Está en la página 1de 7

al-Kulliyatul khams ( Maqashid al-Sysariah)

Islam adalah agama mengatur segala perkara manusia baik perkara duniawi
maupun ukhrawi. Yang di dalamnya tidak memberikan kesulitan bagi semua umat
muslim. Allah SWT berfirman:
Yang artinya Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan. (QS. Al-Hajj [22]: 78)
Selain itu, Tujuan dari tasyri islam adalah merealisasikan mashlahah umat di dunia
dan akhirat. Oleh karenanya syariat islam ditegaskan oleh Allah sebagai rahmat
bagi manusia: Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S. Yunus [10]: 57)
Maka tepatlah apa yang dikatakan oleh Ibnu al Qayyim bahwasanya syariah
merupakan keadilan, rahmat, mashlahah dan hikmah secara universal. Jika ada halhal yang menyimpang dari kriteria tersebut maka bukan merupakan syariah. Nilainilai Islam yang dimaksudkan adalah terimplementasinya maqashid al-syariah alkhamsah.

A.

Pengertian kulliyatul khams (Maqashid al-Sysariah)

Secara etimologis maqshid berasal dari kata qasada yang berarti


bermaksud, berniat. Sedangkan secara terminologis adalah sasaran-sasaran yang
dituju oleh syariat dan rahasia-rahasia yang diinginkan oleh Syari dalam setiap
hukum-hukum-Nya untuk menjaga kemaslahatan manusia.
Sebagian ulama memberikan pendapat atau mendefinisikan kulliyatul khams atau
maqashid syariah ini dalam beberapa bagian, diantaranya:
1.

Imam Syatibi,menurutnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Kemauan taklf, maknanya adalah kemauan seorang mukallaf dalam


mengerjakan beban yang telah ditentukan oleh Syari. Selanjutnya as-Syatibi
mengatakan bahwa perkara yang maklum adalah yang sesuai dengan perbuatan
mukallaf. Sedangkan keterkaitan antara perbuatan dengan perkara tersebut, itulah
yang dimaksud oleh Syari.
b. Maqashid sebagai dalalah dari khithab syara atau menurut ahli ushul adalah
nash.

c. Maqashid al-Syariah dari hukum, yaitu menarik kemaslahatan dan menghindari


kesusahan.
2. Imam Muhammad at-Thahir ibn Ashur. Menurutnya maqshid terbagi menjadi
dua bagian, yaitu:
a. Maqashid al-syariah a-lammah adalah makna-makna dan hukum yang telah
didiskripsikan oleh Syari dalam segenap permasalahan syara tanpa
mengkhususkan pada hal-hal tertentu. Pembahasannya meliputi: Karakteristik
syariah, Tujuannya secara umum, makna-makna yang mempunyai korelasi dengan
pensyariatan dan sebagainya.
b. Maqshid al-syariah al-khamsah adalah tata cara yang dimaksudkan oleh
syara untuk merealisasikan maqshid manusia yang mempunyai nilai kemanfaatan
atau untuk menjaga mashlahah manusia dalam aktifitasnya.
Menurut Abdul Wahab al-Khalaf menyatakan bahwa maksud syari (Allah) dalam
mensyariatkan syariah hukum adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia
dengan kebutuhan dharri (kebutuhan pokok) bagi mereka, pemenuhan hjjiyah
(kebutuhan-kebutuhan) mereka dan tahsiniyah (kebaikan-kebaikan) mereka.

B.

Tujuan Umum Dari Pembentukan Hukum

Tujuan umum dari pembentukan syari dalam mensyariatkan hukum-hukumnya


ialah mewujudkan kemaslahatan manusia dengan menjamin hal-hal yang dharuri
(kebutuhan pokok), bagi mereka, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka
(hajjiyah) dan kebaikan-kebaikan mereka (tahsiniyyat). Setiap hukum syari tidak
dikehndaki padanya kecuali salah satu dari tiga hal tersebut yang menjadi
penyebab terwujudnya kemaslahatan manusia.
Dharri adalah sesuatu yang menjadi landasan berlangsungnya kehidupan manusia
dan mesti ada untuk konsistensi kemaslahatan mereka. Apabila hal itu tidak ada,
maka akan rusak struktur kehiduan mereka, kemaslahatan mereka tidak konsisten
lagi, kekacauan dan kerusakan pun merejalela. Hal-hal yang dharri bagi manusia
kembali kepada lima hal, yaitu: agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta kekayaan.
Menjaga masing-masing dari kelima hal tersebut adalah dharri bagi mereka.
Menurut Syatibi bahwa dharuri adalah Sesuatu yang harus ada untuk menegakan
kemaslahatan agama dan dunia, apabila sesuatu tersebut hilang maka tidak akan
membawa pada kemaslahatan dunia, tetapi akan membawa kerusakan, kekacauan,
dan hilamgnya kehidupan. Atau yang lain seperti hilangnya keselamatan (jiwa) dan
nikmat sehingga akan mengembalikan pada dua kerugian (kerusakan dan
kekacauan).
Lebih terperinci lagi, maqashid al-syariah dalam visi dharariyah terbagi menjadi
lima yang kemudian lebih dikeial dengan al-kulliyat al-khams, diantaranya:

