Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
TESIS
Oleh:
Oleh:
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Magsiter Ilmu Lingkungan
Program Pasca Sarjan Universitas Lampung
ABSTRAK
EVALUASI KESIAPAN LINGKUNGAN KERJA
DALAM MENGHADAPI BAHAYA KEBAKARAN
MENURUT ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PADA GEDUNG REKTORAT DAN GEDUNG UPT PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
ALMO PRASESA SIREGAR
Peristiwa kebakaran diberbagai fasilitas pemerintahan pada dasarnya merupakan
suatu fenomena tragedi barang publik (common pool), termasuk kebakaran
gedung bertingkat di lingkungan kampus Universitas Lampung (Unila) yang
pernah terjadi pada tahun 2008. Kebakaran yang terjadi pada lantai dua Gedung
Rektorat Unila mengakibatkan terganggunya aktifitas kerja dan kerugian materiil
yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian sistem
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran dengan peraturan Pemerintah,
mengevaluasi faktor-faktor penyebab kebakaran, menentukan tingkat resiko
kebakaran, menentukan kriteria resiko kebakaran, dan menentukan strategi
pengendalian resiko kebakaran di Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan sebagai representatif gedung bertingkat di Universitas Lampung.
Penelitian dilakukan dengan observasi kesesuaian sistem pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran dibandingkan dengan Peraturan Menteri PU
No.26/PRT/M/2008 tentang persyaratan teknis sistem proteksi bangunan gedung
dan lingkungan. Data observasi dianalisis dengan menggunakan Risk management
dengan panduan AZ/N2S4360:2004. Berdasarkan hasil observasi dan analisis data
dapat disimpulkan bahwa, rata-rata kesesuaian variabel sistem pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran di Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan Unila masuk dalam kriteria buruk, tingkat resiko kebakaran pada
Gedung Rektorat Unila mendapatkan katagori tingkat resiko tinggi (Higt Risk)
dan untuk Gedung UPT Perpustakaan Unila mendapatkan katagori tingkat Resiko
sangat tinggi (extrime risk), faktor-faktor penyebab kemungkinan terjadinya
kebakaran pada Gedung Rektorat dan Gedung UPT Perpustakaan adalah,
korsleting listrik, puntung rokok, dan ledakan tabung gas elpiji, sedangkan untuk
katagori resiko ketidak sesuaian variabel terdapat empat variabel beresiko tinggi
pada Gedung Rektorat dan tiga variabel beresiko tinggi pada Gedung UPT
Perpustakaan dengan strategi pengendalian resiko menggunakan pendekatan
teknis eliminasi, Subtitusi, administratif, dan pendekatan manusian (human
control).
____________
Kata Kunci: kebakaran, bangunan bertingkat, katagori risiko, manajemen resiko.
ABSTRACT
EVALUATION OF THE READINESS OF THE WORKING ENVIRONMENT
IN THE FACE OF FIRE HAZARD ACCORDING TO ASPECTS OF
OCCUPATIONAL HEALT AND SAFETY (OHS)
AT RECTOR BUILDING AND UPT LIBRARIES BUILDING
LAMPUNG UNIVERSITIES
By
ALMO PRASESA SIREGAR
RIWAYAT HIDUP
Teknik
Lingkungan
(STTLYLH)
yogyakarta
jurusan
Teknik
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehaditar Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayat-Nya tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis dengan judul Evaluasi Kesiapan Lingkungan Kerja Dalam Menghadapi
Bahaya Kebakaran Menurut Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada
Gedung Rektorat dan Gedung UPT Perpustakaan Universitas Lampung adalah
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.) di Universitas
Lampung. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Unila;
2.
Bapak Dr. Ir. Hendrie Buchari, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Magsiter
Ilmu Lingkungan Unila;
3.
Bapak Dr. Erdi Suroso, STP., M.T.A. selaku pembimbing utama atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini;
4.
Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A. selaku pembimbing kedua atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini;
5.
Bapak Dr.Ir. Samsul Bakri, M.Si. selaku penguji utama pada ujian tesis.
Terima kasih untuk masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian tesis
ini;
6.
7.
8.
9.
Mamah, papah serta mamah, papah mertua, yang telah banyak memberikan
dukungan atas selesainya tesis ini;
10. Seluruh teman-teman Magister Ilmu Lingkungan Unila, angkatan 2012 dan
2013 yang senantiasa memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini.
11. Seluruh staff karyawan Pasca Sarjana Unila, atas dukungan dan doanya.
Karya ini adalah hasil usaha terbaik yang dapat penulis persembahkan, semoga
karya ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat yang perduli terhadap
lingkungan serta keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
DAFTAR ISI
Halaman
Vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
Viii
I.
PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................
B. Tujuan Penelitian ..........................................................................
C. Batasan Masalah ...........................................................................
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
E. Hipotesis .......................................................................................
F. Kerangka penelitian ......................................................................
1
1
5
5
6
6
7
II.
8
8
8
8
11
12
14
21
24
26
29
32
32
40
41
43
44
45
46
47
48
48
48
48
49
51
52
54
56
57
57
58
59
60
65
IV.
66
66
66
67
80
80
80
87
93
96
100
104
107
111
112
115
116
120
122
122
127
134
137
139
LAMPIRAN...............................................................................................
142
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
15
15
18
19
20
21
22
22
23
30
31
61
65
68
69
70
72
73
74
76
77
77
78
78
82
85
88
91
94
95
97
98
102
103
105
106
108
110
112
114
115
117
118
44. Sumber panas dan Bahan Mudah Terbakar pada Gedung Rektorat ..
120
121
122
123
124
129
132
135
136
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Kerangka pemikiran...........................................................................
2.
11
3.
16
4.
24
5.
25
6.
26
7.
36
36
37
40
45
45
50
51
51
52
52
8.
9.
18. Letak hidran halaman terhadap jalur akses mobil pemadam ............
53
53
54
55
57
58
59
66
75
79
28. Pintu exit mengarah pada ruang terbuka pada Gedung Rektorat
Unila ..................................................................................................
81
81
30. Pintu exit yang mengarah pada ruang terbuka pada Gedung
UPT Perpustakaan..............................................................................
84
84
84
86
88
90
36. Grafik kesesuaian dinding pintu dan lantai pada Gedung Rektorat
dan Gedung UPT Perpustakaan .........................................................
