Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Disusun Oleh:
Komala Sari
Malisa Ariani
Paul Joae Brett Nito
Sastrayanti Sinaga
(NIM : 215115014)
(NIM : 215115015)
(NIM : 215115016)
(NIM : 215115016)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
Asuhan Keperawatan Kritis pada Anak dengan Gagal Nafas tepat waktu. Tugas ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak Kritis.
Makalah ilmiah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat, tata bahasanya maupun isi materi yang disampaikan. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
penulis dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Semoga makalah dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
KELOMPOK 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Tujuan............................................................................................................3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4
A. Konsep Penyakit............................................................................................3
1. Pengertian gagal nafas............................................................................. 3
2. Penyebab gagal nafas...............................................................................3
3. Klasifikasi gagal nafas.............................................................................5
4. Patofisiologi gagal nafas..........................................................................7
5. Tanda dan gejala gagal nafas...................................................................8
6. Diagnosis gagal nafas..............................................................................9
7. Pemeriksaan penunjang gagal nafas........................................................10
8. Penatalaksanaan gagal nafas....................................................................12
B. Konsep Asuhan Keperawatan........................................................................16
1. Pengkajian Fokus.....................................................................................16
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................17
3. Intervensi Keperawatan...........................................................................18
BAB III
PEMBAHASAN..................................................................................................21
BAB IV
PENUTUP............................................................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal nafas didefinisikan sebagai ketidakmampuan organ-organ pernafasan untuk
mempertahankan O2 yang adekuat, dengan atau tanpa retensi CO 2 (Wong, 2009). Gagal
nafas merupakan tahapan lanjut dari gangguan pernafasan yang menyebabkan paru
mengalami kegagalan untuk memenuhi kebutuhan O2 dan mengeluarkan CO2 sehingga
terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Hampir 50% anak yang masuk ruang pelayanan intensif
mengalami gagal nafas akut dan merupakan penyebab henti napas tersering pada anak.
Gagal nafas akut masih merupakan penyebab utama kematian atau kesakitan baik pada
anak maupun dewasa. Bayi dan anak-anak terutama anak usia kurang lima tahun lebih
mudah mengalami gagal nafas akut karena faktor - faktor anatomis dan system fungsional
pernafasan yang masih belum matang. Penyebab terjadinya gagal nafas akut antara lain
dikarenakan rusaknya system control pernafasan oleh susunan saraf pusat, penyakit
neuromuscular, sumbatan jalan naafs, penyakit pada paru-paru dan sistem kardiovaskular.
Gejala klinis sangat bervariasi dan tergantung dari umur penderita, penyakit primer dan
tingkat kegagalan pertukaran gas.
Diagnosis gagal nafas akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis,
dan pemeriksaan penunjang, termasuk pulse oksimetri dan analisa gas darah. Pengenalan
dini dan tatalaksana yang tepat merupakan hal yang harus diperhatikan karena
prognosisnya buruk apabila telah mengalami henti jantung. Tatalaksana tersebut meliputi
perbaikan ventilasi dan pemberian oksigen, terapi terhadap penyakit primer penyebab
gagal nafas, tatalaksana terhadap komplikasi yang terjadi.
Penatalaksanaan untuk anak yang mengalami gagal nafas memerlukan suatu keterampilan
dan pengetahuan khusus serta penafsiran dan perencanaan maupun melakukan tindakan
harus cepat dan sistematis. Oleh sebab itu diperlukannya peningkatan keterampilan dan
pengetahuan perawat terkait permasalahan gagal nafas pada anak agar dapat mencegah
terjadinya kematian mendadak akibat keterlambatan penanganan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian gagal nafas pada anak.
2. Mahasiswa mampu menyebutkan penyebab gagal nafas pada anak.
1
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian gagal nafas
Gagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress) merupakan
diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan tidak mampu untuk
melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Terminologi respiratory
distress digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien masih dapat menggunakan
mekanisme kompensasi untuk mengembalikan pertukaran gas yang adekuat,
sedangkan respiratory failure merupakan keadaan klinis yang lanjut akibat kegagalan
mekanisme kompensasi dalam mempertahankan pertukaran gas atau tercukupinya
aliran oksigen (Levi, 2005; Kumar & Bhatnagar; 2005).
Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi kebutuhan
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah, sehingga terjadi
gangguan dalam asupan oksigen dan ekskresi karbondioksida, keadaan ini ditandai
dengan abnormalitas nilai PO2 dan PCO2. Gagal nafas dapat disebabkan oleh penyakit
paru yang melibatkan jalan nafas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya.
Gagal nafas juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan
neuromuskular dan gangguan sistem saraf pusat (Levi, 2005; Kumar & Bhatnagar;
2005).
Gagal nafas tipe hiperkapnia terjadi akibat CO2 tidak dapat dikeluarkan dengan
respirasi spontan sehingga berakibat pada peningkatan PCO2 arterial (PaCO2) dan
turunnya pH. Hiperkapnia dapat terjadi akibat obstruksi saluran napas atas atau
bawah, kelemahan otot pernapasan atau biasanya akibat produksi CO2 yang
berlebihan. Gagal nafas tipe hipoksemia terjadi akibat kurangnya oksigenasi, biasanya
akibat pirau dari kanan ke kiri atau gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi
(ventilation-perfusion mismatch) (Ranjit, 2001; Carlo, 2001).
2. Penyebab gagal nafas
Bayi khususnya neonatus rentan terhadap kejadian gagal nafas akibat: (1) ukuran
jalan nafas yang kecil dan resistensi yang besar terhadap aliran udara, (2) compliance
paru yang lebih besar, (3) otot pernafasan dan diafragma cenderung yang lebih mudah
lelah, serta (4) predisposisi terjadinya apnea yang lebih besar.
Tabel 1. Etiologi gagal nafas pada neonatus
Paru-paru
Jalan nafas
Otot-otot respirasi
Sistem saraf pusat (SSP)
Lain-lain
Faktor predisposisi terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu:
a. Struktur anatomi
1) Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi (perubahan)
tulang iga yang kurang kokoh, letak iga lebih horizontal dan pertumbuhan otot
interkosta yang belum sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada
terbatas.
2) Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak saluran pernafasannya relatif lebih besar dibandingkan
dengan dewasa. Besar trakea neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus
dewasa, sedangkan ukuran tubuh orang dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi
bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan
menururnkan luas saluran pernafasan 75%.
3) Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan elastic recoil untuk
mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relative lebih
besar dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan
bertambah sehingga akan menambah elastic recoil.
b. Kerentanan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, sedangkan pada anak
kerentanan terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor predisposisi
gagal nafas.
c. Kelainan kongenital
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ lain yang
berhubungan dengan alat pernafasan.
d. Faktor fisiologis dan metabolic
Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada
dewasa. Bila terjadi infeksi, metabolism akan meningkat sehingga mengakibatkan
kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut dicapai dengan
menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat pertama adalah kehilangan kalori dan
air. Kedua dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi
dan anak kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan
asam organik sebagai hasil metabolism anaerob akibat terjadinya asidosis.
Untuk pasien dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya adalah
terjadi gagal napas baik akut maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila disertai
curah jantung yang rendah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan risiko
henti jantung. Hipoventilasi ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas
yang dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan ventilasi sampai 50%
akan meningkatkan PaCO2 sampai 80 mmHg. Dengan hipoventilasi, PaO2 akan turun
kira-kira dengan jumlah yang sama dengan peningkatan PaCO 2. Kadang, pasien yang
menunjukkan petanda retensi CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen mendekati
normal.
Disfungsi paru menyebabkan gagal napas bila pasien yang mempunyai penyakit paru
tidak dapat menunjang pertukaran gas normal melalui peningkatan ventilasi. Anak
yang
mengalami
gangguan
padanan
ventilasi
atau
pirau
biasanya
dapat
mempertahankan PaCO2 normal pada saat penyakit paru memburuk hanya melalui
penambahan laju pernapasan saja. Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila
pasien sudah tidak bisa lagi mempertahankan laju pernapasan yang diperlukan,
biasanya karena kelelahan otot.
