Está en la página 1de 26

USULAN PENELITIAN

DINAMIKA SEDIMENTASI DAN PROSES PENYEBARAN


MINERAL LEMPUNG DI PESISIR SEMARANG

Disusun untuk dipresentasikan dalam rangka penelitian untuk Skripsi di


Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik
oleh :
Haryo Setiyanto Wikanworo
NIM. H1K009023

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013

DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1. Latar Belakang...............................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah........................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian............................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian..........................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4
2.1. Deskripsi Lokasi...........................................................................................4
2.1.1. Geologi dan Geomorfologi Pantai Semarang..............................................4
2.1.2. Iklim pantai Semarang.................................................................................5
2.2. Sedimen........................................................................................................5
2.2.1.Sedimentasi...................................................................................................5
2.2.2. Asal-usul Sedimen.......................................................................................7
2.3. Mineral...........................................................................................................8
2.3.1. Sifat Fisik Mineral.......................................................................................9
2.3.2. Sifat Kimia Mineral.....................................................................................11
2.4. Mineral Lempung...........................................................................................13
2.4.1. Kaolinite......................................................................................................14
2.4.2. Montmorillonite...........................................................................................14
2.4.3. Illite..............................................................................................................15
2.4.4. Chlorite........................................................................................................15
III. MATERI DAN METODA...........................................................................16
3.1. Materi Penelitian...........................................................................................16
3.1.1...................................................................................................... Alat
16
3.1.2.Bahan............................................................................................................17
3.2. Metoda Penelitian...........................................................................................17
3.2.1.
Pengambilan Sampel......................................................................................17
3.2.2.
Preparasi Sampel............................................................................................17
3.2.3.
Analisis...........................................................................................................17
3.3. Waktu dan Tempat..........................................................................................19
3.4. Jadwal Rencana Penelitian.............................................................................19

DAFTAR GAMBAR
Gambar

halaman

1.Ukuran Besar Butir Sedimen (Busch,2003)..............................................6


2. Evolusi Pembentukan Sedimen (mohammed, 2003)...............................7

DAFTAR TABEL
Tabel

halaman

1.Skala Kekerasan Relatif menurut Mohs....................................................10


2. Kelompok mineral Silikat........................................................................12
3.Mineral Non-Silikat dan Kegunaannya.....................................................13
4. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian....................................16
5. Jadwal Rencana Penelitian.......................................................................19

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 6o50
7o10 Lintang Selatan dan 109o35 110o50 Bujur Timur. Bagian utara kota semarang
merupakan wilayah pantai yang berbatasan langsung dengan laut jawa dengan panjang
garis pantai 13,6 km. Semarang sebagai salah satu kota besar di Jawa tengah mengalami
perkembangan yang pesat di bidang pembangunan.. Kebutuhan manusia yang makin
hari makin bertambah membuat perubahan penggunaan lahan dari yang semestinya.
Berkembangnya Kota Semarang tentunya membawa konsekuensi akan kebutuhan
lahan kearah dataran pesisir dan pantai. Hal yang menjadi fokus adalah sejauh mana
tekanan terhadap daya dukung lingkungan tersebut dapat merubah kondisi lingkungan.
Dalam hal ini, karakter sedimen dan batuan yang ada di bawah permukaan bumi
maupun atas permukaan dapat digunakan untuk membaca perubahan kondisi
lingkungan di masa lalu (Martin & Meybeck, 2006).
Sedimentasi di perairan pantai, khususnya yang di dalamnya bermuara suatu
sungai akan mempunyai karakteristik yang khas dan mempunyai keterikatan dengan
proses sedimentasi di daratan dan di perairan (Dyer,1990 dalam Syarani 2006).
Sedimen di dasar laut berasal dari sumber yang beragam, yaitu dari kerak bumi, kerak
samudra, aktifitas gunung api, organisme, bahkan dari luar angkasa (Chamberline,
2008). Sedimen ini dapat berubah atau teralterasi menjadi sedimen dengan kondisi yang
berbeda dari aslinya, melalui proses fisika, kimia, biologi, yang berlangsung baik di
daratan maupun di dasar laut. Perubahannya meliputi karakter fisik maupun komposisi
kimiawi dari mineral yang terkandung dalam sedimen. Proses alterasi mineral dalam
sedimen di dasar laut sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana sedimen itu

terbentuk. Bila proses sedimentasi tidak mengalami gangguan, maka endapan sedimen
yang tebal dan homogen yang akan terbentuk. Pada kenyataannya, kondisi lingkungan
saat terjadinya sedimentasi sering terganggu oleh faktor alam maupun oleh aktifitas
manusia. Sedimentasi yang terbentuk di lingkungan pesisir dan laut dangkal lebih
dinamis dibandingkan sedimentasi di laut dalam karena daerah ini merupakan
pertemuan antara dinamika lautan dan daratan.
Penelitian yang akan dilakukan di daerah Pesisir dan pantai Semarang Utara,
antara lain mengkaji mengenai perubahan lingkungan yang membuat alterasi pada
komposisi sedimen, dan mencoba untuk mengidentifikasi peranan manusia dalam
mempercepat perubahan lingkungan pesisir yang terjadi saat ini.
I.2. Perumusan Masalah

1.