92
93
93
96
97
99
99
101
101
104
105
107
108
109
110
111
112
113
113
114
119
120
120
125
126
128
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persitiwa kebakaran di kantor-kantor Pemerintah dapat dipandang sebagai public
bad, sebab Kebakaran di kantor-kantor pemerintah yang merupakan fasilitas
pubik dapat merugikan banyak pihak, baik itu pihak Pemerintah, pengusaha,
tenaga kerja maupun masyarakat luas. Kerugian yang ditimbulkan adalah korban
jiwa, kerugian material, hilangnya lapangan pekerjaan dan kerugian lain yang
tidak langsung (Depnakertrans R.I, 2001).
Faktor Penyebab kebakaran pada bangunan hunian dan gedung bertingkat salah
satunya adalah korsleting listrik, sebanyak 50-70 % kebakaran disebabkan oleh
kesalahan instalasi Listrik, sebanyak 35 % disebabkan kesalahan pengkabelan,
dan selebihnya kesalahan sambungan, beban tidak sesuai, stop kontak, pengaman
yang tidak tepat, dan meter listrik (Subagyo, 2012).
maupun pasif. Selain itu unsur yang tak terpisahkan dari sistem pengamanan
bangunan terhadap kebakaran adalah fire safety management (Ramli, 2011).
B. Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi kesesuaian sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebakaran dengan Permen PU No. 26/PRT/M//2008 dan Standar Nasional
Indonesia SNI 03-1746-2000, SNI 03-6574-2001, SNI 03-3985-2000.
2. Mengevaluasi faktor-faktor penyebab kebakaran pada gedung Rektorat dan
UPT Perpustakaan Unila.
3. Menentukan tingkat risiko kebakaran di Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan Unila.
4. Menentukan kriteria risiko guna mementukan prioritas perbaikan sistim
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.
5. Menentukan strategi pengendalian risiko kebakaran di gedung rektorat dan
gedung UPT Perpustakaan Unila.
C. Batasan Masalah
Penilaian parameter hanya mengacu pada Peraturan Menteri PU No.
26/PRT/M//2008 dan SNI 03-1746-2000 mengenai Tata Cara Perencanaan dan
Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung, SNI 03-6574-2001 mengenai Tata Cara
Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah dan Sistem Peringatan Bahaya
pada Bangunan Gedung, SNI 03-3985-2000 mengenai Tata Cara Perencanaan,
Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.
D. Manfaat Penelitian
a. Untuk fakultas dan universitas, memberi kontribusi tentang pencegahan dan
penanggulangan terjadinya bencana kebakaran, memberi rekomendasi untuk
penanggulangan kebakaran apabila belum mempunyai sistem pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran
b. Untuk ilmu pengetahuan, memberikan sumbangan informasi terhadap
penelitian lebih lanjut mengenai kebakaran. Terutama bidang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
E. Hipotesis
Belum adanya prosedur keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dilingkungan
gedung rektorat dan UPT Perpustakaan Universitas Lampung dalam sistem
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran baik pasif maupun aktif,
mengakibatkan ketidak siapan lingkungan kerja dalam menghadapai bahaya
bencana kebakaran.
F. Kerangka Pemikiran
Kurangnya sistem pencegahan
dan penanggulangan kebakaran
pada bangunan kampus dan
minimnya koordinasi oleh dinas
terkait tentang penanggulangan
kebakaran pada bangunan
kampus.
Rekomendasi prioritas
perbaikan dan strategi
pengendalian resiko
bencana kebakaran.
Kelembagaan
A. Kebakaran
1. Pengertian Kebakaran
Bencana adalah kejadian dimana sumber daya, personal atau material yang
tersedia tidak dapat mengendalikan kejadian luar
mengancam
10
Namun, barang publik selalu mengalami tragedi seperti, bencana kebakaran yang
terjadi di gedung-gedung milik pemerintah seperti pasar tradisional, pasar
moderen, gedung pusat pemerintahan termasuk gedung bertingkat di lingkungan
kampus milik pemerintah. Hal tersebut dapat menimbulkan kerugian materiil dan
korban jiwa yang tinggi dari pihak pemerintah maupun masyarakat pengguna
barang publik tesebut (eksternalistas negatif atau public bad).
11
Terdapat beberapa faktor hal tersebut dapat terjadi, beberapa diantaranya adalah
kurangnya keperdulian pengelola gedung dalam penyediaan sistem pencegahan
dan penanggulangan bahaya kebakaran yang sesuai dengan sistem keselamatan
dan kesehatan kerja (K3), sebab sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
tidak dipandang suatu infestasi yang dapat memperoleh profit secara langsung
bagi pengelola gedung tersebut (Gunawan, 2013).
3. Teori Api
Peristiwa Kebakaran terjadi apabila tiga unsur terdapat bersama-sama. Unsurunsur tersebut adalah zat asam, bahan mudah terbakar dan panas. Tanpa oksigen,
pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang mudah terbakar, tidak mungkin terjadi
kebakaran, dan tanpa panas kebakaran tak akan timbul (Subagyo, 2012).
Terjadinya titik api kebakaran disajikan pada Gambar 2.
12
Api adalah aksi kimia yang dihantarkan oleh perubahan panas, sinar dan nyala
serta emisi (pengeluaran) suara. Oksigen merupakan bahanyang amat diperlukan
dalam suatu reaksi pembakaran yaitu reaksi oksidasi (Subagyo, 2012).
berbentuk cair dengan temperatur lebih dingin dan lebih berbahaya karena dapat
terbakar pada suhu kamar.
2)
berbentuk padat dengan temperatur lebih tinggi, tidak mudah terbakar pada suhu
kamar kecuali ada pemicu.
4. Penjalaran Api
Proses perpindahan api terjadi di tempat yang beroksigen baik itu ruang terbuka ataupun
tertutup. Jika titik api telah timbul maka penyebaran api keseluruh bangunan gedung
dapat terjadi melalui tiga mekanisme yaitu konduksi,konveksi, dan radiasi.
Konduksi terjadi jika panas dipindahkan langsung melalui suatu bentuk struktur dari
sumber api yang terdekat, konveksi terjadi jika gas / udara panas meningkat didalam
gedung dimana api dengan mudah menjalar dari tanah kelantai diatasnya melalui lubang
13
tangga / lubang saluran lainnya., radiasi merupakan penjalaran api menurut garis lurus
dari bahan yang terbakar ke bahan terdekat yang mudah terbakar. Mekanisme dasar dari
perambatan api :
a. Di sepanjang permukaan yang mudah terbakar menerus, penyebaran bisa vertikal dan
horizontal. Penyebaran dipengaruhi oleh hubungan antara lebar dari bagian yang
terbakar dan tinggi dari material.
b. Di sepanjang lapisan bahan bakar yang menerus, terjadi pada bangunan dengan
penyebaran dimulai dari lantai sampai ke langit-langit ketika ruangan menjadi panas
kerena api. Selain itu ketebalan material berpengaruh, semakin tebal material maka
penyebaran akan berlangsung lebih lama.
c. Di sepanjang lapisan bahan bakar tidak menerus, penyebaran berlangsung tidak
melalui lantai, akan tetapi harus melompati berbagai macam benda yang ada
dihadapannya seperti furniture. Kemudahan penjalaran api didalam, dan dari suatu
bangunan tertentu tergantung dari banyaknya bahan yang mudah terbakar,
kemampuan struktur bangunan untuk dapat bertahan terhadap api dan lokasi
bentuk terhadap sumber api.
