Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
=MASTURBASI RELIGIUS=
2016
M. SURURI ARUMBANI
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 0
DAFTAR ISI
Pengantar
1-Mengapa Menulis Serat Gatholoco
2-Menghardik Nasab
3-Soal Nama Gatholoco
4-Makna Gatholoco, Sebuah Pembelaan
5-Mandi (Bersuci)
6-Halal-Haram
7-Hidup yang Nikmat?
8-Mengikuti Rasulullah?
9-Aku Hidup, Maka Aku Ada
10-Kematian itu Sangat Dekat
11-Hiduplah dengan Mata dan Telinga
12-Sudah Buta, Memvonis Buta
13-Maling
14- Jawa, Tidak Njawani
15-Mbodo
16-Kesaksian Palsu
17-Siapa Aku?
18-Takdir
19-Setan Sebagai Asal Manusia
20-Perusak Agama
21-Setan Berwujud Manusia
22-Tuhan Yang Pemarah atau Ramah?
23-Maling Dunia dan Akhirat
24-Menyembah Waktu
25-Arti Lima Waktu Shalat
26-Shalat Terus, Tanpa Putus
27-Pidato Gatholoco
28-Gelap dan Terang
29-Mengenal Hidup Sendiri
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
................... 5
................... 9
.................. 10
.................. 13
.................. 17
................. 20
................. 23
................. 26
.................. 30
..................33
.................. 36
.................. 38
..................40
...................42
...................44
...................46
..................48
...................50
..................52
....................54
...................56
....................58
....................60
...................62
....................64
...................66
....................69
...................71
...................73
Page 1
....................75
...................77
...................80
..................82
.....................84
..................86
....................88
......................91
.....................93
....................95
...................97
......................99
.....................102
......................104
....................106
...................108
....................110
....................112
....................114
..................117
.....................121
....................122
....................125
....................127
....................130
......................133
.....................136
.....................138
....................140
......................142
Page 2
PENGANTAR
Muji syukur, ngarsa Gusi Allah ingkang Maha Murba ing
dumadi. Sholawat tur salam katur dumateng Kanjeng Nabi
Muhammad
SAW,
ugi
kagem
para
sahabatipun,
keluarganipun, para malaikat, lan para kyai.
Saya berterima kasih khususnya kepada penulis Serat
Gatholoco, juga kepada mereka yang sudah bersusah payah
mengumpulkan,
mengalihbahasakan,
menerjemahkan,
menyebarkan di media-media, baik cetak, maupun elektronik.
Tanpa keberadaan mereka, buku ini MASTURBASI
RELIGIUS tidak akan pernah tersaji. Judul ini tentu saya
ajukan, sebagai upaya untuk memudahkan memahami bagian
terbesar dan inti dari Serat Gatholoco yang saya pahami.
Ini, adalah kumpulan tulisan saya yang saya posting di
facebook saya pribadi. Tujuan utama saya adalah mengaji pada
Serat Gatholoco. Jika kemudian tulisan ini bermanfaat bagi
orang lain, tentu saya sangat bersyukur.
Saya berharap, ini semua membawa berkah buat saya dan
keluarga, dan tentu buat para pembaca sekalian.
Sidoarjo, 3 Januari 2016
Page 3
#1
MENGAPA MENULIS SERAT GATHOLOCO?
Serat gatholoco merupakan naskah berbahasa Jawa
diperkirakan muncul pada abad ke-19. Gayanya vulgar, dengan
kata yang kasar, berbeda dengan banyak karya sastra yang
lahir pada era itu. Secara umum serat ini dapat saya sebut
sebagai gugatan, kritik atas perilaku beragama masa itu. Pada
bait pembuka penulis mengakui bahwa karyanya ini muncul
akibat kegelisahan, prihatin yang menjadi-jadi, seperti tertuang
dalam naskah:
Prana putk kaptk ngranuhi, wiyoganing batos, raosing tyas karaos
kkse, tmah bangkit upami nylaki, rudah gung prihatin, nalangsa
kalangkung.
Apakah kegelisahan ini muncul bisa jadi akibat penulis melihat
banyak hal menyimpang dalam praktek beragama. Dengan
menulis ini, diharapkan mampu mencari kebenaran yang jelas,
jernih dan menentramkan hatinya.
Gatholoco adalah nama tokoh utama dalam naskah ini, meski
ada tiga tokoh lain, yaitu Kyai Hasan Besari, Kyai Ahmad Arif
dan Abdul Jabar. Pemilihan nama Gatholoco, buat saya sangat
menarik. Gatho berarti alat kelamin (yang tersembunyi), loco
berarti (mengelus, mengocok). Singkatnya gatholoco dapat saya
terjemahkan bebas menjadi masturbasi. Saya mengartikan ini
untuk membantu memahami naskah serat secara keseluruhan
yang merupakan kritik perilaku beragama, yang menurut
penulis dianggap seperti orang masturbasi. Ciri penting
masturbasi adalah egois, mencari kesenangan sendiri dan tentu
tidak memerlukan orang lain untuk mencapai kesenangan.
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 4
Page 5
Page 6
#2
MENGHARDIK NASAB
Setelah Gatholoco dihardik karena penampilannya, selanjutnya
yang dihadirkan sudah melebar ke masalah lain, soal
keturunan, nasab. Kalau mau jujur, apakah ketiga guru dan
santrinya itu mengenal betul Gatholoco? Oh tentu belum,
bahkan soal nama saja, baru ditanyakan kemudian. Berikut ini
saya kutip dari bait 9 Pupuh II Dandanggula:
Dudu anak manusa saykti, anak Blis Setan Brkasakan, turune
Mmdi Wewe, Gatholoco duk ngrungu, den wastani yen anak Blis,
langkung sakit manahnya, nanging tan kawtu, ngungkapi
gembolanira, kleletipun sajbug sigra ingambil, den untal babar pisan.
Terjemahan: Dia (gatholoco)- sesungguhnya bukan anak
manusia, tetapi anak Iblis Setan Brkasakan, keturunan Hantu
atau Wewe, Gatooloco mendengar akan hal itu, disebut sebagai
anak Iblis, sangat-sangat sakit hatinya, akan tetapi didiamkan
saja, membuka gembolannya kembali, diambilnya candu
sekepal, dimakan sekaligus semuanya.
Bayangkanlah bagaimana sakit hati anda, jika anda dihardik
soal keturunan dari siapa anda. Apalagi menghardik sebagai
anak iblis, setan, hantu dan sejenisnya. Dihardik sebagai anak
bapaknya, katakanlah memang pernah jadi narapidana akibat
mencuri, kemudian disebut anak pencuri saja sakit hati, apalagi
ini. Fakta bukan, yang jelas ini spekulasi luar biasa. Bahwa
orang yang burup rupa itu mesti anak penjahat, sejahatjahatnya sama dengan iblis.
Page 7
Page 8
#3
SOAL NAMA GATHOLOCO
Serat Gatholoco, bagi saya sekali lagi adalah sebuah kritik atas
sikap dan perilaku merasa puas, senang pada diri sendiri.
Sementara orang lain atau pihak lain adalah diperlakukan
sebagai obyek pemuas belaka. Ibarat sex, maka gatholoco itu
memperlakukan pihak lain sebagai perangsang, kemudian
berupaya memuaskan diri sendiri, meski pihak lain itu tidak
pernah terlibat bersama dalam mencapai orgasme. Yang ada
hanyalah khayalan diri.
Jika pada bagian sebelumnya, orgasme batin ini melalui
penampilan dan rupa yang buruk pihak lain, maka dalam
bagian ini adalah soal nama. Berikut saya kutip bait 13 (masih
pupuh II) yang berbunyi:
Lah ta sapa aranira ykti, sarta manh ngndi wismanira, kang
tinannya lon saure, Gatholoco aranku, ingsun janma Lanang Sujati,
omahku tngah jagad, Guru tiga ngrungu, sarng denya latah-latah,
Bdhes buset aran nora lumrah janmi, jnngmu iku karam.
Terjemahan: Siapakah namamu sesungguhnya? Dan lagi
dimanakah rumahmu? Yang ditanya menjawab pelan,
Gatholoco namaku, aku manusia Lanang Sujati ( Lelaki Sejati ),
rumahku ditengah-tengah jagad, Ketiga Guru mendengar,
bersamaan mereka tertawa terbahak-bahak, Monyet! Busyet!
Nama tidak umum dipakai manusia, namamu saja itu sudah
haram!
Para guru menanyakan nama, dan dijawab namanya adalah
Gatholoco. Ia mengaku sebagai lelaki sejati, rumahnya ditengah
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 9
Page 10
Maka, celaka benar mereka yang sudah terlanjur sejak lahir tak
diberi nama dari kitab suci. Kadang sebuah sebutan di daerah
tertentu sebagai nama yang biasa, tetapi di daerah lain tidak
pantas. Apakah kemudian, surga akan menyeleksi nama-nama
berdasarkan daerah tertentu? Apakah surga hanya akan
menerima nama orang yang berbahasa tertentu?
Page 11
#4
MAKNA GATHOLOCO, SEBUAH PEMBELAAN
Sebelum membahas bagian pembelaan ini, saya ringkas dulu
tiga bagian sebelumnya. Bahwa Gatholoco adalah pasemon,
kritikan menggunakan simbol atau sanepan. Ketika Gatholoco
mendekati para santri dan kyainya, dengan penampilan tidak
patut/jelek dan rupa yang tak tampan, hardikan bertubi-tubi
diterima Gatholoco. Orang-orang yang belum mengenal betul
Gatholoco mudah menjatuhkan penilaian, vonis dan
menentukan nasib surga dan neraka. Reaksi Gatholoco tidak
langsung membalas dengan kemarahan, tetapi dengan asyik
kebul-kebul (merokok), makan, cengengas-cengenges dan
mabok. Sikap ini semakin membikin kalap dan semakin deras
laknat yang diterima Gatholoco.
Ketika ditanya namanya, ia menjawab: Gatholoco aranku,
ingsun janma Lanang Sujati, omahku tngah jagad. Jawaban tegas,
namanya Gatholoco, bagi saya adalah sebuah jawaban
pasemon, jawaban yang sebenarnya sebagai kritik yang
ditujukan kepada penanya. Seolah-olah rasa jengkel yang
dipendam akibat hardikan, umpatan dan laknat yang diterima
memunculkan jawaban yang terkesan sekenanya, seenaknya
dan ngawur. Maka para guru yang mendengar jawabannya,
tertawa
terbahak-bahak,
menganggap
gila,
semakin
meyakinkan bahwa dzon yang sebelumnya disematkan benar
adanya. Gatholoco itu manusia yang jelek, baik nama,
kelakukan, rupa dan nasab.
Namun, saya memahami itu sebagai jawaban kritis, maka
sebutan Gatholoco atau Masturbasi itu ditujukan kepada para
pemvonis dan pelaknat, yang begitu mudahnya dikeluarkan
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 12
Page 13
Page 14
Page 15
#5
MANDI (BERSUCI)
Memasuki bagian ini, saya akan mengajukan satu poin penting
untuk digunakan memahami bagian selanjutnya. Bagian 1 s/d
4 pembaca sudah saya suguhi adanya dua kubu yang berbeda
dalam memahami banyak hal. Yang utama adalah soal lahir
dan batin, soal nama dan makna nama. Sebut saja, seperti judul
serat ini, GATHOLOCO, bagi kalangan guru dinilai nama
kotor, jorok dan jelek, yakni berarti masturbasi. Sedangkan bagi
Gatholoco sendiri memiliki makna yang mendalam sebagai
cermin proses membersihkan hati. Posisi berbeda ini akan
berlaku di banyak kasus. Bagian ini perbedaan tersebut pada
persoalan mandi, bersuci.
Kebiasaan berwudhu, mandi dalam pengertian sebagai upaya
bersuci, kadang menjadi perangsang bagi seseorang untuk
merasa suci. Lama-lama, ketka melihat orang yang
berpenampilan nggembel, jorok dan jelek, langsung muncrat
penilaian dan vonis najis. Wudlu dan mandinya, memang
menghilangkan najis dan hadas, tetapi malah mengotori
hatinya. Masturbasi religius muncul kembali, dalam kasus
mandi (bersuci). Berikut ini kutipan dialog antara gatholoco
dan para guru.
Ingsun ngaku wong Lanang Sujati, basa Lanang Sujati tmnan,
wadiku apa dhapure, Sujati tgsipun, ingSUn urip tan nJA maTI,
Guru tiga angucap, Dhapurmu lir antu, sajge tan kambon toya,
Gatholoco macucu nulya mangsuli, Ewuh kinarya siram (19 Pupuh
II)
Page 16
Page 17
Page 18
#6
HALAL-HARAM
Makanan mana yang haram, dan yang halal, secara syariat
sudah jelas. Banyak informasi tentang hal ini. Apa saja jenis
makanan yang halal dikonsumsi oleh orang Islam sudah diatur,
demikian pula informasinya sudah mudah didapat. Namun,
perbedaan pandangan (saya lebih melihatnya sebagai bentuk
kritik Gatholoco) terhadap masalah halal-haram makanan ini
juga terjadi. Gatholoco mengkritik sikap orang-orang yang
sebatas memahami halal-haram pada wujud jenis makanan
saja, tetapi kurang memperhatikan sisi lain dari makanan itu.
Hanya terbatas pada pemenuhan syarat wujud kehalalan.
Mari perhatikan bait-bait berikut:
Najan arak iwak celeng babi, anggr doyan msthi sira pangan, ora
wedi durakane, Gatholoco sumaur, Iku bnr tan nganggo sisip, kaya
pambatangira, najan iwak asu, sun titik asale purwa, lamun bcik tan
dadi sriking janmi, najan babi celenga (22 Pupuh II)
Terjemahan:
Walaupun arak, daging celeng dan babi, asal kamu doyan pasti
kamu makan, tidak takut dosa, Gatholoco menyahut, Benarlah
dan tidak salah, semua dugaanmu kepadaku itu, walaupun
daging anjing, aku teliti asal usulnya, manakala diperoleh
dengan jalan yang tidak menyakiti sesama manusia, begitupun
juga walau daging babi dan celeng.
Masturbasi religius melalui halal-haram dapat muncul dalam
bentuk menilai orang-orang yang memakan makanan haram,
seperti arak, babi, anjing, secara otomatis orangnya juga
dihukumi najis. Merasa jijik untuk mendekat, tidak mau
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 19
Page 20
Page 21
#7
HIDUP YANG NIKMAT?
Setelah perdebatan tentang halal-haram makanan dan pakaian,
kemudian berlanjut pada soal bagaimana menikmati makanan
dan pakaian itu. Sekali lagi, orang yang sudah terbiasa
menghina, merasa diri paling suci, akan juga muncul kebiasaan
menilai orang lain tidak bahagia. Kalau toh ada, kemudian
akan dengki. Kalau perlu digagalkan kebahagiaan itu. Itulah
watak pelaku Masturbasi Religius.