5. Tanda dan gejala gagal nafas
Gejala klinis gagal nafas sangat bervariasi tergantung pada penyakit primer penyebab
gagal nafas, adanya penyakit penyerta serta derajat dari gagal nafas. Dalam
penelitiannya Karande et al (2003) mendapatkan gejala-gejala gagal nafas akut paling
banyak adalah perubahan pola dan dalam dangkalnya pernafasan (100%), retraksi
(88%), pernafasan cuping hidung (88%), tachypnea (84%), tachycardia (82%), gelisah
dan sianosis (50%), wheezing didapat pada 38 % penderita. Pada penderita-penderita
gagal nafas tipe hiperkapnea tanda-tanda distres nafas sangat jelas, penderita tampak
sangat sesak dengan tanda-tanda retraksi yang jelas. Tapi gejala klinis dari gagal nafas
akut tidak selalu harus didahului oleh tanda-tanda distres nafas.
Pada penderita-penderita dengan gangguan sistem saraf pusat dan penyakit-penyakit
neuromuskular sering terjadi hipoksia berat tanpa tanda-tanda distres nafas karena
pada penderita-penderita ini terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan. Oleh karena itu
untuk membuat diagnosis gagal nafas sangat sulit (bahkan tidak mungkin) dilakukan
hanya dengan gejala klinis tanpa pemeriksaan analisa gas darah. Selain dari gejalagejala yang terjadi karena gangguan pertukaran gas pernafasan penderita-penderita
gagal nafas akut juga menunjukkan tanda-tanda dari penyakit primer penyebab gagal
nafas akut.
Pada anamnesis dicari riwayat penyakit primer penyebab gagal nafas akut seperti
tanda-tanda sesak sebelumnya atau riwayat sesak berulang sesak pada saat olah raga,
riwayat minum obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi pernafasan, riwayat
penyakit-penyakit neuromuskular, adanya trauma atau penyakit metabolik. Pada
pemeriksaan didapatkan anak yang lemah, kelelahan, cemas atau gelisah, berkeringat,
sianosis, kadang-kadang kejang bahkan sampai koma. Gangguan kesadaran ini sangat
tergantung pada tingginya PaCO2 atau rendahnya PaO2, somnolen terjadi bila PaCO 2
> 45 mm Hg dan gelisah/irritable bila PaO2 < 75 mmHg.
Terdapat tanda-tanda distres nafas seperti tanda-tanda penarikan, pemakaian otot-otot
pernafasan sekunder. Pada auskultasi bisa didapatkan wheezing ekspiratoir, suara
nafas menurun atau suara nafas tidak terdengar, tachipneu/ bradipneu/ apnneu,
bradikardia/ tachikardia, pulsus paradoksus. Pada pemeriksaan gas darah didapatkan
hipoksia, hiperkarnia dan asidosis. Bradikardia atau bradipneu merupakan tanda
gawat dan lanjut dari gagal nafas akut.
6. Diagnosis gagal nafas
Seperti pada penyakit-penyakit lain untuk membuat diagnosis yang baik diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Gagal nafas akut yang didahului gejalagejala panas, batuk dan pilek yang disertai sesak biasanya disebabkan oleh penyakitpenyakit infeksi saluran nafas akut. Adanya riwayat sesak berulang dan sesak yang
sama dalam anggota keluarga mengarahkan kita pada kemungkinan asma sebagai
penyebab gagal nafas.
Penderita yang sering sesak nafas sejak kecil terutama bila minum, atau saat bermain
kemungkinan penyebabnya adalah penyakit jantung. Riwayat kecelakaan atau adanya
riwayat kebakaran akan mengarahkan diagnosis kita terhadap trauma atau keracunan
carbon monoksida sebagai penyebab. Sangat sulit membuat diagnosis gagal nafas
hanya berdasar pada pemeriksaan fisik saja, diagnosis klinis biasanya dibuat berdasar
hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan gas darah.
Periksaan fisik sangat bervariasi tergantung dari penyakit primer gagal nafas. Pada
pemeriksaan fisik dicari tanda-tanda klinis dari penakit primer penyebab gagal nafas
seperti adanya penarikan-penarikan, ronki basah halus atau wheezing pada penyakitpenyakit bronchopneumonia atau asma bronchiale. Suara nafas yang menurun dan
adanya keredupan pada perkusi menunjukkan adanya efusi pleura atau adanya suatu
massa di rongga dada, tetapi penurunan suara nafas tanpa keredupan bisa juga terjadi
pada stadium lanjut penyakit paru-paru dimana sudah terjadi kelelahan dari otot
pernafasan.