14
Lamanya waktu terjadi kebakaran sangat tergantung pada kapasitas bahan bakar di
ruang tersebut (Subagyo, 2012). Yang dimaksud dengan bahan bakar adalah segala
sesuatu yang berada dalam ruangan dan sifatnya mudah terbakar (material, furniture,
peralatan elektronik, dsb). Masing-masing bahan memiliki koefisien yang berbedabeda, koefisien material ditentukan oleh sifat material dan menentukan waktu
terbakarnya ruangan. Bukaan pada ruangan sangat menentukan kecepatan perambatan
api, hal itu karena semakin besar bukaan maka oksigen yang ada dalam ruang
semakin besar. Dengan kondisi tersebut memacu kecepatan perambatan api pada
ruangan. Besar kecilnya ruang menentukan perambatan api, hal itu karena semakin
besar ruang maka kandungan O2 dalam ruang semakin banyak dan mempercepat laju
api.
5. Bahaya kebakaran
Kebakaran mengandung berbagai potensi bahaya bagi manusia, harta, benda maupun
lingkungan. Menurut Soehatman Ramli (2010), Berikut ini bahaya utama yang di
akibatkan kebakaran :
cahaya, dan radiasi. Klasifikasi luka bakar menurut Wikipedia disajikan pada
Tabel 1.
15
Bentuk Klinis
Klasifikasi
Superficial thickness
(Drajat 1)
Lapisan epidermis
Erythema (kemerahan)
sakit seperti tersengat, Blister
(GelembungCairan)
Parsial Thickness
-superficial
(Drajat 2)
E Epidermis Superficial
(Lapisan Papillary). kedalaman
> 0.1 mm
Blister
(Gelembung Cairan)
Ketika gelembung pecah timbul rasa
nyeri
Full Thickness
(Drajat 3)
Adanya Eschar
(kulit Melepuh), cairan berwarna, tidak
berasa Sakit.
(Sumber:Iswara,2011)
Kerusakan pada kulit dipengaruhi oleh temperatur api yang dimulai dari suhu 45
0
C sampai yang terparah diatas 75 0C. Berikut ini Tabel yang menjelaskan tentang
efek terbakar pada manusia di tentukan oleh derajat panas yang di terima (Ramli,
2010). Efek kebakaran terhadap manusia disajikan pada Tabel 2.
Tabel. 2 Efek Kebakaran Terhadap Manusia
Tingkat Panas (fluk)
(kW/m2 )
37,5
25
Efek Kebakaran
15,8
12,5
6,3
4,7
16
0 0C
10 0C
35oC
65 0C
95 0C 120 0C
150 0C
180 0C
_0+C
C 0C
0 0
C C
0 0
C C
Keterangan :
Suhu 10 35 0C
Suhu 65 0C
Suhu 95 0C
Suhu 120 0C
Suhu 150 0C
Suhu 180 0C
Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang terdifusi
di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan
mineral. Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri dalam asap.
Komposisi asap tergantung dari banyak faktor, tergantung dari jenis bahan
pembakar, kelembaban, temperatur api, kondisi angin.
Materi partikulat atau particulate mater (PM) merupakan bagian penting dalam
asap. Materi partikulat adalah partikel tersuspensi yang merupakan campuran
17
partikel solid dan droplet cair. Karakteristik dan pengaruh potensial materi
partikulat terhadap kesehatan tergantung pada sumber, musim, dan keadaan cuaca,
Materi partikulat dibagi menjadi (Faisal dkk, 2012):
Ukuran lebih dari 10 m biasanya tidak sampai kedalam paru; dapat
mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan.
Partikel kurang atau sama dengan 10 m dapat terinhalasi sampai ke paru.
Partikel kasar (coarse particles) berukuran 2,5-10 m
Partikel
halus
(fine
particles)
berdiameter
kurang
dari
2,5
18
Produksi asap bergantung kepada dua hal yaitu ukuran api dan tinggi plafon
ruangan. Semakin kecil ketinggian ruang di atas api menyebabkan tumpukan
lapisan asap yang semakin cepat menebal, semakin terbuka ruang di atas api, asap
akan semakin berkurang.
Jenis asap yang dihasilkan berbeda pada setiap kebakaran, begitu pula dengan
gas-gas beracun yang dihasilkan kebakaran, tergantung dari bahan atau material
yang terbakar. Gas racun hasil kebakaran disajikan pada Tabel 3.
Gas Racun
CO dan CO2
Celluloid,polyurethane
Hydrogen cyanide
Karet, Thiokol
Ammonia (NH3)
Polystyrene
Benzene (C6H6)
Aldehyde
Plastic reterdant
Busa polyurethane
Isocyanat
19
Tabel 4. Pengaruh Asap kebakaran terhadap Sistem Pernapasan dan Organ lain.
polutan
Partikulat
(partikel Kecil <
10 , diameter
aero dinamik <
2,5
Karbon
monoksida
(CO)
Hidrokarbon
aromatik
polisiklik
(benzoalpyrene)
Nitrogen
dioksida
Sulfur dioksida
Kondensat asap
biomas,
termasuk
hidrikarbon
aromatik
polisiklik dan
ion metal
mekanisme
Akut: iritasi bronkus, inflamasi dan
reaktifitas meningkat
Berkurangnya bersihan mukosiler
Mengurangi respon makrofag dan
imunitas lokal
Raeksi fibrotik
Mangi, asma
eksaserbasi
PPOK ekseserbasi
Kanker paru
Kanker mulut,
nasofaring dan laring.
Mengi, asma
ekseserbasi
Infeksi saluran nafas
Berkurangnya fungsi
paru anak
Mengi, asma
ekseserbasi
PPOK ekseserbasi
Penyakit
kardiovaskuler
Katarak
Gas racun yang berbahaya dan paling sering dihasilkan akibat kebakaran adalah
gas Karbon Monoksida (CO). Efek dari menghirup gas Karbon Monoksida dapat
digambarkan sebagai berikut. Efek gas CO Terhadap Manusia disajikan pada
Tabel 5.