Para guru mengetahui bahwa prinsip Gatholoco soal halalharam sampai pada cara memperoleh barang. Bagaimana bisa
(seperti jaman edan begini) benar-benar memperoleh
sesuatunya itu halal seratus persen? Kalau menuruti kemurnian
ini, apa bisa kaya? Bisa menikmati hidup yang enak? Seperti
tutur para guru dalam bait berikut:
... pants tmn uripmu cilaka, kamlaratan salawase, tan duwe bras
pantun, sandhangane pating saluwir, kabeh amoh gombalan, sajge
tumuwuh, ora tau mangan enak, ora tau ngrasakake lgi gurih, kuru
tan darbe wisma (26 Pupuh II).
... Pantas jika hidupmu celaka, melarat selamanya, tak memiliki
makanan cukup, busana-pun compang camping, semua hanya
gombal lusuh, selama hidup, tak pernah memakan makanan
enak, tidak pernah menikmati rasa manis dan gurih, makanya
kurus kering dan tak memiliki rumah.
Bagi para guru yang menghina ini Gatholoco, dianggap miskin,
karena tak ada harta yang dimiliki. Para guru berkata,pakaian
yang kotor langsung kubuang di sampah, bareng kotoranku.
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 22
Page 23
Page 24
#8
MENGIKUTI RASULULLAH?
Jika dalam bagian #7, Gatholoco menggambarkan dirinya yang
miskin dan fisiknya kurus, karena itu adalah maboknya pada
Rasulullah (utusan Allah). Berikut kutipannya:
Gatholoco sigra anauri, Mila ingsun kurune kalintang, krana nurut
mring karsane, Gusti Jng Nabi Rasul, sabn ari ingsun turuti,
tindak mnyang ngpaken, awan sore esuk, mundhut candhu lawan
madat, dipun dhahar kalawan dipun obongi, Allah kang paring wikan
(32 Pupuh II).
Terjemahan: Gatholoco menjawab, mengapa diriku kurus,
karena mengikuti kehendak Kanjeng Rasul, tiap hari aku turuti,
pergi siang dan malam, mengambil candi dan mabuk. Bisa di
makan atau dibakar, Allah merestui.
Membaca istilah-istilah dalam serat ini tidak bisa leterlek,
seperti yang tertulis. Jika diikuti sejak awal, maka ada konsepsi
yang bersifat batin yang diungkap oleh Gatholoco. Ketika dia
menyebut kotoran, itu dirujukkan pada dosa. Atau
menerangkan namanya sendiri, gatholoco, itu adalah aktivitas
membersihkan hati nurani, bukan masturbasi. Pada kutipan di
atas menyebut candu dan madat, artinya adalah mabok pada
hati nurani. Menuruti bisikan hati yang jernih. Dengan
demikian, tentu Allah merestuinya. Jika, perintah nurani (yang
disebut Kanjeng Rasul) tidak dituruti, maka dia marah betul,
membikin tidak bisa tidur dan menyiksa diri.
Konsepsi Gatholoco tentang Rasul yang sedemikian, mendapat
protes keras dari para guru. Menurut mereka yang disebut
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 25
Page 26
Page 27
Page 28
#9
AKU HIDUP, MAKA AKU ADA
Memasuki Pupuh III ini, teka-teki sudah dimulai. Maksud dari
teka-teki yang diajukan Gatholoco adalah untuk menguji
ketajaman pandangan mengenai kehidupan ini. Ada satu
pertanyaan yang diajukan Gatholoco, yaitu: mana yang lebih
dahulu/tua, antara Dhalang, Wayang, Kelir dan Blencong
(lampu)? Pertanyaan ini perlu dipahamai dalam sebuah
pagelaran wayang. Ketiga guru yang diajak teka-teki (Kyai
Arif, Kyai Abdul Jabar dan Kyai Manaf) mempunyai jawaban
yang berbeda-beda. Begitulah kehidupan ini, setiap orang juga
punya pandangan yang beragam atasnya. Tetapi mana yang
paling utama? Yang paling menentukan dalam kehidupan ini?
Kyai Arif menjawab bahwa yang paling tua adalah kelir (layar
untuk pertunjukan). Baginya kelir itu jelas kelihatan, bahkan
sebelum adanya dalang dan wayang. Kyai Jabar menjawab
dhalanglah yang paling tua. Pagelaran wayang itu kalau ada
dhalang, meski sudah ada kelir dan blencong. Kyai Manaf
menjawab bahwa yang lebih tua adalah Wayang (pagelaran
wayang). Jika seseorang akan mengadakan pagelaran wayang,
maka konsep pagelaran itu sendiri sudah ada, bisa jadi jauh
sebelum adanya blencong, dhalang dan kelir. Dalam Dialog di
serat Gatholoco, masing-masing saling menyalahkan
pandangan yang lainnya. Tetapi menyalahkan pihak lain
ternyata belum menjamin benar. Itu juga wujud dari perilaku
Masturbasi Religius. Perbedaan pendapat ini seperti kisah
beberapa orang buta untuk menggambarkan bentuk gajah.
Masing-masing meyakini yang dipegang, yang dekat dan
dirabanya, dirasakannya.
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 29
Page 30
Page 31
#10
KEMATIAN ITU SANGAT DEKAT
Seorang bijak mengajukan sebuah pertanyaan: apa yang paling
dekat dengan manusia? Jawabany adalah Ajal/Kematian.
Meski tiap hari minum vitamin, antitoksin, antiaging, atau
bersembungi di bunker, atau pindah ke bulan, ajal itu sudah
pasti datang. Karena, ajal itu tidak pernah jauh dari hidup
manusia. Gatholoco punya pendirian yang sama, bahwa mati
itu selalu bersama-sama dengan hidup manusia. Berikut
kutipannya:
Benjang yen sira palastra, urip-mu ana ing ngndi, saikine sira
gsang, pati-mu ana ing ngndi, uripmu bakal mati, pati nggawa urip
iku, ing ngndi kuburira, sira-gawa wira-wiri, tuduhna dununge
panggonanira (15 Pupuh III).
Terjemahannya: Kelak jika kalian meninggal dunia, hidup-mu
berada dimana? Saat ini kalian hidup, mati-mu berada dimana?
Hidup-mu bakal menemui mati, mati akan membawa pergi
hidup-mu, dimanakah kematian itu berada? Sesungguhnya
(kematian) telah kalian bawa kesana-kemari, tunjukanlah
tempat kediamannya.
Hidup ibarat blencong/lampu dalam sebuah pagelaran
wayang. Ialah yang membuat pagelaran itu bisa dilihat.
Sebaliknya, penonton menyadari adanya pagelaran wayang,
melihat aksi dhalang, mendengar suara sinden dan alunan
musik gamelan. Melaluinya pula, penonton bisa melihat
megahnya kelir yang dibentang. Begitulah, hidup adalah
kesadaran akan diri sendiri dan lainnya. Meski, blencong yang
Page 32
Page 33
Page 34
#11
HIDUPLAH DENGAN MATA DAN TELINGA
Orang yang sudah terbiasa melakukan masturbasi religius bisa
disebabkan karena masturbasi (kesadaran) hidup. Ia tidak
mampu membedakan hidup dan mati, meski antara hidup dan
mati itu adanya bergandengan dan beriringan. Bahkan ia tidak
mampu menyadari bahwa dirinya itu hidup atau mati. Efeknya
menular menjadi kebiasaan masturbasi sosial.
Anda mungkin sudah tahu sebuah binatang yang sering
dijadikan gambaran mereka yang punya perilaku memeras
hidup orang lain. Ya, lintah, atau sering disebut lintah darat.
Lintah darat itu yang manusia. Dalam bait 17 Pupuh III berikut
Gatholoco menggambarkan:
Santri padha ambk lintah, ora duwe mata kuping, anggre amis
kewala, cinucup nganti malnthing, ora ngrti yen gtih, gandane
amis tur arus, kinira madumangsa, yen wus warg mangan gtih,
amalngkr tan mtu nganti sawarsa.
Terjemahannya: Santri yang berperilaku seperti lintah, tidak
memiliki mata dan telinga, asalkan mencium bau amis, dihisap
hingga perutnya menggelembung, tidak tahu kalau itu darah,
baunya amis dan arus (padanan kata amis), dikira madu, jika
sudah kenyang meminum darah, meringkuk tak keluar-keluar
lagi hingga setahun.
Orang-orang (santri) yang tidak menyadari akan hidupnya,
juga matinya dalam hidup, adalah mereka yang mati rasa, tidak
memiliki rasa rumangsa. (silakan baca bagian #10). Ibaratnya
adalah lintah, yang tidak memiliki mata dan telinga. Tidak
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 35
Page 36
#12
SUDAH BUTA, MEMVONIS BUTA
Maka, benar adanya. Mereka tidak terima jika dikatakan tak
punya mata dan telinga. Yang terjadi malah sebaliknya. Orang
yang mengingatkan, dihardik buta. Berikut kutipan bait 19
Pupuh III:
Ttp urip tanpa mata, matamu mata soca pring, matamu tanpa
paedah, matamu tan migunani, Kyai Guru mangsuli, muring-muring
asru muwus, Apa sira tan wikan, mring mataku loro iki
Terjemahannya: Kalian hidup tak memiliki mata! Matamu mata
batang bambu! Matamu tak bermanfaat! Matamu tak berguna!
Kyai Guru menjawab, marah-marah membentak keras, Apa
kamu buta! Tidak melihat jikalau kami punya mata!
Apakah benar, Gatholoco itu buta? Atau mereka yang
sebenarnya buta? Gatholoco membuktikan bahwa ucapannya
adalah benar adanya. Dia mengajukan beberapa pertanyaan
sepele, yang membuat para guru terdiam, tak mampu
membantahnya. Jika memang para guru itu memiliki mata, apa
memang benar-benar memiliki mata?
Gatholoco mengajukan sebuah soal, jika memang mata itu
miliki para guru, tentu mereka bisa mengendalikannya.
Bisakah para guru tertidur dengan satu mata? Satu terpejam,
satunya lagi berjaga, sehingga masih bisa mengawasi? Atau
menulikan satu telinga dan memfungsikan telinga satunya?
Apa bisa melakukan itu? Jika tidak, maka itu bukti yang kuat
bahwa mereka tidak benar-benar memiliki mata dan telinga,
tak memiliki sedikitpun kuasa atasnya.
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 37
Page 38
#13
MALING
Para guru yakin, bahwa Allah lah yang telah memberi raga;
mata, telinga dan sebagainya. Beginilah tutur mereka:
Guru tiga nulya mojar, Allah Ingkang Maha Suci, ingkang karya
raganingwang. Gatholoco anauri, Prnah apa sireki, kalawan Kang
Maha Luhur, dene ta pinaringan, mata loro kanan-kering, tlu pisan
pinaringan grana lesan (27 Pupuh III)
Terjemahannya: Ketiga Guru lantas berkata, Allah Yang Maha
Suci, yang telah membuat raga kami, Gatholoco menyahuti,
Punya hubungan apa kalian, dengan Yang Maha Luhur?
Sehingga kalian diberikan, kedua bola mata kanan dan kiri,
yang ketiga bahkan diberikan hidung dan lesan.
Pertanyaan unik segera diajukan oleh Gatholoco. Jika memang
itu pemberian Allah, lantas apa hubungan mereka dengan
Allah, sehingga mereka diberi itu semua? Apa jawaban para
guru? karena doa-doa kami diterima. Jawaban yang benarbenar luar biasa. Diri merasa dekat dengan Allah, merasa
paling disayang, sehingga doa pujinya diterimakabulkan.
Mendengar jawaban ini, Gatholoco langsung membentak.
Klaim itu semua pada hakekatnya juga milik Allah. Lisan yang
membuat klaim itu juga milik Allah, mengapa berani berdalih
bahwa semua nikmat itu diberi Allah karena amal dan
doanya? Perilaku demikian, bagi Gatholoco adalah MALING
yang sebenarnya maling. Mencuri milik yang Maha Memiliki.
Banyak orang menjadi maling seperti ini, yang tak lain hanya
untuk memenuhi hasrat masturbasi religiusnya.
Page 39
Page 40
#14
JAWA, TIDAK NJAWANI
Setelah berbagai debat antara Gatholoco dan tiga guru pada
pupuh pertama, sampai sebagian pupuh tiga ini,
perseteruannya tidak berhenti. Gatholoco merasa heran dengan
sikap para guru yang mudah marah, menghina, memvonis
keburukan pada Gatholoco. Sampai-sampai Gatholoco
meragukan asal para guru. Apakah kalian itu orang Asing?
Jika, sama-sama orang Jawa, mengapa kalian tidak Njawani
sama sekali?, begitu kira-kira pertanyaan yang diajukan.
Namun lebih lengkapnya dibaca pada bait ke-36 berikut:
Apa sira wong Benggala, Guru tiga anauri, Ingsun iki bangsa Jawa,
Muhammad agama-mami, Gatholoco nauri, Sira wong kapir satuhu,
Kristn agamanira, lamun sira bangsa Jawi, dene sira tan nbut Dewa
Bathara.
Terjemah: Apakah kalian orang Benggala (maksudnya India),
Ketiga Guru menjawab, Kami ini orang Jawa, (ajaran) Nabi
Muhammad agama kami! Gatholoco menjawab, Kalian
manusia Penentang/Kafir yang sesungguhnya, seperti halnya
orang Kristen! Jika memang kalian orang Jawa, mengapa tidak
menyebut (Nama Tuhan dengan sebutan) Dewa Bathara?
Pada bagian ini sampai bait 38, Gatholoco menggugat sifat dan
watak para guru yang katanya orang Jawa, tetapi memiliki
tabiat seperti para kolonialis (yang kebetulan saat itu beragama
Kristen). Tidak mengenal budaya Jawa sendiri, tidak memiliki
kearifan yang sebenarnya di Jawa juga diajarkan oleh para
leluhur.
Page 41
Page 42
#15
MBODO
Setelah disebut sebagai orang yang yang tidak Njawani, karena
mengaku orang Jawa tetapi tidak memiliki budi pekerti seperti
yang diajarkan dalam tatakrama Jawa, maka para guru
semakin marah. Kebiasaan menghina semakin menjadi-jadi.
Memang inilah ciri khas pelaku Masturbasi Religius. Selalu
merasa suci, dengan menghina orang lain, dengan memvonis
orang lain kotor dan sesat, mereka merasakan kenikmatan dan
kesucian dalam batinnya. Apa umptannya? Mari kita baca
dalam bait berikut:
Ketiga Guru begitu mendengarnya, keras membentak sembari
menuding, Gatholoco kamu gila! Gatholoco menjawab, Aku
memang gila, jika bertemu orang sepertimu, aku takut
ketularan, tidak memiliki mata dan telinga, pengetahuan kalian
hanya melulu berkisar tentang jakat pitrah (zakat fitrah) saja.
