Está en la página 1de 89

EVALUASI KESIAPAN LINGKUNGAN KERJA

DALAM MENGHADAPI BAHAYA KEBAKARAN


MENURUT ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PADA GEDUNG REKTORAT DAN GEDUNG UPT PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

TESIS

Oleh:

ALMO PRASESA SIREGAR

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2016

EVALUASI KESIAPAN LINGKUNGAN KERJA


DALAM MENGHADAPI BAHAYA KEBAKARAN
MENURUT ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PADA GEDUNG REKTORAT DAN GEDUNG UPT PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh:

ALMO PRASESA SIREGAR

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Magsiter Ilmu Lingkungan
Program Pasca Sarjan Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2016

ABSTRAK
EVALUASI KESIAPAN LINGKUNGAN KERJA
DALAM MENGHADAPI BAHAYA KEBAKARAN
MENURUT ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PADA GEDUNG REKTORAT DAN GEDUNG UPT PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
ALMO PRASESA SIREGAR
Peristiwa kebakaran diberbagai fasilitas pemerintahan pada dasarnya merupakan
suatu fenomena tragedi barang publik (common pool), termasuk kebakaran
gedung bertingkat di lingkungan kampus Universitas Lampung (Unila) yang
pernah terjadi pada tahun 2008. Kebakaran yang terjadi pada lantai dua Gedung
Rektorat Unila mengakibatkan terganggunya aktifitas kerja dan kerugian materiil
yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian sistem
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran dengan peraturan Pemerintah,
mengevaluasi faktor-faktor penyebab kebakaran, menentukan tingkat resiko
kebakaran, menentukan kriteria resiko kebakaran, dan menentukan strategi
pengendalian resiko kebakaran di Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan sebagai representatif gedung bertingkat di Universitas Lampung.
Penelitian dilakukan dengan observasi kesesuaian sistem pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran dibandingkan dengan Peraturan Menteri PU
No.26/PRT/M/2008 tentang persyaratan teknis sistem proteksi bangunan gedung
dan lingkungan. Data observasi dianalisis dengan menggunakan Risk management
dengan panduan AZ/N2S4360:2004. Berdasarkan hasil observasi dan analisis data
dapat disimpulkan bahwa, rata-rata kesesuaian variabel sistem pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran di Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan Unila masuk dalam kriteria buruk, tingkat resiko kebakaran pada
Gedung Rektorat Unila mendapatkan katagori tingkat resiko tinggi (Higt Risk)
dan untuk Gedung UPT Perpustakaan Unila mendapatkan katagori tingkat Resiko
sangat tinggi (extrime risk), faktor-faktor penyebab kemungkinan terjadinya
kebakaran pada Gedung Rektorat dan Gedung UPT Perpustakaan adalah,
korsleting listrik, puntung rokok, dan ledakan tabung gas elpiji, sedangkan untuk
katagori resiko ketidak sesuaian variabel terdapat empat variabel beresiko tinggi
pada Gedung Rektorat dan tiga variabel beresiko tinggi pada Gedung UPT
Perpustakaan dengan strategi pengendalian resiko menggunakan pendekatan
teknis eliminasi, Subtitusi, administratif, dan pendekatan manusian (human
control).
____________
Kata Kunci: kebakaran, bangunan bertingkat, katagori risiko, manajemen resiko.

ABSTRACT
EVALUATION OF THE READINESS OF THE WORKING ENVIRONMENT
IN THE FACE OF FIRE HAZARD ACCORDING TO ASPECTS OF
OCCUPATIONAL HEALT AND SAFETY (OHS)
AT RECTOR BUILDING AND UPT LIBRARIES BUILDING
LAMPUNG UNIVERSITIES

By
ALMO PRASESA SIREGAR

Fire events in various government facilities is basically a tragedy phenomenon of


public properties (common pool), including multi storey building fire in Lampung
University (Unila) that have occurred in 2008. The fire on the second floor of the
Rector building Unila lead to disruption of work activities and material losses are
quite high.This study aimed to evaluate the suitability of the fire prevention and
control system with government regulations, evaluate the factors that cause fires,
evaluate the level of fire risk, determine criteria for risk of fire, and to determine
control strategies for the risk of fire in the Rector Building and Library Building
Unit as representative multi storey building at the Lampung University. The study
was conducted by observation of system suitability prevention and mitigation of
fire hazards compared with the Regulation of the Minister of Public Works No. 26
/PRT/M/2008 on the technical requirements of building systems and
environmental protection. Observation data were analyzed using risk management
to guide AZ / N2S4360: 2004.Based on observations and data analysis can be
concluded that, on average, the suitability of the system variables prevention and
mitigation of fire hazards in Rector building and Library Unit building Unila
qualifies as bad. The level of fire risk in the Rector Building Unila get the
category of high risk and for Building Library Unit Unila get the category level of
extreme risk. The factors causing the possibility of fire in the Rector building and
Library Unit building are ; short circuit, cigarette butts, and the explosion of LPG
cylinder, while for the non compliance variable in risk categories, there are four
high-risk variables on the Rector building and three high-risk variables on Library
Unit building with risk control strategies using technical approach of elimination,
substitution, administrative and humanitarian (human control).
________
Keywords: fire, multi-storey building, the category of risk, risk management.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 3 Januari 1984, merupakan anak


pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Hasnan Siregar, S.Sos., dan Ibu
Yayah Sukiyah, SE.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar Di SD No.142886 Binanga


Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara yang diselesaikan pada tahun
1995. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Cirebon diselesaikan pada
tahun 1999. Pendidikan Sekolah Menegah Atas Negeri 1 Sumber, Kab. Cirebon
diselesaikan pada tahun 2002.

Riwayat pendidikan tinggi dimulai penulis sebagai mahasiswa strata-1 di Sekolah


Tinggi

Teknik

Lingkungan

(STTLYLH)

yogyakarta

jurusan

Teknik

Lingkungan dan diselesaikan pada tahun 2008. Penulis terdaftar sebagai


mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Lampung pada
tahun2012. Penulis bekerja di Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Padang
Lawas Utara, Prov. Sumatera Utara.

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehaditar Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayat-Nya tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis dengan judul Evaluasi Kesiapan Lingkungan Kerja Dalam Menghadapi
Bahaya Kebakaran Menurut Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada
Gedung Rektorat dan Gedung UPT Perpustakaan Universitas Lampung adalah
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.) di Universitas
Lampung. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Unila;

2.

Bapak Dr. Ir. Hendrie Buchari, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Magsiter
Ilmu Lingkungan Unila;

3.

Bapak Dr. Erdi Suroso, STP., M.T.A. selaku pembimbing utama atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini;

4.

Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A. selaku pembimbing kedua atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini;

5.

Bapak Dr.Ir. Samsul Bakri, M.Si. selaku penguji utama pada ujian tesis.
Terima kasih untuk masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian tesis
ini;

6.

Bapak Dr.Ir. Samsul Bakri, M.Si. selaku pembimbing akademik;

7.

Bapak Drs H. Bachrum Harahap. Selaku Bupati Kabupaten Padang lawas


Utara yang telah memberikan saya kesempatan untuk menempuh Tugas
Belajar di Universitas Lampung;

8.

Istriku tercinta Yessie Oktavianti, ST. Dan anak-anak ku tersayang, Fanya


Morechie Prasesa Siregar, Gissel Lovelyna Alsi Siregar atas doa dan
dukungannya;

9.

Mamah, papah serta mamah, papah mertua, yang telah banyak memberikan
dukungan atas selesainya tesis ini;

10. Seluruh teman-teman Magister Ilmu Lingkungan Unila, angkatan 2012 dan
2013 yang senantiasa memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini.
11. Seluruh staff karyawan Pasca Sarjana Unila, atas dukungan dan doanya.

Karya ini adalah hasil usaha terbaik yang dapat penulis persembahkan, semoga
karya ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat yang perduli terhadap
lingkungan serta keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Bandar Lampung, Maret 2016

Almo Prasesa Siregar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .....................................................................................

Halaman
Vii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................

Viii

I.

PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................
B. Tujuan Penelitian ..........................................................................
C. Batasan Masalah ...........................................................................
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
E. Hipotesis .......................................................................................
F. Kerangka penelitian ......................................................................

1
1
5
5
6
6
7

II.

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................


A. Kebakaran .....................................................................................
1. Pengertian Kebakaran .............................................................
2. Kebakaran Gedung dan Fasilitas Publik Sebagai
Bentuk Public Bad ..................................................................
3. Teori Api.................................................................................
4. Penjalaran Api.........................................................................
5. Bahaya kebakaran ...................................................................
6. Klasifikasi Kebakaran .............................................................
7. Teori Pemadam .......................................................................
8. Jenis-Jenis Media Pemadam Api ............................................
B. Klasifikasi Bangunan ....................................................................
C. Sistem Proteksi Aktif Kebakaran..................................................
1. Alat Deteksi Kebakaran ..........................................................
2. Alarm Kebakaran ....................................................................
3. Sistim Sprinkler Otomatis.......................................................
4. Alat Pemadam Api Ringan .....................................................
5. Hidran Kebakaran ...................................................................
D. Sistim Proteksi Pasif kebakaran....................................................
1. Bahan Bangunan Gedung ........................................................
2. Kontruksi Bangunan.................................................................
3. Kompartemenisasi dan Pemisah...............................................
4. Penutup Pada Bukaan...............................................................
E. Sarana penyelamatan Jiwa ............................................................
1. Sarana Jalan Keluar.................................................................
2. Petunjuk Arah Jalan Keluar dan Pencahayaan Darurat ..........
3. Tempat Berhimpun .................................................................

8
8
8
8
11
12
14
21
24
26
29
32
32
40
41
43
44
45
46
47
48
48
48
48
49
51

F. Akses Pemadam Kebakaran..........................................................


G. Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung ..............................
H. Analisis Resiko .............................................................................

52
54
56

III. METODE PENELITIAN................................................................


A. Tempat dan Waktu.......................................................................
B. Alat Penelitian .............................................................................
C. Metode .........................................................................................
D. Pelaksanaan Penelitian ................................................................
E. Jadwal penelitian .........................................................................

57
57
58
59
60
65

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................


A. Data Fisik Gedung Rektorat dan UPT Perpustakaan...................
1. Lokasi ....................................................................................
2. Fungsi Gedung.......................................................................
3. Klasifikasi Bangunan.............................................................
B. Sistim Proteksi Aktif dan Pasif....................................................
1. Sarana Penyelamatan Jiwa.....................................................
2. Dinding Pintu dan Lantai ......................................................
3. Kelistrikan .............................................................................
4. Alat Pemadam Api Ringan ....................................................
5. Hidran Tembok......................................................................
6. Hidran Tiang..........................................................................
7. Alat Deteksi ...........................................................................
8. Tempat Berhimpun (asembly Point)......................................
9. Akses Petugas Pemadam Kebakaran Ke lingkungan ............
10. Manajemen Kebakaran dan Tanggap Darurat .......................
C. Jumlah Rata-Rata Setiap Variabel ...............................................
D. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kebakaran..........................
E. Analisis resiko .............................................................................
1. Analisis Resiko Kebakaran dengan Model Matriks resiko....
2. Kriteria resiko ........................................................................
3. Pengendalian Resiko..............................................................

66
66
66
67
80
80
80
87
93
96
100
104
107
111
112
115
116
120
122
122
127
134

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

137

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

139

LAMPIRAN...............................................................................................

142

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Klasifikasi Luka Bakar .......................................................................

15

2. Efek Kebakaran Terhadap Manusia ...................................................

15

3. Gas Racun Hasil Kebakaran...............................................................

18

4. Pengaruh Asap Kebakaran Terhadap Sistim Pernapasan organ


Lain ....................................................................................................

19

5. Efek Gas CO Terhadap Manusia........................................................

20

6. Klasifikasi Kebakaran Sebelum Tahun 1970 Negara Eropa ..............

21

7. Klasifikasi yang Dilahirkan Bulan Juni 1970 Pada Konvensi Int


ernasional Komite Normalisasi Eropa (comitee European de
normalisation)....................................................................................

22

8. Klasifikasi Menurut Loast Guard Amerika Serikat............................

22

9. Klasifikasi yang Ditetapkan Dalam Peraturan Menteri Tenaga


Kerja Dan Transmigrasi No. Per.04/Men/1980 .................................

23

10. Klasifikasi Bangunan Dengan Penggunaannya .................................

30

11. Pengklasifikasian Bangunan Sesuai Dengan Penggunaannya ...........

31

12. Instrumen Assessmen Penelitian ........................................................

61

13. Jadwal Penelitian ...............................................................................

65

14. Daftar Peruntukan Bangunan Gedung Rektorat Lantai 1 ..................

68

15. Daftar Peruntukan Bangunan Gedung Rektorat Lantai 2 ..................

69

16. Daftar Peruntukan Bangunan Gedung Rektorat lantai 3....................

70

17. Daftar Peruntukan Bangunan Gedung Rektorat lantai 4....................

72

18. Daftar Peruntukan Bangunan Gedung Rektorat lantai 5....................

73

19. Jumlah Ruang Pada Gedung Rektorat ...............................................

74

20. Daftar Peruntukan Bangunan gedung UPT Perpustakaan


Lantai Basement .................................................................................

76

21. Daftar peruntukan Bangunan Gedung UPT Perpustakaan Lantai1 ...

77

22. Daftar peruntukan Bangunan Gedung UPT Perpustakaan Lantai2 ...

77

23. Daftar peruntukan Bangunan Gedung UPT Perpustakaan Lantai3 ...

78

24. Daftar peruntukan Bangunan Gedung UPT Perpustakaan.................

78

25. Kesesuaian Sarana Penyelamatan Jiwa dengan Permen


PU NO.26/PRT/M/2008 pada Gedung Rektorat ................................

82

26. Kesesuaian Sarana Penyelamatan Jiwa dengan permen


PU NO.26/PRT/M/2008 pada Gedung UPT Perpustakaan................

85

27. Kesesuaian Dinding, Pintu dan Lantai Dengan Permen PU


No. 26/PRT/M/2008 pada Gedung Rektorat.....................................

88

28. Kesesuaian Dinding, Pintu dan Lantai Dengan Permen PU


No. 26/PRT/M/2008 Pada Gedung UPT Perpustakaan .....................

91

29. Kesesuaian Kelistrikan dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008


Pada Gedung Rektorat........................................................................

94

30. Kesesuaian Kelistrikan dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008


Pada Gedung UPT Perpustakaan .......................................................

95

31. Kesesuaian APAR dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008


Pada Gedung Rektorat........................................................................

97

32. Kesesuaian APAR dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008


Pada Gedung UPT Perpustakaan .......................................................

98

33. Kesuaian Hidran Tembok dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008


Pada Gedung Rektorat .......................................................................

102

34. Kesuaian Hidran Tembok dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008


Pada Gedung UPT Perpustakaan .......................................................

103

35. Kesesuaian Hidran Tiang dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008


Pada Gedung Rektorat .......................................................................

105

36. Kesesuaian Hidran Tiang dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008


Pada Gedung UPT Perpustakaan........................................................

106

37. Kesuaian Alarm dan Deteksi Kebakaran (fire detector) dengan


Permen PU No. 26/PRT/M/2008 Pada Gedung Rektorat ..................