20
Efek
1500
Sakit kepala dalam 15 menit, pingsan dalam 30 menit, meninggal dalam 1 jam
2000
Sakit kepala dalam 10 menit, pingsan dalam 20 menit, meninggal dalam 45 menit.
3000
Waktu aman maksimum 5 menit, berbahaya dan pingsan dalm waktu 10 menit.
6000
Sakit kepala, tidak sadar dalam 1-2 menit, dan kematian dalam 10-15 menit
12000
Efek langsung, pingsan dalam 2-3 kali hirupan napas, kematian dalam 1-3 menit.
21
6. Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran bertujuan untuk mempermudah usaha pencegahan dan
pemadaman kebakaran . klasifikasi kebakran digunakan untuk memilih media
(bahan) pemadam yang tepat menurut kelas kebakran dan karakteristik media
yang terbakar.(iswara, 2011)
1.
yang mengakui klasifikasi ini ialah Amerika Utara, Australia dan Afrika selatan.
Sebelum tahun 1970 negara Eropa mengakui klasifikasi kebakaran sebagai
berikut:
Jenis kebakaran
Kelas A
Kelas B
Kelas C
(Sumber:Wikipedia.org)
22
Jenis kebakaran
Bahan bakar yang terbakar akan meninggalkan arang dan abu
Kelas B
Kelas C
Kelas D
(Sumber:Wikipedia.org)
Jenis kebakaran
Kelas A
Sisa pembakaran berupa arang dan abu (misalnya: kayu, kertas, plastik
dll)
Kelas B
Cairan dengan titik nyala lebih kecil dari 170 F dan tidak larut dalam
air (misalnya: bensin, kerosine dll)
Kelas C
Cairan dengan titik nyala lebih kecil dari 170 F atau larut dalam air
(misalnya: Aceton, etanol dll)
Kelas D
Cairan dengan titik nyala sama dengan 170 F atau lebih tinggi dan tidak
larut dalam air (misalnya: minyak kelapa, minyak trafo dll)
Kelas E
Cairan dengan titik nyala sama dengan 170 F atau lebih tinggi dan larut
dalam air (misalnya Gliserin, etilene, slikol dll)
Kelas F
Kebakaran gas
Kelas G
Kebakaran listrik
(Sumber:Wikipedia.org)
23
Tabel 9. Klasifikasi yang Ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. Per. 04/Men/1980.
Kelas Kebakaran
Kelas A
Jenis kebakaran
Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan
sendirinya, kebakaran kelas A ini adalah akibat panas yang datang dari luar,
molekul-molekul benda padat terurai dan membentuk gas dan gas inilah
yang terbakar. Hasil kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya
mengurai lebih banyak molekul-molekul dan menimbulkan gas yang akan
terbakar. Sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya
tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak sekali dalam
bentuk bara.
Kelas B
Seperti bahan cairan dan gas tidak dapat terbakar dengan sendirinya. Diatas
cairan pada umumnya terdapat gas dan gas ini yang dapat terbakar . Pada
bahan bakar cair ini suatu bunga api kecil sanggup mencetuskan api yang
akan menimbulkan kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah mengalir dan
menyalakan api ke tempat lain.
Kelas C
Kebakaran pada aparat listrik yang bertegangan, yang mana sebenarnya kelas
C ini tidak lain dari kebakaran kelas A dan B atau kombinasi dimana ada
aliran listrik. Kalau aliran listrik diputuskan maka akan merubah apakah
kebakaran kelas A atau B.
Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadam yaitu yang
tidak menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan
kebakaran dari aliran listrik.
Kelas D
24
7. Teori Pemadam
beberapa teknik untuk memadamkan kebakaran berikut penjelasannya (Ramli,
2010):
1. Teknik pendingin
Teknik pendingin (Cooling) adalah teknik memadamkan kebakaran degan cara
mendinginkan atau menurunkan uap atau gas yang terbakar sampai di bawah
temperatur nyalanya. Cara ini banyak dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran
dengan menggunakan semprotan air ke lokasi atau titik kebakaran sehingga api
secara perlahan dapat berkurang dan mati.
Semprotan air yang disiramkan ke titik api akan mengakibatkan udara sekitar api
menjadi dingin, sebagian panas akan diserap oleh air yang kemudian berubah
menjadi uap air yang akan mendinginkan api. Teknik pendingin dalam
memadamkan kebakaran disajikan pada Gambar 4.
25
2. Pembatasan Oksigen
Proses pembakaran suatu bahan bakar memerlukan oksigen yang cukup, misalnya
kayu akan mulai terbakar bila kadar oksigen 4-5%, acetylene memerlukan oksigen
di bawah 5% sedangkan gas dan uap hidrokarbon biasanya tidak akan terbakar
bila kadar oksigen di bawah 15%.
Teknik ini disebut Smothering sesuai dengan teori segitiga api, kebakaran dapat di
hentikan dengan menghilangkan atau mengurangi suplai oksigen supaya api dapat
padam. Pembatasan Oksigen dalam memadamkan kebakaran disajikan pada
Gambar 5.
Teknin Starvation
terbakar dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk kelangsungan kebakaran
26
terhenti atau berkurang sehingga api akan mati. Teknik ini juga dapat dilakukan
dengan menjauhkan bahan yang terbakar ke tempat aman. Menghilangkan Bahan
Bakar dalam memadamkan kebakaran disajikan pada Gambar 6.
27
1.
Air
Air digunakan sebagai media pemadam kebakaran telah digunakan dari zaman
dahulu sampai sekarang. Sifat air dalam memadamkan kebakaran adalah secara
fisik mengambil panas (cooling) dan sangat tepat untuk memadamkan bahan
padat (kelas A) karena dapat menembus bagian dalam. Ada tiga macam APAR air
yaitu air dengan pompa tangan, air bertekanan dan asam soda (soda acid).
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah bahwa air tidak digunakan untuk:
kebakaran pada aparat listrik yang bertegangan (kelas C), kebakaran minyak
(kelas B), kebakaran bahan yang reaktif terhadap air (kelas B), kebakaran logam
(kelas D).