Sedimen di dasar laut, pesisir dan pantai dapat merekam berbagai peristiwa
selama pengendapan berlangsung, yang terbaca melalui karakter

2.

sedimennya, yaitu tekstur, struktur, dan komposisi mineral.


Perubahan lingkungan yang terjadi selama pengendapan berlangsung dapat
merubah karakter mineral di dalam sedimen, baik kondisi fisik dan maupun

3.

kandungan senyawa kimianya.


Mineral lempung adalah mineral yang berukuran lempung (diameter <0.063
mm), terbentuk dari ubahan mineral lain karena kondisi fisika, kimia dan
biologi. Sehingga diasumsikan bahwa perubahan kandungan mineral

4.

lempung mencerminkan kondisi perubahan lingkungan di daerah itu


Perubahan lingkungan dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia
(antropogenik). Sejauh mana peranan aktifitas manusia dan faktor alam
dalam perubahan lingkungan inilah yang akan diteliti dari tingkat alterasi
yang terjadi pada komposisi mineral lempung di sedimen dasar laut dan
pesisir Semarang.

I.3. Tujuan Penelitian


1. Mengetahui perubahan komposisi mineral lempung yang terkadung dalam
sedimen yang berukuran halus di dasar perairan dan pesisir Semarang.
2. Merekonstruksi perubahan lingkungan yang pernah terjadi di masa lalu dari
lapisan sedimen core di dasar laut perairan dan pesisir Semarang
3. Menginterpretasikan faktor apa yang paling berperan dalam perubahan
lingkungan setempat, apakah faktor alami atau antropogenik (manusia)
I.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah yang dapat
digunakan sebagai landasan dalam kebijakan pembangunan dan pengelolaan
lingkungan pesisir dan pantai Semarang oleh dinas pemda setempat

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Deskripsi Lokasi
Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 6o50
7o10 Lintang Selatan dan garis 109o35 110o50 Bujur Timur dengan luas wilayah
373,70 km2. Kota Semarang, terdiri dari 177 kelurahan dan 16 kecamatan. Kecamatan
yang ada meliputi: Semarang Barat, Semarang Utara, Semarang Tengah, Semarang
Timur, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Gayamsari, Pedurungan, Genuk,
Tembalang, Gunungpati, Banyumanik, Mijen, Ngaliyan dan Tugu. Secara Demografi,
berdasarkan data statistik Kota Semarang penduduk Kota Semarang periode tahun
2005-2009 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,4% per tahun. Pada tahun 2005
adalah 1.419.478 jiwa, sedangkan pada tahun 2009 sebesar 1.506.924 jiwa.
Kota Semarang memiliki beberapa sungai, diantaranya yaitu Sungai Babon,
Kripik, Kreo, Banjir Kanal Timur, Banjir Kanal Barat, dan Garang. Sungai Banjir Kanal
Barat merupakan gabungan Sungai Garang, Kreo dan Kripik, yang berasal dari Gunung
Ungaran, merupakan sistem sungai terbesar di kota Semarang.
2.1.1. Geologi dan Geomorfologi Pantai Semarang
Pantai Semarang termasuk dalam zona dataran pantai utara jawa, yang merupakan
endapan aluvium. Wilayah pantai Semarang merupakan bagian dari delta Kali Bodri,
Kali Kuto dan Kali Semarang yang mengalami akresi dan abrasi. kondisi litologi bawah
permukaan wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas sedimen berfraksi halus yang
bersifat lunak dan pasiran bersifat relatif padat yang beralaskan batuan volkanik di
bawah kedalaman 20 25 meter. Penyebaran dan tipe material yang terdapat di
sepanjang pantai Kota Semarang, merupakan hasil proses geomorfik dari batuan asal,
yang berada di sekitar wilayah Semarang itu sendiri, lalu bercampur dengan material