108

38. Kesuaian Alarm dan Deteksi Kebakaran (fire detector) dengan


Pada Gedung UPT Perpustakaan .......................................................

110

39. Kesesuaian Tempat Berhimpun (Asembly point)dengan


Permen Permen PU No. 26/PRT/M/2008 Pada Gedung Rektorat
dan UPT Perpustakaan .......................................................................

112

40. Kesesuaian Akses Petugas Pemadam Kebakaran Kelingkungan


dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008 Pada Gedung Rektorat
dan UPT Perpustakaan .......................................................................

114

41. Kesesuaian Manajemen Kebakaran dan Bencan dengan Permen


PU No. 26/PRT/M/2008 Pada Gedung Rektorat
dan UPT Perpustakaan .......................................................................

115

42. Penilaian Sistim Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya


Kebakaran pada Gedung Rektorat......................................................

117

43. Penilaian Sistim Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya


KebakaranPada Gedung UPT Perpustakaan ......................................

118

44. Sumber panas dan Bahan Mudah Terbakar pada Gedung Rektorat ..

120

45. Sumber panas dan Bahan Mudah Terbakar pada


Gedung UPT Perpustakaan ................................................................

121

46. Tingkat Kemungkinan Meluasnya Kebakaran Berdasarkan


Besaran Ketidak sesuaian Sistim Proteksi Kebakaran .......................

122

47. Data kebakaran tahun 2012-kuartal 3 tahun 2015 Kota Bandar


Lampung.............................................................................................

123

48. Tingkat Keparahan (Saverity) Meluasnya Kebakaran .......................

124

49. Kriteria Resiko Pada Gedung Rektorat..............................................

129

50. Kriteria Resiko Pada Gedung UPT Perpustakaan..............................

132

51. Strategi Pengendalian Resiko Kemungkinan (Likehood)Kebakaran


Gedung Rektorat.................................................................................

135

52. Strategi Pengendalian Resiko Kemungkinan (Likehood)Kebakaran


Gedung UPT Perpustakaan ................................................................

136

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Kerangka pemikiran...........................................................................

2.

Terjadinya titik api kebakaran ...........................................................

11

3.

Respon Manusia terhadap Panas .......................................................

16

4.

Teknik pendingin dalam memadamkan kebakaran ...........................

24

5.

Pembatasan Oksigen memadamkan kebakaran ................................

25

6.

Menghilangkan Bahan Bakar dalam memadamkan kebakaran ........

26

7.

Gambaran umum instalasi sistem detektor


dan alarm kebakaran .........................................................................

36

Pemasangan detektor asap dan panas dengan sistem panel


di kombinasikan dengan sprinkler ....................................................

36

Gambar Panel Alarm kebakaran .......................................................

37

10. Unit Smoke dan fire detektor lokal (indipendent) ............................

40

11. Rambu cara penggunaan Hidran tembok (gedung) ...........................

45

12. Rambu tanda penempatan hidran dan cara penggunaannya ..............

45

13. Peletakan tanda eksit pada pintu keluar ............................................

50

14. Rambu Tanda Exit dan Rambu Evakuasi .........................................

51

15. Kombinasi pencahayaan darurat dengan rambu evakuasi ................

51

16. Rambu Tempat berhimpun (asembly point) .....................................

52

17. Perkerasan untuk keluar masuknya mobil pemadam kebakaran .......

52

8.

9.

18. Letak hidran halaman terhadap jalur akses mobil pemadam ............

53

19. Rambu akses pemadan kebakaran pada pintu bukaan ......................

53

20. Ukuran teknis pintu bukaan akses pemadam kebakaran ...................

54

21. Sistem Pencegahan Kebakaran pada bangunan gedung ...................

55

22. Gedung Rektorat Universitas Lampung.............................................

57

23. Gedung UPT Perpustakaan Universitas Lampung ............................

58

24. Alat Penelitian....................................................................................

59

25. Lokasi Gedung Rektorat dan UPT Perpustakaan


Universitas Lampung .........................................................................

66

26. Hasil observasi jumlah rung di Gedung Rektorat Unila ....................

75

27. Hasil observasi jumlah rung di gedung


UPT Perpustakaan Unila....................................................................

79

28. Pintu exit mengarah pada ruang terbuka pada Gedung Rektorat
Unila ..................................................................................................

81

29. Akses tangga keluar pada Gedung Rektorat ......................................

81

30. Pintu exit yang mengarah pada ruang terbuka pada Gedung
UPT Perpustakaan..............................................................................

84

31. Tangga pada lantai 1 dan 2 gedung UPT perpustakaan .....................

84

32. Penggunaan pagar pengaman pada pintu eksit utama


Gedung UPT Perpustakaan ................................................................

84

33. Grafik kesesuaian sarana penyelamatan jiwa pada


Gedung Rektorat dan Gedung UPT Perpustakaan .............................

86

34. Kompartemen Pemisah ruangan pada Gedung Rektorat ...................

88

35. Kusen pintu dan jendela pada Gedung UPT Perpustakaan................

90

36. Grafik kesesuaian dinding pintu dan lantai pada Gedung Rektorat
dan Gedung UPT Perpustakaan .........................................................

92

37. Instalasi kelistrikan alat-alat elektronik di Gedung Rektorat.............

93

38. Instalasi kelistrikan alat-alat elektronik di UPT Perpustakaan ..........

93

39. Grafik Kesesuaian kelistrikan pada Gedung Rektorat


dan Gedung UPT Perpustakaan .........................................................

96

40. Unit APAR pada Gedung Rektorat....................................................

97

41. Unit APAR pada Gedung UPT Perpustakaan....................................

99

42. Grafik Kesesuaian APAR pada Gedung Rektorat


dan Gedung UPT Perpustakaan .........................................................

99

43. Hidran tembok pada Gedung Rektorat...............................................

101

44. Kondisi hidran tembok.......................................................................

101

45. Kesesuaian hidran tembok pada Gedung Rektorat


dan Gedung UPT Perpustakaan .........................................................

104

46. Unit hidran tiang pada Gedung Rektorat ...........................................

105

47. Kesesuaian hidran tiang pada Gedung Rektorat


dan Gedung UPT Perpustakaan .........................................................

107

48. Titik alarm pada Gedung Rektorat.....................................................

108

49. Alarm kebakaran pada Gedung UPT perpustakaan ...........................

109

50. Panel alarm dan detektor panas pada


Gedung UPT Perpustakaan ................................................................

110

51. Kesesuaian alarm dan detector pada Gedung Rektorat


dan Gedung UPT Perpustakaan .........................................................

111

52. Kesesuaian Tempat berhimpun (Asembly point) pada


Gedung Rektorat dan Gedung UPT Perpustakaan...........................

112

53. Akses masuk mobil pemadam kebaran pada lingkungan


Gedung Rektorat ................................................................................

113

54. Akses masuk mobil pemadam kebaran pada lingkungan


Gedung UPT Perpustakaan ................................................................

113

55. Kesesuaian akses pemadam kebakaran ke lingkungan


Gedung Rektorat dan Gedung UPT Perpustakaan .............................

114

56. Kesesuaian manajemen kebaran (fire management) pada Gedung Rektorat


dan Gedung UPT Perpustakaan .........................................................
116

57. Grafik persentase Hasil penilaian gedung dari segi pencegahan


dan penanggulangan bahaya kebakaran secara umum.......................

119

58. Grafik Persentase ketidak sesuaian gedung dari segi pencegahan


Dan penanggulangan bahaya kebakaran secara umum......................

120

59. Siklus terjadinya kebakaran ...............................................................

120

60. Model Matriks resiko Gedung Rektorat ............................................

125

61. Model Matriks resiko Gedung UPT Perpustakaan ............................

126

62. Konsep ALARP .................................................................................

128

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persitiwa kebakaran di kantor-kantor Pemerintah dapat dipandang sebagai public
bad, sebab Kebakaran di kantor-kantor pemerintah yang merupakan fasilitas
pubik dapat merugikan banyak pihak, baik itu pihak Pemerintah, pengusaha,
tenaga kerja maupun masyarakat luas. Kerugian yang ditimbulkan adalah korban
jiwa, kerugian material, hilangnya lapangan pekerjaan dan kerugian lain yang
tidak langsung (Depnakertrans R.I, 2001).

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung


(tahun 2012-2015), telah terjadi 374 kasus kebakaran dengan jumlah kerugian
mencapai 34,8 Miliar. kasus kebakaran yang dikutip dari Pusat Laboratorium
Fisika Forensik Mabes Polri dari tahun 2013, 80 % kebakaran terjadi di tempat
kerja dan 20 % kasus bukan tempat kerja. Sedangkan menurut United States
National Fire protection Association (USA NFPA, 2008), rata-rata 350.000 kali
bencana kebakaran di daerah perumahan dan perkantoran yang terjadi dalam
setahun 15.300 kali merupakan kebakaran pada gedung-gedung bertingkat di
seluruh Amerika dengan korban meninggal 60 orang dengan kerugian 52 juta
dollar.

Persitiwa Kebakaran banyak terjadi pada bangunan bertingkat (devi,2011),


dikarenakan rendahnya sistem pencegahan dan penaggulangan bahaya kebakaran
serta kurangnya prosedur keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan
gedung bertingkat( suyono,2011).

Faktor Penyebab kebakaran pada bangunan hunian dan gedung bertingkat salah
satunya adalah korsleting listrik, sebanyak 50-70 % kebakaran disebabkan oleh
kesalahan instalasi Listrik, sebanyak 35 % disebabkan kesalahan pengkabelan,
dan selebihnya kesalahan sambungan, beban tidak sesuai, stop kontak, pengaman
yang tidak tepat, dan meter listrik (Subagyo, 2012).

Peristiwa Kebakaran gedung bertingkat terlambat diatasi, karena tidak adanya


fasilitas pemadam api. Gedung modern yang sudah dilengkapi alat pemadam,
belum tentu memiliki tenaga pemadam terlatih. Tanpa dibarengi dengan
pembinaan sumber daya manusia secara serius, alat-alat tersebut menjadi kurang
berarti.

Surat Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M//2008


mengenai persyaratan teknis sistem proteksi bangunan gedung dan lingkungan,
disebutkan bahwa: Setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah dalam
penyelenggaraan pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung wajib
memenuhi ketentuan pengamanan bahaya kebakaran. Keamanan terhadap bahaya
kebakaran merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi pada setiap
bangunan gedung, oleh karena itu upaya pencegahan dan penggulangan terhadap
bahaya kebakaran harus sudah direncanakan sejak tahapan awal perencanaan
bangunan. Konsep perancangan aman kebakaran mencakup baik sistem aktif

maupun pasif. Selain itu unsur yang tak terpisahkan dari sistem pengamanan
bangunan terhadap kebakaran adalah fire safety management (Ramli, 2011).

Bertambahnya jumlah mahasiswa dan karyawan pada lingkungan kampus dan


tidak bertambahnya luas lahan yang dimiliki, memicu pengembangan fasilitas
gedung dengan model bertingkat (Ardani dkk, 2013). Resiko Penambahan gedung
bertingkat di lingkungan kampus tidak diiringi dengan proteksi terhadap penghuni
gedung dalam menghadapi bahaya kebakaran secara aktif maupun pasif.
Berdasarkan tulisan di media online Kompas, pada kurun waktu 1994-2014,
didapatkan informasi bahwa telah banyak terjadi kebakaran yang menimpa
bangunan kampus, diantaranya menimpa gedung Fakultas Teknik Universitas
Indonesia Tahun 1994, gedung Program Pascasarjana (PPs) UGM tahun 1994,
gedung STIE Perbanas pada kurun waktu antara 2005, Gedung Institut Kesenian
Jakarta tahun 2013, Gedung Laboratorium Teknik Industri Institut Teknologi
Bandung (ITB) tahun 2013 dan Gedung FISIP Universitas Indonesia Tahun 2014
(http://megapolitan.kompas.com, diunduh 26 November 2015).

Peristiwa kebakaran pada gedung bertingkat di lingkungan kampus Unila pernah


terjadi pada tahun 2008. Peristiwa Kebakaran terjadi pada lantai dua gedung
Rektorat menyebabkan terganggunya aktifitas kerja dan menimbulkan kerugian
materiil yang cukup tinggi. kerugian yang ditimbulkan disebabkan titik api
terlambat diketahui, kurangnya alat pemadam kebakaran, dan tidak berfungsinya
hidran tiang maupun hidran tembok.

Peristiwa Kebakaran pada gedung bertingkat di lingkungan kampus Unila pada


dasarnya merupakan suatu fenomena tragedi barang publik (common pool).
Barang publik seperti gedung bertingkat di lingkungan kampus Unila dapat
diakses siapapun terkecuali dosen, karyawan, dan mahasiswa. Degan anonimitas
pengguna Gedung bertingkat yang tinggi perlu adanya Evaluasi sistem
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran pada gedung bertingkat di
lingkungan kampus Unila, guna menekan risiko kebakaran seperti korban jiwa
dan kerugian materiil yang tinggi. Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan dipilih sebagai objek penelitian, karena Gedung Rektorat pernah
mengalami kebakaran, dan gedung UPT Perpustakaan merupakan gedung pusat
perpustakaan yang memiliki banyak bahan mudah terbakar.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan, sarana pencegahan dan


penaggulangan bahaya kebakaran pada Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri
PU No. 26/PRT/M//2008 dan Standar Nasional Indonesia SNI 03-1746-2000,
SNI 03-6574-2001, SNI 03-3985-2000. Untuk menekan risiko kebakaran yang
ditimbulkan baik materiil maupun korban jiwa, perlu pembenahan Risk
manajement berdasarkan panduan AS/N2S4360:2004 (Pratiwi, 2014), guna
mengetahui potensi kebakaran, tingkat kemungkinan (likehood), tingkat
keparahan (saverity), kriteria risiko, dan strategi pengendalian risiko kebakaran.

B. Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi kesesuaian sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebakaran dengan Permen PU No. 26/PRT/M//2008 dan Standar Nasional
Indonesia SNI 03-1746-2000, SNI 03-6574-2001, SNI 03-3985-2000.
2. Mengevaluasi faktor-faktor penyebab kebakaran pada gedung Rektorat dan
UPT Perpustakaan Unila.
3. Menentukan tingkat risiko kebakaran di Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan Unila.
4. Menentukan kriteria risiko guna mementukan prioritas perbaikan sistim
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.
5. Menentukan strategi pengendalian risiko kebakaran di gedung rektorat dan
gedung UPT Perpustakaan Unila.

C. Batasan Masalah
Penilaian parameter hanya mengacu pada Peraturan Menteri PU No.
26/PRT/M//2008 dan SNI 03-1746-2000 mengenai Tata Cara Perencanaan dan
Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung, SNI 03-6574-2001 mengenai Tata Cara
Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah dan Sistem Peringatan Bahaya
pada Bangunan Gedung, SNI 03-3985-2000 mengenai Tata Cara Perencanaan,
Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.

D. Manfaat Penelitian
a. Untuk fakultas dan universitas, memberi kontribusi tentang pencegahan dan
penanggulangan terjadinya bencana kebakaran, memberi rekomendasi untuk
penanggulangan kebakaran apabila belum mempunyai sistem pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran
b. Untuk ilmu pengetahuan, memberikan sumbangan informasi terhadap
penelitian lebih lanjut mengenai kebakaran. Terutama bidang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).