Pemeriksaan foto dada anterioposterior atau lateral sangat penting dilakukan untuk
mencari kelainan - kelainan penyebab gagal nafas. Pemeriksaan - pemeriksaan
penunjang lain yang perlu dilakukan tergantung pada dugaan kita terhadap
kemungkinan penyebab gagal nafas seperti ECG, Echocardiografi, kultur darah, darah
lengkap, USG, CT scan, pemeriksaan neurologis dan sebagainya. Pemeriksaan gas
darah sangat penting untuk menentukan diagnosis klinis gagal nafas akut. Kriteria dari
gagal nafas akut adalah PaCO2 > 50 mmHg, PaO2 < 50 mmHg, saturasi oksigen <
90% atau PaO2/ FiO2 < 300. Indikator lain adalah penentuan perbedaan tekanan
oksigen alveolar (PAO2) dan arterial (PaO2).
7. Pemeriksaan penunjang gagal nafas
a.Pemeriksaan Laboratorium
1)
Analisis gas darah
Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika gejala klinis
gagal napas sudah terjadi maka analisis gas darah harus dilakukan untuk
memastikan diagnosis, membedakan gagal napas akut atau kronik. Hal ini
penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan mempermudahkan
pemberian terapi. Analisa gas darah dilakukan untuk patokan terapi oksigen
dan penilaian obyektif dari berat-ringan gagal nafas. Indikator klinis yang
paling sensitif untuk peningkatan kesulitan respirasi ialah peningkatan laju
pernafasan. Sedangkan kapasitas vital paru baik digunakan menilai gangguan
respirasi akibat neuromuskular, misalnya pada sindroma Guillain-Barre,
dimana kapasitas vital berkurang sejalan dengan peningkatan kelemahan.
Interpretasi hasil analisis gas darah meliputi dua bagian, yaitu gangguan
keseimbangan asam-basa dan perubahan oksigenasi jaringan.
2) Pulse oximetry
Alat ini mengukur perubahan cahaya yang ditransmisikan melalui aliran darah
arteri yang berdenyut. Informasi yang didapatkan berupa saturasi oksigen yang
kontinyu dan non-invasif yang dapat diletakkan baik di lobus bawah telinga
atau jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi perifer yang kecil,
tidak akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dan tekanan oksigen dapat
dilihat pada kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%,
dibawah level itu maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan
saturasi oksigen.
3) Capnography
Alat yang dapat
digunakan
untuk
menganalisa
konsentrasi
kadar
5)
6)
7)
8)
b. Pemeriksaaan Radiologi
1) Radiografi dada.
Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal napas tetapi
kadang sulit untuk membedakan edema pulmoiner kardiogenik dan
nonkardiogenik.
2) Ekokardiografi .
Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan pada
pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung. Adanya
dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang abnormal atau regurgitasi
f.r
DO
DO
DO
b.
d.
DO
Faktor Resiko
e.
3. Intervensi Keperawatan
a.
NOC : Tissue perfusion: Cardiac, Cardiac pump effectiveness, Respiratory status:
Gas Exchange, Risk control
NIC :
Cardiac Care
Monitor: ECG, vital sign, status kardiovaskular, cardiac dysrhytmias,
catat, tanda dan gejala penurunan cardiac output, status respirasi,
balance cairan, dyspnea, fatigue, takipnea.
FCC (persiapan EOL, spiritual support)
Resusitation
Evaluasi respon pasien
Kaji pernafasan dan nadi karotis/ brakial untuk neonatus
Aktifkan code blue jika nafas tidak ada/ gasping, AED
CPR
Rescue breathing
Evaluasi tindakan
NOC :
NIC :
b.
c.
d.
e.
NOC :
NIC :
f.
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi kebutuhan
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah, sehingga terjadi
gangguan dalam asupan oksigen dan ekskresi karbondioksida, keadaan ini ditandai
dengan abnormalitas nilai PO2 dan PCO2. Gagal nafas dapat disebabkan oleh penyakit
paru yang melibatkan jalan nafas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya.
Gagal nafas juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan
neuromuskular dan gangguan sistem saraf pusat.