yang berasal dari lingkungan perairan laut di sekitarnya, seperti pecahan terumbu
karang dan sisa vegetasi, kemudaian mengalami litifikasi.
Secara Geomorfologis Pantai Semarang Merupakan Pantai Berelief rendah yang
tersusun atas endapan aluvium pantai, marin, dan rawa. Garis pantai Semarang memiliki
karakteristik dataran berlumpur, berpasir dan berbatuan yang terbentuk secara alamiah
dan juga hasil interaksi dengan manusia.Bentuk pantai semarang bervariasi yaitu
berjenis agak cekung, agak cembungan dan kombinasi antara keduanya.
2.1.2. Iklim pantai Semarang
Iklim di wilayah pantai Kota Semarang sama dengan iklim Kota Semarang secara
keseluruhan, yaitu iklim tropis, dengan suhu rata-rata 28,4 oC. Suhu minimum 22,1 oC
terjadi pada bulan Juli, dan suhu maksimum 33,7 oC terjadi pada bulan September dan
Oktober. Kelembaban relatif tinggi dengan rata-rata 75%. Curah hujan rata-rata tahunan
sekitar 2.100 mm, dengan rata-rata hujan 178 hari/tahun. Tingginya curah hujan dapat
berpengaruh pada sedimen tasi di daerah pantai yang terbawa arus sungai. Kecepatan
angin berkisar antara 6 8 km/jam, dengan rata-rata tahunan sebesar 6,9 km/jam. Arah
angin yang paling dominan sepanjang tahun yakni arah barat laut
2.2. Sedimen
2.2.1.Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses mengendapnya

sedimen yang telah tertransport

oleh berbagai macam media seperti angin, air, es, dan gavitasi. Foster dan Meyer (1977)
berpendapat bahwa erosi sebagai penyebab timbulnya sedimentasi yang disebabkan
oleh air terutama meliputi proses pelepasan (detachment), penghanyutan
(transportation), dan pengendapan (depotition). Proses pengangkutan sedimen
(sediment transport) dapat diuraikan meliputi tiga proses sebagai berikut

a. Pukulan air hujan (rainfall detachment) terhadap bahan sedimen yang terdapat
diatas tanah sebagai hasil dari erosi percikan (splash erosion) dapat
menggerakkan partikel-partikel tanah tersebut dan akan terangkut bersama-sama
limpasan permukaan (overland flow).
b. Limpasan permukaan (overland flow) juga mengangkat bahan sedimen yang
terdapat di permukaan tanah, selanjutnya dihanyutkan masuk kedalam sungai
kecil (rills), dan seterusnya masuk kedalam selokan dan akhirnya ke sungai.
c. Pengendapan sedimen, terjadi pada saat kecepatan aliran yang dapat
mengangkat (pick up velocity) dan mengangkut bahan sedimen mencapai
kecepatan pengendapan (settling velocity) yang dipengaruhi oleh besarnya
partikel-partikel sedimen dan kecepatan aliran.

Gambar 1.Ukuran Besar Butir Sedimen (Busch,2003)


Karakteristik sedimen seperti, ukuran butir, bentuk butir, tekstur, sortasi, dan
komposisi mineral suatu endapan akan berbeda antara satu tempat dengan tempat
lainnya, tergantung jenis dan lokasi asal sumber batuan dan karakteristik proses
sedimennya (Dewi, 2008). Sedimen berbutir kasar berupa kerikil-pasir kuarsa akan
diendapakan di sekitar pantai atau pesisir, sedangkan sedimen yang lebih halus seperti
lanau dan lempung diendapkan di laut. Begitu pula mineral karbonat atau gamping
diendapkan lebih jauh lagi ke arah laut. Untuk mengetahui berapa persen dalam
sedimen itu mengandung kerikil, pasir, lanau, dan lempung, maka diperlukan pemisahan

butiran dengan menggunakan metoda ayakan dan pipet. Hasilnya akan diketahui
masing-masing persentase dari ukuran butir tersebut. Data ini dijadikan dasar dalam
analisis tekstur sedimen (Folk, 1968).

Gambar 2. Evolusi Pembentukan Sedimen (mohammed, 2003)


2.2.2. Asal-usul Sedimen
Sedimentasi di pesisir laut tidak hanya berasal dari daratan namun juga berasal
dari laut itu sendiri. Material yang berasal dari laut dapat berupa sisa-sisa organisme
yang telah mati, gunung api bawah laut, bahkan mikroorganisme termasuk dalam
sedimen tersebut. Menurut Dierich (1963), berdasarkan asal-usulnya sedimen dilaut
dibagi menjadi 4 yaitu sedimen terigenik yang berasal dari lingkungan vulkanik,
sedimen biogenic berasal dari aktivitas organisme, sedimen halmirogenik, berasal dari
reaksi inorganik dan sedimen kosmogenik yang berasal dari luar angkasa.
Sedimen terigenik berasal dari batuan di darat yang mengalami pelapukan
karena proses mekanik dan kimia. Sebagian besar berasal dari lingkungan vulkanik
yang terbawa oleh air, terutama sungai yang kemudian tertransport ke tempat lain.