E. Hipotesis
Belum adanya prosedur keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dilingkungan
gedung rektorat dan UPT Perpustakaan Universitas Lampung dalam sistem
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran baik pasif maupun aktif,
mengakibatkan ketidak siapan lingkungan kerja dalam menghadapai bahaya
bencana kebakaran.

F. Kerangka Pemikiran
Kurangnya sistem pencegahan
dan penanggulangan kebakaran
pada bangunan kampus dan
minimnya koordinasi oleh dinas
terkait tentang penanggulangan
kebakaran pada bangunan
kampus.

- Observasi tata ruang gedung


- Observasi kesusaian sistem
pencegahan dan
penanggulangan bahaya
kebakaran dengan permen PU
26/PRT/M//2008 dan Standar
Nasional Indonesia (SNI).
- Menganalisis faktor-faktor
penyebab kebakaran pada
gedung Rektorat dan UPT
Perpustakaan
- Analisis resiko

Rekomendasi prioritas
perbaikan dan strategi
pengendalian resiko
bencana kebakaran.

Kelembagaan

Gambar 1. Kerangka pemikiran

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebakaran

1. Pengertian Kebakaran
Bencana adalah kejadian dimana sumber daya, personal atau material yang
tersedia tidak dapat mengendalikan kejadian luar
mengancam

biasa tersebut yang dapat

nyawa, sumber fisik dan lingkungan (Ramli, 2010). Sedangkan

menurut Permen PU No 26/PRT/M/2008 bahaya kebakaran adalah bahaya yang


diakibatkan adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak awal
kebakaran hingga penjalaran api yang menimbukan asap dan gas.

2. Kebakaran Gedung dan Fasilitas Publik Sebagai Bentuk Public Bad


a. Pengertian Pubic Goods
Public goods atau barang-barang publik adalah barang-barang yang diproduksi
oleh sektor publik atau pemerintah yang secara umum tersedia bagi semua
masyarakat. Barang publik merupakan barang untuk kepentingan umum dan tidak
melalui mekanisme pasar. Barang-barang ini dibuat, dikelola dan dilindungi oleh
pemerintah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan
masyarakat. Pengadaan dan pengelolaan barang publik ini biasanya diperoleh
pemerintah dari hasil pajak yang dibayarkan oleh masyarakat.

Karakteristik barang publik Menurut Samuelson dalam Randall G. Holcombe


2000, yaitu non-excludability dan Non-Rival. Yang dimaksut non- excludability
adalah keadaan dimana produsen dalam hal ini pemerintah tidak dapat mencegah
masyarakat untuk menggunakan fasilitas barang publik tersebut. Sedangkan NonRival adalah keadaan dimana suatu barang publik dapat dipergunakan atau
dikonsumsi secara bersama-sama, tanpa mengurangi kesempatan, kualitas dan
jumlah barang yang tersedia bagi orang lain. Jadi dapat disimpulkan barang publik
adalah barang-barang yang disediakan, dikelola dan dilindungi pemerintah untuk
kesejahteraan seluruh masyarakat. Pada penyediaan barang publik terdapat
beberapa hambatan dalam pelaksanaannya, yaitu free Rider dan eksternalitas. free
Rider adalah sekelompok orang yang tidak berkontribusi atau tidak membayar
pajak dalam pengadaan barang publik, namun menikmati barang-barang publik
yang disediakan oleh pemerintah. Sedangkan eksternalitas adalah dampak
manfaat atau biaya dari adanya transaksi pengadaan atau pertukaran barang publik
(Hakimah, 2012).

b. Contoh Public Goods


Berdasarkan pengertian public goods atau barang publik diatas, berikut ini contoh
barang publik: Udara, Angin, Hujan, Jalan Raya, Jembatan, Rambu-rambu
Lalulintas, Sungai, danau, Laut, kesehatan, pertahanan dan sarana pendidikan dari
tingkat SD sampai tingkat Universitas. Adapun contoh free Rider adalah orangorang yang tidak membayar pajak. Sedangkan Eksternalitas dari barang publik
yaitu meningkatnya kualitas Sumber daya Manusia atas adanya pendidikan.

10

c. Masalah yang muncul pada Public Goods


Pada lingkungan sekitar, seperti yang kita tahu bahwa banyak barang publik yang
kurang mendapat perhatian dari pemerintah ataupun pengelola barang publik.
Dimana pengelola yang telah diberikan kepercayaan oleh pemerintah sebagai
penanggung jawab utama pengadaan dan pengelolaan barang publik tersebut,
Contoh: gedung-gedung bertingkat milik pemerintah seperti, gedung-gedung
bertingkat di lingkungan Kampus milik pemerintah. Gedung- gedung bertingkat
dilingkungan kampus adalah fasilitas publik dengan tujuan untuk meningkatkan
fasilitas kampus yang merupakan dampak dari terbatasnya lahan di daerah
perkotaan.

Gedung-gedung bertingkat di lingkungan kampus milik pemerintah dapat


digolongkan sebagai fasilitas publik, karena siapapun dapat menggunakan fasilitas
tersebut terkecuali dosen, karyawan, mapun mahasiswa. Banyak manfaat dari
adanya gedung bertingkat di lingkungan kampus atau Ekternalitas positif, yaitu:
meningkatnya mutu pendidikan, dan meningkatkan daya tampung karyawan
maupun mahasiswa yang berarti meningkatkan peluang masyarakat untuk dapat
mengakses fasilitas publik tersebut.

Namun, barang publik selalu mengalami tragedi seperti, bencana kebakaran yang
terjadi di gedung-gedung milik pemerintah seperti pasar tradisional, pasar
moderen, gedung pusat pemerintahan termasuk gedung bertingkat di lingkungan
kampus milik pemerintah. Hal tersebut dapat menimbulkan kerugian materiil dan
korban jiwa yang tinggi dari pihak pemerintah maupun masyarakat pengguna
barang publik tesebut (eksternalistas negatif atau public bad).

11

Terdapat beberapa faktor hal tersebut dapat terjadi, beberapa diantaranya adalah
kurangnya keperdulian pengelola gedung dalam penyediaan sistem pencegahan
dan penanggulangan bahaya kebakaran yang sesuai dengan sistem keselamatan
dan kesehatan kerja (K3), sebab sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
tidak dipandang suatu infestasi yang dapat memperoleh profit secara langsung
bagi pengelola gedung tersebut (Gunawan, 2013).

3. Teori Api
Peristiwa Kebakaran terjadi apabila tiga unsur terdapat bersama-sama. Unsurunsur tersebut adalah zat asam, bahan mudah terbakar dan panas. Tanpa oksigen,
pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang mudah terbakar, tidak mungkin terjadi
kebakaran, dan tanpa panas kebakaran tak akan timbul (Subagyo, 2012).
Terjadinya titik api kebakaran disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Terjadinya titik api kebakaran


(Sumber: bennythegreat,wordpress.com. diunduh 8 November 2015)

12

Api adalah aksi kimia yang dihantarkan oleh perubahan panas, sinar dan nyala
serta emisi (pengeluaran) suara. Oksigen merupakan bahanyang amat diperlukan
dalam suatu reaksi pembakaran yaitu reaksi oksidasi (Subagyo, 2012).

Timbulnya bentuk api :


a. Sumber panas
Proses pemanasan pada benda yang mudah terbakar merupakan sumber panas. Ketika api
sudah menyala maka sumber panasnya adalah api itu sendiri.
b. Oksigen
Oksigen menyebabkan reaksi oksidasi dan ketika kekurangan oksigen maka pembakaran
akan melambat dan pada akhirnya akan berhenti.
c. Bahan yang mudah terbakar

Ada dua jenis bahan yaitu:


1)

berbentuk cair dengan temperatur lebih dingin dan lebih berbahaya karena dapat
terbakar pada suhu kamar.

2)

berbentuk padat dengan temperatur lebih tinggi, tidak mudah terbakar pada suhu
kamar kecuali ada pemicu.

4. Penjalaran Api
Proses perpindahan api terjadi di tempat yang beroksigen baik itu ruang terbuka ataupun
tertutup. Jika titik api telah timbul maka penyebaran api keseluruh bangunan gedung
dapat terjadi melalui tiga mekanisme yaitu konduksi,konveksi, dan radiasi.

Konduksi terjadi jika panas dipindahkan langsung melalui suatu bentuk struktur dari
sumber api yang terdekat, konveksi terjadi jika gas / udara panas meningkat didalam
gedung dimana api dengan mudah menjalar dari tanah kelantai diatasnya melalui lubang

13

tangga / lubang saluran lainnya., radiasi merupakan penjalaran api menurut garis lurus
dari bahan yang terbakar ke bahan terdekat yang mudah terbakar. Mekanisme dasar dari
perambatan api :

a. Di sepanjang permukaan yang mudah terbakar menerus, penyebaran bisa vertikal dan
horizontal. Penyebaran dipengaruhi oleh hubungan antara lebar dari bagian yang
terbakar dan tinggi dari material.
b. Di sepanjang lapisan bahan bakar yang menerus, terjadi pada bangunan dengan
penyebaran dimulai dari lantai sampai ke langit-langit ketika ruangan menjadi panas
kerena api. Selain itu ketebalan material berpengaruh, semakin tebal material maka
penyebaran akan berlangsung lebih lama.
c. Di sepanjang lapisan bahan bakar tidak menerus, penyebaran berlangsung tidak
melalui lantai, akan tetapi harus melompati berbagai macam benda yang ada
dihadapannya seperti furniture. Kemudahan penjalaran api didalam, dan dari suatu
bangunan tertentu tergantung dari banyaknya bahan yang mudah terbakar,

kemampuan struktur bangunan untuk dapat bertahan terhadap api dan lokasi
bentuk terhadap sumber api.

Kenaikan temperatur ruangan pada saat terjadi kebakaran dipengaruhi oleh :


a. Kapan obyek itu terbakar
b. Apa pemicu kebakaran tersebut (sumber api)
c. Jumlah energi kalor yang diterima oleh luas ruang
d. Bahan bakar yang ada dalam ruangan tersebut
Tahapan kebakaran tersebut antara lain :
a.Ignition ( titik api)
b.Growth (perambatan api)
c.Flashover(api mulai membakar bagian plafon/atap)

14

d. Fully developed fire (seluruh ruang terbakar)


e.Decay (terbakar seluruh ruang beserta isinya)

Lamanya waktu terjadi kebakaran sangat tergantung pada kapasitas bahan bakar di
ruang tersebut (Subagyo, 2012). Yang dimaksud dengan bahan bakar adalah segala
sesuatu yang berada dalam ruangan dan sifatnya mudah terbakar (material, furniture,
peralatan elektronik, dsb). Masing-masing bahan memiliki koefisien yang berbedabeda, koefisien material ditentukan oleh sifat material dan menentukan waktu
terbakarnya ruangan. Bukaan pada ruangan sangat menentukan kecepatan perambatan
api, hal itu karena semakin besar bukaan maka oksigen yang ada dalam ruang
semakin besar. Dengan kondisi tersebut memacu kecepatan perambatan api pada
ruangan. Besar kecilnya ruang menentukan perambatan api, hal itu karena semakin
besar ruang maka kandungan O2 dalam ruang semakin banyak dan mempercepat laju
api.

5. Bahaya kebakaran
Kebakaran mengandung berbagai potensi bahaya bagi manusia, harta, benda maupun
lingkungan. Menurut Soehatman Ramli (2010), Berikut ini bahaya utama yang di
akibatkan kebakaran :

a. terbakar api secara langsung


Tejebak di dalam api yang sedang berkobar, panas yang tinggi akan mengakibat kan
luka bakar. Luka bakar merupan jenis luka, kerusakan jaringan, atau kehilangan
jaringan akibat suhu panas atau suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimia,

cahaya, dan radiasi. Klasifikasi luka bakar menurut Wikipedia disajikan pada
Tabel 1.

15

Tabel 1. Klasifikasi Luka Bakar


Kedalaman Luka Bakar

Bentuk Klinis

Klasifikasi
Superficial thickness
(Drajat 1)

Lapisan epidermis

Erythema (kemerahan)
sakit seperti tersengat, Blister
(GelembungCairan)

Parsial Thickness
-superficial
(Drajat 2)

E Epidermis Superficial
(Lapisan Papillary). kedalaman
> 0.1 mm

Blister
(Gelembung Cairan)
Ketika gelembung pecah timbul rasa
nyeri

Full Thickness
(Drajat 3)

Dermiss dan struktur tubuh


dibawah dermis, tulang, atau otot
kedalaman lebih dari 2mm

Adanya Eschar
(kulit Melepuh), cairan berwarna, tidak
berasa Sakit.

(Sumber:Iswara,2011)

Kerusakan pada kulit dipengaruhi oleh temperatur api yang dimulai dari suhu 45
0

C sampai yang terparah diatas 75 0C. Berikut ini Tabel yang menjelaskan tentang

efek terbakar pada manusia di tentukan oleh derajat panas yang di terima (Ramli,
2010). Efek kebakaran terhadap manusia disajikan pada Tabel 2.
Tabel. 2 Efek Kebakaran Terhadap Manusia
Tingkat Panas (fluk)
(kW/m2 )
37,5
25

Efek Kebakaran

100 % kematian dalam waktu 1 menit


1 % kematian dalam waktu 10 detik

15,8

100 % kematian dalam waktu 1 menit, cedera parah dalam 10 detik

12,5

Satu kematian dalam 1 menit,luka bakar derajat dalam 10 detik

6,3

Tindakan darurat dapat dilakukan oleh personal dengan pakaian pelindung


yang sesuai.

4,7

Tindakan dapat dilakukan beberapa menit dengan pakaian pelindung


memadai.

(Sumber: Ramli, 2010)

Manusia mempunyai toleransi terbatas terhadap panas yang menerpa tubuhnya.


Tingkat pengkondisian panas yang dapat di toleransi oleh manusia hanya
mencapai lebih dari 65 0C. Respon manusia terhadap panas disajikan pada
Gambar 3.

16

0 0C

10 0C

35oC

65 0C

95 0C 120 0C

150 0C

180 0C

Gambar 3. Respon Manusia terhadap Panas


(Sumber: Iswara, 2011)

_0+C

C 0C
0 0
C C
0 0
C C

Keterangan :

Suhu 10 35 0C

Suhu 65 0C

: Kondisi nyaman termal


: Suhu dapat di toleransi tubuh (tergantung aktifitas)

Suhu 95 0C

: Suhu panas tidak dapat di tolerir dalam waktu 25 menit.

Suhu 120 0C

: Suhu panas tidak dapat di tolerir dalam waktu 15 menit.

Suhu 150 0C

: Suhu panas tidak dapat di tolerir dalam waktu 5 menit.

Suhu 180 0C

: Suhu panas tidak dapat di tolerir dalam waktu 30 detik.

b. Terjebak karena Asap yang di Timbulkan.

Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang terdifusi
di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan
mineral. Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri dalam asap.
Komposisi asap tergantung dari banyak faktor, tergantung dari jenis bahan
pembakar, kelembaban, temperatur api, kondisi angin.
Materi partikulat atau particulate mater (PM) merupakan bagian penting dalam
asap. Materi partikulat adalah partikel tersuspensi yang merupakan campuran

17

partikel solid dan droplet cair. Karakteristik dan pengaruh potensial materi
partikulat terhadap kesehatan tergantung pada sumber, musim, dan keadaan cuaca,
Materi partikulat dibagi menjadi (Faisal dkk, 2012):
Ukuran lebih dari 10 m biasanya tidak sampai kedalam paru; dapat
mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan.
Partikel kurang atau sama dengan 10 m dapat terinhalasi sampai ke paru.
Partikel kasar (coarse particles) berukuran 2,5-10 m
Partikel

halus

(fine

particles)

berdiameter

kurang

dari

2,5

Partikel debu atau partikulat melayang ( suspendet particulate matter) merupakan


senyawa yang sangat rumit sebagai senyawa organik di udara dengan diameter < 1
m sampai maksimal 500 m. Materi partikulat akan berada di udara dalam
waktu relatif lama dalam tubuh manusia melalui sistem pernapasan.
Asap menimbulkan iritasi mata, kulit, dan gangguan pernapasan yang lebih berat,
fungsi paru berkurang, bronkitis, asma eksaserbasi, dan kematian dini. Selain itu
kosentarsi tinggi partikel-partikel asap dapat menyebabkan iritasi pernapasan,
batuk terus-menerus, batuk berdahak, kesulitan bernapas (Faisal dkk, 2012).
Sekitar 50-80 % kematian pada saat kebakaran dikarenakan menghirup asap
daripada luka bakar. Menurut NFPA 92A tahun 1996, asap adalah gas-gas serta
partikel padat dan cair yang berterbangan akibat proses pembakaran bersama
dengan udara yang bercampur di dalamnya.

18

Produksi asap bergantung kepada dua hal yaitu ukuran api dan tinggi plafon
ruangan. Semakin kecil ketinggian ruang di atas api menyebabkan tumpukan
lapisan asap yang semakin cepat menebal, semakin terbuka ruang di atas api, asap
akan semakin berkurang.
Jenis asap yang dihasilkan berbeda pada setiap kebakaran, begitu pula dengan
gas-gas beracun yang dihasilkan kebakaran, tergantung dari bahan atau material
yang terbakar. Gas racun hasil kebakaran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Gas Racun Hasil Kebakaran


Bahan

Gas Racun

Semua bahan mudah terbakar yang mengandung karbon

CO dan CO2

Celluloid,polyurethane

Nitrogen Oksida (NO)

Woll, Sutra, Kulit, Plastik Mengandung Nitrogen

Hydrogen cyanide

Karet, Thiokol

Sulfur Dioksida (SO2)

Polyvinyl Chloride, Plastik reterdant, plastik mengandung


flour

Asam Halogen (HCL, HBr, Hf dan


Phosgene)

Melamine, nylon, resin, urea formaldehyde

Ammonia (NH3)

Polystyrene

Benzene (C6H6)

Phenol formaldehyde, nylon, polyster resin

Aldehyde

Plastic reterdant

Senyawa antimony (Sb)

Busa polyurethane

Isocyanat

(Sumber: Iswara, 2011)

19

Tabel 4. Pengaruh Asap kebakaran terhadap Sistem Pernapasan dan Organ lain.
polutan

Partikulat
(partikel Kecil <
10 , diameter
aero dinamik <
2,5

Karbon
monoksida
(CO)

Hidrokarbon
aromatik
polisiklik
(benzoalpyrene)
Nitrogen

dioksida

Sulfur dioksida

Kondensat asap
biomas,
termasuk
hidrikarbon
aromatik
polisiklik dan
ion metal

mekanisme
Akut: iritasi bronkus, inflamasi dan
reaktifitas meningkat
Berkurangnya bersihan mukosiler
Mengurangi respon makrofag dan
imunitas lokal
Raeksi fibrotik

Efek potensial pada kesehatan

Mangi, asma
eksaserbasi

Infeksi saluran nafas

Bronkitis kronik dan


PPOK

PPOK ekseserbasi

Berikatan dengan hemoglobin


menghasilkan karboksi hemoglobin
yang dapat mengurangi transport
oksigen ke organ vital dan
menyebabkan gangguan janin.
Karsinogenik

Kanker paru
Kanker mulut,
nasofaring dan laring.

Pajanan akut menyebabkan reaktivitas


bronkus
Pajanan kronik dapat meningkatkan
kerentanan infeksi bakteri dan firus.

Pajanan akut menyebabkan reaktivitas


bronkus
Pajanan kronik sulit untuk memisahkan
efek partikel

Absorbsi racun ke dalam lensa sehingga


terjadi perubahan oksidatif

Mengi, asma
ekseserbasi
Infeksi saluran nafas
Berkurangnya fungsi
paru anak
Mengi, asma
ekseserbasi
PPOK ekseserbasi
Penyakit
kardiovaskuler
Katarak

Berat badan bayi


lahir rendah
Meningkatnya kasus
kematian perinatal

(Sumber: Faisal dkk, 2012)

Gas racun yang berbahaya dan paling sering dihasilkan akibat kebakaran adalah
gas Karbon Monoksida (CO). Efek dari menghirup gas Karbon Monoksida dapat
digambarkan sebagai berikut. Efek gas CO Terhadap Manusia disajikan pada
Tabel 5.

20

Tabel 5. Efek gas CO Terhadap Manusia


Kosentrasi
CO (ppm)

Efek

1500

Sakit kepala dalam 15 menit, pingsan dalam 30 menit, meninggal dalam 1 jam

2000

Sakit kepala dalam 10 menit, pingsan dalam 20 menit, meninggal dalam 45 menit.

3000

Waktu aman maksimum 5 menit, berbahaya dan pingsan dalm waktu 10 menit.

6000

Sakit kepala, tidak sadar dalam 1-2 menit, dan kematian dalam 10-15 menit

12000

Efek langsung, pingsan dalam 2-3 kali hirupan napas, kematian dalam 1-3 menit.

(Sumber: Iswara, 2011)

c. Bahaya lain akibat kebakaran


Tertimpa benda akibat runtuhnya konstruksi. Bahaya ini banyak sekali terjadi dan
mengancam keselamatan penghuni, bahkan juga petugas pemadam kebakaran
yang memasuki bangunan yang sedang terbakar. Bahaya lainnya dapat bersumber
dari ledakan bahan atau material yang terdapat dalam ruangan yang terbakar.
Salah satu bahaya yang sering terjadi adalah ledakan gas terkena paparan panas.

d. Trauma akibat kebakaran


Trauma akibat kebakaran banyak mengancam korban kebakaran yang
terperangkap, panik, kehilangan kosentrasi dan akibatnya dapat berakibat fatal.
Hal tersebut banyak terjadi pada kebakaran gedung bertingkat, dimana
penghuninya kesulitan untuk mencari jalan keluar dari gedung yang telah
dipenuhi asap.

21

6. Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran bertujuan untuk mempermudah usaha pencegahan dan
pemadaman kebakaran . klasifikasi kebakran digunakan untuk memilih media
(bahan) pemadam yang tepat menurut kelas kebakran dan karakteristik media
yang terbakar.(iswara, 2011)

Berikut ini beberapa klasifikasi yang di pergunakan di Eropa, America dan


Indonesia:

1.

Klasifikasi Sebelum Tahun 1970 Negara Eropa

yang mengakui klasifikasi ini ialah Amerika Utara, Australia dan Afrika selatan.
Sebelum tahun 1970 negara Eropa mengakui klasifikasi kebakaran sebagai
berikut:

Tabel 6. Klasifikasi kebakaran Sebelum Tahun 1970 Negara Eropa


Kelas Kebakaran

Jenis kebakaran

Kelas A

Bahan bakar padat seperti kayu, kain, kertas dan lain-lain

Kelas B

Bahan bakar cair dan lemak (Grease)

Kelas C

Kebakaran pada aparat listrik bertegangan

(Sumber:Wikipedia.org)

2. Klasifikasi yang dilahirkan Bulan Juni 1970 pada Konvensi Internasional


Komite Normalisasi Eropa (Comitee Europeen de Normalisation)
Bahan bakar ini diakui oleh negara-negara Eropa. Pada bulan Juni 1970
diadakan Konvensi Internasional dengan melahirkan klasifikasi kebakaran.
Klasifikasi yang Dilahirkan Bulan Juni 1970 pada Konvensi Internasional

22

Komite Normalisasi Eropa (Comitee Europeen de Normalisation) disajikan


pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi yang Dilahirkan Bulan Juni 1970 pada Konvensi


Internasional Komite Normalisasi Eropa (Comitee Europeen de
Normalisation)
Kelas Kebakaran
Kelas A

Jenis kebakaran
Bahan bakar yang terbakar akan meninggalkan arang dan abu

Kelas B

Bahan bakar lemak dan cair

Kelas C

Bahan bakar gas

Kelas D

Bahan bakar logam

(Sumber:Wikipedia.org)

3. Klasifikasi Menurut Loast Guard/Amerika Serikat


Klasifikasi menurut Loast Guard/Amerika Serikat terdapat tujuh klasifikasi
kebakaran dipakai di wilayah laut Amerika Serikat disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi kebakaran Menurut Loast Guard/Amerika Serikat


Kelas Kebakaran

Jenis kebakaran

Kelas A

Sisa pembakaran berupa arang dan abu (misalnya: kayu, kertas, plastik
dll)

Kelas B

Cairan dengan titik nyala lebih kecil dari 170 F dan tidak larut dalam
air (misalnya: bensin, kerosine dll)

Kelas C

Cairan dengan titik nyala lebih kecil dari 170 F atau larut dalam air
(misalnya: Aceton, etanol dll)

Kelas D

Cairan dengan titik nyala sama dengan 170 F atau lebih tinggi dan tidak
larut dalam air (misalnya: minyak kelapa, minyak trafo dll)

Kelas E

Cairan dengan titik nyala sama dengan 170 F atau lebih tinggi dan larut
dalam air (misalnya Gliserin, etilene, slikol dll)

Kelas F

Kebakaran gas

Kelas G

Kebakaran listrik

(Sumber:Wikipedia.org)

23

Di Indonesia Menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri


Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/Men/1980 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Klasifikasi yang Ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. Per. 04/Men/1980.
Kelas Kebakaran
Kelas A

Jenis kebakaran
Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan
sendirinya, kebakaran kelas A ini adalah akibat panas yang datang dari luar,
molekul-molekul benda padat terurai dan membentuk gas dan gas inilah
yang terbakar. Hasil kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya
mengurai lebih banyak molekul-molekul dan menimbulkan gas yang akan
terbakar. Sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya
tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak sekali dalam
bentuk bara.

Kelas B

Seperti bahan cairan dan gas tidak dapat terbakar dengan sendirinya. Diatas
cairan pada umumnya terdapat gas dan gas ini yang dapat terbakar . Pada
bahan bakar cair ini suatu bunga api kecil sanggup mencetuskan api yang
akan menimbulkan kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah mengalir dan
menyalakan api ke tempat lain.

Kelas C

Kebakaran pada aparat listrik yang bertegangan, yang mana sebenarnya kelas
C ini tidak lain dari kebakaran kelas A dan B atau kombinasi dimana ada
aliran listrik. Kalau aliran listrik diputuskan maka akan merubah apakah
kebakaran kelas A atau B.
Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadam yaitu yang
tidak menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan
kebakaran dari aliran listrik.

Kelas D

Yaitu kebakaran logam seperti Magnesium, Titanium, Uranium, Sodium,


Lithium dan Potasium.
Pada kebakaran logam ini perlu dengan alat atau media khusus untuk
memadamkannya.

(Sumber: Permen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/Men/1980)

24

7. Teori Pemadam
beberapa teknik untuk memadamkan kebakaran berikut penjelasannya (Ramli,
2010):

1. Teknik pendingin
Teknik pendingin (Cooling) adalah teknik memadamkan kebakaran degan cara
mendinginkan atau menurunkan uap atau gas yang terbakar sampai di bawah
temperatur nyalanya. Cara ini banyak dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran
dengan menggunakan semprotan air ke lokasi atau titik kebakaran sehingga api
secara perlahan dapat berkurang dan mati.

Semprotan air yang disiramkan ke titik api akan mengakibatkan udara sekitar api
menjadi dingin, sebagian panas akan diserap oleh air yang kemudian berubah
menjadi uap air yang akan mendinginkan api. Teknik pendingin dalam
memadamkan kebakaran disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Teknik pendingin dalam memadamkan kebakaran


(Sumber: bennythegreat,wordpress.com. diunduh 8 November 2015 )

25

2. Pembatasan Oksigen
Proses pembakaran suatu bahan bakar memerlukan oksigen yang cukup, misalnya
kayu akan mulai terbakar bila kadar oksigen 4-5%, acetylene memerlukan oksigen
di bawah 5% sedangkan gas dan uap hidrokarbon biasanya tidak akan terbakar
bila kadar oksigen di bawah 15%.

Teknik ini disebut Smothering sesuai dengan teori segitiga api, kebakaran dapat di
hentikan dengan menghilangkan atau mengurangi suplai oksigen supaya api dapat
padam. Pembatasan Oksigen dalam memadamkan kebakaran disajikan pada
Gambar 5.

Gambar 5. Pembatasan Oksigen dalam memadamkan kebakaran


(Sumber: bennythegreat,wordpress.com. diunduh 8 November 2015)

3. Menghilangakn bahan bakar


Api akan segera mati dengan sendirinya apabila bahan yang terbakar (Fuel) sudah
habis. Atas dasar ini, api dapat dipadamkan dengan menghilangakan atau
mengurangi bahan yang terbakar, tekniki ini disebut dengan Starvation.

Teknin Starvation

juga dapat di lakukan dengan menyemprot bahan yang

terbakar dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk kelangsungan kebakaran

26

terhenti atau berkurang sehingga api akan mati. Teknik ini juga dapat dilakukan
dengan menjauhkan bahan yang terbakar ke tempat aman. Menghilangkan Bahan
Bakar dalam memadamkan kebakaran disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Menghilangkan Bahan Bakar dalam memadamkan kebakaran


(Sumber: bennythegreat,wordpress.com. diunduh 8 November 2015)

8. Jenis-jenis Media Pemadam Api


Mengenal berbagai jenis media pemadam api dimaksudkan agar dapat
menentukan jenis media yang tepat, sehingga dapat dicapai pemadaman yang
efektif, efisien dan aman. Dari bentuk fisiknya, media pemadam ada 3 jenis yaitu:
padat, cair dan gas. Media pemadam api yang umum dipakai untuk pemadam api
ringan adalah air, busa, serbuk kimia kering, karbon dioksida (CO2) dan halon.
Setiap jenis pemadam api memiliki karakteristik-karateristik dalam memadamkan
api, mempunyai keunggulan untuk kelas tertentu dan mungkin berbahaya untuk
jenis kebakaran lainnya. Karakteristik masing-masing jenis pemadam api adalah
sebagai berikut (NFPA 10):

27

1.

Air

Air digunakan sebagai media pemadam kebakaran telah digunakan dari zaman
dahulu sampai sekarang. Sifat air dalam memadamkan kebakaran adalah secara
fisik mengambil panas (cooling) dan sangat tepat untuk memadamkan bahan
padat (kelas A) karena dapat menembus bagian dalam. Ada tiga macam APAR air
yaitu air dengan pompa tangan, air bertekanan dan asam soda (soda acid).
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah bahwa air tidak digunakan untuk:
kebakaran pada aparat listrik yang bertegangan (kelas C), kebakaran minyak
(kelas B), kebakaran bahan yang reaktif terhadap air (kelas B), kebakaran logam
(kelas D).