Tudingan gila sudah biasa diterima Gatholoco, bahkan sejak
awal berjumpa jauh lebih kasar dari itu juga sudah. Dengan
gaya sindiriannya, tidak mempunyai mata dan telinga seperti
lintah kembali dikemukakan oleh Gatholoco. Lalu disambung
dalam baitu berikutnya:
Kyai Guru tiga pisan, tyasnya runtik anauri, Nyata sira anak
JALANG, Gatholoco amangsuli, Iku bnr tan sisip, bapa biyung kaki
buyut, kabeh kna ing pjah, lamun wis tumkeng jangji, ykti mulih
mring asale padha ILANG.
Ketiga Guru semua, dengan hati panas menyahuti, Nyata kamu
anak JALANG! Gatholoco menjawab seenaknya, Ucapanmu
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 43
Page 44
#16
KESAKSIAN PALSU
Sungguh, para guru menghina Gatholoco lebih sadis. Jika
sebelumnya disebut anak jalang, atau pada awal-awal serat
disebut anak jin, maka kali ini hardikan yang juga umpatan
Turuk biyang. Maaf, turuk itu dalam bahasa Indonesia ya
Vagina. Kata itu memang untuk umpatan. Rupanya, kebiasaan
masturbasi religi semakin memperparah nafsu untuk mengina
orang lain. Sementara biyang ya pokok, asal, ya dari kata
biyung atau ibu. Jadi umpatan turuk biyang seperti
menyebut anak vagina. Duh, kotor sekali umpatan para guru
ini kepada Gatholoco.
Reaksi Gatholoco tetap saja mbodo. Sebutan itu seolah menjadi
nasehat baginya, bahwa memang dirinya terlahir dari
rahim/vagina bagi seorang ibu. Tetapi apakah demikian
nyatanya, Gatholoco tidak berani bersumpah. Mengapa, sebab
dia sendiri tidak mengetahui persis kejadian kelahirannya.
Pengetahuan umum, bahwa setiap manusia terlahir melalui itu.
Namun, seiring perkembangan teknologi kedokteran, tidak
demikian. Manusia yang lahir melalui operasi cesar, tentu tidak
bisa disebut demikian.
Lagi-lagi umpatan bagii Gatholoco dijadikan alat atau inspirasi
introspeksi, berhati-hati dalam bersikap. Para guru, bagi
Gatholoco terlalu gegabah. Mengumpat dengan menyebut asal
lahir dirinya. Padahal baru saja ketemu, menyaksikan peristiwa
lahirnya saja tidak, tetapi hanya berdasar pengetahuan umum
semata, padahal tidak pasti 100% demikian. Ibu atau bapaknya
Gatholoco adalah orang yang layak paling tahu proses
kelahiran dirinya, tetapi orang lain dengan mudah menilainya.
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 45
Page 46
#17
SIAPA AKU?
Para guru yang menghina Gatholoco dengan sebutan Turuk
biyang menandakan bahwa mereka menilai Gatholoco sebagai
wujud Gatholoco yang dilihat saja. Hakikat Gatholoco juga
hanya dipandang demikian. Dengan kata lain, Gatholoco yang
kelihatan jelek dinilai jelek semuanya, padahal setiap manusia
memiliki unsur Ilahi dalam dirinya. Ada Ruh yang sebenarnya
merupakan pancaran Ilahi. Maka Gatholoco menjelaskan jika
pandangan demikian adalah keliru.
wujude Ingsun saiki, mujud dhewe tanpa lawan, Allah ora karya
mami, anane raga-mami, gaweyanira Hyang Agung, duk aneng alam
dunya, ana satngahing bumi, lawan sira kala karya raganira.
Terjemah: (Ketahuilah) bahwa, wujud-KU ini, berwujud
dengan sendirinya dan tanpa tandingan, Allah tidak
menciptakan-KU, namun ragaku ini, ciptaan Allah di dunia,
ada ditengah bumi, seperti halnya mencipta raga kalian.
Jawaban Gatholoco ini adalah pandangan, bahwa setiap diri
manusia ada unsur alam dan Ilahi. Badan Gatholoco bisa rusak,
tetapi AKU abadi, sebagai tempat mengabdi untuk segala sifat,
baik dan buruk, menghidupi segalanya dalam kesatuan. AKU
adalah Allah, ya Muhammad. Pandangan ini adalah
memfokuskan pada sejatinya HIDUP, yang sejatinya
menghidupi manusia, sejatinya tempat yang dituju oleh
manusia dengan sifat baik dan buruk. AKU juga ada dalam diri
Muhammad, ada dalam diri setiap manusia, meski penciptaan
raganya bisa berbeda-beda.
Page 47
Page 48
#18
TAKDIR
Di saat Gatholoco menjelaskan bahwa AKU yang sejati abadi,
tak pernah rusak, para guru memprotes. Seolah Gatholoco
mengklaim bahwa dirinya menyatu (jazad/jisim) dengan
Tuhan. Bagi Gatholoco, dalam diri manusia ada AKU yang tak
bisa rusak karena kematian. Lalu, para guru menduga lagi,
kalau begitu, engkau tahu takdir?. Gatholocopun
menjawab:Wruh pisan psthine mring raganingwang
(bahkan aku tahu takdirku sendiri). Dilanjutkan dalam bait
berikut:
Ingsun psthi awakingwang, wayah iki dina iki, jjagongan lawan
sira, mngko gawe psthi maning, kang durung den lakoni, kanggone
mngko lan besuk, supaya aja salah, dadi ora kurang luwih, lamun
salah ngrusak buku sastra angka
Terjemahan: Telah aku tetapkan sendiri, pada saat ini hari ini,
duduk bertemu dengan kalian semua, nanti aku akan membuat
takdir lagi, yang belum terjadi, untuk hari esok dan kelak,
harus hati-hati dalam membuatnya, sehingga tidak kurang dan
tidak lebih, jika salah (tidak hati-hati) bisa merusak kitab sastra
angka.
Takdir yang dijelaskan Gatholoco adalah kejadian yang ada
dalam kendali manusia. Bahwa saya saat ini sedang menulis
adalah takdir yang saya buat. Kemudian nanti minum kopi dan
merokok adalah takdi-takdir berikutnya. Dan akibat dari
perbuatan (takdir-takdir) yang saya buat saat ini bisa
mempengaruhi takdir (kejadian) esok hari atau kelak kemudian
hari. Artinya takdir yang demikian adalah sebab akibat. Jika
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 49
Page 50
#19
SETAN SEBAGAI ASAL MANUSIA
Penjelasan Gatholoco soal takdir yang demikian gamblang,
tidak menyadarkan akan kebenaran pendapat Gatholoco.
Bahwa takdir manusia itu ada yang memang dibuat sendiri
oleh manusia, namun ada yang memang menjadi urusan
Hyang Widhi. Hukum sebab-akibat adalah jenis takdir yang
hendaknya dijadikan patokan berhati-hati bersikap. Dasar suka
Masturbasi Religius, merasa sok suci, maka para guru tetap saja
menghardik Gatholoco. Kalah berdebat, tetap saja menyerang
dengan segala cara.
Dasar anak setan, demikian hardiknya (Guru tiga sarng
ngucap, Gatholoco sira iki, nyata kasurupan setan). Dihardik
demikian, tidak membuat Gatholoco marah, tetapi sebaliknya
dia menjawab dengan filosofis. Begini kira-kira jawabannya:
Memang benar asalku dari setan. Sebelum aku terlahir ke
dunia, bahkan sampai aku hidup di dunia ini, setanku belum
terpisah dari ragaku. Kata setan, dimaknai Gatholoco adalah
sesuatu yang putih, karena berasal dari kata seta yang
berarti putih. Apa itu? Ya, Sperma. Semua manusia
membawa setan, artinya dia lahir karena ada unsur sperma
dari ayah. Gatholoco yang laki-laki dia juga membawa sperma.
Pemahaman kata setan seperti ini agak berlainan, ketika
orang memahami warna putih sebagai bersih. Namun, ketika
manusia masih membawa unsur yang putih itu sebenarnya
dia membawa unsur setan.
Jawaban Gatholoco semacam itu, menunjukkan betapa
tenangnya dia ketika dihardik. Bahkan tudingan-tudingan yang
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 51
Page 52
#20
PERUSAK AGAMA
Para guru benar-benar marah menghadapi Gatholoco yang
slengekan, melencengkan pembicaraan. Disebut JALANG
ditanggapi soal HILANG (nyawa/mati), dihardik turuk
biyang, menjawab dengan filsafat kelahiran, dihina kesurupan
SETAN, dimaknai sebagai SPERMA (setan, dari seta=putih).
Mereka menyebut Gatholoco sebagai perusak agama. Jawaban
Gatholoco lagi-lagi bikin jengkel. Malah menantang. Jika ingin
membunuh, bunuh saja aku, tusuk jazadku, rusak bangkaiku,
nanti kalian akan puas. Kalian bisa benar-benar mendapat
kepuasan.
Bagi Gatholoco, dirinya bukanlah perusak agama. Baginya,
adalah keselarasan antara lahir dan bathin, sambungnya rasa
batin dan lahir. Apapun agamanya, jika bisa mencapai
demikian, bisa diterima. Itulah yang disebut agama rasa, agama
suci Gatholoco. Agama rasa adalah:
nuruti rasaning ati, rasaning badan lan lesan, iku kabeh sun-turuti,
rasaning lgi gurih, pdhs asin spt kcut, pait gtir sadaya
(Menuruti/memperhatikan semua rasa di hati, rasa badan, rasa
lesan, semuanya, gurih, manus, pedas, kecut, sepet, pahit, getir
dan sebagainya).
Semua sangat dipehartikan. Gatholoco
guru yang sebenarnya justru merusak
Gatholoco menyebutnya hanya sampai
makanan, tidak dirasakan makanannya,
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
mengkritik, perilaku
agama/sariat/sarak.
di lisan, andai saja
langsung ke anus
Page 53
Page 54
#21
SETAN BERWUJUD MANUSIA
Para guru mengakhiri debatnya. Mereka sakit hati, karena
jawaban Gatholoco yang dipandang ngawur, namun
sebenarnya mengandung kebenaran. Mereka bersumpah untuk
tidak mau bertemu dengan orang model Gatholoco. Sementara
Gatholoco merasa prihatin, meski dalam hatinya ia merasa
menang berdebat. Melihat kenyataan bahwa para guru yang
sebelumnya dianggap memiliki wawasan luas, ilmu agama
mendalam, namun dalam prakteknya sangat mudah memvonis
orang lain, menghardik orang lain. Tidak ada budi pekerti
dalam ucapannya maupun tindakannya. Ia bergumam:
Lamun wulange manusa, msthine pada mangrti, mring duga
lawan prayoga, aywa karm karya srik, mulane kudu eling, eling
marang Ingkang Asung, asung urip kamulyan, upayann den
kapanggih, yen pinanggih padhang trang sagung nalar
Terjemahan: Andai, mereka benar-benar manusia, pastilah akan
memahami, akan baik dan buruk, tidak suka gampang
menghakimi sesama, oleh karenanya harus ingat kepada yang
Maha Pemberi, yang memberikan kemuliaan hidup, carilah
(Dia) hingga ketemu, jika telah ketemu akan terang benerang
kesadaran ini.
Gatholoco berkseimpulan, jika seseorang mengajarkan ilmu
tanpa disertai budi pekerti, maka ia sebenarnya adalah setan
yang berwujud manusia. Manusia yang sadar akan baik-buruk,
sebenarnya ia menempuh jalan terang, itu juga berarti dia
hidup yang sebenarnya. Manusia sejati ialah mereka yang
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 55
Page 56
#22
TUHAN YANG PEMARAH ATAU RAMAH?
Para guru, sakit hati, merasa kalah berdebat. Kemudian
menghadap kepada Kyai Kasan Besari. Singkat cerita,
Gatholoco bersedia menghadap Kyai Kaji (Kasan Besari). Kyai
Kasan Besar merasa mampu menghadapi Gatholoco, dibanding
para guru lainnya, karena merasa menguasai berbagai ilmu,
termasuk ilmu Jawa. Dialog sudah memasuki persoalan
keselamatan, surga dan neraka. Kyai Kasan Besari menuturkan
bahwa jiwa manusia muslim yang menuruti perintah Kanjeng
Nabi, seperti shalat, zakat, puasa dan lainnya akan diterima
oleh Hyang Widhi, masuk surga. Sementara yang tidak mau
mengikuti panutan (Kanjeng Nabi), maka dia menjadi MUSUH
TUHAN, kafir, masuk neraka.
Sampai pada penjelasan ini, Gatholoco segera menyergah, dan
berucap, Gatholoco asru muwus, dene Ingkang Kuwasa, nganggo
nyatru marang wong kapir sadarum, lamun sira tan pracaya, maring
kudrating Hyang Widdhi. Jika pemikiran Kyai Guru demikian,
itu berarti konyol. Untuk apa Tuhan memusuhi orang kafir, itu
berarti tidak percaya kepada Kuasa Tuhan. Gatholoco
melanjutkan, kamulah sesungguhnya yang menghina Tuhan!
Membagi-bagi manusia menjadi umat Nabi (dan yang bukan
umat Nabi), adanya sebutan kafir itu, siapa yang membuat?
Lantas pula siapa yang menciptakan mereka, yang memberikan
kemuliaan dan celaka, tiada lain juga Hyang Maha Suci. Jikalau
Tuhan mempunyai musuh yang disebut kafir yang katanya
murtad kepadaNYA, sebaiknya Dia tidak usah menciptakan,
dan mentitahkan (orang kafir) hidup di dunia, sehingga Tuhan
tidak repot-repot mempunyai musuh yang membuat Dia
Page 57
Page 58
#23
MALING DUNIA DAN AKHIRAT
Penegasan Kyai Kasan Besari, bahwa semua jiwa orang muslim
akan masuk surga,, sementara yang kafir masuk neraka.
Pernyataan ini dipertanyakan oleh Gatholoco, dari mana
dasarnya pernyataan itu? Apa melihat sendiri? Apa pernah
mati, menyaksikan isi neraka dan surga? Kyai Kasan
menjawab, itu semua berasal dari kitab suci yang dipelajari.
Mendengar jawaban ini, Gatholoco ketawa, dan berkata, sira
santri kparat, ngandl marang daluwang mangsi bukumu, nurun
bukune wong sabrang, dudu tinggalan naluri. (Terjemahan: kamu
ini santri keparat, percaya kok sama isi buku, njiplak bukunya
orang asing, bukan buku/kitab naluri sendiri).