Sedimen jenis ini terdapat pada daerah pesisir, hanya sebagian kecil yang tertransport ke
laut lepas (Dietrich, 1963). Sedimen biogenik adalah sedimen yang berasal dari aktifitas
organik yang terdiri dari rombakan cangkang, pecahan skeleton, dan sisa organisme
laut. Sedimen biogenik ditemukan di daerah pantai, atau dinamakan endapan litoral dan
semakin menghilang kearah laut dalam karena lingkungannya tidak mendukung bagi
kehidupan organisme. Umumnya sisa organisme yang bercangkang keras yang
berkomposisi kalsium karbonat dan silika. Sedimen halmirogenik adalah batuan mineral
yang terbentuk yang terbentuk oleh reaksi inorganik disaat air laut sangat jenuh dengan
mineral terlarut.terlarut
2.3. Mineral
Mineral adalah suatu benda padat yang terdapat di alam dan terbentuk oleh proses
anorganik. Setiap mineral memiliki susunan atom yang teratur dan komposisi kimia
tertentu yang memberikan sifat fisik yang spesifik. Sifat fisik mineral itulah yang biasa
dipakai untuk mengetahui mineral itu sendiri. Sifat fisik mineral tersebut ialah warna,
kilap, bentuk, belahan, kekerasan, pecahan, berat jenis dan cerat. Secara umum mineral
yang paling banyak dimanfaatkan manusia adalah mineral yang berasal dari daratan
berupa endapan placer (Witasari, 2010). Selain memiliki sifat fisik mineral juga
memiliki sifat kimiawi. Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat
dikelompokkan menjadi mineral Silikat dan mineral Non-silikat. Terdapat 8 (delapan)
kelompok mineral Non-silikat, yaitu kelompok Oksida, Sulfida, Sulfat, Native elemen,
Halid, Karbonat, Hidroksida, dan Phospat Adapun mineral silikat (mengandung unsur
SiO) yang umum dijumpai dalam batuan.
2.3.1. Sifat Fisik Mineral
2.3.1.1. Warna

Beberapa mineral memiliki karakter warna tersendiri yang menjadikan cirri


mineral tersebut. Selain mineral yang berwarna beberapa mineral juga mempunya 1
variasi warna yang lengkap dari mulai hitam pekat hingga transparan, sehingga di
butuhkan pengamatan sifat fisik lainnya untuk mengetahui mineral tersebut (Noor,
2009). Identifikasi mineral dengan warna jarang digunakan untuk mengetahui suatu
mineral karena ada beberapa mineral yang kotor, sehinggga warna aslinya tidak terlihat.
Ciri yang khas yaitu untuk mineral dengan warna gelap mengindikasikan adanya unsur
besi di dalamnya. Lain halnya dengan mineral berwarna terang yang mengindikasikan
banyak mengandung aluminium.
2.3.1.2. Kilap
Kilap atau luster adalah kenampakan atau kualitas pantulan cahaya dari
permukaan suatu mineral. Menurut Noor (2009), ada dua jenis kilap pada mineral yaitu
kilap logam dan kilap non logam. Kilap logam yaitu kilap metalik yang menjadi cirri
khas logam dan kilap non logam contohnya kilap mutiara, kilap sutera, kilap gelas,
kilap intan, kilap dammar, kilap lemak dan kilap tanah. Selain kedua kilap tersebut ada
juga mineral yang memiliki kilap antara logam dan non logam disebut kilap submetalik.
2.3.1.3. Bentuk
Mineral di alam berbentuk Kristal, tiap mineral memiliki bentuk khas yang
berbeda-beda akibat dari susunan kimiawi yang terkandung dalam mineral tersebut.
Bentuk kristal dari mineral dibagi dua yaitu bentuk isometrik dan non isometrik.
Kebanyakan mineral mengkristal dengan bentuk yang tidak beraturan karena masingmasing membutuhkan ruangan yang cukup untuk membentuk kristal yang teratur.
Akibatnya kristal akan saling tumbuh dan membuatnnya menjadi tidak beraturan.
2.3.1.4. Belahan