2. Busa
Ada dua macam busa, yaitu busa kimia dan busa mekanik. Busa kimia dibuat dari
gelembung yang berisi antara lain zat arang dan carbon dioksida, sedangkan busa
mekanik dibuat dari campuran zat arang dan udara. Busa memadamkan api
melalui kombinasi tiga aksi pemadaman yaitu menutupi, melemahkan, dan
mendinginkan. Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar,
sehingga kontak dengan oksigen (udara) terputus. Melemahkan yaitu mencegah
penguapan cairan yang mudah terbakar. Mendinginkan yaitu menyerap kalori
cairan yang mudah terbakar sehingga suhunya turun. Busa kimia dihasilkan oleh
reaksi larutan dua macam larutan kimia yaitu larutan A yang berisi AlSO 4
(Aluminium sulfat) dan larutan B yang berisi NaHCO3 (Sodium bikarbinat) serta
bahan kimia lainnya untuk keseimbangan. Reaksi kedua larutan tersebut bila
dicampurkan akan menghasilkan CO2.

28

3. Serbuk Kimia Kering


Ammonium hydro phospat merupakan serbuk kimia kering serbaguna, dapat
digunakan untuk memadamkan kebakaran golongan A, B dan C sedangkan
Natrium bikarbonat dan kalsium bikarbonat merupakan serbuk kimia kering biasa
dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran golongan B dan C. Daya
pemadam dari serbuk kimia kering bergantung kepada jumlah serbuk yang dapat
menutupi permukaan yang terbakar. Makin halus butir-butir serbuk kimia kering
makin luas permukaan yang dapat ditutupi.

4. Karbon dioksida (CO2)


Prinsip kerja gas CO2 dalam memadamkan api adalah reaksi dengan oksigen (O2)
sehingga konsentrasinya di dalam udara berkurang dari 21% menjadi sama
dengan atau lebih kecil dari 14%, sehingga api akan padam. Hal ini disebut
pemadaman dengan cara menutup. CO2 yang keluar dari corong alat pemadam api
75% langsung menguap menjadi gas mengikat dan mendesak oksigen dari udara,
sedang

sisanya

yaitu

25%

menjadi

beku

dan

berbentuk

butiran

es

(Depnaker,1998).

Media pemadam api CO2 tidak beracun tetapi dapat membuat orang pingsan atau
meninggal karena kekurangan oksigen. CO2 dapat dipergunakan sebagai alat
pemadam otomatis. Salah satu kelemahan CO2 ialah bahwa media pemadam
tersebut tidak dapat mencegah terjadinya kebakaran kembali setelah api padam
(reigtinasi). Hal ini disebabkan CO2 tersebut tidak dapat mengikat O2 secara
terus-menerus tetapi hanya dapat mengikat O2 sebanding dengan jumlah CO2
yang tersedia sedang suplai oksigen di sekitar tempat kebakaran terus berlangsung
(Depnaker, 1998).

29

5. Halon
Gas halon bila terkena panas api kebakaran pada suhu sekitar 485C akan
mengalami proses penguraian. Zat-zat yang dihasilkan dari proses penguraian
tersebut akan mengikat hidrogen dan oksigen dari udara, sehingga menghasilkan
beberapa unsur baru diantaranya adalah: Hydrogen Flurida (HF), Gydrogen
bromida (HBr) dan senyawa-senyawa karbon halida (COF2 dan COBr2). Karena
sifat zat tersebut beracun maka cukup membahayakan terhadap manusia. Untuk
itu seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang sudah
mengetahui betul cara penggunaannya. Halon 1301 (BTM-CBrF3) dengan
konsentrasi 4% digunakan untuk pencegahan kebakaran terhadap alat-alat
elektronik.

B. Klasifikasi Bangunan
a. Berdasarkan penggunaannya.
Pengklasifikasian bangunan sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaannya
menurut Kepmen PU No. 26/PRT/M//2008. Klasifikasi bangunan sesuai dengan
penggunaannya disajikan Tabel 10.

30

Tabel 10. Klasifikasi bangunan sesuai dengan penggunaannya.


NO
1

Klasifikasi
Kelas 1

Bangunan merupakan bangunan hunia biasa, satu atau lebih.

Kelas 1 a

Bangunan hunian tunggal yang berupa satu rumah tunggal atau lebih , bangunan
hunian gandeng, yang masing masing bangunannya dipisahkan dengan satu
dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman dan villa.
Rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel atau sejenisnya dengan luasan total lantai
kurang dari 300 m2 dan tidak di tinggal lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak
terletak di atas atau di bawah bangunan lain
Bangunan hunian yang terdiri atas dua atau lebih unit hunian yang masing- masing
terpisah .
Bangunan hunian di luar kelas 1 dan 2, yang umum digunakan sebagai tempat
tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan
termasuk:
Rumah asrama,rumah tamu, losmen
Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel dan motel
Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah
Panti untuk orang berumur, cacat atau untuk anak anak
Bangunan untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan karyawannya.
Bangunan hunian campuran, adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu
bangunan kelas 5,6,7,8,9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan
tersebut.
Bangunan kantor, bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan usaha
profesional, pengunaan administratif, atau usaha komersial diluar bangunan kelas
6,7,8 dan 9
Bangunan perdagangan, adalah bangunan yang dipergunakan untuk tempat
penjualan barang barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung
kepada masyarakat, termasuk:
Ruang makan, kafe, restoran
Ruang makan malam, bar, kios bagian dari hotel.
Tempat potong rambut, tempat cuci umum.
Pasar, ruang penjualan, ruang pameran, bengkel.
Bangunan penyimpanan/gedung adalah bangunan gedung yang dipergunakan
untuk penyimpanan termasuk:
Tempat parkir umum
Gudang tau tempat pameran barang-barang produksi.
Bangunan laboratorium industry atau pabrik, adalah bangunan yang di pergunakan
untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, pengepakan, finishing dalam
rangka perdagangan atau penjualan.
Bangunan umum adalah bangunan yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan
masyarakat.
Bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian bagian dari bangunan tersebut
yang merupakan laboratorium.
Bangunan pertemuan, temasuk bengkel kerja, laboratorium, atau sejenisnya di
sekolah dasar atau lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya.

Kelas 1 b

Kelas 2

Kelas 3

Kelas 4

Kelas 5

Kelas 6

Kelas 7

Kelas 8

Kelas 9
Kelas 9 a
Kelas 9 b

10

keterangan

Kelas 10
Kelas 10 a
Kelas 10 b

Bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian bagian dari bangunan tersebut


yang merupakan laboratorium.
Bangunan pertemuan, temasuk bengkel kerja, laboratorium, atau sejenisnya di
sekolah dasar atau lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya.
Struktur yang berupa pagar, antenna, dinding penyangga atau dinding yang berdiri
bebas, kolam renang,atau sejenisnya.

31

Tabel 10. (Lanjutan)


NO
11

12

Klasifikasi
Bangunan
yang tidak di
klasifikasikan
khusus
Bangunan
yang
penggunaanya
insidentil

Keterangan
Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi
bangunan 1 sd 10 tersebut, dalam pedoman teknis ini dimaksutkan dengan
klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.
Bagian bangunan yang pengunaanya insidentil dan
mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya.

sepanjang

tidak

(Sumber: Kepmen PU No. 26/PRT/M//2008)

NFPA 101. Life safety code juga mengklasifikasikan gedung sesuai dengan
penggunaannya. Pengklasifikasian Bangunan Sesuai dengan Penggunaanya
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengklasifikasian Bangunan Sesuai dengan Penggunanya.
No

Klasifikasi

assembly

Educational

Health care

Detention
and
correctional
Residential

Mercantile

Busness

Industry

Storage

10

Mixed
occupancies

keterangan
Gedung yang di gunakan untuk berkumpul sebanyak 50 orang atau lebih yang di
dalamnya terdapat kegiatan rapat, Workshop, makan, minum, tempat hiburan atau
tempat menungu kendaraan. Yang termasuk dalam bangunan ini adalah gudang,
auditorium, kelas kampus atau Universitas yang mempunyai kapasitas 50 orang lebih
Gedung yang digunakan sebagai sarana pendidikan yang digunakan selama 4 jam
atau lebih dalam seminggu diantaranya adalah academies, nursery school,
kindergartens.
Gedung yangdigunakan sebagai tempat pengobatan dan penyembuhan bagi orang
orang yang menderita sakit,baik fisik maupun jiwa, diantaranya adalah hospital,
limited care facilities, dan nursing house.
Gedung yang digunakan sebagai tempat penginapan,diantaranya adalah pusat tempat
rehabilitasi obat dan lain - lain
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai tempat tinggal dan penginapan,
diantaranya adalah Hotel, Motel, Asrama, dan Apartemen.
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai pertokoan atau penjualan barang
barang dagangan diantaranya adalah departemen store, supermarket, shopping
centre.
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai tempat transaksi bisnis,misalnya
penyimpanan dokumen transaksi penjualan diantaranya adalah city hall, college dan
Univercity yang mempunyai ruangan kurang dari 50 orang, dentist offices, doctor
offices dan lain lain.
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai pabrik pembuatan barang barang
tertentu seperti assembling mixing, packaging, finishing, decorating, dan repairing.
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai penyimpanan utama barangbarang dagangan, produk, kendaraan, dan binatang.
Gedung yang merupakan dua atau lebih campurang fungsi bangunan

(Sumber: NFPA 101. Life safety code)

32

C. Sistem Proteksi Aktif Kebakaran


Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M//2008
adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran dengan menggunakan peralatan
yang bekerja secara otomatis ataupun manual, yang dapat di pergunakan oleh
penghuni gedung ataupun petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan
oprasi pemadaman.

Setiap bangunan harus melaksanakan pengaturan pengamanan terhadap kebakaran


mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan sampai pada tahap
pemanfaatannya sehingga bangunan dengan senantiasa handal dan berkualitas
sesuai dengan fungsinya, salah satu penerapannya dengan melengkapi gedung
dengan sarana perlindungan aktif kebakaran diantaranya:
a. Sarana deteksi dan peringatan kebakaran.
1. Detector kebakaran
2. Alarm kebakaran
b. Sarana pemadam kebakaran
1. Alat pemeran air otomatis (sprinkler)
2. Alat pemadam api ringan (APAR)
3. Hidran kebakaran

1. Alat Deteksi Kebakaran (Detektor)


Kebakaran pada umumnya diketahui apabila keadaan api sudah mulai membesar
atau asap sudah mulai mengepul keluar dari gedung, detektor merupakan solusi
guna mendeteksi secara dini suatu kejadian kebakaran.(faisal, 2010) sedangkan
menurut SNI 03-3985-2000 tentang sistem deteksi dan alarm kebakaran

33

menjelaskan detector kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi


adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan.

1. Alat Deteksi Asap (smoke detector)


Detektor asap mempunyai kepekaan yang tinggi dan akan menyalakan alarm bila
terdapat asap di ruangan dimana alat deteksi di pasang. Karena kepekaannya, alat
deteksi akan langsung menyala apabila terdapat asap rokok, prinsip kerja smoke
detector berdasarkan dua hal:

a. Prinsip Ionisasi
Pada type ionisasi cara mendeteksi asap menggunakan elemen radioaktif dan dua
elektroda ( positif dan negatif) cara kerjanya adalah sebagai berikut:
Dalam kondisi normal antara dua elektroda timbul suatu medan listrik.
Elemen radioaktif memancarkan radiasi kearah medan listrik antara 2 elektroda
sehingga terjadi proses ionisasi, maka akibatnya akan terjadi aliran listrik
antara dua elektroda tersebut, aliran listrik ini masih kecil dan lemah sekali.
Bila antara elektroda tercemar oleh asap atau gas maka aliran listrik akan
membesar sehingga akan mengaktifkan rangkaian elektronisme.akibatnya
lampu indikator akan memberikan tanda bahaya disertai dengan bunyi alarm
tanda bahaya.
b. Prinsip Photo Elektrik
Alat deteksi tipe Photo Elektrik menggunakan bahan bersifat foto elektrik yang
sangat peka terhadap cahaya, cara kerjanya adalah sebagai berikut:

34

Dalam keadaan normal, bahan photo elektrik mendapatkan cahaya dari lampu
kecil yang menyala, sehinggal bahan tersebut mendapatkan arus listrik. Arus
listrik yang berasala dari photo elektrik tersebut digunakan untuk membuka
suatu saklar elektronik.
Bila asap yang masuk, maka cahaya maka akan terhalang dan bahan photo
elektrik berhenti mengeluarkan listrik. Akibatnya yang tadinya membuka
menjadi menutup.
Menutupnya saklar elektronik mengakibatkan suatu rangkaian penghasil pulsa
listrik yang kemudian meneruskan ke lampu indikator dan mengakibatkan
bunyi alarm berbunyi.

2. Alat Deteksi Panas (Heat Detector)


Prinsip dasarnya, jika temperatur di sekitar detektor naik lebih tinggi dari nilai
ambang batas yang di tetapkan kemudian akan memicu alarm, alat pendeteksi
panas dapat dibagi menjadi tiga klasifikasi besar yaitu:

a. Pendetesi panas temperatur tetap (Fixed head Detector)


Detektor bekerja pada batas panas tertentu, metodenya didasarkan pada daya
renggang pada suatu spiral dan kotak metal yang disangga oleh suatu campuran
logam. Ketika temperatur mencapai suhu titik lebur campuran logam, maka
campur logam tersebut akan meleleh dan spiral akan menekan kontak metal dan
menyebabkan rangkaian tertutup, alat ini bukannya jenis yang dapat di
pergunakan kembali, ketika di aktifasi, maka alat harus diganti.

35

b. Pendeteksi kelambatan Panas (Rate-of-Rise Heat Detector)


Pendeteksi kelambatan panas biasa disebut R-O-R merupakan detektor yang
bereaksi terhadap kenaikan tempetatur di sekitar detektor secara mendadak dari
kondisi batas normal. Prinsip kerjanya, ketika temperatur naik dan tekanan udara
dalam ruangan bertambah lebih cepat lalu keluar melalui lubang yang dikalibrasi
yang menyebabkan rangkaian menjadi tertutup. Alat pendeteksi ini dapat
dipergunakan kembali apabila kondisi sudah normal.

c. Alat Pendeteksi Nyala Api ( Flame detector)


Api mengeluarkan radiasi inframerah dan ultaviolet, keberadaan sinar ini dapat di
deteksi oleh sensor yang terpasang pada detektor. Sesuai dengan fungsinya,
detektor ini terbagi atas beberapa jenis:
Detektor inframerah (Infrared Detector)
Detector UV ( Ultra Violet Detector)
Detektor Foto Elektrik (Photo Elektric Detector)

Ada beberapa sistem instalasi pemasangan detektor pada suatu bangunan


diantaranya dengan sistem Panel (terpusat) dan pemasangan detektor lokal
menggunakan detektor yang mengunakan power baterry.