Kitab berbahasa Arab, tidak mengkaji kitab yang sesungguhnya
(kitab diri/nurani). Wawasannu itu semua kamu peroleh dari
kitab sembarangan, hingga dangkal. Padahal kamu yakin
berbekal wawasanmu itu kamu kelak, mati akan
menghaturkannya kepada Gusti Allah, yakni yang
memilikinya.Apa seperti itu akan diterima Allah? Sebab
segalanya adalah milikNYA, seluruh pujian manusia, ucapan,
dzikir, semuanya milik Hyang Agung, tetapi kamu akan
mengembalikannya? Apa itu justru tidak berdosa?
Kyai Kasan marah mendengar ulasan Gatholoco ini. Kamu
menghina kitab Rasul, demikian bentaknya. Gatholoco
menjawab, memang aku sudah sering menghina. Tetapi
camkan baik-baik, setelah kamu membaca apa yang
berbunyi/tertulis di kitab dari kertas, maka wujudkan dalam
dirimu, rasakan dan hayati ayatnya yang sudah kau pelajari.
Harusnya itulah yang kamu perhatikan. Bukan teks kitab suci
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 59
Page 60
#24
MENYEMBAH WAKTU
(Pupuh V, bait 4-7)
Benarkah orang yang rajin shalat itu pasti menyembah Allah?
Tulisan berikut adalah ulasan Gatholoco yang menerangkan,
yang terjadi tidak demikian adanya. Berikut saya kutip:
Tanpa gawe jungkar-jungkir, nmbah salat madhep keblat, clumakclumik kumcape, angapalake alip lam, tgse iku lapal, angawruhana
asalmu, urip prapteng kailangan
Terjemah: Engkau jungkir balik, menyembah, shalat
menghadap kiblat, umak-umik membaca doa, membaca ayatayat suci, tak akan ada gunanya, sebab itu hanya lafal, hanya
kalimat. Harusnya melalui shalat, engkau berusaha mengetahui
asalmu, jika tidak demikian hidupnya tak akan dapat apa-apa,
kehilangan segalanya.
Orang sangat rajin shalat, magrib, subuh, duhur, asar dan isya.
Bahkan setiap masuk waktunya, selalu mendahulukan shalat,
bersegera menjalankannya. Tetapi ya hanya sebatas itu, sebatas
mematuhi waktu saja. Jika pemahamannya hanya demikian,
maka itu jelas salah pemahaman. Orang sangat mematuhi
waktunya, tetapi lalai mencari yang disembah. Padahal, semua
manusia diberi rasa, ibarat hidung yang mampu mencium
berbagai bau. Hanya mengejar target waktu dan jumlah.
Jadinya sepeti yang disampaikan Gatholoco:
mung mangeran marang wayah, tan mangeran Ingkang Gawe,
lamun bngi sarta awan, pijr ktungkul wayah, ora mikir mring
awakmu, hanya bertuhan waktu, tidak menyembah yang
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 61
membuat waktu, siang dan malam hanya sibuk dengan waktuwaktu shalat semata, tidak meneliti diri, tidak berusaha
memahami darimana asal diri. Bukankah dalam gerakan shalat
diajarkan untuk sujud, rukuk, berdiri dan duduk. Apakah
hanya untuk demikian saja? Apakah seumur hidup pada
akhirnya mengejar waktu?
Tuhan, yang menciptakan manusia sudah membekali setiap
manusia ada rasa wadag, ya itu rasul (utusan), cahaya hidup
(ruh kehidupan), demikian pula gerak hati, ya Muhammad.
Tiga perkara itu ada pada setiap manusia. Apakah tidak cukup
modal itu? Manusia hanya punya merasa saja. Merasa ini,
merasa itu, merasa memiliki ini, merasa memiliki itu. Melalui
shalat, harusnya menyadarkan manusia untuk mengembalikan
yang bukan miliknya kepada Pemilik sesungguhnya.
Mendengar uraian demikian, Kyai Kasan membanting kethu
(kopyahnya) dan marah, serta bertanya: kemana aku
mengembalikannya? Bagaimana aku mengembalikannya?
Gatholoco tertawa. Katanya ilmunya sundul langit, kitabnya
segudang, menguasai banyak ilmu, bahkan ilmu jawa.
Mengapa yang demikian saja masih bertanya? Apakah tidak
punya mata?
Page 62
#25
ARTI LIMA WAKTU SHALAT
(Pupuh V, bait 14-30)
Setelah kritik Gatholoco terhadap Kyai Kasan soal terjebaknya
orang Islam menjalankan shalat lima waktu, yang berujung
hanya taat pada waktu, menyembah waktu tanpa mengerti dan
mengenal yang disembah, selanjutnya Gatholoco juga
mengkritik pemahaman yang salah soal makna lima waktu
(shalat wajib). Pemahaman tentang sejarah atau rahasia 5
waktu shalat yang sering diasosiasikan dengan para nabi,
dimana shalat subuh dengan nabi Adam, Dhuhur nabi Ibrahim,
Ashar nabi Yunus, Magrib nabi Isa, dan isya nabi Musa.
Gatholoco mengajukan alasannya: Sira iku santri blasar, mangka
Nabi Muhammad, ttela Nabi Panutup, tunggule nabi sadaya,
(terjemah: Nabi Muhammad itu jelas nabi penutup, puncaknya
para nabi), bagaimana sariatnya hanya sekedar mengulang
sejarah nabi-nabi sebelumnya? Bukankah jumlah nabi/rasul
juga lebih dari lima, mengapa yang lain tidak dijadikan dasar
sariat? Jika hanya semata-mata karena sejarah, lantas buat apa
shalat menjadi ibadah utama sebagai penyelamat manusia di
dunia dan akherat?
Gatholoco kemudian menguraikan, bahwa yang dimaksud
shoalat subuh itu shalatnya nabi Adam, adalah ketahuilah
bahwa di saat subuh, saat dunia ini gelap keadaannya tidak ada
(adam), kosong, maka nabi Muhammad memerintahkan shalat
subuh untuk mencari DIA yang ADA (lawan dari Adam).
Usaha untuk mencari DIA yang Maha Kuasa, untuk
mendapatkan penerang, kesadaran, keluhuran diri. Maka di
saat terik matahari yang menggodok manusia, susah-senang.
Itulah shalat dhuhur (luhur), mencari Hyang Maha Luhur,
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 63
Page 64
#26
SHALAT TERUS, TANPA PUTUS
(Pupuh V, bait 30-35)
Ketika Gatholoco menjawab bahwa shalatnya sembahyang
langgeng tan pegat, bukan berarti dia meninggalkan sariat
shalat lima waktu. Pada tulisan #24&25 Gatholoco mengkritik
sikap para santri yang sudah merasa menyembah Tuhan
melalui rutinitas shalat lima waktu, yang dipatuhi hanya waktu
saja, padahal mengenai waktu juga hanya sebentar (kira-kira 5
menit), sisanya dianggap tidak shalat. Dengan kata lain, waktu
yang lebih banyak tidak menyembah Hyang Luhur. Itulah
kritik sebenarnya Gatholoco kepada Kyai Kasan. Lupa pada
tujuan mengenal Hyang Luhur, lupa pada waktu yang berjalan
dari subuh sampai malam hari, yang kesemuanya adalah
tanda-tanda untuk selalu mengingat kepada Hyang Luhur.
Maka, Gatholoco menerangkan sembahyangnya yang tanpa
putus:
Sujud-mami sujud eling, keblatku tngahing jagad, barng napasku
sujude, napasku mtu mbun-mbunan, salatku mring Pangeran, mtu
saking utkingsung, smbahyangku mring Hyang Suksma
Terjemah: sujudku adalah kesadaran, kibaltku/fokusku adalah
pusat jagad, aku bersujud berbarengan dengan nafasku yang
keluar dari ubun-ubun, shalatku kepada Tuhan keluar dari
otakku, sembahyangku kepada Hyang Sukma.
Penjelasan ini dapat dijabarkan demikian, bahwa kesadaran
kepada Yang Maha Hidup adalah wujud dari sembahyang,
mengikuti, taat dan patuh pada Dzat Hidup Sejati, Dia juga
sebagai fokus utamanya. Gerakan bersujud (atau gerakan
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 65
Page 66
Page 67
#27
PIDATO GATHOLOCO
(Pupuh V, bait 36-46)
Berikut ini adalah babak akhir perdebatan Kyai Besari dengan
Gatholoco. Sanggahan Gatholoco tentang shalat telah
membungkam kesombongan Kyai Kasan. Akhirnya Kyai Besari
menyerah, dan berkata: Sakala Kasan Bsari, sidhakep kendl
kewala, puwara alon wuwuse, wus dadi prastyaningwang, kalamun
bantah kalah, kabeh iki darbekingsun, sira wajib mengkonana.
Terjemah: Seketika Kyai Besari, bersedekap, diam, terdengar
suaranya lirih, sudah menjadi janjiku, jika aku kalah berdebat,
maka semua ini (milik Kyai Besari), kamu (Gatholoco) wajib
memilikinya (mengelolanya). Kyai Besari rela lahir batin,
mushola dan perabotannya, semua santrinya yang memang
mau berguru kepada Gatholoco dipersilakan. Ia meminta
Gatholoco mengajari ajaran yang utama. Kemudian, Kyai
Besari pergi, mengembara, sedih, terlunta-lunta, malu, namun
ia menyadari memang itulah suratan takdirnya.
Gatholoco ditinggali 300 santri. Mereka duduk bersila
menghadapnya. Kemudian, ia berpidato:
Wahai saudaraku semua, apabila dirimu ingin mendapat
ketentraman, ingat-ingatlah kata-kataku, jangan meniru
tingkah laku gurumu (Kyai Hassan Bashori), sewenangwenang kepada sesama. Tingkah yang demikian tidaklah patut,
menghina sesama manusia, seluruh umat itu sama, pintar
bodoh, tampan buruk, yang beruntung dan yang sengsara, kuli,
petani, priyayi, lelaki maupun perempuan tiada beda. Sudah
menjadi ketetapan Hyang Widdhi, tak bisa dirubah, takdir dari
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 68
Page 69
#28
GELAP DAN TERANG
(Pupuh VI, 3-5)
Setelah para santri merelakan dirinya di ajar oleh Gatholoco,
maka Gatholoco meminta mereka jua rela menganggap dirinya
sebagai bapaknya. Kemudian Gatholoco mengajukan beberapa
teka-teki yang perlu direnungkan dan untuk dicari jawabannya
bagi masing-masing santri. Berikut ini adalah teka-teki yang
diajukan:
(1) Lamun bngi ana apa (jika malam gelap ada apa?), (2) Yen awan
ingkang ngbki, (jika siang yang meliputi), (3) Apa ingkang ora
nana, (apa yang tidak ada) (4) Satuhune iya ndi (sesungguhnya
dimana yang tidak ada itu?
Teka-teki yang diajukan ini adalah sebuah dorongan kepada
santri untuk mencari segala apa yang ada dibalik dari yang
tampak. Jika, keadaan gelap, apakah benar-benar tidak ada
segala sesuatunya? Atau ada sesuatu? Jikapun dalam keadaan
terang benderan, apakah ada sesuatu yang sebenarnya
menutupi terang benderang itu? Sesuatu itu sebenarnya ADA,
namun dalam kelihatannya justru nampak tidak ada. Jika gelap
gulita menjadi tidak bisa melihat apa-apa, padahal banyak
sesuatu yang ada. Demikian sebaliknya, jika terang benderang
yang nampak adalah yang terkena terang, namun sebenarnya
ada sesuatu yang ADAnya bisa menutupi terang itu sendiri
karena terangnya luar biasa. Artinya, Gatholoco mengajarkan
untuk mencari sesuatu dibalik keadaan gelap dan terang, untuk
tidak mudah terjebak adanya terang dan gelap. Sebab siang ini
terang benderang, dan nampak banyak hal, namun ketika
memasuki gelap, semuanya sirna, padahal sebenarnya ada.
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 70
Page 71
#29
MENGENAL HIDUP SENDIRI
(Pupuh VI, 4)
Gatholoco pada dasarnya mengajarkan setiap pribadi mengenal
hidupnya masing-masing. Mengenal, mencari, menemukan
dan mengkajinya menjadi sesuatu yang sangat berharga,
karena pada dasarnya setiap diri pribadi berasal dari Hyang
Hidup Yang Mahaesa. Banyak teka-teki menyimpan ajaran
disampaikan oleh Gatholoco dalam Pupuh VI ini. Berikut
adalah beberapa ujarannya.
Hidup itu jauh, tanpa jejak (doh tanpa wangen), dekat tetapi
tidak bersentuhan (cedhak tan senggolan). Jika jauh melekat di
benak (yen adoh katon gumawang), jika dekat tak dapat dilihat
(yen cedhak datan kaeksi). Jika itu isi sesuatu ada semua, jika
kosong benar-benar kosong.
Anda atau saya, tentu merasakan diri ini hidup. Benar terasa,
apakah melalui gerak gerik, apakah melalui nafas, apakah
melalui detak jantung atau lainnya. Tapi tidak pernah bisa
bersentuhan dengannya, sehingga terasa jauh sekali dari diri,
padahal ia melekat, begitu dekat. Jika kelak kemudian mati,
terasa jauh, namun anda bisa merasakan dekatnya dengan yang
mati, terngiang, diangan atau dibenak melekat sangat kuat.
Namun di saat masih hidup apakah itu nampak? Tentu tidak.
Itulah hidup diri ini, hidup diri anda.
Saya bisa merasakan banyak hal dalam hidup saya, apapun
dari semua urusan yang ada pada diri. Hidup saya dengan
demikian benar-benar penuh dengan segala urusan. Namun,
Page 72
Page 73
#30
HIDUP ITU SAMA
(Pupuh VI, 5-6)
Dalam bait sebelumnya, Gatholoco menjelaskan bahwa Hidup
itu sulit dikenali, dekat, tapi jauh, dekat juga susah dilihat. Ada,
namun juga kosong. Dalam bait ke-5 juga masih menegaskan
soal itu. Sangat halus hingga tak bisa dijumput, sangat nyata
tapi tak bisa dinyatakan, Sangat lebar namun juga sempit,
sangat sempit tapi lebarnya melebihi semua yang lebar, ibarat
bambu dibelah, apa isinya? (Bambu isinya ruang kosong,
namun jika dibelah, lantas apa isinya? Kemanakah yang kosong
tadi?:Bahkan apakah anda mengenal yang ada dihadapan?
Demikianlah, ajaran Guru Gatholoco untuk berusaha keras
mengenal Hidup diri pribadi. Mengapa? Sebab pada
hakekatnya Hidup semua orang itu sama, berasal dari Yang
Satu, keadaannya juga sama. Digambarkan, Yen lanang tan
nduwe jalu (jika lelaki taka ada penis), Yen wadon tan duwe blik
(jika perempuan tak ada vagina), Iya kene iya kana (di sana di
sini), Iya ngarp iya buri (ya di belakang ya di depan), Iya keri iya
kanan (ya kiri ya kanan), Iya ngandhap iya nginggil (ya di atas ya
dibawah).