2. Busa
Ada dua macam busa, yaitu busa kimia dan busa mekanik. Busa kimia dibuat dari
gelembung yang berisi antara lain zat arang dan carbon dioksida, sedangkan busa
mekanik dibuat dari campuran zat arang dan udara. Busa memadamkan api
melalui kombinasi tiga aksi pemadaman yaitu menutupi, melemahkan, dan
mendinginkan. Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar,
sehingga kontak dengan oksigen (udara) terputus. Melemahkan yaitu mencegah
penguapan cairan yang mudah terbakar. Mendinginkan yaitu menyerap kalori
cairan yang mudah terbakar sehingga suhunya turun. Busa kimia dihasilkan oleh
reaksi larutan dua macam larutan kimia yaitu larutan A yang berisi AlSO 4
(Aluminium sulfat) dan larutan B yang berisi NaHCO3 (Sodium bikarbinat) serta
bahan kimia lainnya untuk keseimbangan. Reaksi kedua larutan tersebut bila
dicampurkan akan menghasilkan CO2.
28
sisanya
yaitu
25%
menjadi
beku
dan
berbentuk
butiran
es
(Depnaker,1998).
Media pemadam api CO2 tidak beracun tetapi dapat membuat orang pingsan atau
meninggal karena kekurangan oksigen. CO2 dapat dipergunakan sebagai alat
pemadam otomatis. Salah satu kelemahan CO2 ialah bahwa media pemadam
tersebut tidak dapat mencegah terjadinya kebakaran kembali setelah api padam
(reigtinasi). Hal ini disebabkan CO2 tersebut tidak dapat mengikat O2 secara
terus-menerus tetapi hanya dapat mengikat O2 sebanding dengan jumlah CO2
yang tersedia sedang suplai oksigen di sekitar tempat kebakaran terus berlangsung
(Depnaker, 1998).
29
5. Halon
Gas halon bila terkena panas api kebakaran pada suhu sekitar 485C akan
mengalami proses penguraian. Zat-zat yang dihasilkan dari proses penguraian
tersebut akan mengikat hidrogen dan oksigen dari udara, sehingga menghasilkan
beberapa unsur baru diantaranya adalah: Hydrogen Flurida (HF), Gydrogen
bromida (HBr) dan senyawa-senyawa karbon halida (COF2 dan COBr2). Karena
sifat zat tersebut beracun maka cukup membahayakan terhadap manusia. Untuk
itu seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang sudah
mengetahui betul cara penggunaannya. Halon 1301 (BTM-CBrF3) dengan
konsentrasi 4% digunakan untuk pencegahan kebakaran terhadap alat-alat
elektronik.
B. Klasifikasi Bangunan
a. Berdasarkan penggunaannya.
Pengklasifikasian bangunan sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaannya
menurut Kepmen PU No. 26/PRT/M//2008. Klasifikasi bangunan sesuai dengan
penggunaannya disajikan Tabel 10.
30
Klasifikasi
Kelas 1
Kelas 1 a
Bangunan hunian tunggal yang berupa satu rumah tunggal atau lebih , bangunan
hunian gandeng, yang masing masing bangunannya dipisahkan dengan satu
dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman dan villa.
Rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel atau sejenisnya dengan luasan total lantai
kurang dari 300 m2 dan tidak di tinggal lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak
terletak di atas atau di bawah bangunan lain
Bangunan hunian yang terdiri atas dua atau lebih unit hunian yang masing- masing
terpisah .
Bangunan hunian di luar kelas 1 dan 2, yang umum digunakan sebagai tempat
tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan
termasuk:
Rumah asrama,rumah tamu, losmen
Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel dan motel
Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah
Panti untuk orang berumur, cacat atau untuk anak anak
Bangunan untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan karyawannya.
Bangunan hunian campuran, adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu
bangunan kelas 5,6,7,8,9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan
tersebut.
Bangunan kantor, bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan usaha
profesional, pengunaan administratif, atau usaha komersial diluar bangunan kelas
6,7,8 dan 9
Bangunan perdagangan, adalah bangunan yang dipergunakan untuk tempat
penjualan barang barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung
kepada masyarakat, termasuk:
Ruang makan, kafe, restoran
Ruang makan malam, bar, kios bagian dari hotel.
Tempat potong rambut, tempat cuci umum.
Pasar, ruang penjualan, ruang pameran, bengkel.
Bangunan penyimpanan/gedung adalah bangunan gedung yang dipergunakan
untuk penyimpanan termasuk:
Tempat parkir umum
Gudang tau tempat pameran barang-barang produksi.
Bangunan laboratorium industry atau pabrik, adalah bangunan yang di pergunakan
untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, pengepakan, finishing dalam
rangka perdagangan atau penjualan.
Bangunan umum adalah bangunan yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan
masyarakat.
Bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian bagian dari bangunan tersebut
yang merupakan laboratorium.
Bangunan pertemuan, temasuk bengkel kerja, laboratorium, atau sejenisnya di
sekolah dasar atau lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya.
Kelas 1 b
Kelas 2
Kelas 3
Kelas 4
Kelas 5
Kelas 6
Kelas 7
Kelas 8
Kelas 9
Kelas 9 a
Kelas 9 b
10
keterangan
Kelas 10
Kelas 10 a
Kelas 10 b
31
12
Klasifikasi
Bangunan
yang tidak di
klasifikasikan
khusus
Bangunan
yang
penggunaanya
insidentil
Keterangan
Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi
bangunan 1 sd 10 tersebut, dalam pedoman teknis ini dimaksutkan dengan
klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.
Bagian bangunan yang pengunaanya insidentil dan
mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya.
sepanjang
tidak
NFPA 101. Life safety code juga mengklasifikasikan gedung sesuai dengan
penggunaannya. Pengklasifikasian Bangunan Sesuai dengan Penggunaanya
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengklasifikasian Bangunan Sesuai dengan Penggunanya.
No
Klasifikasi
assembly
Educational
Health care
Detention
and
correctional
Residential
Mercantile
Busness
Industry
Storage
10
Mixed
occupancies
keterangan
Gedung yang di gunakan untuk berkumpul sebanyak 50 orang atau lebih yang di
dalamnya terdapat kegiatan rapat, Workshop, makan, minum, tempat hiburan atau
tempat menungu kendaraan. Yang termasuk dalam bangunan ini adalah gudang,
auditorium, kelas kampus atau Universitas yang mempunyai kapasitas 50 orang lebih
Gedung yang digunakan sebagai sarana pendidikan yang digunakan selama 4 jam
atau lebih dalam seminggu diantaranya adalah academies, nursery school,
kindergartens.
Gedung yangdigunakan sebagai tempat pengobatan dan penyembuhan bagi orang
orang yang menderita sakit,baik fisik maupun jiwa, diantaranya adalah hospital,
limited care facilities, dan nursing house.
Gedung yang digunakan sebagai tempat penginapan,diantaranya adalah pusat tempat
rehabilitasi obat dan lain - lain
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai tempat tinggal dan penginapan,
diantaranya adalah Hotel, Motel, Asrama, dan Apartemen.