Detektor sistem Panel


Detektor sistem panel mempunyai panel kontrol dan power terpusat, sistem panel
direkomendasikan untuk bangunan-bangunan bertingkat dan bangunan yang
cukup luas agar mempermudah pengawasan terhadap potensi bahaya kebakaran.
Dengan menggunakan sistem panel dan dikombinasikan deangan komputer

36

sebagai master kontrol, titik api langsung dapat diketahui. Pemasangan isntalasi
detektor sistem Panel pada suatu bangunan sudah direncanakan pada tahap
perencanaan bangunan. Gambaran umum instalasi sistem detektor dan alarm
kebakaran disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Gambaran umum instalasi sistem detektor dan alarm kebakaran


(Sumber: SNI 03-3985-2000)

Gambar 8. Pemasangan detektor asap dan panas dengan sistem panel di


kombinasikan dengan sprinkler

37

Gambar 9. Gambar Panel Alarm kebakaran


( Sumber: id.aliexpress.com. diunduh 8 November 2015)

Panel Fire Alarm umumnya berupa metal kabinet dari bahan yang kokoh seperti
terlihat pada gambar di atas. Pada beberapa tipe ada yang berwarna merah,
mungkin dengan maksud agar bisa dibedakan dengan panel listrik ataupun panel
instrumentasi lainnya.

Dalam sistem alarm, panel berfungsi sebagai pusat pengendali semua sistem dan
merupakan inti dari semua sistem alarm. Oleh sebab itu, maka lokasi
penempatannya harus direncanakan dengan baik, terlebih lagi pada sistem Fire
Alarm. Syarat utamanya adalah tempatkan panel sejauh mungkin dari lokasi yang
berpotensial menimbulkan kebakaran dan jauh dari campur tangan orang yang
tidak berhak ( SNI 03-3985-2000). Perlu diingat, kendati bukan merupakan alat
keselamatan, namun sistem Fire Alarm sangat bersangkutan jiwa manusia,
sehingga kekeliruan sekecil apapun sebaiknya diantisipasi sejak dini.

Panel Fire Alarm memiliki kapasitas zone, misalnya 1 Zone, 5 Zone, 10 dan
seterusnya. Pemilihan kapasitas panel disesuaikan dengan banyaknya lokasi yang
akan diproteksi, selain tentu saja pertimbangan soal harga. Di bagian depannya

38

tertera sederetan lampu indikator yang menunjukkan aktivitas sistem. Kesalahan


sekecil apapun akan terdeteksi oleh panel ini, diantaranya:
1. Indikator Zone yang menunjukkan Lokasi Kebakaran (Fire) dan kabel putus
(Zone Fault).
2. Indikator Power untuk memastikan bagus tidaknya pasokan listrik pada sistem.
3. Indikator Battery untuk memastikan kondisi baterai masih penuh atau sudah
lemah.
4. Indikator Attention untuk mengingatkan operator akan adanya posisi switch
yang salah.
5. Indikator Accumulation untuk menandakan bahwa sesaat lagi akan terjadi
deteksi dan sederetan indikator lainnya.
Panel Fire Alarm tidak memerlukan pengoperasian manual secara rutin, karena
secara teknis ia sudah beroperasi selama 24 jam non-stop. Namun yang diperlukan
adalah pengawasan dan pemeliharaan oleh pekerja yang memang sebaiknya
ditunjuk khusus untuk melakukan itu. Setiap kesalahan (trouble) yang terjadi
harus segera dilaporkan dan ditindaklanjuti, sebab kita tidak pernah tahu kapan
terjadinya bahaya kebakaran.
Pengujian berkala perlu dilakukan sedikitnya dua kali dalam setahun guna
memastikan keseluruhan sistem bekerja dengan baik. Untuk menguji sistem
diperlukan satu standar operasi yang benar, jangan sampai menimbulkan
kepanikan luar biasa bagi orang-orang di sekitarnya disebabkan oleh bunyi bell
alarm dari sistem yang kita uji.

39

Detektor lokal (indipendent)


Detektor type lokal merupakan detektor dengan menggunakan power baterry,
tidak perlu isntalasi yang saling terhubung dan tetap menyala apabila listrik
padam. Penggunaan detektor tipe ini biasanya dipergunakan untuk hunian tempat
tinggal, karna harganya cukup terjangkau dan mudah di dapat. Pada saat ini
detektor tipe lokal sudah mempunyai spesifikasi two in one yakni mempunyai dua
tipe detektor dalam satu detektor seperti detektor asap dan panas.

Detektor tipe lokal (indipendent) juga dapat digunkan pada bangunan kantor yang
belum mempunyai detektor sitem panel. Penempatan detektor sistem lokal di
tempatkan pada ruangan yang dianggap penting atau mempunyai potensi
kebakaran yang cukup tinggi atau sesuai dengan petunjuk teknis pabrikannya.
Akan tetapi detektor tipe lokal memiliki kelemahan apabila di aplikasikan pada
bangunan yang luas dan bertingkat, karena harus mencari sumber api dengan
cara manual, dengan cara mendengarkan sumber bunyi yang ditimbulkan oleh
detector.

Setidaknya Perawatan detektor type lokal (indipendent) dilakukan setiap 6 bulan


sekali guna membersihkan panel indikator dari debu dan jaring laba-laba yang
dapat menghambat indikator mendeteksi asap ataupun panas. Unit Smoke dan fire
detektor lokal (indipendent) disajikan pada Gambar 10.

40

Gambar 10. Unit Smoke dan fire detektor lokal (indipendent)

2. Alarm Kebakaran
NFPA- 72 menyatakan, alarm dibagi menjadi 2 yaitu alarm yang bekerja dengan
manual yang biasa ditekan melalui tombol di dalam kotak alarm (break glas), ada
juga yang diaktifkan oleh sistem detector. Ketika detector mendeteksi asap atau
panas otomatis akan mengaktifkan alarm. Alarm kebakaran ada berbagai macam,
antaralain:

a. Bel merupakan alarm yang akan berdering ketika terjadi kebakaran, dapat
difungsikan secara manualatau di koneksi dengan sitem deteksi kebakaran atau
detektor, suara bel agak terbatas sehingga sesuai di tempatkan pada ruangan
terbatas seperti kantor.
b. Sirine, fungsi sama dengan bel akan tetapi suara yang dikeluarkan berupa
sirine, sirinine mengeluarkan suara yang lebih keras sehingga sangat sesuai di
tempatkan pada tempat kerja yang luas seperti pabrik.
c. Horn, horon merupakan alarm yang mengeluarkan suara yang cukup keras
akan tetapi masih lebih rendah dari sirine.

41

d. Pengeras suara, dalam suatu bangunan yang luas dimana penghuni tidak
mengetahui keadaaan darurat secara tepat, perlu dipasang jaringan pengeras
suara yang di lengkapi dengan penguatnya (pre- amplyfier)

3. Sistem Sprinkler Otomatis


Menurut permen PU

No.26/PRT/M/2008, sprinkler adalah alat pemancar air

untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk detektor pada


ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke segala arah secara
merata.

Menurut National Fire Asscociationn (NFPA) 13, sistem sprinkler mempunyai


berbagai jenis yaitu:

a. Dry pipe system, menggunakan sistem sprinkler otomatis yang dihubungkan


dengan sistem perpipaannya mengandung udara atau nitrogen bertekanan yang
bila terjadi kebakaran akan membuka dry pipe value.
b. Wet pipe system, sistem sprinkler otomatis yang tergabung dengan pipa berisi
air dan terhubung dengan suplai air.
c. Deluge system, menggunakan kepala sprinkler terbuka yang di sambungkan
dengan dengan sistem perpiaan yang dihubungkan ke suplai air melalui suatu
value, ketika value terbuka maka air akan keluar melalui sistem perpipaan dan
keluar melalui sprinkler yang ada.
d. Preaction Sistem, sistem sprinkler yang bekerja seca otomatis yang
disambungkan dengan sitem pipa udara bertekanan atau tidak,

penggerak

sistem deteksi membuka katub yang dapat mengalir ke sistim pipa sprinkler.

42

e. Combined dry pipe-preaction, sistim sprinkler yang bekerja seca otomatis yang
terhubung dengan sitem yang mengandung airdi bawah tekanan yang di
lengkapi dengan sistem deteksi yang terhubung pada suatu area dengan
sprinkler.

Menurut SNI 03-3989-2000, sistem sprinkler dibagi menjadi dua macam yaitu
sprinkler berdasarkan arah pancarannya dan berdasarkan kepekaan terhadap suhu.
Berikut klasifikasi kepala sprinkler:

a. Berdasarkan arah pancaran


1.

Pancaran ke atas

2.

Pancaran ke bawah

3.

Pancaran ke arah dinding

b. Berdasarkan kepekaan terhadap suhu


1. Warna segel

Warna putih

: temperatur 93 oC

Warna biru

: temperatur 141 oC

Warna kuning : temperatur 227 oC

Tidak berwarna : temperatur 68 oC atau 74 oC

2. Warna cairan dalam tabung gelas


Warna jingga

: Temperatur 57 oC

Warna merah

: Temperatur 68 oC

Warna kuning

: Temperatur 79 oC

Warna hijau

: Temperatur 93 oC

43

Warna biru

: Temperatur 141 oC

Warna ungu

: Temperatur 182 oC

Warna hitam

: Temperatur 227 oC atau 260 oC

4. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


APAR adalah Alat Pemadam Api Ringan, Mudah dibawa dan di pindahkan, yang
dapat digunakan memadamkan api pada awal kebakaran. APAR dapat di
kelompokkan dalam berbagai jenis yaitu cair, kering dan karbondioksida (CO2)
(NFPA 10).
a. Alat dengan media pemadaman air
Sifat air dalam memadamkan api adalah dengan mengambil panas, sangat tepat
digunakan dalam memadamkan bahan padat yang terbakar karna dapat menembus
sampai kebagian dalam, alat media pemadam air dapat digunakan pada kebakaran
kelas A.
b. Alat pemadam serbuk kimia kering
Sifat dari serbuk kimia kering ini tidak beracun, akan tetapi dapat mengakibatkan
sesak nafas dan mata menjadi kering. Ukuran serbuk sangat halus mempunyai
berat jenis 0,91, serbuk kimia kering ini dapat digunkan dalam memadamkan
kebakaran kelas A, B, C, makin halus ukuran serbuk kimia kering, maka semakin
luas permukaan yang dapat di tutupi
c. Karbondioksida (CO2).
Mediap pemadam api Karbondioksida (CO2) di dalam tabung harus dalam fase
cair bertekanan tinggi. CO2 dapat memadamkan kebakaran kelas B dan C.

44

d. Alat pemadam media busa


Dapat digunakan dalam pemadaman api kelas A dan lebih efektif digunakan
dalam pemadaman api kelas B, tetapi berbahaya apabila digunakan dalam
pemadaman api kelas C.

5. Hidran Kebakaran
Menurut NFPA 14, instalasi Hidran adalah instalasi pemadaman kebakran yang
menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa pipa
dan selang pemadam, sistem ini terdiri dari persediaan air, pompa air, kopling
inlet dan outlet, selang dan nozzel, ada beberapa klasifikasi hidran yaitu:

a. Berdasarkan jenis dan penempatan hidran


1. Hidran gedung, adalah hidran yang terletak di dalam bangunan atau gedung
dan instalasi dan peralatannya di sediakan dalam gedung tersebut.
2. Hidran halaman, adalah hidran yang terletak di luar bangunan atau gedung
yang instalasinya dan peralatannya berada disekitar gedung tersebut.
b. Berdasarkan besar ukuran pipa yang dipakai
1. Hidran kelas I

: menggunakan selang 2,5

2. Hidran kelas II

: menggunakan selang 1,5

3. Hidran kelas III

: ukuran sistem gabungan kelas I dan II

45

Gambar 11. Rambu cara penggunaan Hidran tembok (gedung)


(Sumber: fire-alrm.indonetwork.co.id. diunduh 8 November 2015)

Gambar 12. Rambu tanda penempatan hidran dan cara penggunaanya


(Sumber: www.Rambukeselamatankerja.com. Diunduh 8 November 2015)

D. Sistem Proteksi Pasif Kebakaran


Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang terbentuk
atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur
bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan berdasarkan tingkat
ketahanan terhadap api, serta perlindungan terhadap bukaan.

46

Menurut peraturan menteri pekerjaan umum No. 26/PRT/M/2008, sistem proteksi


pasif kebakaran bertujuan untuk:
Melindungi bangunan dari keruntuhan serentak akibat kebakaran
Meminimalisasi intensitas kebakaran ( supaya tidak terjadi Flashover )
Menjamin keberlangsungan fungsi gedung, namun tetap aman.
Melindungi

keselamatan

petugas

pemadam

kebakaran

dalam

oprasi

pemadaman dan penyelamatan.

1. Bahan Bangunan Gedung


Menurut peraturan Menteri Pekerjaan umum No.26/PRT/M/2008. bahan
bangunan dan kontruksi gedung harus memenuhi standar tipe kontruksi dan harus
mempertimbangkan persyaratan berikut:
a. Mempertimbangkan kelas mutu bahan bangunan ( mudah terbakar, semi
mudah terbakar, menghambat api, semi menghambat api, sukar terbakar)
termasuk juga bahan interior atau lapis yang digunakan.
b. Unsur atau inersia termal bahan mempengaruhi sifat tersulutnya suatu bahan.
c. Jumlah dan penempatan bahan mudah terbakar dalam suatu ruangan
menentukan beban api.
d. Beban api menentukan intensitas kebakaran dalam ruangan.
e. Penggunaan bahan penghambat api (fire reterdant materials) untuk
meningkatkan kelas mutu bahan apabila pemakaian mudah terbakar tidak dapat
dihindari.
f. Integrasi dengan sistem aktif dan fire safety management membentuk sistem
proteksi total (total fire protection).

47

2. Kontruksi Bangunan Gedung


Kontruksi bangunan gedung adalah elemen struktur dan bangunan yang terdiri
dari dinding, bentangan, balok penopang, tiang penopang, lengkungan, lantai, dan
atap yang membentuk suatu bangunan gedung.

Perancangan

struktur

bangunan

yang

aman

dari

kebakaran

harus

memperhitungkan hal-hal berikut (iswara, 2011):


a. Tipe kontruksi yang dirancang sesuai dengan jenis bahan pembentuknya.
b. Persyaratan ketahanan api komponen struktur bangunan ( fire rated
contrucktion),

untuk

mencapai

tingkat

ketahanan

api

mencangkup:
Unsur stabilitas struktur (stability)
Unsur ketahanan terhadap retakan akibat panas (integration)
Unsur ketahanan terhadap penentrasi panas (insulation)
c. Persyaratan sistem kompartemenisasi dan pemisahan, meliputi:
Ukuran maksimum kompartemen.
Persyaratan pemisahan
Kombinasi dengan sistem proteksi aktif
d. Persyaratan perlindungan pada bahan
e. Integrasi dengan proteksi aktif.

(TKA),

yang

48

3. Kompartemenisasi dan Pemisahan


Munurut Permen PU No. 26/PRT/M/2008, kompartemenisasi dan pemisahan
adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan

membatasi api

dengan diding, lantai, kolom, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang
sesuai dengan kelas bangunan.

4. Penutup Pada Bukaan


Menurut Permen PU No. 26/PRT/M/2008, bukaan penyelamatan adalah bukaan
atau lubang yang dapat dibuka yang terdapat pada dinding bangunan gedung
terluar, bertanda khusus, menghadap ke arah luar, dan diperuntukkan bagi unit
pemadam

kebakaran

dalam

melaksanakan

pemadaman

kebakaran

dan

penyelamatan penghuni.