Wujud perempuan atau laki-laki hanyalah pakaian, hakekat
hidup yang ada di dalamnya tidak berjenis kelamin, semua
sama. Manusia dasarnya sama, itulah mengapa, ajaran untuk
mengenal kesamaan diri ini menjadi sangat penting. Para guru
begitu merendahkan Gatholoco, tatkala melihat wujudnya yang
jelek, melihat pakaiannya yang kurang bagus, dan sebagainya.
Padahal itu hanya wadag, wadah bagi jiwa yang sama.
Page 74
Page 75
#31
INTROSPEKSI
(Pupuh VI, 7)
Soal Hidup, begitu banyak perlambang yang bisa diajukan,
semuanya mengandung makna yang dalam. Guru Gatholoco
mendorong para santri untuk terus menggali dan mengkaji dan
mengenal Hidup masing-masing diri. Hidup, atau sebut saja
Jiwa, itu bisa dikatakan sebagai jagad besar sekaligus kecil. Bisa
disebut diam, namun begitu cepat bergerak. Begitulah Hidup
yang bisa digambarkan dalam bentuk dualitas yang
bertentangan.
Baitane ngmot laut (perahu yang memuat samudra), Kuda ngrap
pandhgan nnggih (kuda berlari namun dalam posisi diam),
Tapaking kuntul ngalayang (jejak burung yang terbang), Pambarp
adhine ragil (anak pertama menjadi adik si ragil), si Wlut
ngleng ing parang (belut tinggal di batu), Kodhok ngmuli
lengneki (katak menyelimuti rumahnya).
Hidup, Jiwa manusia itu tidak nampak, berada dalam diri
manusia. Namun ia mampu menanggung beban persoalan
yang sedemikian banyak. Jiwa seorang presiden akan memuat
persoalan yang jauh lebih besar ketimbang jiwa rakyat biasa.
Jiwa manusia itu bisa nampak diam, tetapi ia begitu sibuk.
Orang-orang yang berjiwa tenang bukan berarti jiwanya diam,
mati, tetapi ia justru yang sibuk menenangkan diri, sibuk
berperang dalam mengatasi lintasan hati, kegelisahan, berjihad
meraih kembali Hidup yang sejati.
Hidup, jiwa itu ibarat jejak burung terbang. Mana ada jejak kaki
burung terbang? Yang paling mungkin ada dalah
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 76
Page 77
Page 78
#32
ENERGI SUPER DAHSYAT
(Pupuh VI, bait 8)
Memasuki bait 8 ini saya mencoba untuk membacanya dari
kalimat paling akhir dari bait ini yang berbunyi: Aneng
ngndi susuh angin?. (Terjemah: dimanakah sarang/rumah
angin?). Ah, ini tentu pertanyaan mengada-ada, mana ada
angin memiliki rumah tinggal? Kayak burung saja, punya
rumah (susuh). Tapi ini adalah pasemon (teka-teki) guru
Gatholoco tentang Hidup, Jiwa. Kesemua pasemon yang
diajukan adalah membahas mengenai ini. Namun, setiap
pasemon ada sisi yang harus ditekankan. Itu menurut saya.
Maka pada bait ini, kemudian saya mencoba memberi judul
energi super dahsyat.
Dalam lakon Bima Suci, muncul juga istilah Kayu Gung Susuhe
Angin. Bima diperintah oleh guru Drona mencari susuhe angin.
Ringkasnya, susuhe angin itu ya ruh, ya jiwa, sumber hidup.
Angin, nafas adalah tali hidup,jika nafas putus maka jiwa dan
wadag berpisah. Mati. Maka, susuhe angin itu ya Hidup itu
sendiri. Dalam bait ini, guru Gatholoco mengingatkan bahwa,
Hidup itu sumber energi luar biasa dahsyat, mengapa karena ia
mampu mewujudkan dan mendorong perbuatn yang luar
biasa. Itulah seperti yang digambarkan dalam bait 8:
Wong bisu asru clathu (orang bisu berbicara), Jago kluruk jro
ndogneki (ayam berkokok dalam telur), Wong picak amilang
lintang (orang buta menghitung bintang), Wong cebol
anggayuh langit (orang cebol menggapai langit), Wong lumpuh
ngidri jagad (orang lumpuh berkeliling dunia). Rangkaian
perbuatan dalam bait ini luar biasa bukan? Jika mampu
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 79
Page 80
#33
SEMUA ADA DALAM DIRI
(Pupuh VI, 9)
Menyangkut bait 9 ini, sebelum saya uraikan, teringat kejadian
beberapa tahun silam. Guruku, sebut saja begitu,
memerintahkan aku mencari air untuk memadamkan api
amarah istriku. Begini ceritanya. Hubungan saya dan istri,
biasa sering cekcok, dan saya melihat kadar emosi istri saya
lebih besar. Kemudian saya konsultasi pada guru. Jawabannya
adalah: untuk memadamkannya, carilah air yang ada dalam
istri saya itu. Waktu itu, akal saya langsung merespon,
bagaimana bisa aku mencari air, dimana di situ aku melihat
banyak api? Jika, tidak yang ada dalam diri istri, ya cari air
yang ada dalam diri saya sendiri. Ini juga sama, bukankah saya
juga lagi mengalami emosi?
Nah, bait 9 kalimatnya berbunyi:
Aneng ngndi wohing banyu (dimana inti air?), Myang atine
kangkung kuwi (di mana pusat batang kangkung), Golek gni
nggawa diyan (mencari api membawa lampu/api), wong ngangsu
pikulan warih (orang mencari air, memikul air), Kampuh putih
tumpal pthak (kemben putih ditutup kain putih), Kampuh irng
tumpal langking (kemben hitam ditutup kain hitam).
Mencari air ya di air, mencari api dengan api, mencari air
membawa air, dan perlambang-perlambang lainnya. Ke
semuanya adalah seperti mencari hati kangkung, ya kosong,
karena ruang hampa dan isi itu kosong. Mencari putih dalam
warna putih, mencari hitam dalam warna hitam.
Page 81
Page 82
#34
KESEMPURNAAN ILMU
(Pupuh VI, bait 9,10)
Kritik keras guru Gatholoco terhadap para santri dan kyai
adalah kurang luasnya ilmu. Tidak mampu melihat pada sudut
besarnya, maupun pada detailnya. Manusia, yang dilihatnya
jelek, ansich hanya dilihat pada wujud jeleknya. Tidak dilihat
pada konstruksi besar dari manusia itu sendiri, yang ternyata
juga bisa terjadi pada seluruh manusia di jagad ini. Ada Hidup,
ada Ruh yang suci dalam diri manusia, yang memiliki rahasia
besar. Pun demikian, pelaku masturbasi religi seringkali suka
gebyah uyah, tanpa meneliti rinci keadaan dirinya sendiri.
Ketika memandang diri orang lain, nampak kecil, sehingga
begitu teliti membelejeti keburukannya. Namun di saat melihat
dirinya, seolah besar yang tak terjangkau untuk diteliti. Dalam
bahasa pasemonnya, sindiran guru Gatholoco menyebut bahwa
kesempurnaan ilmu seseorang itu ketika:
Tumbar isi tompo iku (biji ketumbar yang kecil, tetapi berisi
wadah, seperti wadah beras yang lebih besar), Randhu alas
angrambati, mring uwit smbukan ika (pohon randu besar
merambat pohon sembukan yang kecil), Sagara kang tanpa tpi
(lautan tak bertepi), Pelaku masturbasi religi tidak mampu
seperti biji ketumbar yang mampu mewadahi tempat yang
lebih besar. Ini berarti tidak mampu mengenal jagad yang luas,
pandangan dan wawasannya sempit sekali. Ia juga tidak mau
memperhatikan yang kecil, detail pada diri sendiri, seperti
merambatnya pohon randu yang besar pada sembukan yang
kecil. Harusnya, orang yang sempurna ilmunya ibarat lautan
tak bertepi. Luas sekali.
Page 83
Page 84
#35
SHALAT DAIM
(Pupuh VI, bait 12,13,14,15)
Kesempurnaan ilmu itu ketika mau melihat lebih luas, detail
dan mendalam. Itulah anjuran guru Gatholoco pada tulisan
sebelumnya. Perlambang mencari nyala api ketika lampu
padam, mencari warna hitam ketika berubah uban dan lainnya
adalah sebuah permisalan. Namun pada prakteknya adalah
mencari rasa sejati. Hidup, Jiwa, Hati itu laksana samudra. Ia
bisa menerima sampah yang berserak, kadang sesekali burung
bangau dan gagak datang, kemudian bangau hinggap di
sampah, pergi diganti burung gagak. Itulah maksud bait 12
berikut: Ingkang sarah munggeng laut, gagak kuntul saba sami, duk
mencok si kuntul ika, si gagak ana ing ngndi, gagak iku nulya tka,
si kuntul mibr mring ngndi. Hati manusia bisa penuh dengan
sampah rasa tiap hari, bahkan tiap detik. Ia bisa berubah-ubah
seperti bergantiannya datangnya gagak atau bangau. Bahkan
sering tidak tahu ke mana perginya rasa itu. Kadang tiba-tiba
muncul rasa senang, nyaman, namun segera terganti rasa
gelisah atau susah yang tidak tahu sebab atau ujung
pangkalnya.
Selanjutnya, guru Gatholoco menasehati, oleh karenanya
harus bisa memahami, wahai kalian semua anak-anakku,
seluruh perlambang ilmu sejati ini renungkanlah, jika bisa
memahami akan menemukan kesejatian, sejatinya rasa, rasa
sejati didalam samudera (hidup). Segala rahasia akan cepat
tersingkapkan, benar-benar perhatikan ucapanku ini, dengan
sepenuh pendengaran, serta sepenuh penglihatan kamu, tiada
lagi kebenaran kedua yang menjadi sifatnya (sifat kebenaran
sejati itu tunggal, tak mendua). Rasa sejati tidak ada was-was,
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 85
Page 86
#36
MARTABAT TIGA
(Pupuh VI, bait 16,17,18,19 dan 20)
Dalam tulisan sebelumnya (#35) diuraikan mengenai makna
shalat daim, yang pada intinya adalah kesadaran fokus melihat
segala sesuatu pada ujungnya (qiblatnya) adalah Allah. Bagian
ini mencoba menjelaskan mengenai kehendak hati, dimana
nantinya akan dipakai untuk mendukung pelaksanaan shalat
daim. Dalam Gatholoco disebut martabat, tingkatan.
Maksudnya tingkatan dari niat itu sendiri, yakni martabat
Kasdu, Takrul dan Takyin. Seperti ditulis dalam bait 16,
Martabate Kasdu kuwi, lawan Takrul Takyin ika, mangrtine Kasdu
kuwi. Menurut saya, istilah ini tetap bersumber dari khazanah
ilmu Islam, Fiqih khususnya. Yakni tentang niat, dimana
terbagi dalam tiga bagian, yaitu qosdu (al fili), taarud (lil
fardiyah) dan tayin. Mari selanjutnya kita ikuti bait ke-17,
Pikarpe niyat iku, ciptane ingkang dumadi, dene Takrul tgsira,
pamkasing niyat nnggih, dumadine panggraita, mangrteni
ingkang Takyin. (Terjemah : Maksud dari niyat, munculnya
kehendak/mengada-kan, sedangkan Takrul artinya adanya
wujud khusu dari ungkapan rasa (niyat), dan Takyin adalah
mengerti.
Saya akan mengajukan satu contoh kasus untuk membantu
menguraikan ini. Sederhan, setiap hari bisa dilakukan. Saya
akan mencicipi kopi yang saya seduh, tapi rasa manisnya yang
saya fokuskan. Maka, proses mencicipi saya disebut memiliki
makna, memiliki korelasi dengan shalat daim, maka saratnya
adalah adanya niat yang dikasdu, niat yang saya sengaja. Tidak
boleh, kemudian hati saya mencipta kehendak mencicipi
pahitnya kopi. Jika ini terjadi, maka martabat pertama saya
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 87
Page 88
Page 89
#37
BERLATIH MERASA
(Pupuh VI, bait 20-26)
Apakah anda melihat tulisan saya ini? Atau anda merasa
melihat tulisan saya ini? Jika membaca uraian menganai ajaran
guru Gatholoco, maka apa yang dilakukan adalah merasa
melihat. Manusia itu hanya memiliki rumangsa. Rasa itu
sendiri pada hakekatnya adalah pada Hidup, pada Jiwa, yang
semua bersumber dari Hyang Widhi. Seperti itulah yang
dijelaskan dalam bait 20: Gletheke paningal iku, pamyarsa
pangucapneki, nyata angn-angnira, ingkang ngglethakakn Widdhi,
myarsa ngucapkn psthinya, Allah tangala ngimbuhi. Dengan
demikian, maka aku melihat tulisan berubah menjadi Allah
yang memperlihatkanku pada tulisan.
Melatih makrifat, harus gigih meyakinkan diri atas hal
demikian. Itu baik pada penglihatan, ucapan, pendengaran dan
gerak diri. Wujud diri manusia, kalian itu benar-benar nyata
adanya, Kasunyatan ADAnya DIA. Tak ada yang dipuji atau
memuji. Sesungguhnya Tunggal ADAnya, tak ada dua, yang
diam dan bergerak. Jangan ragu akan rahasia diri ini, apa yang
kau ucapkan dan yang mengucapkan adalah Kasunyatan
ADAnya Allah, Hyang Maha Suci itu sendiri. Maka,
waspadalah dan ingatlah, bahwasanya tak ada yang lain
kecuali Allah semata. Lantas apa jawabannya ketika ada
pertanyaan: Apa yang Hyang Widhi kehendaki dari kamu?.
Maka jawablah :Menyadari Hyang Widhi itu sendiri.
Jika ada lagi pertanyaan: siapakah yang, Mengucap dan
Melangkah, Berdiam dan Bergerak ini semua?, Maka
jawabnya adalah: yang mengucap adalah Hyang Sukma, yang
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 90
Page 91
#38
MARTABAT PENGLIHATAN
(Pupuh VI, bait 27,28)
Penghlihatan yang dimaksud oleh guru Gatholoco bukanlah
penglihatan mata biasa, tetapi penglihatan batin. Ketika ada
sebuah pertanyaan diajukan, berapa tingkatan penglihatan
itu?, maka jawabnya ada tiga. Berikut baitnya: sarta lamun den
takoni, pira Martabating Tingal, saurana tri prakawis, Tasnip
ingkang kaping pisan, Insan Kamil kaping kalih, Kadil Kapri kaping
tlu, Tasnip: Idhp tgsneki, Insan Kamil: Kang Sampurna, iku kaya
Roh Ilapi, utawa Tasnip smunya, tingal luluh sampurnaning.