Belahan adalah kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu arah atau
lebih. Arah tersebutditentukan oleh susunan atom-atom yang ada didalamnya. Dapat
dikatakan bahwa bidang tersebut merupakan bidang lemah yang dimiliki oleh suatu
mineral.
2.3.1.5. Kekerasan
Salah satu kegunaan dalam mendiagnosa sifat mineral adalah dengan mengetahui
kekerasan mineral. Kekerasan adalah sifat resistensi dari suatu mineral terhadap
kemudahan mengalami abrasi (abrasive) atau mudah tergores (scratching). Kekerasan
suatu mineral bersifat relatif, artinya apabila dua mineral saling digoreskan satu dengan
lainnya, maka mineral yang tergores adalah mineral yang relatif lebih lunak
dibandingkan dengan mineral lawannya. Skala kekerasan mineral mulai dari yang
terlunak (skala 1) hingga yang terkeras (skala 10) diajukan oleh Mohs dan dikenal
sebagai Skala Kekerasan Mohs
Tabel 1. Skala Kekerasan Relatif menurut Mohs
Kekerasan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Mineral
Talc
Gypsum
Calcite
Fluorite
Apatite
Orthoclase
Quartz
Topaz
Corundum
Diamond

Rumus Kimia
Mg3 Si4 O10 (OH)2
CaSO4 2H2 O
CaCO3
CaF2
Ca5 (PO4 )3 (OH,Cl,F)
KAlSi3 O8
SiO2
Al2 SiO4 (OH,F)2
Al2 O3
C

2.3.1.6. Goresan
Goresan atau Streak adalah warna dari serbuk mineral apabila digoreskan pada
suatu lempeng kasar. Warna dari serbuk yang tertinggal dari goresan itulah yang akan

diamati. Meskipun warna suatu mineral dapat bermacam-macam, tetapi goresannya


selalu sama, jadi warna goresan lebih merupakan warna asli dari mineral. Cerat dapat
juga membantu untuk membedakan mineral metalik dan non metalik. Mineral dengan
kilap metalik biasanya mempunyai cerat lebih gelap daripada cerat mineral dengan kilap
non metalik (Noor, 2009).
2.3.2. Sifat Kimia Mineral
2.3.2.1. Mineral Silikat
Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang
merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal.
Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari
mineral silikat, dan hampir 100 % dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km dari
kerak Bumi). Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu
sedimen, batuan beku maupun batuan metamorf.
Silikat pembentuk batuan yang umum adalah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok ferromagnesium dan non-ferromagnesium. Mineral silikat ferromagnesium
adalah mineral silikat yang mengandung ion besi dan atau magnesium di dalam struktur
mineralnya. Mineral-mineral silikat yang tidak mengandung ion-ion besi dan
magnesium disebut mineral silikat non ferromagnesium. Mineral-mineral silikat
ferromagnesium dicirikan oleh warnanya yang gelap dan mempunyai berat jenis antara
3,2 sampai 3,6. Sebaliknya mineral-mineral silikat non ferromagnesium pada umumnya
mempunyai warna terang dan berat jenis rata-rata 2,7. Beberapa mineral silikat yaitu,
Kuarsa (SiO2), Olivin (Mg,Fe)2SiO2, felspar Alkali: ( KAlSi3O8 )
Tabel 2. Kelompok mineral Silikat
Mineral
Olivine
Pyroxene
Amphibole

Rumus Kimia
(Mg,Fe)2 SiO4
(Mg,Fe)SiO3
(Ca2 Mg5 )Si8 O22 (OH)2

Muscovite
Biotite
Orthoclase
Plagioclase
Quartz

KAl3 Si3 O10 (OH)2


K(Mg,Fe)3 Si3 O10 (OH)2
K Al Si3 O8
(Ca,Na)AlSi3 O8
SiO2

2.3.2.2. Mineral Non Silikat


Meskipun kelompok mineral ini sangat bernilai ekonomis, tetapi ada juga yang
sangat jarang dijumpai bila dibandingkan dengan mineral silikat. Mineral Oksida,
Mineral Sulfida dan Mineral Karbonat serta Sulfat merupakan mineral non silikat yang
terkandung dalam batuan sedimen Mineral karbonat mempunyai struktur yang lebih
sederhana dibandingkan dengan mineral silikat. Group mineral ini disusun oleh ion
karbonat kompleks (CO32-), dan satu atau lebih ion positif. Dua macam mineral
karbonat yang sangat umum adalah kalsit CaCO3 dan dolomit (CaMgCO3)2 (Noor,
2009). Terbentuk sebagai akibat perseyawaan langsung antara oksigen dan unsure
tertentu. Susunannya lebih sederhana dibanding silikat.
Mineral oksida umumnya lebih keras dibanding mineral lainnya kecuali silikat.
Mereka juga lebih berat kecuali sulfida. Unsur yang paling utama dalam oksida adalah
besi, Chroom, mangan, timah dan aluminium. Beberapa mineral oksida yang paling
umum adalah es (H2O), korondum (Al2O3), hematit (Fe2O3) dan kassiterit (SnO2).
Mineral Sulfida. Merupakan mineral hasil persenyawaan langsung antara unsur tertentu
dengan sulfur (belerang), seperti besi, perak, tembaga, timbal, seng dan merkuri.
Beberapa dari mineral sulfida ini terdapat sebagai bahan yang mempunyai nilai
ekonomis, atau bijih, seperti pirit (FeS3), chalcocite (Cu2S), galena (PbS), dan
sphalerit (ZnS).
Tabel 3.Mineral Non-Silikat dan Kegunaannya
Group
Oksida