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai pertokoan atau penjualan barang
barang dagangan diantaranya adalah departemen store, supermarket, shopping
centre.
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai tempat transaksi bisnis,misalnya
penyimpanan dokumen transaksi penjualan diantaranya adalah city hall, college dan
Univercity yang mempunyai ruangan kurang dari 50 orang, dentist offices, doctor
offices dan lain lain.
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai pabrik pembuatan barang barang
tertentu seperti assembling mixing, packaging, finishing, decorating, dan repairing.
Gedung yang digunakan dan di fungsikan sebagai penyimpanan utama barangbarang dagangan, produk, kendaraan, dan binatang.
Gedung yang merupakan dua atau lebih campurang fungsi bangunan
32
33
a. Prinsip Ionisasi
Pada type ionisasi cara mendeteksi asap menggunakan elemen radioaktif dan dua
elektroda ( positif dan negatif) cara kerjanya adalah sebagai berikut:
Dalam kondisi normal antara dua elektroda timbul suatu medan listrik.
Elemen radioaktif memancarkan radiasi kearah medan listrik antara 2 elektroda
sehingga terjadi proses ionisasi, maka akibatnya akan terjadi aliran listrik
antara dua elektroda tersebut, aliran listrik ini masih kecil dan lemah sekali.
Bila antara elektroda tercemar oleh asap atau gas maka aliran listrik akan
membesar sehingga akan mengaktifkan rangkaian elektronisme.akibatnya
lampu indikator akan memberikan tanda bahaya disertai dengan bunyi alarm
tanda bahaya.
b. Prinsip Photo Elektrik
Alat deteksi tipe Photo Elektrik menggunakan bahan bersifat foto elektrik yang
sangat peka terhadap cahaya, cara kerjanya adalah sebagai berikut:
34
Dalam keadaan normal, bahan photo elektrik mendapatkan cahaya dari lampu
kecil yang menyala, sehinggal bahan tersebut mendapatkan arus listrik. Arus
listrik yang berasala dari photo elektrik tersebut digunakan untuk membuka
suatu saklar elektronik.
Bila asap yang masuk, maka cahaya maka akan terhalang dan bahan photo
elektrik berhenti mengeluarkan listrik. Akibatnya yang tadinya membuka
menjadi menutup.
Menutupnya saklar elektronik mengakibatkan suatu rangkaian penghasil pulsa
listrik yang kemudian meneruskan ke lampu indikator dan mengakibatkan
bunyi alarm berbunyi.
35
36
sebagai master kontrol, titik api langsung dapat diketahui. Pemasangan isntalasi
detektor sistem Panel pada suatu bangunan sudah direncanakan pada tahap
perencanaan bangunan. Gambaran umum instalasi sistem detektor dan alarm
kebakaran disajikan pada Gambar 7.
37
Panel Fire Alarm umumnya berupa metal kabinet dari bahan yang kokoh seperti
terlihat pada gambar di atas. Pada beberapa tipe ada yang berwarna merah,
mungkin dengan maksud agar bisa dibedakan dengan panel listrik ataupun panel
instrumentasi lainnya.
Dalam sistem alarm, panel berfungsi sebagai pusat pengendali semua sistem dan
merupakan inti dari semua sistem alarm. Oleh sebab itu, maka lokasi
penempatannya harus direncanakan dengan baik, terlebih lagi pada sistem Fire
Alarm. Syarat utamanya adalah tempatkan panel sejauh mungkin dari lokasi yang
berpotensial menimbulkan kebakaran dan jauh dari campur tangan orang yang
tidak berhak ( SNI 03-3985-2000). Perlu diingat, kendati bukan merupakan alat
keselamatan, namun sistem Fire Alarm sangat bersangkutan jiwa manusia,
sehingga kekeliruan sekecil apapun sebaiknya diantisipasi sejak dini.
Panel Fire Alarm memiliki kapasitas zone, misalnya 1 Zone, 5 Zone, 10 dan
seterusnya. Pemilihan kapasitas panel disesuaikan dengan banyaknya lokasi yang
akan diproteksi, selain tentu saja pertimbangan soal harga. Di bagian depannya
38
39
Detektor tipe lokal (indipendent) juga dapat digunkan pada bangunan kantor yang
belum mempunyai detektor sitem panel. Penempatan detektor sistem lokal di
tempatkan pada ruangan yang dianggap penting atau mempunyai potensi
kebakaran yang cukup tinggi atau sesuai dengan petunjuk teknis pabrikannya.
Akan tetapi detektor tipe lokal memiliki kelemahan apabila di aplikasikan pada
bangunan yang luas dan bertingkat, karena harus mencari sumber api dengan
cara manual, dengan cara mendengarkan sumber bunyi yang ditimbulkan oleh
detector.
40
2. Alarm Kebakaran
NFPA- 72 menyatakan, alarm dibagi menjadi 2 yaitu alarm yang bekerja dengan
manual yang biasa ditekan melalui tombol di dalam kotak alarm (break glas), ada
juga yang diaktifkan oleh sistem detector. Ketika detector mendeteksi asap atau
panas otomatis akan mengaktifkan alarm. Alarm kebakaran ada berbagai macam,
antaralain:
a. Bel merupakan alarm yang akan berdering ketika terjadi kebakaran, dapat
difungsikan secara manualatau di koneksi dengan sitem deteksi kebakaran atau
detektor, suara bel agak terbatas sehingga sesuai di tempatkan pada ruangan
terbatas seperti kantor.
b. Sirine, fungsi sama dengan bel akan tetapi suara yang dikeluarkan berupa
sirine, sirinine mengeluarkan suara yang lebih keras sehingga sangat sesuai di
tempatkan pada tempat kerja yang luas seperti pabrik.
c. Horn, horon merupakan alarm yang mengeluarkan suara yang cukup keras
akan tetapi masih lebih rendah dari sirine.
41
d. Pengeras suara, dalam suatu bangunan yang luas dimana penghuni tidak
mengetahui keadaaan darurat secara tepat, perlu dipasang jaringan pengeras
suara yang di lengkapi dengan penguatnya (pre- amplyfier)
penggerak
sistem deteksi membuka katub yang dapat mengalir ke sistim pipa sprinkler.
42
e. Combined dry pipe-preaction, sistim sprinkler yang bekerja seca otomatis yang
terhubung dengan sitem yang mengandung airdi bawah tekanan yang di
lengkapi dengan sistem deteksi yang terhubung pada suatu area dengan
sprinkler.