Penglihatan pertama adalah tasnip, yang berarti memilah,
memilih, membuat klasifikasi. Kemampuan memilah ini
menjadi hal mendasar dalam penglihatan. Ketika melihat diri
sendiri, harus mampu, mana kelakuan yang baik dan kelakuan
yang buruk. Demikian pula mengenali bisikan hati, yang
bersumber dari nafsu, dari akal, atau dari hati yang jernih.
Kesemuanya bisa bersumber dan terdengar dalam hati, dari
satu tempat. Dalam tahap penglihatan ini, manusia masih
sering menghadapai kondisi bingung, karena banyaknya
informasi dan lintasan-lintasan hati yang hadir. Kemampuan
membedakan, kemudian membuat kategorisasi, bahwa
informasi atau lintasan seperti A masuk kategori penglihatan
bohong, jika seperti B masuk kategori Benar, jika C masuk
kategori masih perlu proses penjernihan lebih lanjut. Begitu
seterusnya.
Pada tahap berikutnya, di saat kemampaun membuat kategori
sudah matang, maka dia akan memiliki kemampuan melihat
yang sempurna (Kamil). Ia tenang, jernih seperti Ruh Idhofi
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 92
Page 93
#39
MODEL LELAKU
(Pupuh VI, bait 29-32)
Seperti dijelaskan dalam tulisan sebelumnya (#38) adanya
tingkatan (martabat) penglihatan. Ada yang sudah benar-benar
jelas penglihatan terhadap dirinya (Diri Sejati), yakni yang
sudah mampu memutus pandangan. Jika demikian berarti
orang tersebut mendapatkan wahyu. Oleh karena itu ada
kedudukan yang berbeda didasarkan atas penglihatan atas
kesejatian tersebut. Sebut saja perbedaan maqom (kedudukan)
antara Nabi, Wali dan orang mukmin. Penglihatan Nabi
(wahyu) itu sudah stabil, ajeg, tidak goyah. Sementara para
wali dan mukmin masih di bawahnya.
Bagian selanjutnya adalah membahas mengenai martabat
riyadhoh (lelaku). Upaya untuk mencari kesejatian itu dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian. Seperti dalam bait berikut:
Dhingin kaya gni iku, kaping kalih kaya angin, smune kang kaya
brama, pnt panase pribadi, tgse sira mrih enggal, panrima
kasuwen dening. Dalam bait ini disebut ada dua kondisi lelaku,
yaitu seperti api dan angin. Lelaku seperti api, maksudnya
adalah usaha mencari inti panasnya diri, membasi panasnya
diri, membasmi kegelapan batin. Dengan cara ini lelaku akan
cepat mencapai tingkat kepasrahan. Dalam bahasa
gampangnya, model lelaku api ini adalah upaya keras terhadap
diri sendiri.
Lelaku api juag berarti lelaku membakar. Jika muncul
dorongan nafsu, lintasan hati yang mengajak ke arah kejahatan,
maka seketika itu juga dibakar, dihanguskan, dihilangkan. Kata
kunci dalam hal ini adalah disipling terhadap diri sendiri,
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 94
ingin
membakar
nafsu
anda
atau
Page 95
#40
TINGKATAN BADAN
(Pupuh VI, bait 32-34)
Untuk mengenali diri sendiri, guru Gatholoco juga
mengajarkan untuk mengenal kepada martabat badan,
perubahan tingkatan badan jumegler. Ini berkaitan dengan
membangun kesadaran, bahwa eksistensi fisik dalam sebuah
kehidupan sosial maupun kehidupan yang lebih luas di dunia
ini juga mempunyai arti penting. Oleh karena itu ia
mengajukan pertanyaan: pira Martabating Badan, saurana tri
prakawis berapa tingkatan badan?, maka jawabnya ada tiga
perkara.
Jawabannya
tetap
menggunakan
sanepan
(perlambang), yaitu perubahan posisi bulan.
Tingkatan pertama adalah seperti pada tanggal 4, kedua seperti
tanggal 9 dan ketiga seperti tanggal 14. Meski dalam astronomi
fase bulan dibagi lima, tetapi dalam hal pembelajaran ini tiga
fase awal lah yang dijadikan ibarat untuk mengambil pelajaran.
Mengapa demikian? Karena pelajaran ini mengajak manusia
menyadari akan peran hidupnya, umurnya (fisiknya) sebagai
khalifah, peran keTuhanan yang diemban di dunia.
Fase pertama, tanggal 4 menunjukkan posisi bulan sabit (yang
menurut saya sempurna sabitnya). Ini mengajarkan bahwa
eksistensi manusia di dunia sebagai khalifah Tuhan masih
samar. Jika dikaitkan dengan perubahan badan, manusia masih
banyak mengikuti irama biologis semata. Dengan demikian,
peran sebagai manusia masih seperti hewan yang juga
menuruti kadar biologis besar. Menuju fase berikutnya, dipilih
tanggal 9 (menurut saya, pembagian bulan sudah lebih dari
50%), ini berarti kehadiran manusia sudah muncul seperti
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 96
Page 97
#41
TINGKATAN PEMIKIRAN
(Pupuh VI, bait 36-37)
Saya
mencoba
menerjemahkan
Pamanggih
sebagai
pemikiran. Ini saya rujukkan kepada pemikiran dari diri.
Dalam konteks mengenali diri yang sejati, maka pemikiran
itu ibarat suara, ya suara yang muncul dari dalam diri, apakah
terdengar lewat akal atau hati. Tetapi pada intinya dari dalam
diri sendiri. Guru Gatholoco mencoba mengenalkan adanya
macam-macam pemikiran yang berseliweran dalam akal atau
hati (diri). Ada lima perlmbang untuk menggambarkannya
sebagai berikut: kang dhingin Klthking ati, ingkang kaping
kalihira, Katpking lampah nnggih, Panjriting tangis ping tiga,
Kthuk nutu ping pat nnggih. Cleret Ngantih ping limeku, dene
Panjriting wong nangis, lawan Klthking wardaya, myang Tpking
wong lumaris, tuhune iku pangucap.
Pertama adalah seperti kletheking ati. Perlambang ini
menunjukkan pemikiran itu masih gelap, belum muncul.
Kondisi hati atau pikiran yang kosong, tidak sedang berpikir
apa-apa, mungkin dapat menggambarkan perlambang
pertama. Kedua seperti ketepek-ing lampah, langkah kaki.
Suara itu sudah mulai terdengar, tetapi lirih. Perlu kejernihan,
keheningan memperhatikannya. Lintasan hati, atau pemikiran
atau ide muncul masih samar-samar seperti langkah kaki.
Ketiga adalah seperti tangisan. Ini berarti kadar kejelasan
sudah mulai muncul. Dorongan hati atau lintasan hati atau ide
mulai jelas terdengar, misalnya aku ingin ini. Namun
suaranya masih tunggal. Yang keempat adalah seperti kethuk
nutu, maksudnya seperti orang-orang sedang menumbuk
lesung. Suaranya riuh, banyak suara, tidak hanya satu. Dalam
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 98
Page 99
Page 100
#42
KOMPONEN RUHANI MANUSIA
(Pupuh VI, bait 40-43)
Guru Gatholoco kemudian mencoba mengajak para santri
untuk mengenal tingkatan atau komponen ruhani manusia.
Gatholoco membagi komponen ruhani manusia terdiri dari
tiga, yaitu yang disebut Dzating Roh Ilapi ika, kaping pindho Roh
Jasmani, kaping tlu Tanpa Prenah, Tanpa Tuduh Tanpa Yekti. Ini
berarti ada yang disebut zat ruh idhofi, ruh jasmani dan Zat
Yang Tanpa Arah, Tanpa Tempat dan Tanpa Jumleger. Ruh
Idhofi itu mudahnya Nyawa, yang menguatkan hidup
manusia, ia nampak pada nafas, sehingga ketika nafas terputus,
biasanya menjadi pertanda bahwa manusia itu sudah mati.
Yang kedua adalah ruh jasmani. Ruh jasmani berada dalam
jasmani, yang diperkuat oleh ruh idhafi. Wujud dari ruh
jasmani ada berbentuk nafsu dan rasa. Ketika salah satu
anggota tubuh kita tidak berasa, ia biasa disebut mati rasa. Ini
berarti ruh yang jasmani yang ada pada anggota tubuh
tersebut, mati. Bisa jadi, seluruh jasmaninya tidak bergerak,
menunjukkan ruh jasmaninya tidak ada, namun ruh idhafinya
masih ada. Yang ketiga adalah, Zat/Ruh yang Tanpa Arah,
Tanpa Tempat, Tidak Jumleger, tapi menjadi bagian dari
manusia, setiap diri manusia. DIA lah Ruh Ilahi. Setiap
manusia memiliki ketiganya. Nah wujud jumlegernya diri
manusia itu adalah sebenarnya sebagai bukti nyata ADAnya
DIA Yang Tanpa Tempat, Tanpa Arah itu tadi.
Muhammad, sendiri dalam konteks ini bisa diartikan menjadi
dua pengertian, seperti dalam baitu berikut:Nabi Muhammad
puniku, annggih ingkang Majaji, Dzatullah Jasadi ika, kang Kakiki
kang Majaji, loro-loroning atunggal, nyatane yen sira kuwi. Nabi
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 101
Page 102
#43
ANUGRAH SAHADAT
(Pupuh VI, bait 44-45)
Sahadat adalah anugrah. Begitulah guru Gatholoco
menyebutnya. Banyak anugrah dalam hidup manusia. Salah
satunya adalah anugrah yang berkaitan dengan Iman. Lebih
spesifik, guru Gatholoco menyebutnya anugrah Sahadat. Jika,
suatu saat ditanyakan ada berapa macamkah anugrah Sahadat?
Maka, jawablah ada tiga macamnya. Seperti disampaikan
dalam bait berikut: Martabat Nugrahan iku, lamun sira den
takoni, pira nugrahaning Sadat, saurana tri prakawis, iku ingkang
ping sapisan, Ngningake Iman-neki. Ping dwi Ngeningken
Tyasipun, ana dene kang kaping tri, Nglampahake Panggaotan
Jenis pertama adalah anugrah dijernihkannya Iman, dalam hati.
Pembagian ini, ingin menunjukkan bahwa ada tiga bagian diri
manusia yang menerima anugrah Sahadat, yakni pertama
adalah hati, yang di dalamnya menerima Iman, dan mampu
menjernihkannya. Jenis yang kedua adalah diberi kemampuan
menjernihkan pemikiran/kesadaran. Sahadat, kesaksian akan
menjadi anugrah yang luar biasa, mana kala akal pikiran,
kesadaran diberi kemampuan untuk berpikir jernih, lurus
dengan kesaksiannya. Jenis yang ketiga adalah, anugrah
mempraktekkan dalam kehidupan. Ini berarti, anggota badan
menjadi alat pembuktian atas sahadat.
Melalui ini, guru Gatholoco sebenarnya mengingatkan kepada
para santri untuk dicamkan, bahwa Sahadat yang diucapkan
itu belum menjadi sebuah anugrah, mana kala belum mampu
merasuk dalam hati dalam menjernihkan iman, membersihkan
pemikiran serta kemampuan mempraktekkan dalam
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 103
Page 104
#44
ANUGRAH SHALAT
Jika mencermati uraian atau ajaran guru Gatholoco pada
bagian-bagian sebelumnya, sebenarnya kebaikan yang
dilakukan manusia itu adalah semata-mata anugrah dari
Hyang Hidup, Gusti Allah Taala. Anda bisa mencermati salah
satunya adalah pada #42 yang menerangkan tentang
komponen ruh manusia. Di situ ada ruh idafi, ruh jasmani, dan
ruh Yang Tanpa Arah, Tanpa Tempat. Di antara itu, paling
hanya ruh jasmani yang bisa dikendalikan, itupun melalui
perjuangan berat. Ruh Idafi, Nyawa, Hidup, atau Jauhar Awal,
tidak bisa dikendalikan. Adakah manusia yang mampu
menahan nyawanya melayang? Pergi meninggalkan jasadnya?
Nah, shalat sebagai bentuk perbuatan ketundukan kepada
Gusti Allah Taala, tentu tidak bisa dengan mudah dilakukan
oleh manusia. Ruh jasmani yang dikendalikan bukan sebuah
kekuatan yang pada asalnya mengajak shalat, tetapi lebih
melayani kebutuhan jasmani. Oleh karena itu, guru Gatholoco
membagi adanya anugrah Shalat itu ke dalam tiga bagian.
Mereka disebut Nugrahaning Salat nnggih, saurana tri prakara,
Mgat Karsa ingkang dhingin, Tinggal Cipta kalihipun, Amadhp
ingkang kaping tri.
Pertama adalah anurgah megat karsa, yakni memisah,
memutus hubungan dengan kehendak yang bersumber dari
pemenuhan jasmani (bersumber dari jasmani). Ini juga bisa
dikatakan, bahwa anurgah shalat yang pertama adalah
diberikannya kemampuan untuk terlepas dari kehendak
jasmani semata. Shalat yang berkehendak untuk sehat jasmani,
tentu dapat disebut sebagai tujuan yang salah sasaran. Kedua
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 105
Page 106
#45
GATHOLOCO BERKELANA
(Pupuh VII 1-9)
Memperhatikan kisah guru Gatholoco dalam serat ini, siapa
yang tidak memujinya? Kemenangan-kemenangan berdebat ia
raih. Pada akhirnya ia mampu mendapatkan pesantren dan
santrinya hasil dari perang berdebat itu. Para santri dan kyai
yang sebelumnya menghina dirinya, ditundukkan dalam
perdebatan. Sekarang ia sudah menjadi guru di pesantren,
santrinya 300 orang. Setelah tuntas sesi pertama memberi
wejangan kepada anak santri, ia berkeliling ke beberapa
tempat. Mengajak berdebat dengan para tokoh agama, cerdik
pandai dan ahli tirakat. Semua mampu ia tundukkan. Namun,
pada akhirnya ia jatuh pada sebuah perilaku yang
menyimpang sariat, sekaligus tanpa merasa ia telah sombong.
Jadi ia terkena pada dosa yang jelas maupun yang sama. Ini
seperti cuplikan dalam bait:
wus ndilalah kerasing Kang Maha Luwih, Gatholoco tyas kalimput,
mengku takabur ing batos.... juga dalam bait berikut :solah
tingkah kumlungkung, ngrengkel nakal, remen nyrekal digung,
watak edir ilmu sarak den pabeni, mila saya camyahipun...
(Sudah menjadi kehendak Hyang Maha Lebih, hatinya
dipenuhi dengan rasa sommbong, ... kelakuannya berlebihan,
suka nakal dan melawan sariat, maka kesadarannya jatuh...).
Dari bait ini, sudah disebutkan jelas, ia nanti akan melawan
sariat, atau melanggar sariat, karena ia merasa sudah mampu
menguasai ilmu batin yang demikian luas dan tinggi. Itupun
disebabkan karena kesombongannnya, atas ilmu yang
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 107
diperoleh. Mengapa demikian? Setelah menang dengan lawanlawan debatnya, ia bertemu dengan lawan debat Rsi
perempuan bernama Dewi Lupitwati, dari Indragiri.
