Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sangat erat hubungannya dengan suatu penyakit, baik penyakit
yang ringan sampai yang berat sekalipun. Penyakit yang awalnya ringan apabila
tidak segera diatasi maka bisa saja menjadi penyakit yang berat, sehingga
diperlukan diagnosis sejak dini dan diperlukan obat yang tepat untuk penyakit
yang diderita. Di Indonesia sendiri sejak ribuan tahun lalu sudah mengenal
pengobatan tradisional, pemanfaatan
obat
tradisional
untuk pemeliharaan
kesehatan dan gangguan penyakit hingga saat ini masih sangat dibutuhkan
dan dikembangkan, terutama dengan mahalnya biaya pengobatan dan harga
obat-obatan (Efremila dkk, 2015). Obat tradisional di Indonesia memiliki peran
yang sangat penting terutama bagi masyarakat di daerah pedesaan yang fasilitas
kesehatannya masih sangat terbatas (Hidayat dan Hardiansyah, 2012).
Pemanfaatan obat tradisional oleh masyarakat digunakan sebagai pengobatan
alternatif untuk diri sendiri, dimana obat tradisional merupakan warisan turuntemurun dari nenek moyang baik dalam ramuan maupun dalam penggunaannya
sebagai obat tradisional berdasarkan pengalaman yang diturunkan dari generasi ke
generasi baik secara lisan maupun tulisan (Soedarsono Riswan, 2008).
Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada
penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki
efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Oktora, 2006).
Kemajuan pengetahuan dan teknologi modern yang semakin pesat dan canggih di
zaman sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser atau mengesampingkan
begitu saja peran obat tradisional (Herni dan Nawawi, 2015).
Obat tradisional Indonesia masih sangat banyak yang belum diteliti,
khususnya yang sebagian besar berasal dari bahan tumbuhan (Soedarsono Riswan,
2008). Padahal saat ini minat masyarakat terhadap pengobatan dengan obat alam
semakin meningkat. Pemanfaatan tanaman baik sebagai obat maupun tujuan lain
merupakan salah satu fenomena yang terjadi saat ini. Tanaman obat mengandung banyak
komponen senyawa aktif dan memiliki berbagai efek farmakologis yang perlu dibuktikan
kebenarannya secara ilmiah (Hardani, 2015). Salah satu tumbuhan yang bisa
digunakan sebagai obat adalah tumbuhan tepung otot (Plantago major), dimana
tepung otot merupakan famili plantaginaceae dan genus Plantago yang sangat
beragam terdiri dari sekitar 256 spesies. Plantago major berasal dari Eurasia dan
sekarang ada hampir di seluruh dunia (Zubair, 2010). Plantago major dipilih untuk
diperiksa terhadap potensi anti-inflamasi dengan cara penghambatan COX-1 dan
LOX-12, karena sifatnya diketahui sebagai perbaikan dan mengandung produk
alam seperti fenolat dan senyawa flavonoid yang sangat ampuh sebagai inhibitor
LOX-12. Beberapa jurnal menjelaskan tentang potensi anti-inflamasi dari dua
spesies tersebut dan senyawa aktifnya (Beara, 2010).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Apa sajakah golongan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak tepung otot
(Plantago major)?
2. Mengapa tepung otot (Plantago major) memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi?
3. Bagaimana mekanisme farmakologi ekstrak tepung otot (Plantago major)
sebagai anti-inflamasi didalam tubuh?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini diantaranya :
1. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak
tepung otot (Plantago major)
2. Untuk mengetahui alasan tepung otot (Plantago major) memiliki aktivitas
sebagai anti-inflamasi
3. Untuk mengetahui mekanisme farmakologi ekstrak tepung otot (Plantago
major) sebagai anti-inflamasi didalam tubuh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Inflamasi
Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh
manusia. Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu lama maka
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya kanker. Inflamasi kronik yang
terjadi akan menimbulkan stimulus berulang dan mengakibatkan kerusakan
DNA ireversibel, diikuti dengan mutasi onkogen, gen supresor tumor, gen
pengatur proliferasi dan apoptosis sel (Lisiane B. Meira, 2008). Pada proses
inflamasi akan dilepaskan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin,
bradikinin, prostaglandin dan leukotrin yang dapat menimbulkan reaksi
radang (Hardani, 2015).