Menurut SNI 03-3989-2000, sistem sprinkler dibagi menjadi dua macam yaitu
sprinkler berdasarkan arah pancarannya dan berdasarkan kepekaan terhadap suhu.
Berikut klasifikasi kepala sprinkler:
Pancaran ke atas
2.
Pancaran ke bawah
3.
Warna putih
: temperatur 93 oC
Warna biru
: temperatur 141 oC
: Temperatur 57 oC
Warna merah
: Temperatur 68 oC
Warna kuning
: Temperatur 79 oC
Warna hijau
: Temperatur 93 oC
43
Warna biru
: Temperatur 141 oC
Warna ungu
: Temperatur 182 oC
Warna hitam
44
5. Hidran Kebakaran
Menurut NFPA 14, instalasi Hidran adalah instalasi pemadaman kebakran yang
menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa pipa
dan selang pemadam, sistem ini terdiri dari persediaan air, pompa air, kopling
inlet dan outlet, selang dan nozzel, ada beberapa klasifikasi hidran yaitu:
2. Hidran kelas II
45
46
keselamatan
petugas
pemadam
kebakaran
dalam
oprasi
47
Perancangan
struktur
bangunan
yang
aman
dari
kebakaran
harus
untuk
mencapai
tingkat
ketahanan
api
mencangkup:
Unsur stabilitas struktur (stability)
Unsur ketahanan terhadap retakan akibat panas (integration)
Unsur ketahanan terhadap penentrasi panas (insulation)
c. Persyaratan sistem kompartemenisasi dan pemisahan, meliputi:
Ukuran maksimum kompartemen.
Persyaratan pemisahan
Kombinasi dengan sistem proteksi aktif
d. Persyaratan perlindungan pada bahan
e. Integrasi dengan proteksi aktif.
(TKA),
yang
48
membatasi api
dengan diding, lantai, kolom, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang
sesuai dengan kelas bangunan.
kebakaran
dalam
melaksanakan
pemadaman
kebakaran
dan
penyelamatan penghuni.
49
kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat
terjadi.
dan
pencahayaan
darurat
sangat
diperlukan
(permen
PU
No.
26/PRT/M/2008).
Tanda petunjuk arah jalan keluar harus memiliki tulisan KELUAR atau EXIT
dengan tinggi minimum 15 cm dan lebar minimum 2 cm, terlihat jelas dari jarak
15 m, dan dilengkapi denga sumber daya darurat atau batre, tanda petunjuk arah
jalan keluar biasanya berwarna dasar hijau dengan tulisan putih.perbaikan dan
pengadaan pada vasilitas rambu evakuasi, lampu darurat ini harus sesuai dengan
permen PU no 26/PRT/M/2008 dan SNI-03-6574-2001.
jalan keluar harus dilengkapi dengan tanda EXIT yang menunjukkan arah dan
lokasi pintu keluar atau tangga kebakaran/darurat. Dalam Bab 3 butir 3.17.6.3
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008. tanda EXIT
harus diberi lampu dengan kuat cahaya minimal 54 lux dan luas tanda minimum
155 cm2 serta ketinggian huruf tidak kurang dari 15 cm.
50
diletakkan pada jarak vertikal tidak lebih dari 20 cm di atas bukaan jalan keluar
atau pintu darurat yang ditunjukkan oleh penandaan, dan Tanda diletakkan pada
jarak horisontal tidak lebih lebar dari bukaan jalan keluar atau pintu kebakaran
yang ditunjukkan oleh penandaan. Untuk lampu darurat Lampu darurat dipasang
pada : tangga-tangga, gang, koridor, ram, lif, jalan lorong menuju tempat aman,
dan jalur menuju jalan umum. Setiap lampu darurat harus
bekerja secara
51
3. Tempat Berhimpun
Tempat berhimpun adalah tempat di area sekitar lokasi yang dijadikan sebagai
tempat berhimpun setelah proses evakuasi. Tempat berhimpun harus aman dari
bahaya kebakaran dan lainnya (NFPA 101). Sedangkan menurut Permen PU No.
26/PRT/M/2008 tempat berhimpun harus aman dari rambatan atau penjalaran api,
aman terhadap runtuhan material bangunan, dan dapat diakses oleh mobil
ambulance dan mobil pemadam kebakaran. Rambu Tempat berhimpun (asembly
point) disajikan pada Gambar 16.
52
53
Gambar 18. Letak hidran halaman terhadap jalur akses mobil pemadam
( Sumber: Permen PU No. 26/PRT/M/2008)
Akses pemadam kebakaran kedalam gedung harus mempunyai tanda khusus yaitu
dengan tanda segitiga berwarna kuning atau merah dengan ukuran tiap sisinya
minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dinding dan diberi tulisan
AKSES PEMADAM KEBAKARAN-JANGAN DIHALANGI
Dengan ukuran tinggi minimal 50 mm, ketentuan ini tidak berlaku pada bangunan
rumah hunian dan rumah tinggal satu atau dua keluarga.
54
55
Kebakaran
Sistem
Pencegahan
Kebakaran
Sistem
Pencegahan Aktif
Kebakaran
a.
b.
c.
d.
Hydran
Sprinkler
Alarm
Detektor
Sistem
Pencegahan Pasif
Kebakaran
Arsitektur:
a. jarak
bangunan
b. bahan
bangunan
c. Desain
bangunan
d. Tata letak
ruang dan
bangunan
Fire management
a.
b.
pelatihan
Perawatan
alat
56
H. Analisis Resiko
Analisis resiko dimaksutkan untuk menentukan besarnnya suatu resiko, dengan
mempertimbangkan
kemunngkinan
terjadinya
dan
besaran
akibat
yang
Berdasarkan hasil observasi dan data pencapaian yang ada, dapat di evaluasi
resiko agar dapat di ketahuai apaka resiko tersebut dapat diterima atau tidak, guna
mementukan prioritas
resiko. Peringkat
alat
57
1.
Lokasi penelitian adalah di kampus Unila, Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro
No. 1 Rajabasa, Bandarlampung, Lampung, Obyek penelitian didasarkan atas
pembedaan bangunan gedung dan tingkat kerugian yang akan ditimbulkan,
sebagai berikut:
puskom.
58
2. Waktu penelitian dilakukan pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke- 4
pada bulan Maret, Tahun 2015.
B. Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat berupa check list (kuisioner) untuk penilaian
sistem pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran. Alat yang
digunakan pada penelitian ini adalah meteran gulung dengan panjang 50 m dan 5
m, alat penghitung, kamera untuk dokumentasi, dan papan untuk alas lembar
penilaian. Alat penelitian disajikan pada Gambar 24.