1.

hifdz al-din (memelihara gama)

hifdz al-din adalah sekumpulan akidah, ibadah, hukum dan undang-undang


yang disyariatkan oleh Allah SWT unuk mengatur manusia dengan Tuhan mereka
dan hubungan mereka dengan satu sama lain. Untuk menegakannya agama islam
telah mensyariatkan iman dan berbagai hukum pokok yang lima yang menjadi
dasar agama islam, yaitu: Persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat,
puasa Ramadan dan menunaikan haji ke baitullah. Seluruh akidah, pokok-pokok
ibadah yang dimaksudkan oleh adalam pensyariatannya untuk menegakkan agama
dan memantapkannya di dalam hati dengan mengikuti hukum-hukum yang tidak
sepantasnya manusia kecuali dengan hukum itu, mewajibkan berdakwah kepada
islam, dan mengamankan dakwah tersebut dari penganiayaan terhadapnya dan
terhadap orang-orang yang melaksanakannya dan dari peletakkan berbagai batu
penarung di jalannya.
Contoh diantaranya, menjaga agama islam dan menjamin kelanggengannya dari
perlawanan dari terhadapnya, agama islam mensyariatkan hukum-hukum jihad
untuk memerangi orang-orang yang berdiri menghalangi perjalanan dakwah kepada
islam dan orang yang diuji keberagamannya supaya ia kembali dari agamanya dan
menimpakan hukuman terhadap orang yang murtad dari agama islam, menghukum
orang yang berbuat bidah dan membuat hal-hal yang baru dari agama yang tidak
termasuk dar agama itu atau menuarkan hukum-hukumnya dari posisinya serta
mencegah seorang mufti yang seenaknya yang menghalalkan hal yang diharamkan.
2.

hifdz al-nafs (perlindungan terhadap keselamatan jiwa)

hifdz al-nafs (perlindungan terhadap keselamatan jiwa), dalam rangka


mewujudkannya, agama islam mensyariatkan kewajiban memperoleh sesuatu yang
menghidupinya berupa hal-hal yang dharuri diantaranya berbentuk makanan,
minuman, pakaian dan tempat tinggal, pewajiban kisas, diat, dan kafarat terhadap
orang yang menganiaya terhadapnya, mengharamkan mempertemukan diri pada
kehancuran, serta kewajiban untuk menolak atau menghindar dari bahaya. Islam
mengajarkan untuk memelihara dan menghormati keamanan dan keselamatan diri
manusia, dan menjadi tetap dihormatinya kemuliaan, martabat manusia sebagai
anugerah dari Alah SWT. Dampaknya adalah terjaminnya ketentraman dan kondisi
masyarakat yang santun dan beradab (masyarakat madani).

Allah SWT berfirman:

Yang artinya, Katakanlah: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada
mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang
nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab)
yang benar ". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya). (QS. Al-anam [6]: 151)
Allah SWT berfirman:
Yang artinya Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,
hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah [2]: 179)
3.

hifdz al-aql (perlindungan terhadap eksistensi akal)

hifdz al-aql (perlindungan terhadap eksistensi akal), akal adalah dimensi


paling penting dalam kehidupan manusia. Keberadaanya menjadi pembeda utama
dengan makhluk lain serta menjadi alasan mengapa Allah menetapkan kewajibankewajiban-Nya kepada manusia. Akal juga amat menentukan baik buruknya perilaku
hidup dan peradaban. Contohnya, untuk memlihara akal agama islam
mensyariatkan pengharaman khamr dan segala yang memabukan, dan
penghukuman bagi orang yang meminumnya atau mempergunakannya. Oleh
karena itu apapun yang dapat merugikan fungsi pemikiran, baik dalam bentuk fisik
maupun non fisik, dicegat oleh syariat Islam.
Perlindungan terhadap kerusakan pemikiran maupun fungsi aqliyah manusia
merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat yang menginginkan
kemajuan, sebab hal ini merupakan kebutuhan semua orang tanpa memandang
suku, bangsa ataupun agama.
Allah SWT berfirman:
Yang artinya Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah [5]: 90)
4.

.Hifdz al-nasl (perlindungan terhadap keturunan)

Hifdz al-nasl (perlindungan terhadap keturunan), untuk memelihara


kehormatan agama, islam mesyariatkan perkawinan untuk mendapatkan anak dan
penerusan keturunan serta kelangsungan jenis manusia dalam bentuk
kelangsungan yang paling sempurna juga mensyariatkan hukuman hadd bagi lakilaki yang berzina, perempuan yang berzina dan hukuman bagi orang yang menuduh
orang lain berbuat zina.