Ketika ia meninggal pesantrennya sebenarnya ia harus sudah
siap behadapan dengan jagad yang luas, beraneka rupa. Dan
itu disimbolkan oleh Indragiri, yaitu gunung indra, kumpulan
selaksa indrawi, keindangan dunia. Di mana gunung itu dihuni
oleh Rsi wanita dan para cantriknya yang semua wanita. Ya,
wanita adalah jagad besar, jagad luas. Gatholoco, selama ini
sibuk dengan mengenal diri sendiri. Bagaimanakah kemudian
ketika ia harus berhadapan dengan jagad besar ini? Yang
sebenarnya adalah jagad kecil juga? Nama Lupitwati adalah
simbol dari kemaluan wanita, Vagina. Di situlah jantung dan
inti dari indra lawan jenis Gatholoco. Lupit, jika diuraikan,
menurut saya adalah panggone aLU nyePIT atau tempatnya
alu (penis) dijepit. Gambaran ini sebenarnya sudah
mengarahkan, bahwa yang ideal adalah ada persetubuhan
antara jagad besar dan kecil, antara penis dan vagina. Tapi
apakah yang terjadi demikian? Silakan ikuti serial-serial
berikutnya.
Page 108
#46
MENGENAL PAYUDARA, MENGENAL JAGAD
(Pupuh VIII, bait 7-18)
Saya mencoba menceritakan yang pokok-pokok saja. Perjalanan
Gatholoco ke indragiri, kemudian bertemu dengan wanitawanita cantik. Dewi Lupitwati mempunyai empat cantrik
utama, yakni dewi Mlenuk Gembuk, Dudul Mendut, Rara
Bawuk dan Rara Bleweh. Seperti disebutkan sebelumnya,
tujuan utama Gatholoco adalah menantang berdebat.
Perdebatan pertama Gatholoco dengan Dewi Mlenuk Gembuk.
Saya lebih sreg jika nama ini sebagai sebutan untuk payudara,
yang bentuknya memang menonjol montok dan empuk. Dalam
bagian ini (Pupuh VIII), digambarkan bahwa pengenalan
terhadap wanita, berfokus pada anggota badan sex. Untuk
wanita utamanya adalah payudara dan vagina.
Ibarat sebuah hubungan sex, seolah serat ini mengajarkan
untuk menghampiri payudara dulu. Namun, jangan ini yang
jadi perhatian kita. Mari kita ikuti teka-teki yang diajukan,
sebab ini lah perlambang yang hendak diajukan.
ana wit agung siji, pang papat, godhongen rolas, kembange tanpa
winilis, wohe amung kekalih, mung sawiji trubusipun, mubeng wolu
pangiro. (Terjemah: ada sebuah pohon besar, cabangnya
empat, daunnya dua belas, bunganya tak terhitung, buahnya
dua, akarnya satu, tetapi bercabang delapan).
Guru Gatholoco yang sudah mafhum atas teka-teki yang
diajukan, berlagak bego. Cengengas-cengenges. Seolah ingin
terlihat lemah dihadapan para wanita. Lantas ia menjawab
teka-teki yang diajukan. Beginilah jawabannya. Bahwa pohon
besar itu adalah lambang jagad, dunia, kehidupan. Empat daun
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 109
Page 110
#47
SEPASANG BUAH DADA
Teka-teki pertama dewi Mlenuk Gembuk sudah terjawab.
Namun, masih ada satu teka-teki lagi yang diajukan olehnya.
Begini teka-tekinya: "Ingsun ningali maesa, kathahe amung kkalih,
nanging tlu sirahira" (Aku melihat kerbau, berjumlah dua ekor,
akan tetapi mempunyai kepala tiga buah).
Nama Mlenuk Gembuk adalah simbolisasi payudara. Ada
sepasang buah dada, payudara. Namun, ia, dewi Mlenuk
Gembuk melihat ada dua kerbau, namun kepalanya tiga. Apa
maksudnya? Ketika mengenal payudara, Mlenuk Gembuk,
Gatholoco membabar pengenalannya akan jagad semesta.
Berkaitan dengan ini, ingin ditegaskan bahwa dalam
kehidupan di jagad ini, selalu berpasangan, dua buah satu
pasang, seperti Mlenuk Gembuk, dua buah dada. Kerbau
dalam konteks ini, dalam tradisi mistis Jawa sering
diasosiasikan dengan kebaikan, kemuliaan. Kemudian, ia
melihat dua kerbau, ini berarti bahwa kehidupan di jagad ini
terlihat dua, yaitu baik dan buruk, susah dan senang, dan
sejenisnya. Ini adalah satu realitas. Namun, seringkali realitas
ini dilihat dalam konsepsi yang lain yakni adanya kepala tiga.
Itulah yang dimaksud jawaban oleh Gatholoco, bahwa kepala
dua kerbau adalah kepala berpasangan, kerbau jantan dan
betina. Namun, ada kepala satu lagi, yakni kepala penis.
Realitas berpasangan dalam kehidupan itu meliputi banyak
hal, namun selalu saja ada bentuk lain dari kombinasi atau
bukan keduanya. Misal saja, ada susah dan senang, namun ada
juga kondisi bukan susah dan senang. Ini adalah realitas baru,
sebuah sastra 23 (nanti akan ada realitas sastra 21, atau anda
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 111
Page 112
#48
PUTING PAYUDARA, BELAJAR INTI
(Pupuh VIII, Bait 19-28)
Jika sudah mengetahui dan mengenal payudara, maka di
manakah posisi sebenarnya saraf birahi berada? Apakah pada
Mlenuk Gembuknya? Atau di tempat lain? Inilah kemudian
dalam serat Gatholoco mengajukan cantrik kedua bernama
Dudul Mendut. Ya, sesuatu dari Mlenuk Gembuk, yang jika
didudul (disentuh dengan jari) kemudian Mendut (bergerak,
bergoyang). Putinglah yang saya maksud dari nama Dudul
Mendut. Bukankah, dalam merangsang wanita pada payudara,
intinya, pusatnya ada di puting? Demikian pula, untuk lebih
mengenal kehidupan dunia, anda diajari untuk memperhatikan
berbagai inti, pusat perhatian dalam banyak hal. Dudul
Mendut merangkumnya dalam sebuah teka-teki, berikut:
a)
Ing ngndi prnahe Iman, di mana letaknya iman?
b)
ing ngndi prnahe Buddhi, di mana letaknya budi?
c)
ing ngndi prnahe Kuwat, di mana letaknya kuat?
d)
Ing ngendi prenahe wirang, di mana letaknya malu?
e)
apa Kang Luwih Pait, apa yang lebih pahit dari hal yang pahit?
f)
lan Ingkang Luwih Manis, apa yang lebih manis dari yang
manis?
g)
Luwih Atos saking watu, apa yang lebih keras dari batu?
h)
apa kang Luwih Jmbar ngungkuli jmbaring bumi, apa yang
lebih luas dari bumi?
i)
apa ingkang Luwih Dhuwur saking wiyat, apa yang lebih
tinggi dari langit?
j)
Apa ingkang Luwih Panas, ngungkuli panasing gni, apa yang
lebih panas dari api?
k)
Luwih Adhm saking toya, apa yang lebih dingin dari air?
Page 113
l)
Luwih Ptng saking wngi, apa yang lebih gelap dari malam?
m) ndi aran Ningali, Mana yang disebut melihat?
n)
lan ndi Kang Luwih Dhuwur, mana yang lebih tinggi?
o)
ndi Kang Luwih Andhap, mana yang lebih rendah?
p)
apa ingkang Luwih Glis, apa yang lebih cepat?
q)
akeh ndi Wong Gsang karo Wong Pjah, banyak mana orang
hidup daripada yang mati?
r)
Wong Sugih lawan Wong Nistha, yang lebih banyak orang
kaya atau miskin?
s)
Wong Jalu lawan Wong Estri, yang lebih banyak laki-laki atau
perempuan?
t)
Wong Kapir lawan Wong Islam, yang lebih banyak orang kafir
atau Islam?
Demikianlah, Dudul Mendut mengajari untuk mempelajari
berbagai inti dan persoalan mendasar dari banyak hal. Guru
Gatholoco menjawab semua teka-teki yang diajukan:
a)
Iman itu ada di jantung (hati), (b) Budi itu ada di akal, (c)
Kuat itu ada di Otot dan tulang, (d) Malu letaknya ada di mata
(jika anda malu melihat, tutuplah mata anda) (e) yang lebih
pahit adalah hidup dunia ini menurut mereka yang miskin, (f)
bagi yang kaya, hidup dunia ini lebih manis, (g) yang lebih
keras adalah hatinya orang sempit pemikirannya (h) apa yang
lebih luas dari bumi adalah pandangan manusia, luasnya
pandangan manusia, (I) yang lebih tinggi dari langit adalah
cita-cita, keinginan, (j) lebih panas dari api adalah hatinya
orang yang dipenuhi ambisi (k) yang lebih dingin dari air
adalah hatinya orang sabar (l) yang lebih gelap dari malam
adalah hati yang tidak memahami kitab suci, (m) yang disebut
melihat adalah orang yang sudah melihat ilmunya Allah, (n)
yang lebih tinggi adalah yang mempunyai budi, (o) yang lebih
cepat itu kegembiraan, sedangkan yang lebih dekat itu
Page 114
Page 115
#49
RARA BAWUK, UCAPAN DAN MISTERINYA
(Pupuh VIII, Bait 28-32)
Page 116
Page 117
Apa artinya, jika tahi itu dibiarkan saja, tidak dipegang ya bisa
jadi tidak tercium. Kadang, orang bilang begini sambil
mencium tangan untuk menguji, ah... ini tahi...bau. Artinya
untuk mengenal ucapan-ucapan orang lain harus teliti, apakah
itu ucapan busuk atau tidak. Apakah ucapan itu bermanfaat
buat diri atau tidak? Itulah sebenarnya maksud dari teka-teki
itu. Ini mirip juga dengan foreplay melalui clitoris (bagian dari
Rara Bawuk). LEKLU KeLiMIS, itu bisa diuraikan, diceLEK,
diuLU, diringKEL ambu aMIS. Benarkah baunya amis? Janganjangan baunya sangat khas yang tidak pernah muncul dari
anggota badan lainnya. Tentu yang sudah punya pasangan bisa
membuktikan ini. Jangan-jangan orang lain itu dikira punya
niat amis/busuk, tetapi sebenarnya dia menyimpan aroma
harum surga.
Page 118
#50
RARA BLEWEH, RAHASIA RASA
(Pupuh VIII, Bait 33-38)
Sebelum mengenal Rara Bleweh, perlu saya tegaskan lagi,
bahwa mengenal wanita, secara spesifik mengenal organ sex
dalam serat ini adalah simbolisasi dalam mengenal diri melalui
pihak (orang lain). Artinya sebenarnya bukan soal sex itu
sendiri, tetapi organ sex (atau sex) adalah simbolisasi dari
bagian-bagian penting dalam mengenal orang lain (dunia lain).
Dengan demikian, dapat membantu manusia mengenal diri
lebih baik.
Cantrik keempat adalah Rara Bleweh, simbolisasi dari lubang
vagina, yang berlendir (maaf, jika ini terkesan porno).
Maksudnya, pada tahap ini anda akan diajak untuk mengenal
rasa dan rupa, seperti Rara Bleweh yang berlendir adalah
wujud munculnya rasa birahi, sebuah tanda jika birahi sudah
menggejolak. Melalui teka-teki yang diajukan ada soal rahsa
yang akan diperkenalkan. Beginilah teka-tekinya,Isine alam
dunya, kabeh Ana Pirang Warni, lawan Pira Rasane lamun
Pinangan. (terjemah: ada berapa jumlah isi dan rasa seluruh
dunia, jika dimakan?)
Guru Gatholoco menjawab, jumlah isi dunia berjumlah
sembilan (9). Ini adalah angka tertinggi dalam penghitungan.
Ketika melebihi jumlah itu, maka akan kembali kepada angka
awal, 1 lagi, demikian seterusnya. Sedangkan jumlah rasa ada
delapan (8), yakni Manis, Gurih, Pahit, Getir, Pedas, Asin, Sepat
dan Kecut. Lantas apa maksud ini semua. Bahwa manusia lain
(orang lain yang disimbolkan wanita dan organ sexnya ini)
semua pada umumnya, normalnya memiliki dan mengenal
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 119
Page 120
#51
DIKOTOMI KEHIDUPAN
(Pupuh VIII, Bait 34-41)
Rara Bleweh masih mengajukan satu teka-teki lagi,
menyangkut soal wujud kehidupan manusia. Jika sebelumnya
(#NgajiGatholoco50) mengenalkan kepada isi dunia dan
rasanya, pada bagian ini akan lebih memfokuskan pada
karakter manusia itu sendiri. Begini teka-tekinya: Sun andulu
Wujudira, adge Wolung Prakawis, Pikukuhe Raga Tunggal, Sipat
Papat Keblat Kalih, Patblas Ingkang Keri, Kang Loro Tutup-tinutup,
samya Manjr Bandera, Kkalih pating karingkih, lan badhenn,
mangrtine dadi paran. (Terjemah: Aku menatap Wujudmu,
terlihat Delapan Macam, Mewujud dalam Satu Raga, sifatnya
empat, namun kiblatnya dua, ditambah Empat Belas macam
yang sangat penting, Yang Dua sangat dirahasiakan, Karena
keduanya tempat mengibarkan Bendera, Keduanya sangat
sensitif, nah tebaklah, bagaimana maksudnya?).
Manusia dalam kategori Gatholoco, artinya suka melakukan
masturbasi religius, sebenarnya terlihat bukan sebagai
manusia, namun sebagai hewan, anjing pula. Ini hanya sebuah
simbolisasi. Mereka yang suka mencari kepuasan batin melalui
menghina pihak lain, suka mendiskreditkan, mengkafirkan dan
sejenisnya ibarat anjing yang sedang genjik (kawin). Anjing
kawin itu biasanya saling adu pantat, sehingga kaki yang
nampak menjadi delapan. Itulah jumlah delapan yang
dimaksud dalam teka-teki. Yang diadu pantat, ini
menunjukkan adanya pembedaan, dikotomi pandangan dan
prinsip. Pelaku masturbasi religius suka sekali dengan
dikotomi demikian. Jika tidak sama dengan dirinya, ya
dianggap musuh, dianggap kafir atau sejenisnya. Meski
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 121
Page 122
Page 123
#52
DEWI LUPITWATI, MENGENAL PERNIKAHAN
(Pupuh IX, 1-11)
Memasuki bagian ini, adalah teka-teki terakhir dari para cantrik
dan guru di padepokan Indragiri, yang semuanya adalah
perempuan. Seperti sudah saya singgung sebelumnya, bahwa
Gatholoco yang berkelana ke luar pondok, kemudian bertemu
wanita adalah perlambang, upaya mengenal diri melalui orang
lain dan jagad semesta di mana manusia hidup. Melalui
Mlenuk Gembuk, Dudul Mendut, Rara Bawuk, Rara Bleweh,
semua rahasia kehidupan manusia lain, jagad, dan isinya sudah
dikenal, dikupas. Lantas bagaimana selanjutnya, apakah
pengetahuan itu hanya sekedar pengetahuan? Atau setelah
mengenal orang lain, setelah mengenal diri melalui pihak lain,
apa yang hendak dilakukan. Inilah arah dari teka-teki guru Rsi
Dewi Lupitwati. Teka-tekinya adalah sebagai berikut:
Badhenn ingkang dumunung, tgse Wong Laki Rabi, lan tgse
Wadon Lanang, tegese Sajodho kuwi, Gatholoco saurira, Ora susah
nganggo mikir. (Tebaklah, apa yang dimaksud dengan wong
Lanang (laki-laki), juga Wadon (wanita) dan perjodohan?