Mineral
Hematit
Magnetit

Formula
Fe2O3
Fe3O4

Sulfida

Sulfat
Halida
Karbonat

Unsur native

Korondum
Galena
Sfalerit
Firit
Kalkofirit
Gipsum
Anhidrit
Halit
Fluorit
Kalsit
Dolomit
Malasit
Emas
Tembaga
Intan
Sulfur
Grafit

Al2O3
PbS
ZnS
FeS2
CuFeS2
CaSO4.2H2O
CaSO4
NaCl
CaF2
CaCO3
CaMg(CO3)2
Cu(OH)2CO3
Au
Cu
C
S
C

2.4. Mineral Lempung


mineral lempung atau clay mineral merupakan mineral yang berukuran
mikroskopis biasanya terdapat pada tanah lempung, namun dapat terdapat pula di pasir
serta lanau. Mineral-mineral lempung banyak terdiri dari silikat aluminium dan besi
magnesium. Mineral lempung dapat terbentuk dari hampir setiap batuan selama terdapat
cukup banyak alkali dan tanah alkalin untuk dapat membuat terjadinya reaksi kimia.
Mineral lempung memiliki struktur yang sensitif terhadap perubahan temperatur dan
kondisi kimiawi. Sehingga didalam studi alterasi hidrotermal,mineral ini digunakan
sebagai geothermometer mineral, mulai dari temperatur rendah (50C) sampai tinggi
(>220C) dan juga untuk mengevaluasi kondisi kimia fluida saat berinteraksi dengan
batuan..

Ada beberapa faktor yang menentukan sifat mineral lempung yaitu :


1. sifat-sifat kimia dari material asalnya
2. lingkungan fisika dan kimia, dimana perubahan material tersebut terjadi

3. lingkungan dari pengendapan dan diagenesis


Jenis mineral dapat diketahui dengan menggunakan metode XRD (X-Ray Diffractions)
dan menggunakan mikroskop binocular. Mineral lempung yang umum ditemui yaitu
Kaolinite, Montmorillonite, illite, dan chlorite.
2.4.1. Kaolinite
Kaolinite merupakan mineral lempung yang bersifat baku karena hanya
ditemukan unsur silikat dan aluminium dalam kaolinite. Kaolinite terbentuk dalam
lingkungan asam dengan pH 4. Komposisi kimia yang umum kaolinite yaitu
Al2Si2O5(OH)4. Mineral ini mudah terbentuk karena dapat terbentuk hanya dengan unsur
silika dan aluminium (Riyanto, 1991). Kaolinit ini berasal dari daerah panas seperti
hutan tropis. Kaolinit terbentuk pada kedalaman dangkal dan temperatur yang
rendah (Corbett dan Leach, 1996). Pemanfaatan kaolinite dalam industri yaitu yang
paling umum untuk industri keramik.
2.4.2. Montmorillonite
Montmorillonite termasuk mineral golongan smectite yang paling banyak
ditemui di alam. Montmorillonite berasal dari pelapukan abu vulkanik gunung berapi.
Montmorillonite merupakan mineral paling reaktif diantara clay mineral lain, sehingga
mudah berubah menjadi mineral illite dan chlorite terutama jika terdapat dalam
lingkungan marine (Riyanto, 1991). Kandungan potassium dan magnesium yang tinggi
di laut mempermudah perubahan mineral ini. Dalam penampakannya mineral ini
berwarna abu-abu kecoklatan coklat agak pucat. Montmorillonite mempunyai rumus
kimia umum (Na,Ca)0.33(Al,Mg)2(Si4O10). Montmorillonite dapat menghisap air yang
menyebabkan volumenya akan bertambah dari volume asalnya(arifin, 2009).