Mediator inflamasi kimiawi ada yang dihasilkan atau dilepas oleh sel
dan juga oleh plasma:
1. Mediator kimiawi yang dilepas :
a. Histamin
Telah diketahui secara luas histamin merupakan mediator kimiawi pada
radang akut. Histamin mengakibatkan dilatasi vaskuler dan naiknya
permeabilitas vaskuler. Histamin disimpan dalam sel mast, basofil, eusinofil
dan trombosit. Histamin dilepaskan dari tempat-tempat tersebut (misalnya
degranulasi sel mast) karena dirangsang oleh komplemen C3a dan C5a, sereta
oleh protein lisosomyang dilepas oleh neutrofil.
b. Lisosom
Dilepas dari neutrofil, termasuk protein
kationik,
yang
dapat
komplemen
melalui
jalan
klasik,
sedangkan
alternativ.
Produksi kinin, koagulasi dan system fibrinolitik dapat mengaktifkan
komplemen.
makrofag).
b. Sistem kinin
Kinin merupakan peptide dari 9-11 asam amino. Faktor permeabilitas vaskuler
yang paling penting adalah bradikinin. Sistem kinin diaktifkan oleh factor
koagulasi XII. Bradikinin juga merupakan mediator kimiawi dari rasa sakit
yang merupakan salahsatu tanda kardinal radang akut.
c. Sistem koagulasi
Sistem koagulasi bertanggung jawab terhadap perubahan fibrinogen menjadi
fibrin, suatu komplemen utama dari eksudat radang akut. Faktor XII koagulasi
sekali diaktifkan dengan cara kontak dengan materi ekstraseluler (misalnya
lamina basalis) dan berbagai enzim proteolitik yang berasal dari bakteri dapat
mengaktifkan koagulasi, sistem kinin, dan fibrinolitik.
d. Sistem fibrinolitik
Plasmin bertanggung jawab terhadap lisisnya fibrin menjadi produk fibrin
yang rendah yang mungkin mempunyai efek local pada permeabilitas vaskuler
(Lisiane B. Meira, 2008).
Mediator-mediator inflamasi diatas bertanggung jawab menimbulkan
reaksi radang dengan gejala calor, rubor, dolor dan functiolaesa, dimana :
a. Rubor
Merupakan hal pertama saat mengalami peradangan, karena banyak darah
mengalir ke dalam mikrosomallokal pada tempat peradangan.
b. Kalor
Panas dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada tempat
peradangan daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal
ini tidak terlihat pada tempat peradangan jauh didalam tubuh karena jaringan
sudah mempunyai suhu 370C.
c. Dolor
Rasa sakit dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan
tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia
bioaktif lainnya.
d. Tumor
Pembengkakan karena pengeluaran cairan-cairan ke jaringan interstisial.
e. Fungsio laesa
Perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, tetapi tidak
diketahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang
itu terganggu (Dhyantari, 2015).
dari Eurasia dan sekarang ada hampir di seluruh dunia (Zubair, 2010).
Plantago major memiliki batang tegak berdiameter besar dan pendek serta
bantalan roset dan spiral. Akar banyak dan adventif dengan panjang yang
sama (hingga 1 m) warna agak keputihan, mungkin kontraktil. Panjang daun
(5-) 10-15 (-30) cm, bulat telur atau elips, susunannya tidak teratur ada yang
menyempit menjadi tangkai daun yang panjangnya sama seperti panjang
pisau. Biasanya terdapat urat sebanyak 3-5, tidak berbulu atau berbulu,
biasanya berwarna hijau tapi kadang-kadang bercampur dengan merah muda
atau ungu. Perkembangan bunga mulai dari satu hingga banyak dengan batang
pendek yang tidak melebihi daun. Spike panjangnya (1-10-15 (-30) cm,
perbungaan dikenal sederhana meskipun bercabang. Bracts berwarna
kecoklatan dengan keel hijau. Bunga berdiameter 2-4 mm. Corolla berwarna
putih kekuningan, dengan lobus segitiga. Kepala sari pertama berwarna ungu
kemudian putih kotor. Buah panjangnya 5 mm, ada sekitar tiga sampai dua
puluh delapan, yang terdistribusi sepuluh dan delapan belas biji per kapsul
(Bailey, 2014). Plantago mengandung glikosida aukubin, plantagin dan bijinya
memiliki sejumlah besar faktor glutin, pluntenolat, asam suksinat dan adenin.