E. Sarana Penyelamatan Jiwa


Setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana jalan keluar yang dapat
digunakan oleh penghuni bangunan gedung, sehingga memiliki waktu yang cukup
untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan
oleh keadaan darurat.

1. Sarana jalan keluar


Sarana jalan keluar adalah jalan yang tidak terputus atau terhalang menuju jalan
umum sedangkan jalan keluar adalah jalan yang terlindungi dari ancaman bahaya
kebakaran dengan dinding, lantai, langit-langit, dan pintu jalan keluar yang tahan
api. Koridor juga merupakan sarana jalan keluar yang harus mempunyai lebar
minimum 1.8 m, tidak licin dan dilengkapi dengan tanda-tanda petunjuk ke arah

49

pintu darurat. Tujuan yang hendak dicapai

adalah mencegah terjadinya

kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat
terjadi.

2. Petunjuk Arah Jalan Keluar dan Pencahayaan darurat


Ketersediaan sumber energi cadangan untuk pencahayaan darurat (emergency
light) sangat penting ketika terjadinya kebakaran yang menimbulkan asap yang
sangat pekat yang dapat menyebabkan kesulitan untuk melihat. Mengoptimalkan
fungsi

dan

pencahayaan

darurat

sangat

diperlukan

(permen

PU

No.

26/PRT/M/2008).

Tanda petunjuk arah jalan keluar harus memiliki tulisan KELUAR atau EXIT
dengan tinggi minimum 15 cm dan lebar minimum 2 cm, terlihat jelas dari jarak
15 m, dan dilengkapi denga sumber daya darurat atau batre, tanda petunjuk arah
jalan keluar biasanya berwarna dasar hijau dengan tulisan putih.perbaikan dan
pengadaan pada vasilitas rambu evakuasi, lampu darurat ini harus sesuai dengan
permen PU no 26/PRT/M/2008 dan SNI-03-6574-2001.

jalan keluar harus dilengkapi dengan tanda EXIT yang menunjukkan arah dan
lokasi pintu keluar atau tangga kebakaran/darurat. Dalam Bab 3 butir 3.17.6.3
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008. tanda EXIT
harus diberi lampu dengan kuat cahaya minimal 54 lux dan luas tanda minimum
155 cm2 serta ketinggian huruf tidak kurang dari 15 cm.

50

Syarat peletakan penandaan jalan keluar berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan


Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 Bab 3 butir 3.17.1.9

antara lain: Tanda

diletakkan pada jarak vertikal tidak lebih dari 20 cm di atas bukaan jalan keluar
atau pintu darurat yang ditunjukkan oleh penandaan, dan Tanda diletakkan pada
jarak horisontal tidak lebih lebar dari bukaan jalan keluar atau pintu kebakaran
yang ditunjukkan oleh penandaan. Untuk lampu darurat Lampu darurat dipasang
pada : tangga-tangga, gang, koridor, ram, lif, jalan lorong menuju tempat aman,
dan jalur menuju jalan umum. Setiap lampu darurat harus

bekerja secara

otomatis, mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang


aman. tanda arah Eksit, dapat juga berfungsi sebagai sebuah lampu darurat
apabila telah didesain untuk tujuan itu. Lampu darurat dapat dikombinasikan
dengan lampu pencahayaan normal atau dapat juga sebagai unit lengkap yang
terpisah. Gambar teksnis peletakan rambu evakuasi pada pintu keluar disajikan
pada Gambar 13-15.

Gambar 13. Peletakan tanda eksit pada pintu keluar


(Sumber: SNI 03-6574-2001)

51

Gambar 14. Rambu Tanda Exit dan Rambu Evakuasi


(Sumber: Rambu Keselamatankerja.com. diunduh 8 November 2015)

Gambar 15. Kombinasi pencahayaan darurat dengan rambu evakuasi


(Sumber: Bestanda.blogspot.com. diunduh 8 November 2015)

3. Tempat Berhimpun
Tempat berhimpun adalah tempat di area sekitar lokasi yang dijadikan sebagai
tempat berhimpun setelah proses evakuasi. Tempat berhimpun harus aman dari
bahaya kebakaran dan lainnya (NFPA 101). Sedangkan menurut Permen PU No.
26/PRT/M/2008 tempat berhimpun harus aman dari rambatan atau penjalaran api,
aman terhadap runtuhan material bangunan, dan dapat diakses oleh mobil
ambulance dan mobil pemadam kebakaran. Rambu Tempat berhimpun (asembly
point) disajikan pada Gambar 16.

52

Gambar 16. Rambu Tempat berhimpun (asembly point)


(Sumber: www.freesignal.co.uk. Diunduh 8 November 2015)

F. Akses Pemadam Kebakaran


Menurut permen PU No. 26/PRT/M/2008, akses pemadam kebakaran adalah
sarana dari bangungunan yang berguna untuk akses masuknya mobil pemadam
kebakaran ke sekitar bangunan dan sarana masuknya anggota pemadam kebakaran
kedalam gedung yang diberi tanda khusus. Perkerasan untuk keluar masuknya
mobil pemadam kebakaran disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Perkerasan untuk keluar masuknya mobil pemadam kebakaran


(Sumber: Permen PU No. 26/PRT/M/2008)

53

Gambar 18. Letak hidran halaman terhadap jalur akses mobil pemadam
( Sumber: Permen PU No. 26/PRT/M/2008)

Akses pemadam kebakaran kedalam gedung harus mempunyai tanda khusus yaitu
dengan tanda segitiga berwarna kuning atau merah dengan ukuran tiap sisinya
minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dinding dan diberi tulisan
AKSES PEMADAM KEBAKARAN-JANGAN DIHALANGI
Dengan ukuran tinggi minimal 50 mm, ketentuan ini tidak berlaku pada bangunan
rumah hunian dan rumah tinggal satu atau dua keluarga.

Gambar 19. Rambu akses pemadan kebakaran pada pintu bukaan


( Sumber: Permen PU No. 26/PRT/M/2008)

54

Gambar 20. Ukuran teknis pintu bukaan akses pemadam kebakaran


( Sumber: Permen PU No. 26/PRT/M/2008)

G. Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung


Menurut Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008, yang
dimaksud Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK) bangunan gedung
adalah bagian dari manajemen bangunan untuk mengupayakan kesiapan
pengelola, penghuni dan regu pemadam kebakaran terhadap kegiatan pemadaman
yang terjadi pada suatu bangunan gedung. Berdasarkan Permen PU No.
26/PRT/M/2008 mengenai ketentuan teknis Pengamanan terhadap bahaya
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan, pengertian bangunan gedung
adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan
di atas tanah atau perairan, ataupun di bawah tanah atau perairan, tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan
sosial dan budaya.

55

Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 26/PRT/M/2008, Tentang Ketentuan


Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan, disebutkan bahwa
bangunan gedung harus diproteksi terhadap kemungkinan terjadinya bahaya
kebakaran melalui penyediaan prasarana dan sarana proteksi kebakaran serta
kesiagaan akan kesiapan pengelola, penghuni dan penyewa bangunan dalam
mengantisipasi dan mengatasi kebakaran, khususnya pada tahap awal kejadian
kebakaran. Sistem Pencegahan kebakaran pada bangunan gedung disajikan pada
Gambar 21.

Kebakaran

Sistem
Pencegahan
Kebakaran

Sistem
Pencegahan Aktif
Kebakaran

a.
b.
c.
d.

Hydran
Sprinkler
Alarm
Detektor

Sistem
Pencegahan Pasif
Kebakaran

Arsitektur:
a. jarak
bangunan
b. bahan
bangunan
c. Desain
bangunan
d. Tata letak
ruang dan
bangunan

Fire management

a.
b.

pelatihan
Perawatan
alat

Gambar 21. Sistem Pencegahan Kebakaran pada bangunan gedung


(Sumber: Asmaningprodjo, 2000)

56

H. Analisis Resiko
Analisis resiko dimaksutkan untuk menentukan besarnnya suatu resiko, dengan
mempertimbangkan

kemunngkinan

terjadinya

dan

besaran

akibat

yang

ditimbulkan. Berdasarkan hasil analisis dapat ditentukan peringkat resiko


sehingga dapat dilakukan pemilahan resiko yang memiliki dampak besar terhadap
management (ramli, 2011).

Berdasarkan hasil observasi dan data pencapaian yang ada, dapat di evaluasi
resiko agar dapat di ketahuai apaka resiko tersebut dapat diterima atau tidak, guna
mementukan prioritas

resiko. Peringkat

resiko digunakan sebagai

alat

management untuk mengambil prioritas penanganannya (ramli, 2011).

Ada berbagai pendekatan dalam menentukan resiko antara lain berdasarkan


standar australia 10014b yang menggunakan tiga katagori resiko yaitu:

Secara umum dapat diterima (Generally acceptable)

Dapat di tolerir (tolerable)

Tidak dapat diterima (generally unacceptable)

Dalam pembagian tersebut diperkenalkan konsep ALARP (As Low As Reasonably


Practicable) yang menekannkan pentingnya practicable atau praktis untuk
dilaksanakan artinya pengendalian resiko tersebut dapat dikerjakan atau
dilaksanakan dalam konteks biaya, manfaat, interaksi dan oprasionalnya.

57

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

1.

Lokasi penelitian adalah di kampus Unila, Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro
No. 1 Rajabasa, Bandarlampung, Lampung, Obyek penelitian didasarkan atas
pembedaan bangunan gedung dan tingkat kerugian yang akan ditimbulkan,
sebagai berikut:

a. Gedung Rektorat Unila dibagi sesuai dengan peruntukan gedung yang


terdiri dari

ruang keuangan, kantor, administrasi, BAK, ruang rapat,

puskom.

Gambar 22. Gedung Rektorat Universitas Lampung

58

b. Gedung UPT Perpustakaan, sesuai dengan perutukan gedung yang


terdiri dari, kantor, gudang dan perpustakaan.

Gambar 23. Gedung UPT Perpustakaan Universitas Lampung

2. Waktu penelitian dilakukan pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke- 4
pada bulan Maret, Tahun 2015.

B. Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat berupa check list (kuisioner) untuk penilaian
sistem pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran. Alat yang
digunakan pada penelitian ini adalah meteran gulung dengan panjang 50 m dan 5
m, alat penghitung, kamera untuk dokumentasi, dan papan untuk alas lembar
penilaian. Alat penelitian disajikan pada Gambar 24.

59

Gambar 24. Alat penelitian

C. Metode
Penelitian ini termasuk jenis observasional (non eksperimental) deskriptif,
observasi dilakukan untuk mengetahui tinggkat kesesuaian sistem pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran aktif, pasif, manajemen kebakran dan Standar
oprasional tanggap darurat kebakran pada kampus Unila, khususnya Gedung
Rektorat dan Gedung UPT Perpustakaan. Kemudian hasil observasi tersebut
dibandingkan dengan Permen PU No. 26/PRT/M//2008 mengenai persyaratan
teknis sistem proteksi bangunan gedung dan lingkungan dan Standar Nasional
Indonesia, Kemudian dilakukan Analisis resiko menggunakan Risk managemen
dengan panduan AS/N2S4360:2004.

60

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Melakukan observasi tata ruang pada Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan mengenai sistem dan upaya pencegahan dan penanggulangan
terhadap bahaya kebakaran.

2. Mengambil data sekunder mengenai denah bangunan, luas area dan


peruntukannya, untuk menentukan rekomendasi pemasangan alat pemadam
kebakaran.

3. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa variabel yang terdiri Sarana


penyelamatan jiwa, Dinding, pintu dan lantai, Instalasi kelistrikan, Alat
Pemadam Api ringan, Hidran tembok , Hidran tiang, Alarm dan Alat Deteksi,
Tempat berhimpun (Asemly point), Akses petugas pemadam kebakaran, dan
SOP (Standard Operating Procedure).

4. Kajian sistim pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran bangunan


kampus Unila, khususnya di sini adalah bangunan Gedung Rektorat dan
Gedung UPT Perpustakaan didasarkan pada peraturan pemerintah mengenai
sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran berupa check list
dengan pengukuran:
a. Ya

: sesuai dengan peraturan

b. Tidak

: sesuai dengan peraturan

check list Mengacu pada Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.
26/PRT/M/2008, tanggal 30 Desember 2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem

61

Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, dengan Kriteria


Bangunan kelas 5 (Lima) yang merupakan Jenis Bangunan kantor, bangunan
gedung yang dipergunakan

untuk tujuan usaha profesional, pengunaan

administratif, atau usaha komersial. Instrumen Assessmen penelitian disajikan


pada Tabel 12.

Tabel 12. Instrumen Assessmen Penelitian


No.
I

Unsur

Ya

Sarana Penyelamatan Jiwa


(tangga, koridor, pintu darurat, pintu non darurat)
1. Apakah tersedia dua jalan ke luar atau exit pada tiap lantai?
2. Apakah lebar tangga darurat dan non darurat mencapai 2 m?
3. Apakah ada penandaan dan pencahayaan pada petunjuk

exit?

4. Apakah akses dapat langsung ke jalan atau ruang terbuka?


5. Apakah tempat aktivitas tidak berjarak lebih dari 20 m dari pintu keluar?
6. Apakah tersedia ramp secara khusus untuk penyelamatan?
7. Apakah ada pintu/lorong exit alternatif dengan jarak antar pintu exit tidak
kurang dari 60 m?
8. Apakah tinggi jalur pintu exit lebih 2 m?
9. Apakah lebar pintu exit lebih 1 m?
10. Apakah jalan keluar termasuk bebas rintangan?
11. Apakah jumlah tanjakan tangga antara 2 sampai 18?
12. Apakah bukaan antara injakan maksimum 12,5 cm?
13. Apakah tanjakan dan injakan pada lintasan tangga bersifat konstan (ukuran
sama)?
14. Apakah pada ujung injakan yang menonjol diberi finishing (karet atau
sejenisnya) yang tidak licin?
15. Apakah tinggi tanjakan antara 115-190 mm?
116. Apakah jumlah 2 tanjakan + 1 injakan antara 550-700 mm?
17. Apakah tersedia lorong yang menghubungkan antara 2 area
bertingkat?
18. Apakah pegangan tersedia pada tangga?

yang

19. Apakah pagar tangga tersedia pada tangga?


20. Apakah belokan pada tangga yang menghubungkan antar lantai ada
pegangan atau pengaman?
21.Apakah tersedia lampu darurat pada lorong, koridor dan tangga gedung ?

II

22. Apakah seluruh pintu exit yang mengarah pada ruang terbuka dalam keadaan
terbuka dan tidak terhalang pada saat gedung berpenghuni?
Dinding, pintu dan lantai
1. Apakah daun pintu pada ruangan membuka ke arah luar?
2. Apakah pintu dapat dibuka tanpa kunci?

Tidak

62

Tabel 12.(Lanjutan)
No.
II

Unsur
Dinding, pintu dan lantai
3. Apakah pintu sorong dipasang pada tempat yang langsung ke arah luar atau
ruang terbuka?
4. Apakah dinding bangunan tahan api?
5. Apakah dinding mampu mencegah penjalaran kebakaran?
6. Apakah dinding bagian dalam yang memikul beban terbuat dari beton atau
pasangan bata?
7. Apakah dinding dalam yang tidak memikul beban terbuat dari bahan tahan
api?
8. Apakah lantai terbuat dari bahan tahan api?
9. Apakah terdapat pintu penutup kebakaran?
10. Apakah atap yang rendah dilengkapi dengan bahan tahan api dan spinkler?
11. Apakah atap bagian dalam pada ruang tertentu terdapat sprinkler?
12. Apakah atap bagian dalam pada ruang tertentu terdapat detektor?