Berdasarkan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2), gagal nafas dibagi menjadi 2
tipe, yaitu tipe I dan tipe II. Pada gagal napas tipe I dengan gangguan oksigenasi,
didapatkan PaO2 rendah, PaCO2 normal atau rendah terutama disebabkan abnormalitas
ventilasi/ perfusi. Manifestasi klinis yang dapat ditemukan antara lain sianosis,
kebingungan, agitasi, sulit tidur, nafas pendek, keringat yang banyak, takikardi, hipertensi
dan disritmia. Sedangkan pada gagal nafas tipe II dengan gangguan ventilasi, didapatkan
PaO2 rendah (hipoksemia) dan PaCO2 tinggi (hiperkapnia), umumnya terjadi karena
hipoventilasi alveolar, meningkatnya ventilasi ruang mati (dead space) atau
meningkatnya produksi CO2. Manifestasi klinis yang dapat ditemukan antara lain pusing,
sakit kepala, keringat yang banyak, takikardi, hipertensi, apnea, nafas pendek, terdapat
stridor dan wheezing.
Diagnosis berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisis dan penunjang, termasuk pulse
oksimetry dan analisa gas darah arteri. Penatalaksanaan gagal napas secara khusus bervariasi,
tergantung pada penyebab dari gagal nafas meliputi pembebasan jalan nafas , pemberian
oksigen, fisioterapi dada, pemberian mukolitik, pemberian cairan yang cukup, pengisapan
lendir, pengaturan posisi kepala, pengobatan terhadap penyebab gagal nafas, bantuan
pernafasan (ventilator mekanik), prone positioning, pemberian surfaktan, nitric oxide
(NO), dan extracorporal membrane oxygenation (ECMO).
B. Saran
Dalam melakukan penatalaksanaan pada anak yang mengalami gagal nafas memerlukan
suatu keterampilan dan pengetahuan khusus serta perencanaan maupun melakukan
tindakan harus cepat dan sistematis. Peningkatan keterampilan dan pengetahuan perawat
terkait permasalahan gagal nafas pada anak sangat diperlukan sekali agar dapat mencegah
terjadinya kematian mendadak akibat keterlambatan penanganan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, A. L. (2005). Gagal Nafas Akut pada Anak. Simposium Nasional Perinatologi dan
Pediatri Gawat Darurat 2005 di Banjarmasin. Hal: 1 17.
Bakhtiar. (2013). Aspek Klinis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. Hal: 173 178.
Bulechek, G. M, et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Ke-6. USA:
Mosby Elsevier.
Carlo, W. (2001). Assisted Ventilation. Dalam: Klaus M, Fanaroff A, penyunting. Care of the
high-risk neonate. Edisi 5. Philadelphia: Saunders.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (2014). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification
2015 2017 Edisi Ke-10. Oxford : Wiley Blackwell.
Kumar, A. & Bhatnagar, V. (2005). Respiratory Distress in Neonates. Indian J Pediatric.
Page: 425-438.
Levy, M. M. (2005). Pathophysiology of Oxygen Delivery in Respiratory Failure. Chest.
Page: 547-553.
Moorhead, Sue, dkk. (2014). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA:
Mosby Elsevier.
Nitu, M. E. & Elger, H. (2009). Respiratory Failure. Ped Rev. Page: 470-474.
Ranjit, S. (2001). Acute Respiratory Failure and Oxygen Therapy. Indian J Pediatric. Page:
249-255.
Somasetia, D. H. (2008). Tatalaksana Gagal Nafas Akut pada Anak. Dalam: Garna H,
Penatalaksanaan Terkini dalam Bidang Perinatologi, Hematologi-onkologi, dan
Pediatrik Gawat Darurat. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Hal: 52-65.
Stenklyft, P. H., Cataletto, M. E., & Lee, B. S. (2004). The Pediatric Airway in Health and
Disease. Dalam : Gausch-Hill M, Fuch S, Yamamoto L, penyunting. APLS The
pediatric emergency medicine resource, edisi ke-4. Boston : Jones and Barlett
Publishers.
Wratney A, Chifetz I, Fortenberry J, Paden M. (2006). Disorders of the Lung Parenchyma.
Dalam: Slonim A, Pollack M, penyunting. Pediatric critical care medicine.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.