Allah SWT berfirman:


Yang artinya Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS. An-Nuur [24]:
2)
5.

Hifdz al-mal (perlindungan terhadap harta)

Hifdz al-mal (perlindungan terhadap harta), untuk menghasilkan dan


memperolah harta kekayaan agama islam mewajibkan untuk berusaha
mmendapatkan rezeki, memperbolahkan berbagai muamalah, pertukaran
(mubadalah), perdagangan (tijarah) dan kerjasama dalam usaha (mudharabah).
Sedangkan untuk memelihara harta kekayaan agama islam mensyariatkan hukum
diantaranya pengharaman pencurian, menghukum hadd terhadap laki-laki maupun
wanita yang mencuri, pangharaman penipuan, pengkhianatan dan pengharaman
memakan harta orang yang dengan cara bathil, merusak harta orang lain,
mensyariatkan ganti rugi terhadap orang yang merusak harta orang lain,
pencegahan orang yang bodoh dan lalai, serta menghindarkan bahaya maupun
pegharaman riba. Islam mengajarkan untuk menjamin perkembangan ekonomi
masyarakat yang saling menguntungkan, menghormati dan menjaga kepemilikan
yang sah sehingga akan tercipta dinamika ekonomi yang santun dan beradab.
Untuk itu islam mengajarkan tata cara memperoleh harta, seperti hukum bolehnya
jual beli disertai persyaratan keridlaan dua belah pihak dan tidak ada praktik riba
dan monopoli.
Allah SWT berfirman:
Yang artinyaOrang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS.
Al-Baqarah [2]: 275)

Allah SWT berfirman:

Yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An.Nisa [4]: 29)

C. Realisasi dari kulliyatul khams


Dari pengertian di atas sudah jelas bahwa kulliyatul khams itu dapat kulta
lakukan dalam kehidupan kita di antaranya sebagai berikut:
1. MENJAGA DIN (AGAMA)
Realisasinya dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya dengan :
(a). Beriman kepada Allah SWT, mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, mengetahui
Asma dan Sifat Allahl.
(b). Berpegang teguh dengan agama, mempelajarinya, lalu mendakwahkannya.
(c). Menjauhi dan tidak melakukan perbuatan yang bersifat syirik dan riya.
(d). Memerangi (dalam tanda kutip, tidak tertipu daya atau hasutan) orang-orang
yang murtad.
(e). Mengingatkan dari perbuatan bidah dan melawan ahlul bidah.

2. MENJAGA JIWA (HIFZHUN-NAFSI)


hifzhun-nafs dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya :
(a). Pada saat darurat (sangat terpaksa), wajib memakan apa saja demi
menyambung hidup, meskipun yang ada saat itu sesuatu yang haram pada
asalnya.
(b). Memenuhi kebutuhan diri, berupa makanan, minuman dan pakaian.
(c). Mewajibkan pelaksanaan qishash (hukum bunuh bagi yang membunuh, jika
sudah terpenuhi syarat-syaratnya, Red.) dan mengharamkan menyakiti atau
menyiksa diri.

3. MENJAGA AKAL (HIFZHUL-AQLI)

Dan bahwasanya, untuk menjaga kebaikan akal, maka syariat


mengharamkan semua yang bisa merusaknya, baik yang bersifat maknawi
(abstrak) maupun yang bersifat fisik.seperti perjudian, nyanyian, khamar, narkoba
serta memberikan sanksi kepada yang melakukannya.

4. MENJAGA KETURUNAN (HIFZHUN-NASLI)


Pemeliharaan keturunan ini, bisa dilihat dari beberapa hal berikut:
(a). Anjuran untuk melakukan pernikahan.
(b). Persaksian dalam pernikahan.
(c). Kewajiban memelihara dan memberikan nafkah kepada anak, termasuk
kewajiban memperhatikan pendidikan anak.
(d). Mengharamkan nikah dengan pezina.
(e). Melarang memutuskan untuk thalaq jika tidak karena terpaksa.
(f). Mengharamkan ikhtilth.

5. MENJAGA HARTA (HIFZHUL-MALI)


Di antara cara dalam pemeliharaan harta ialah:
(a). Islam mewajibkan beramal dan berusaha.
(b). Memelihara harta manusia dalam kekuasaan mereka.
(c). Islam menganjurkan bershadaqah, memperbolehkan jual beli dan hutangpiutang.
(d). Islam mengharamkan perbuatan zhalim terhadap harta orang lain dan wajib
menggantinya.
(e). Kewajiban menjaga harta dan tidak menyia-nyiakannya.

También podría gustarte