59
C. Metode
Penelitian ini termasuk jenis observasional (non eksperimental) deskriptif,
observasi dilakukan untuk mengetahui tinggkat kesesuaian sistem pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran aktif, pasif, manajemen kebakran dan Standar
oprasional tanggap darurat kebakran pada kampus Unila, khususnya Gedung
Rektorat dan Gedung UPT Perpustakaan. Kemudian hasil observasi tersebut
dibandingkan dengan Permen PU No. 26/PRT/M//2008 mengenai persyaratan
teknis sistem proteksi bangunan gedung dan lingkungan dan Standar Nasional
Indonesia, Kemudian dilakukan Analisis resiko menggunakan Risk managemen
dengan panduan AS/N2S4360:2004.
60
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Melakukan observasi tata ruang pada Gedung Rektorat dan Gedung UPT
Perpustakaan mengenai sistem dan upaya pencegahan dan penanggulangan
terhadap bahaya kebakaran.
b. Tidak
check list Mengacu pada Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.
26/PRT/M/2008, tanggal 30 Desember 2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem
61
Unsur
Ya
exit?
yang
II
22. Apakah seluruh pintu exit yang mengarah pada ruang terbuka dalam keadaan
terbuka dan tidak terhalang pada saat gedung berpenghuni?
Dinding, pintu dan lantai
1. Apakah daun pintu pada ruangan membuka ke arah luar?
2. Apakah pintu dapat dibuka tanpa kunci?
Tidak
62
Tabel 12.(Lanjutan)
No.
II
Unsur
Dinding, pintu dan lantai
3. Apakah pintu sorong dipasang pada tempat yang langsung ke arah luar atau
ruang terbuka?
4. Apakah dinding bangunan tahan api?
5. Apakah dinding mampu mencegah penjalaran kebakaran?
6. Apakah dinding bagian dalam yang memikul beban terbuat dari beton atau
pasangan bata?
7. Apakah dinding dalam yang tidak memikul beban terbuat dari bahan tahan
api?
8. Apakah lantai terbuat dari bahan tahan api?
9. Apakah terdapat pintu penutup kebakaran?
10. Apakah atap yang rendah dilengkapi dengan bahan tahan api dan spinkler?
11. Apakah atap bagian dalam pada ruang tertentu terdapat sprinkler?
12. Apakah atap bagian dalam pada ruang tertentu terdapat detektor?
III
Kelistrikan
1. Apakah kabel atau kawat yang menembus dinding, lantai atau langit-langit
dipotong atau dipasang dengan pemboran yang rapi?
2. Apakah saklar disambung dalam bentuk lubang ataupun lekukan pada
dinding, lantai atau langit-langit?
3. Apakah stop kontak disambung dalam bentuk lubang atau lekukan pada
dinding lantai atau lngit-langit?
4. Apakah dudukan alat listrik (soket) dan semacamnya disambung dalam
bentuk lubang ataupun lekukan pada dinding, lantai atau langit-langit?
5. Apakah ada tanda peringatan tentang penggunaan sumber listrik?
IV
Hidran Tembok
1. Apakah terdapat hidran tembok dalam gedung?(jika ada, lanjutkan ke
pertanyaan berikutnya!)
2. Apakah letak kotak hidran dalam gedung mudah dilihat (visible)?
3. Apakah letak hidran dalam gedung mudah dicapai atau tidak terhalang?
Ya
Tidak
63
Tabel 12.(Lanjutan)
No.
V
Unsur
Hidran Tembok
4. Apakah kotak hidran mudah dibuka?
5. Apakah panjang maksimal selang 30 m (100 ft)?
6. Apakah selang hidran dalam kondisi baik (tidak membelit saat ditarik)?
7. Apakah pipa pemancar (nozzle) terpasang pada selang?
8. Apakah pipa hidran bercat merah?
9. Apakah kotak hidran bercat merah?
10. Apakah kotak hydran diberi tulisan "Hydrant" berwarna putih?
11. Apakah hidran tembok dalam keadaan baik dan berfungsi?
VI
Hidran Tiang
1. Apakah terdapat hidran tiang di halaman?(jika ada, lanjutkan ke pertanyaan
berikutnya! )
2. Apakah hidran tiang di halaman dipasang 50 cm dari permukaan tanah?
3. Apakah pilar hidran minimum pada jarak 5 meter dari tepi bangunan?
4. Apakah pilar hidran halaman dipasang 1 meter dari pagar halaman?
5. Apakah hidran halaman mempunyai sambungan kembar?
6. Apakah ada pemeriksaan hidran secara periodik?
7. Apakah letak hidran tiang bebas dari berbagai halangan?
8. Apakah hidran halaman dalam keadaan baik dan berfungsi?
VII
VIII
Ya
Tidak
64
Tabel 12.(Lanjutan)
No.
IV
Unsur
Ya
Tidak
5.
2.
3.
5. Hasil observasi dari pengisian check list dianalisis dan ditampilkan dalam
prosentase pencapaian, dengan kriteria mengacu pada standar akreditasi
Depkes RI tahun 2002 dengan kriteria (Priyanto, 2006):
1.
2.
3.
Hasil observasi
65
E. Jadwal Penelitian
Tabel 13. Jadwal Rencana Penelitian
Bulan dan minggu keNo
Kegiatan
I
1
Penyusunan proposal
Seminar proposal
Revisi proposal
Observasi awal
Penelitian
a. Observasi
b. Pengolahan data
Penyusunan Laporan
Seminar Hasil
II
3
III
3
IV
4
137
A. Kesimpulan
1. Kesesuaian sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran pada
Gedung Rektorat hanya mencapai 48 % (katagori Buruk) dan untuk Gedung
UPT Perpustakaan hanya mencapai 36 % (katagori Buruk).
2. Faktor-faktor kemungkinan penyebab kebakaran pada Gedung Rektorat dan
Gedung UPT Perpustakaan, tertinggi disebabkan oleh korsleting listrik.
3. Tingkat resiko kebakaran pada Gedung Rektorat adalah High risk (senior
management attention needed) dan untuk Gedung UPT Perpustakaan tingkat
resiko kebakarannya adalah Extrime risk (immediate action requered).
4. Terdapat empat variabel beresiko tinggi pada Gedung Rektorat dan tiga
variabel beresiko tinggi pada Gedung UPT Perpustakaan.
5. Strategi pengendalian resiko menggunakan pendekatan teknis eliminasi,
Subtitusi, administratif, dan pendekatan manusian (human control).
138
B. Saran
Pembangunan
gedung
bertingkat
di
lingkungan
kampus
Unila
harus
DAFTAR PUSTAKA