Jawablah, tidak pake mikir segala).
Guru Gatholoco segera menjawab ketiga pertanyaan itu. Yang
disebut wong Lanang (laki-laki) adalah simbol dari kejelekan,
dalam ungkapan, ananingwang, rupane ala. Sedangkan
wadon dari kata wadi itu adalah rahasia, juga bisa aib
atau dalam ungkapan Gatholoco, panggonane wadi. Jawaban
ini jelas mengajarkan bahwa, manusia baik laki-laki atau wanita
adalah tempatnya bersemayam kekurangsempurnaan, ada sifat
jelek, aib dan sejenisnya. Lebih populer, manusia itu tempat
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 124
Page 125
#53
MENELANJANGI, TETAPI TIDAK DISETUBUHI
(Pupuh IX, 12-31)
Ketika para dewi sudah menyerah dan pasrah, mereka juga
siap diperistri, seperti perjanjian perdebatan sebelumnya.
Mendengar kesanggupan ini, beginilah sikap Gatholoco:
Gatholoco sukeng kalbu, gumujng sarwi mangsuli, Tuturira sun
tarima, lan maneh wiwit saiki, sireku kabeh kewala, ttp dadi garwamami (Terjemah: Gatholoco gembira dalam hati, tertawa
sembari berkata, Aku terima janjimu, dan mulai dari sekarang,
kalian semuanya, akan ku ambil sebagai istriku). Apakah
kemudian mereka benar-benar diperistri? Ternyata tidak. Guru
Gatholoco meminta semua telanjang bulat. Jika mereka tidak
menuruti, diancam sebagai istri yang tidak taat suami, akan
dikutuk. Meski dengan berat hati, mereka menuruti. Mengapa
mereka sampai ragu demikian? Karena kehendak guru
Gatholoco hanya ingin membuktikan apakah mereka benar
wanita atau tidak.
Samengko mrih gnahipun, manira arsa nontoni, mring prenah
ttngerira, wujude ingkang sajati, sireku pada lukara, supaya ctha
kaeksi (Terjemah: Sekarang agar nyata, aku hendak melihat
dengan mata kepalaku sendiri, kepada tempat tanda seorang
wanita, wujudnya yang sesungguhnya, kalian semua bukalah
busana kalian, agar jelas terlihat).
Padahal asumsi mereka, setelah mereka kalah dan diperistri.
Perintah bertelanjang tentu kaitannya dengan persetubuhan.
Namun, rupanya itu hanya untuk sekedar melihat saja, sekedar
untuk membedakan besar kecilnya payudara, besar kecilnya
vagina (rara bawuk). Inilah sebenarnya, perilaku Gatholoco
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 126
Page 127
Page 128
#54
NASEHAT BUAT PARA WANITA
(Pupuh X, 1-10)
Jika dalam perdebatan guru Gatholoco dengan para wanita
padepokan Indragiri, bisa dimaknai dari sisi simbolik maupun
apa adanya, namun dalam bait-bait berikutnya, adalah nasehat
guru Gatholoco kepada para wanita, sebelum ia kembali ke
pesantren Cepekan. Beginilah nasehatnya (yang sudah saya
gubah):
Hai, para wanita
Jangan sampai engkau bertindak salah,
Harus berpikir akan akibat (dari perbuatan)
Hai para wanita
Godaan begitu banyak menghampirimu
Maka, pahamilah
Jangan sampai engkau bertindak salah
Itulah larangan terbesarmu,
Berpikirlah akan akibat dari setiap perbuatanmu
Hai, para wanita
Jika engkau sudah salah, berbuat nista
Sebenarnya kau jerumuskan dirimu sendiri, merusak dirimu
Sampai dunia menangispun, sulit sekali mengembalikan
Nama baikmu
Hai, para wanita
Engkau seringkali tak diperhitungkan
Namun kau mampu mempesona siapa saja, hingga banyak
yang melindungimu
Seringkali engkau berusaha diperhatikan
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 129
Page 130
Page 131
#55
ANUGRAH BUDDHI
(Pupuh XI, 1-7)
Perjalanan berkelana, mencari lawan debat guru Gatholoco
sudah usai. Berakhir di padepokan indragiri, yang dihuni oleh
para wanita. Tak ada satupun wanita yang diboyong, apalagi
diperistri. Pada akhirnya ia kembali ke pesantren Cepekan,
tempatnya mengajar. Para santri suka cita menyambutnya.
Bahkan mereka meminta untuk mendapatkan wejanganwejangan baru lainnya. Kisah dengan para wanita memang
tidak banyak dibahas, jika dibandingkan perdebatan dengan
para santri dan kyai sebelumnya. Padahal mengenal wanita
sebagai simbolisasi mengenal jagad semesta, mengenal
lingkungan sekitar, mengenal manusia lain sangat penting.
Pengembaraan yang diniatkan untuk mencari lawan debat
semata, untuk merengkuh kepuasan menundukkan dan
mempermalukan lawan, rupanya menghinggap juga pada guru
Gatholoco (#NgajiGatholoco53 &45).
Pupuh akhir (XI) ini seolah menunjukkan adanya kesadaran
akan munculnya kesombongan dalam diri. Maka kembali ke
padepokan adalah sebuah isarat, untuk kembali lagi mengkaji
diri sendiri. Bahwa, mencapai kesadaran tertinggi, kesadaran
hanya kepada Hyang Widhi semata tidaklah mudah. Bukan
sebuah usaha dari manusia semata, tetapi itu semua adalah
anugrah, ya anugrah dari Hyang Widhi sendiri. Dalam
kesempatan di hadapan para santri, guru Gatholoco
menyampaikan wejangan mengenai Anugrah Buddhi. Buddhi
adalah kesadaran puncak, Buddhi adalah hanya Nyebud
Hyang Widhi semata dalam kesadarannya. Dengan demikian
maka anugrah buddhi itu dibagi tiga. Nugrahaning Buddhi
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 132
Page 133
Page 134
#56
ANUGRAH RUH DAN SEKARAT
(Pupuh XI, bait 7-11)
Wejangan guru Gatholoco selanjutnya adalah menyangkut ruh,
ruhani manusia. Jika pada #42 anda dikenalkan berbagai
tingkatan/rupa ruh yang ada dalam diri manusia, yang
berjumlah tiga, yakni ruh idhafi, ruh jasmani dan ruh Zat Yang
Tanpa Arah, Tanpa Tempat dan Tanpa Jumleger. Anugrah
akan mengenali ruh-ruh tersebut, bukanlah semata-mata upaya
manusia, namun sekali lagi, bahwa itu semua adalah anugrah
dari Hyang Widhi semata. Oleh karena itu, guru Gatholoco
mengingatkan adanya tiga anugrah ruhani, yaitu:
Kanugrahaning Roh kuwi, Sauranaiku Telu, ana dene ingkang
dhingin, Urip Tan Kalawan Nyawa, ingkang kaping kalih kuwi, Ora
Angen-Angen liyan, Allah Kewala kaping tri, Tan ana woworanipun,
ingkang Wahdatilwujudi. (Terjemah: anugrah ruh itu, jawablah
ada tiga maca, yang pertama adalah Hidup tanpa nyawa,
kedua adalah yang diingat hanya Allah, tidak yang lain, dan
yang ketuga adalah tak bisa dibedakan, yakni wahdatul
wujud).
Dalam diri manusia ada ruh jasmani, maka anugrah yang
pertama adalah mampu mengenal hidup yang tanpa nyawa. Ini
berarti ruha jasmani sudah mulai tidak berperan, ia sudah
mengenal ruh idhafi, Hidup yang tanpa nyawa. Urusan
jasmani sudah tidak begitu menjadi rasa yang utama. Ketika
jasmani memanggil untuk diperhatikan, maka sudah tidak
berpengaruh besar, maka kemudian meningkat pada anugrah
selanjutnya. Anugrah berikutnya adanya kemampuan hanya
menginga Allah semata. Rahsa yang muncul adalah mengingat
Hyang Widhi. Selanjutnya adalah anugrah wahdatul wujud,
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 135
Page 136
#57
ANUGRAH IMAN, TAUHID DAN MAKRIFAT
(Pupuh XI, bait 10-12)
Pupuh XI, sebagai bagian akhir dari serat Gatholoco
mengingatkan bahwa semua capaian keruhanian manusia itu
adalah anugrah semata dari Hyang Widhi. Bagaimana tidak?
Guru Gatholoco saja, yang demikiaan luas wawasannya, dalam
ilmunya, mampu menundukkan lawan-lawan dalam
perdebatan, toh masih dihinggapi rasa sombong. Demikianlah,
pada akhirnya keimanan seseorang adalah sebuah anugrah.
Guru Gatholoco mengingatkan anugrah iman itu ada tiga,
seperti dalam bait berikut: Nugrahaning Iman pira, saurana
TriPrakawis, Sokur ingkang kaping pisan, Tawakal ingkang ping
kalih, Sabar ingkang kaping telu. (Terjemah: anugrah iman itu
ada tiga, yaitu pertama diberi rasa bersyukur, kedua tawakal
dan ketiga sabar).
Anda bisa jadi berusaha keras untuk bersyukur, namun berapa
kali anda gagal? Lebih banyak gagalnya, dibandingkan
berhasilnya. Nah, anugrah iman itu bisa berwujud stabilnya
rasa bersyukur yang dimiliki. Demikian pula, mantapnya
dalam menyerahkan diri kepada Allah (tawakal), serta kuatnya
bersabar dalam berbagai keadaan. Anda bisa tawakal untuk
urusan tertentu, katakanlah urusan belajar, tetapi apakah sama
mantapnya tawakkal anda dalam urusan kebutuhan rumah
tangga? Anda bisa bersabar menghadapi murid anda, apakah
sekuat itu kesabaran anda menghadapi ulah istri/suami anda?
Ketauhidan pun demikian. Ia bukan datang begitu saja, namun
juga bukan bersandar sepenuhnya pada usaha. Anugrah
Tauhid itu ada dua, seperti dalam bait: pira Nugrahaning Tokid,
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 137
Page 138
#58
ANUGRAH KAROMAH
(Pupuh XI, bait 12-15)
Seringkali orang memahami keramat/karomah itu hanya
dengan hal-hal di luar nalar atau logika. Padahal, keramat itu
adalah kemuliaan. Derajat ini menunjukkan bahwa seseorang
mempunyai derajat kedekatan dengan Hyang Widhi demikian
dekat. Hingga, para pemilik derajat ini tentu mendapat
kemuliaan, karena kedekatan tersebut. Guru Gatholoco
mengingatkan bahwa keramat/karomah itu adalah anugrah,
dan ini berarti tidak semata-mata disandarkan pada upaya atau
apa yang dimiliki oleh manusia. Tetapi adanya peran Tuhan
menjadi faktor penentu signfikan.
Martabate Kramat kuwi, Mangretine ana Telu, Karem Apngal Para
Mukmin, Para Wali Karem Sipat, Karem Dzat Para Nabi.
Tingkatan anugrah karomah itu ada tiga, yakni yang melekat
pada diri orang mukmin, disebut afal (perbuatan), kedua
disebut sifat yang melekat pada para wali, dan dzat yang
melekat pada diri para nabi.
Hyang Widhi melimpahkan anugrah kemuliaan pada orang
mukmin itu bisa terjadi. Apa yang diperbuat oleh orang
mukmin
yang
demikian
baik,
kemudian
Tuhan
menganugrahkan kemuliaan karena perbuatan tersebut. Bisa
jadi karena sedekah, membaca al quran, menuntut ilmu dan
sebagainya. Manusia seperti ini kemudian dikenal baiknya,
mulianya karena adanya amal perbuatan yang dilakukan.
Anugrah karomah macam ini masih menyimpan adanya obah
osik atau perubahan. Kadang berbuat baik, di waktu lain tidak
Page 139
Page 140
Page 141
#59
DI MANAKAH ALLAH?
(Pupuh XI, bait 16-30)
Ada berapa tingkatan nyawa itu? Guru Gatholoco mengajarkan
untuk menjawab hanya satu, yakni ruh idhafi, ya hidup itu
sendiri. Tak ada lainnya, tak bercabang tiga atau lainnya. Ya itu
Hidup ini, hidupmu, hidupku. Lantas jika ada yang bertanya,
di mana Allah? Jawablah, siapa yang bertanya seperti itu?
Janganlah anda bingung, kemudian bertanya soal itu.
Bukankah, hidupmu, keberadaanmu adalah (bukti) wujud
Allah? Jika bukan, lantas siapakah diri anda? Apa yang anda
ucapkan, dan yang mengucapkan adalah Allah sendiri. Tetapi,
berhati-hatilah akan hal ini, jika tanpa didasari oleh
pemahaman dengan kesadaran yang total.
Resapilah dengan sungguh-sungguh bagaikan terserapnya air
dalam tanah. Menusuk ke dalam relung pemahaman yang
mendalam. Resapilah tiada henti, bagaikan siang dan malam,
tanpa putus. Pandanglah dunia, bagaikan rintik hujan yang
sambung menyambung. Segala perwujudan dunia ini dengan
segala isinya, tiada lain adalah bukti Adanya Tuhan.
Perhatikanlah semua isi dunia ini. Meski beraneka rupa,
tetaplah sama, semuanya adalah wujud AdaNYA. Jadikanlah
kesadaran totalmu itu bagaikan samudra, yang luas, dalam,
meski banyak riak-riak gelombang, namun tetap tenang tak
tergoyahkan.
Yang melihat, hakikatnya adalah Tuhan, dan yang dilihat
hakikatnya juga Tuhan, tiada dua adanya, tiada lagi ikrar yang
bercabang, inilah kesempurnaan menyembah, kesempurnaan
shalat, tahu arah menyembah, tahu arah berbakti yang
#NgajiGatholoco: Masturbasi Religius
Page 142
Page 143
Page 144