2.4.3. Illite
Illite merupakan mineral lempung yang umumnya berada pada sedimen marine.
Illite terbentuk pelapukan batuan yang mengandung unsur K dan Al. illite terbentuk
pada fluida dengan pH 4-6 rendah (Corbett dan Leach, 1996). Illite diturunkan dari
mika dan biotit yang kadang-kadang disebut lempung mika. Retakan antara partikel
penyusunnya kurang baik sehingga kurang stabil dibandingkan dengan kaolinite.
Lempung illite biasanya dijumpai pada daerah-daerah dengan curah hujan sedang. Illite
mempunyai rumus kimia (OH)4 Ky(Si8-y.Aly)(Al4.Mg6.Fe4.Fe6)O20. Struktur illite ini
mirip dengan muscovite atau mika hanya saja sedikitnya kandungan alkali.
2.4.4. Chlorite
Chlorite adalah mineral lempung yang umum terbentuk dalam tanah dengan
kondisi air tanah yang asam, dan dalam tanah di daerah iklim kering. Pada kondisi pH
yang sedikit asam mendekati netral, fase klorit-karbonat menjadi dominan, dimana
mineral ini terbentuk bersama dengan group illit pada lingkungan transisi pH 5-6
dengan temperature yang tinggi (Lawless dan White, 1997).

I MATERI DAN METODA


3.1. Materi Penelitian
I.4.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan untuk sampling
dan analisis mineral lempung di laboratorium yang dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Nama Alat

Kegunaan

A. Peralatan Sampling
1. Core diameter 7 cm, panjang 1m
2. Tutup core 2 buah
3. Plastik panjang

Pengambilan sampel sedimen


Penutup Core
Membungkus Core

4. Kamera

Dokumentasi

5. Lakban

Merekatkan core dengan tutup dan


bungkusnya

6. Spidol permanen

Menamai core

7. Alat tulis

Mencatat data

B. Preparasi sampel
1. Ayakan sedimen
2. Cawan
3. Oven

Memisahkan ukuran butir sedimen


Tempat meletakkan sampel
Untuk mengeringkan sedimen

4. Timbangan

Menimbang berat sedimen

5. Plastik zip

Untuk tempat sampel akhir

6. Label
7. Alat tulis

Untuk menamai sedimen


Mencatat data

C. Analisis Sedimen
1. Mikroskop

Analisis Petrografi

D. Analisis XRD
1. X-Ray Diffraction

Analisis XRD

3.1.2. Bahan
Sampel yang digunakan Dalam Penelitian ini yitu sampel core sedimen dari tiga
lokasi di pantai Semarang, Jawa Tengah.
I.5. Metoda Penelitian
Metoda penelitian yang akan di lakukan meliputi proses pengambilan sampel di
lapangan, preparasi sampel, analisis sampel .
I.5.1. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan Core Sepanjang 1m yang
dibenamkan ke dasar. Pengambilan dilakukan di tiga titik dan titik tersebut di catat
koordinatnya dengan menggunakan GPS. Sampel core dilakban agar tidak bocor dan
kemudian di bawa ke laboratorium untuk di analisis.
I.5.2. Preparasi Sampel
Sampel yang didapat dari tiap-tiap stasiun di ambil beberapa gram untuk
dipindahkan ke cawan petri dan kemudian dimasukkan ke dalama oven sampai kering
dengan suhu 80oC. Setelah kering kemudian ditimbang dengan timbangan analitik dang
di catat untuk kemudian di analisis lebih lanjut.
I.5.3. Analisis
Analisis mineral lempung menggunakan 2 metode yaitu metode XRD (X-Ray
Diffraction) dan pengamatan detrital. Analisis ukuran butir menggunakan analisis
granulometri.

Metode XRD (X-Ray Diffraction)


XRD merupakan metode analisa nondestruktif yang didasarkan pada pengukuran
radiasi sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal ketika terjadi interaksi antara suatu
materi dengan radiasi elektromagnetik sinar X. Suatu kristal memiliki kisi kristal
tertentu dengan jarak antar bidang kristal (d) spesifik juga sehingga bidang kristal
tersebut akan memantulkan radiasi sinar X dengan sudut-sudut tertentu. Hal yang perlu
diperhatikan pada metode ini adalah posisi difraksi maksimum, intensitas puncak dan
distribusi intensitas sebagai fungsi dari sudut difraksi (Casnan,2009).
Jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan
membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi
dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskanakan ditangkap oleh detektor kemudian
diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Puncak-puncak yang didapatkan dari
data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk
hampir semua jenis material (Priyono, 2012).
I.5.3.1. Metode Pengamatan Detrital
Metode ini menggunakan mikroskop binokuler untuk mengidentifikasi detrital
dengan melihat sifat-sifat fisik butiran tersebut, terutama yang berukuran pasir atau
lebih besar dari itu. Metode ini banyak di pilih karena biaaya yang dikeluarkan untuk
analisis menjadi lebih murah di bandingkan dengan analisis menggunakan metode
XRD. Metode ini memiliki kelemahan, yaitu keterbatasannya dalam mengdentifikasi
mineral yang berukuran butir lempung. Oleh karena itu kombinasi antara kedua metode
ini akan sangat bermanfaat dan efisien (Silaban,2001).
3.2.2.3. Metode Granulometri
Granulometri atau analisis ukuran butir merupakan metode analisis yang
menggunakan ukuran butir sebagai materi analisis. Untuk melakukan analisis ini sampel

