4.
5.
DS : - Klien mengatakan
sudah 3 hari tidak bisa
tidur nyenyak karena
kalau terbaring
semakin sesak nafas
(skala nyeri 6).
DO : - Klien terlihat lemah
dan pucat.
- Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9o C
DS : DO : - Klien kelihatan
lemah dan pucat
- Kaki oedema derajat
4
- Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9o C
Perubahan metabolisme
miokardium
Nyeri dada
Pola nafas tidak efektif
Gangguan oksigenasi
jaringan
Gangguan pemenuhan
kebutuhan istirahat
dan tidur
Menghambat O2 ke jaringan
dan organ
Lemah dan pucat
Gagal jantung
Intoleransi aktivitas
D. WOC Kasus
Faktor Resiko
Peny. pada Miokard
sendiri
23
Gagal jantung
osmotic
Aliran tidak adekuat ke jantung dan otak
Pembesaran
cairan ke alveoli
Penurunann Curah
Jantung
Edema paru
Penurunan suplai O2
Pengembangan paru
ke miokardium
tidak optimal
Peningkatan hipoksia
Pola Nafas tidak Efektif
jaringan miokardium
Perubahan metabolisme miokardium
Nyeri Dada
Gangguan oksigenasi
ke jaringan
Kelemahan fisik
Intoleransi Aktivitas
Menghambat O2 ke
Jaringan dan organ
Lemah dan pucat
Ggn. Pemenuhan
Istirahat dan Tidur
24
E. Asuhan Keperawatan
Dx 1: Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukan
tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau tulang dan
bebas gejala gagal jantung (seperti barameter hemodinamik dalam batas normal,
keluaran urin adekuat).
KH: Klien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas
mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg),
nadi 80 x/i, tidak terjadi aritmia, denyut jantung dan irama jantung teratur.
Intervensi
Rasional
Kaji dan laporkan tanda
Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan
penurunan curah jantung (Nilai MI yang lebih dari 24 jam pertama.
curah jantung normal pada
orang dewasa 3 liter/menit).
Catat bunyi jantung.
S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis
mitral.
Palpasi nadi perifer.
Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi,
radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial
Istirahatkan klien dengan tirah
Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benarbaring optimal (mengurangi
benar istrahat untuk sembuh seperti luka pada patah
aktivitas).
tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah
mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung diturunkan.
Atur posisi tirah baring yang
Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring
ideal. Kepala tempat tidur harus untuk mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi
dinaikkan 20 sampai 30 cm (8- jumlah darah yang kembali ke jantung sehingga dapat
10 inc) atau klien didudukkan
mengurangi kongesti paru.
dikursi.
Kaji perubahan pada sensorik.
Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
Contoh: letargi, cemas, dan
sekunder terhadap penurunan curah jantung.
depresi.
Berikan oksigen tambahan
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
dengan nasal kanul/masker
miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia.
sesuai dengan indikasi.
Kolaborasi untuk pemberian
Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan
obat.
volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
25
26
Intervensi
Auskultasi bunyi napas (krakles).
Kaji adanya edema.
Ukur intake dan output.
Rasional
Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
keluaran urine.
Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Natrium
meningkatkan
retensi
cairan
dan
meningkatkan volume plasma yang bedampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
membuat kebutuhan miokardium meningkat.
Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma
dan menurunkan retensi cairan dijaringan, sehingga
menurunkan resiko terjadinya edema paru.
Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.
g. Lakukan manajemen
sentuhan.
Kolaborasi pemberian terapi
farmakologis antiangina.
a. Antiangina (nitrogliserin)
b. Analgesic, morfin 2-5 mg
intravena
c. Penyekat beta. Contoh:
atenolol, tonormin, pindolol,
visken propanolol (inderal)
Dx 4: Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berubungan dengan adanya sesak
napas.
28
2. Diuretik
Bertujuan untuk mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume
sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Pada pemberian diuretik harus diawasi kadar
kalium darah karena hipokalsemia mudah terjadi karena gangguan irama jantung.