III

Kelistrikan
1. Apakah kabel atau kawat yang menembus dinding, lantai atau langit-langit
dipotong atau dipasang dengan pemboran yang rapi?
2. Apakah saklar disambung dalam bentuk lubang ataupun lekukan pada
dinding, lantai atau langit-langit?
3. Apakah stop kontak disambung dalam bentuk lubang atau lekukan pada
dinding lantai atau lngit-langit?
4. Apakah dudukan alat listrik (soket) dan semacamnya disambung dalam
bentuk lubang ataupun lekukan pada dinding, lantai atau langit-langit?
5. Apakah ada tanda peringatan tentang penggunaan sumber listrik?

IV

Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


1. Apakah terdapat APAR pada gedung?(jika ada, lanjutkan ke pertanyaan
berikutnya!)
2. Apakah isi APAR antara 0,9 kg -14 kg?
3. Apakah APAR pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau?
4. Apakah pemasangan pada jalur alur keluar arah refleks pelarian?
5. Apakah APAR tidak terkunci?
6. Apakah APAR sesuai untuk jenis dan bahan yang berpotensi terbakar?
7. Apakah dilakukan pemeriksaan minimal 1 tahun sekali?
8. Apakah badan APAR berwarna merah?
9. Apakah APAR aman dari sabotase?
10. Apakah APAR di letakkan pada ketinggian 1,5 m dari lantai hingga ujung
atas APAR?
11. Apakah APAR dalam keadaan baik dan berfungsi?

Hidran Tembok
1. Apakah terdapat hidran tembok dalam gedung?(jika ada, lanjutkan ke
pertanyaan berikutnya!)
2. Apakah letak kotak hidran dalam gedung mudah dilihat (visible)?
3. Apakah letak hidran dalam gedung mudah dicapai atau tidak terhalang?

Ya

Tidak

63

Tabel 12.(Lanjutan)
No.
V

Unsur
Hidran Tembok
4. Apakah kotak hidran mudah dibuka?
5. Apakah panjang maksimal selang 30 m (100 ft)?
6. Apakah selang hidran dalam kondisi baik (tidak membelit saat ditarik)?
7. Apakah pipa pemancar (nozzle) terpasang pada selang?
8. Apakah pipa hidran bercat merah?
9. Apakah kotak hidran bercat merah?
10. Apakah kotak hydran diberi tulisan "Hydrant" berwarna putih?
11. Apakah hidran tembok dalam keadaan baik dan berfungsi?

VI

Hidran Tiang
1. Apakah terdapat hidran tiang di halaman?(jika ada, lanjutkan ke pertanyaan
berikutnya! )
2. Apakah hidran tiang di halaman dipasang 50 cm dari permukaan tanah?
3. Apakah pilar hidran minimum pada jarak 5 meter dari tepi bangunan?
4. Apakah pilar hidran halaman dipasang 1 meter dari pagar halaman?
5. Apakah hidran halaman mempunyai sambungan kembar?
6. Apakah ada pemeriksaan hidran secara periodik?
7. Apakah letak hidran tiang bebas dari berbagai halangan?
8. Apakah hidran halaman dalam keadaan baik dan berfungsi?

VII

Alarm dan Alat Deteksi (Detektor)


1. Apakah terdapat alarm terpusat pada bangunan gedung?
2. Apakah ada alarm lokal di dalam bangunan?
3. Apakah terdapat sistem deteksi kebakaran (detektor) pada bangunan?
4. Apakah alarm dan sistem deteksi (detektor) bersifat manual?
5. Apakah alarm dan sistem deteksi (detektor) bersifat otomatis?
6. Apakah Alarm dan detektor dalam keadaan baik dan berfungsi?

VIII

Tempat Berhimpun (Asembly Point)


1. Apakah terdapat tempat berkumpul / Asembly Point pada ke adaan darurat di
sekitar gedung? ?(jika ada, lanjutkan ke pertanyaan berikutnya )
2. Apakah tempat berhimpun berada pada jarak minimal 25 m dari gedung atau
jarak yang dianggap aman dari runtuhan material bangunan?
3. Apakah tempat berhimpun bebas dari bahan mudah terbakar sebagai
rambatan api?
4. Apakah tempat berhimpun dapat diakses oleh mobil pemadam kebakaran dan
ambulance?
5. Apakah terdapat rambu tanda tempat berhimpun?

Ya

Tidak

64

Tabel 12.(Lanjutan)
No.
IV

Unsur

Ya

Tidak

Akses Petugas Pemadam Kebakaran Ke Lingkungan


1.
2.
3.
4.

Apakah pintu gerbang menuju gedung mempunyai lebar minimal 4 m dan


tinggi minimal 4,5 m?
Apakah terdapat lapisan perkerasan (hard standing) pada jarak minimal 2
m dari bangunan dengan lebar minimal 4 m dan panjang minimal 16 m?
Apakah mobil pemadam kebakaran dapat mengakses keliling bangunan
gedung?
Apakah ada penandan khusus untuk lapisan perkerasan (hard standing)?

5.

Apakah ada rambu khusus untuk petugas pemadam kebakaran masuk ke


dalam gedung?
Manajemen kebakaran (fire Management)
1.

Apakah terdapat organisasi tanggap darurat kebakaran ?

2.

Apakah terdapat tim Penanggulangan kebakaran ?

3.

Apakah terdapat standar oprasional (SOP) tanggap darurat kebakaran dan


bencana?
4. Apakah pernah dilakukan Pelatihan tanggap darurat kebakaran dan
bencana dengan pihak yang berwenang?
5. Apakah pernah melakukan pelatihan tanggap darurat kebakaran dan
bencana dengan bekerjasama dengan pihak berwenang?
Prosentase (%)

(Sumber: Permen PU No. 26/PRT/M/2008, Modifikasi)

5. Hasil observasi dari pengisian check list dianalisis dan ditampilkan dalam
prosentase pencapaian, dengan kriteria mengacu pada standar akreditasi
Depkes RI tahun 2002 dengan kriteria (Priyanto, 2006):
1.

Baik: jika prosentase jawaban Ya 76 - 100 %

2.

Sedang: jika prosentase jawaban Ya 60- 75 %

3.

Buruk: jika prosentase jawaban Ya < 60 %

6. Data dianalisis dan ditampilkan secara deskriptif. Untik

Hasil observasi

ditampilkan sesuai pencapaian dengan menghitung instrumen penelitian


menggunakan rumus: (Sambudi, 2007)
% pencapaian standar = Jumlah total nilai skor x 100
Jumlah parameter

65

7. Analisis resiko kebakaran dengan menggunakan model matriks resiko dengan


menilai resiko tingkat kemungkinan ( saverity ) dan keparahan ( Likehood )
data di analisis dengan menggunakan analisis unavariat yaitu dengan
menggambarkan sistem proteksi kebakaran yang ada pada Gedung Rektorat
dan UPT Perpustakaan Unila kemudian dibandingkan dengan standar yang
berlaku di Indonesia, yaitu Permen PU no. 26/PRT/M/2008. Selain itu dilihat
porsi rata-rata dan modus kesesuaian sistem proteksi kebakaran. Setelah
didapatkan hasilnya, dilakukan penilaian resiko dari tingkat kemungkinan (
Likehood ),tingkat keparahan (Saverity) dan

tingkat resiko dengan

menggunakan model matriks resiko menurut panduan AS/NZS 4360:2004


tentang risk management. Selanjutnya dibuatkan strategi pengendalian yang
efektif untuk menurunkan tingkat resiko.

E. Jadwal Penelitian
Tabel 13. Jadwal Rencana Penelitian
Bulan dan minggu keNo

Kegiatan

I
1

Penyusunan proposal

Seminar proposal

Revisi proposal

Observasi awal

Penelitian
a. Observasi
b. Pengolahan data

Penyusunan Laporan

Seminar Hasil

II
3

III
3

IV
4

137

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Kesesuaian sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran pada
Gedung Rektorat hanya mencapai 48 % (katagori Buruk) dan untuk Gedung
UPT Perpustakaan hanya mencapai 36 % (katagori Buruk).
2. Faktor-faktor kemungkinan penyebab kebakaran pada Gedung Rektorat dan
Gedung UPT Perpustakaan, tertinggi disebabkan oleh korsleting listrik.
3. Tingkat resiko kebakaran pada Gedung Rektorat adalah High risk (senior
management attention needed) dan untuk Gedung UPT Perpustakaan tingkat
resiko kebakarannya adalah Extrime risk (immediate action requered).
4. Terdapat empat variabel beresiko tinggi pada Gedung Rektorat dan tiga
variabel beresiko tinggi pada Gedung UPT Perpustakaan.
5. Strategi pengendalian resiko menggunakan pendekatan teknis eliminasi,
Subtitusi, administratif, dan pendekatan manusian (human control).

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Gedung Rektorat


dan Gedung UPT Perpusatakaan tidak siap dalam menghadapi bahaya kebakaran.

138

B. Saran
Pembangunan

gedung

bertingkat

di

lingkungan

kampus

Unila

harus

memperhatikan standar proteksi kebakaran sesuai dengan Peraturan Menteri PU


No.26/PRT/M/2008, tentang persyaratan teknis sistem proteksi bangunan gedung
dan lingkungan, menyusun struktur organisasi dan SOP tanggap darurat
kebakaran sesuai dengan sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta
melakukan pemeliharaan berkala alat-alat proteksi kebakaran di lingkungan
kampus Unila. Bagi peneliti berikutnya diharapkan dapat meneliti kesesuaian
sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran menurut aspek
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada gedung yang ada di Unila.

DAFTAR PUSTAKA

Australian/NewzealandStandard,AS/ANZ4360. 2004. Risk Management Standart.


Australia.
Ardani, Irawan, Yusuf, Arifin. 2013. Upaya Penyelamatan Diri Dalam Kondisi
Darurat Di gedung Bertingkat/Fasilitas umum Ditinjau Dari Keberadaan
Sarana Navigasi Kognitif Dan Self Efficacy. Jurnal, Fakultas Psikologi,
Universitas Islam Negeri Maulan Malik Ibrahim, Malang.
Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Komisi Akreditasi Rumah Sakit dan Sarana
Kesehatan Lainnya.2002. Pedoman Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia.
Jakarta, Departemen Kesehatan.
Direktorat Jendral Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan. Tanpa Tahun.
Pengawasan K3 Penanggulangan Kebakaran Evaluasi dan Penunjukan
Calon Ahli K3. Jakarta, Departemen Tenaga Kerja RI.
Direktorat Jendral Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Program
Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja. 1980. Himpunan
Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per04/MEN/1980 Tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan.Jakarta, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
RI.
Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.1997. Instruksi
Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. 11/M/B/1997 tentang Pengawasan
Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran. Jakarta, Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi RI.
Devi, Rahman.2011. Perancangan Sistem posisi Penghuni Pada proses Evakuasi
Gedung Bertingkat Dengan Teknologi RFID, Jurnal. Teknik Industri,
Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Faisal,yunus,Harahap. 2012. Dampak Kebakaran Hutan Pada Pernapasan.Jurnal,
Fakultas Kedokteran,Universitas Indonesia.

Gunawan.F.A. 2013. Safety LeadershipKepemimpinan Keselamatan Kerja.


Dian Rakyat. Jakarta.
Holcome, Randall G. 2000. Public Goods theory and Public Policy. Departemen
of Economic, Florida State University, Tallahasse, USA.
Hakimah,M. 20013. Public Goods Vs Private Goods. Artikel, http://www.acade
Mia.edu/. Diakses Pada 25 Februari 2016.
Iswara. 2011. Analisa Resiko Kebakaran Dirumahsakit Metropolitan Medical
Centr.Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Program Perlindungan dan
Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja.1999. Keputusan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Kep-186/MEN/1999 Tentang Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja. Jakarta, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 2008. Keputusan
Nomor 26/PRT/M/2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Jakarta. http://www.
Pip2b-puck.sumselprov.go.id/files/54permen_26_2008.pdf. Diakses pada 26
November 2015
National Fire Protection Association, NFPA 10.2013. Standard for portablefire
exitingushers.One Batterymarch Park, Quincy, Massachusetts.
National Fire Protection Association, NFPA 13.2013. Standard for Installation Of
Sprinkler Systems. One Batterymarch Park, Quincy, Massachusetts.
National Fire Protection Association, NFPA 72.2013. National Fire Alarm
code.One Batterymarch Park, Quincy, Massachusetts.
National Fire Protection Association, NFPA 14.2015. Standard for Installation Of
Stanpipe and Hose Systems. One Batterymarch Park, Quincy,
Massachusetts.
National Fire Protection Association, NFPA 101.2015.Life safety code.One
Batterymarch Park,Quincy,Massachusetts.
Priyanto.2006. Evaluasi Pelaksanaan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Pandan Arang Kabupaten Boyolali,
Thesis, Yogayakarta, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.
Pratiwi,Desrianty,Yuniar.2014.Usulan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Berdasarkan Hasil Risk Assesnent. Jurnal, Teknik Industri,
Institut Teknologi Nasional, Bandung.

Ramli,S.2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (fire Management). Dian


Rakyat, Jakarta.
Ramli,S.2010. Pedoman Praktis Manajemen bencana (Disaster Managemen).
Dian Rakyat, Jakarta.
Ramli,S.2011. Pedoman Praktis Manajemen Resiko Dalam Prespektif K3. Dian
Rakyat, Jakarta.
Sambudi.2007. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RS Umum
Daerah Bangkinang. Thesis, Yogyakarta, Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada.
Standar National Indonesia, SNI03-6574-2001.2001. Tata Cara erancangan
Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada
Bangunan Gedung. http://www.ciptakarya.pu.co.id/pbl/aset/doc/SNI_ARA
H.pdf. Diakses pada 26 November 2015.
Standar Nasional Indonesia, SNI03-3985-2000.2000. Tata Cara Perencanaan,
Pemasangan Dan Pengujian Sistem Deteksi Dan Alarm Kebakaran Untuk
Pencegahaan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung. http://www.cipt
akarya.pu.co.id/pbl/aset/doc/SNI_UJI.pdf. Diakses pada 26 November 2015.
Standar Nasional Indonesia, SNI 03-1746-2000. 2000. Tata Cara Perencanaan
dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar Untuk Penyelamatan Terhadap
Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung. http://www.pu.go.id/upload
/services/infopublik20120220121759.pdf. Diakses pada 26 November 2015.
Subagyo. 2012. Antisipasi Yang Diperlukan Terhadap Kebakaran Listrik Pada
Bangunan Gedung, jurnal, Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang.
Suyono, firdaus. 2011. Evaluasi Jalur Evakuasi Pada Gedung Bertingkat 7(tujuh)
lantai studi kasus di gedung Graha Universitas Widyatama Bandung. Jurnal,
Teknik Industri, Universitas Widyatama, Bandung.
Trikomara, Sabayang, Mahmudah. 2012. Evaluasi Keandalan Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bnagunan Gedung. Jurnal, Teknik Sipil,Universitas Riau,
Pekanbaru.

También podría gustarte