yang telah melalui tahap preparasi kemudian di ayak menggunakan ayakan seri standat
America Standart Testing Material (ASTM). Hasil dari analisis ini mengacu pada skala
Wenworth (1992). Penamaan jenis sedimen dilakukan berdasarkan berat masing-masing
fraksi sedimen untuk kemudian di masukkan kedalam diagram sephard (1954).
3.2.2.4. Diagram Alur Penelitian
Pengambilan Sampel
Penanganan Sampel

Analisis Ukuran Butir

Analisis Mineral

Klasifikasi Sephard dan Wentworth


X-Ray Difrraction (XRD)

Mikroskopis

Interpretasi

I.6. Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan april 2013. Sampel sedimen diambil
di daerah transisi banjir kanal timur Semarang, Jawa Tengah. Analisis Petrografi
dilakukan di Laboratorium Geologi Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan
Analisis XRD dilakukan di Pusat Survey Geologi, Bandung.
3.4. Jadwal Rencana Penelitian
Tabel 5. Jadwal Rencana Penelitian
NO
1
2
3
4

Kegiatan
Pembuatan Proposal
Seminar
Penelitian
Pembuatan Laporan

I
v

II
v

Bulan ke III
IV
v
v
v
v

VI

DAFTAR PUSTAKA
Busch, R.M., 2003. Laboratory Manual in Physical Geology, Prentice Hall, USA, 271 hal.
Casnan. 2009. Analisis Polimer Komposit Dengan Penguat Marmer Dari Cirebon dan
Ciampela. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor.
Chamberline, W.S., 2008. Exploring The World Ocean. Fullerton College
Tommy D. Dickey, University of California, 72-88 p.
(www.mhhe.com/chamberlin1e, diunduh tanggal 11 september 2013)
Corbett, G.J and Leach, T.M, 1996, Southwest Pacific Rim Gold-Copper System:
Structure, Alteration, and Mineralization, Special pub. Society of Econ. Geol. 6: 237
p.
Dewi,T.K, Yudi Darlan. 2008. Partikel Mikroskopis Dasar Laut nusantara. Pusat
Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung. 99 hal.
Dietrich, G. 1963.General Oceanography an introduction 2nd. Ed. A Wiley-Interscien
Publication. New York. 19-23p.
Folk, R.L., 1968: Petrology of Sedimentary Rocks, Hemphill, Austin, Texas, 170 hal
Lawless, J V, and White, P J, 1997, Epigenetic Magmatic-Related Mineral Deposits:
Exploration Based on Mineralization Models. Kingston-Morrison Ltd.
Martin & Maybeck. 2006. Formation and alteration of clay materials. Geological
Society, London, Engineering Geology Special Publications, 21: 29-71.
Mohamed, K.R,. 2003: Sedimentologi, batu sedimen, batuan sedimen, Ge-ologi UKM
Passlow, V., Rogis, J., Hancock, A., Hemer, M., Glenn, K., & Ahsanul-Habib, A.,
2005-08. National Marine Sediments Database and Seaoor Characteristics Project.
FINAL REPORT. Geoscience Australia, 120 hal.
Noor,Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor: Program Studi Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universita Pakuan.
Priyono, K.D. 2012. Kajian Mineral Lempung Pada Kejadian Bencana Longsor Lahan di
Pegunungan Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum Geografi, Vol. 26,
No. 1, Juli 2012: 53 64
Riyanto, B. 1991. Geologi Ekonomi. Universitas Pembangunan Nasional. Yogyakarta.
Shepard, F., P. 1954. Nomenclature Based on Sand-Silt-Clay Ratios. Journ. Of Sedimentary
Petrologi. 24:151-158
Silaban, M.S.P. 2001. Studi Mineral Lempung Hidrotermal Dan Aplikasinya Untuk Operasi
Pemboran Panas Bumi. Proceeding Of The 5th Inaga Annual Scientific Conference
& Exhibitions, Yogyakarta.
SyaRani, Lachmuddin., Hariadi. 2006. Penentuan Sumber Sedimen Dasar Perairan : I.
Berdasarkan Analisis Mineralogi dan Kandungan Karbonat. Ilmu Kelautan. Vol
11(1): 37- 43

Wenworth, C.,K. 1922. A Scale of Grade Class Term For Clastics Sediment. Journ.
Geology. 30:337392
Witasari, Yunia. 2010. Mineral dari lautan. Oseana, Vol. XXXV :49-56

También podría gustarte