Diuretik harus diberikan dalam jumlah yang besar untuk menghilangkan edema paru dan
atau perifer. Efek samping utama adalah hipokalemia. Ada beberapa macam duretik yang
dapat digunakan, seperti spironolakton, lasix, bumetanide, hydrochlorothiazide, dan yang
paling sering digunakan adalah furosemid (lasix).
3. Antagonis Reseptor Angiotensin II.
Bekerja dengan menghambat antagonisme langsung terhadap reseptornya. Masuk
antagonis A.II yang spesifik adalah losartan, valsatran, kandesartan, dan irbesartan,
sifatnya mirip dengan inhibitor ACE. Perbedaannya dengan inhibitor ACE adalah obat
golongan ini tidak menghambat pemecahan bradikinin dan kinin-kinin lainya, sehingga
tidak menimbulkan batuk kering.
4. Beta bloker
Diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis rendah dan serta dinaikkan
secara bertahap. Berfungsi untuk menurunkan kegagalan pompa serta kematian mendadak
akibat aritmia. Yang termasuk beta bloker adalah bisoprolol, metoprolol, dan karvedilol.
5. Kombinasi hidralazin dengan issorbid dinitrat ( 37,5 mg/tablet dan 20 mg/tablet)
Obat ini diindikasikan untuk untuk pasien yang intoleran dengan inhibitor ACE
Keadekuatan jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh sangat penting untuk
kelangsungan hidup individu. Ketika terjadi suatu masalah pada jantung maka seluruh
fungsi tubuhpun akan ikut terkena imbasnya. Suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh
31
jaringan tubuh akan ikut terganggu yang tentunya akan mengganggu proses metabolisme
sel-sel tubuh.
Non farmakologis
a. CHF Kronik
b. CHF Akut
G. Health Education
Pasien dengan penyakit gagal jantung dapat belajar untuk mengatur aktivitas
sesuai respons individual. Tujuan: memperlambat perkembangan penyakit dan perkembangan
gagal jantung.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), perawat harus memberikan pengetahuan kepada pasien
agar mempelajari hal-hal berikut untuk mencapai tujuan:
1. Hidup dengan reserve jantung yang terbatas
a. Beristirahat harus cukup
i. Beristirahat secara teratur setiap hari.
ii. Memperpendek waktu kerja bila memungkinkan.
iii.Menghindari kemarahan emosional.
b. Menerima kenyataan bahwa pemakaian digitalis dan pembatasan natrium mungkin
harus dialami seumur hidup.
i. Minum digitalis dengan dosis sesuai dengan yang diresepkan.
32
diresepkan.
Memeriksa denyut nadi sendiri setiap hari.
Melakukan system penghitungan sisa tablet untuk menyakinkan bahwa obat
telah diminum.
Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama untuk mendeteksi
34
DAFTAR PUSTAKA
Black & Hawk. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcome.
St. Louis: Elseveir-Saunder
Delima. (2009). Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia (Analisis
Lanjut Data Riskesdas 2007). Diperoleh tanggal 22 September 2012 dari
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id-jkpkbppk-gdl-res-2009-delima3176&q=penyakit+jantung+di+Indonesia.
Dhana (2010). Pfizer untuk Mengobati Gagal Jantung. Diperoleh tanggal 22 September 2012
dari http://news.isdaryanto.com/2010/11/pfizer-mengobati-gagal-jantung-html.
Dharma, S. (2007). Jantung pulih, kualitas hidup meningkat. Diperoleh tanggal 21 September
2012 dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran
Muttaqin, Arief. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC
Udjianti, W.J. (2010). Keperawatan Kardivaskular. Jakarta: Salemba Medika
Weller, B.F. (2005). Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC
World Health Organization (WHO). (2004). SF Kuisioner. Diperoleh tanggal 22 September 2012
dari Translate.google.com=http://www.f-36org/demos/sf-8.html.
35