Di beberapa negara timur, plantago digunakan sebagai pengobatan tradisional
(Amini et al., 2010). Plantago mayor L. biasanya ditemukan di tanah yang
miskin fosfor dan kalium. Nitrogen dapat memperbanyak daun, pertumbuhan
batang, dan peningkatan total biomassa, tetapi nitrogen memiliki dampak pada
pertumbuhan akar (Haddadian, 2014).
2.3 Kandungan Tumbuhan Tepung Otot (Plantago major)
Kandungan tumbuhan tepung otot sebagai berikut :
a. Flavonoid
10
11
12
untuk
yang
berpindah
masuk
ke
dalam
ekstraksi
prinsip
ekstraksi
tumbuhan
meliputi
fase
13
penyari,
mengembang
tidak
dalam
mengandung
cairan
penyari,
zat
tidak
yang
mudah
mengandung
ini
memiliki
konsistensi
kering
dan
mudah
14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi dan
Biomedik Fakultas Farmasi Universitas Jember di Jember.
3.3 Subjek Penelitian
Ekstrak
tepung
otot
(Plantago
major
L.)
diambil
dari
15
Pemilihan Simplisia
Pembuatan Ekstrak
Pengujian dilakukan pada 30 ekor tikus wistar jantan dibagi menjadi 5 kelompok
dan diukur volume kaki awal masing-masing kelompok
Kelompok 1
Kontrol
positif
Kelompok 2
Kontrol
negatif
suspensi
CMC NA
1%
suspensi
CMC NA
1%
Karagenan
0,2 mL
NaCl 0,9%
Kelompok 3
Diberi 400
mg/kgBB
ekstrak
etanol
tumbuhan
tepung otot
Kelompok 4
Kombinasi
tumbuhan
500
mg/kgBB
dan 200
mg/kgBB
ekstrak
etanol
tumbuhan
tepung otot
Kelompok 5
Natrium
diklofenak
2,25
mg/kgBB
17
Hewan uji diberikan sediaan sesuai dengan kelompok masing-masing secara oral
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Ajeng, dwi dkk. (2008). Cross Sectional, 10(2), 2836.
Amini, M., Kherad, M., Mehrabani, D., Azarpira, N., Panjehshahin, M. R., &
Tanideh, N. (2010). Effect of Plantago major on Burn Wound Healing in Rat.
Journal
of
Applied
Animal
Research,
37(1),
5356.
http://doi.org/10.1080/09712119.2010.9707093
Bailey, B. Y. N. T. J. (2014). British Ecological Society, 21(1), 120127.
Beara, I. N. et al. (2010). Liquid chromatography/tandem mass spectrometry study of
anti-inflammatory activity of Plantain (Plantago L.) species. Journal of
Pharmaceutical
and
Biomedical
Analysis,
52(5),
701706.
http://doi.org/10.1016/j.jpba.2010.02.014
Dhianawaty, D., & Ruslin. (2014). Kandungan Total Polifenol dan Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Metanol Akar Imperata cylindrica (L) Beauv. (Alangalang), 47(1). http://doi.org/http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v47n1.398
20
Dhyantari,
D.
(2015).
TIKUS
WISTAR
JANTAN
YANG
DIINDUKSI
ETNIS
SUKU
DAYAK
DI
DESA KAYU
TANAM
DIGUNAKAN
DALAM
PENGOBATAN
TRADISIONAL
22
23