Está en la página 1de 8

BAB I

Pendahuluan
Kemajuan andrologi juga mempermudah klasifikasi penyebab infertilitas
pria. Penyebab infertilitas pria diklasifikasikan berdasarkan gangguan
produksi sperma, gangguan fungsi sperma, gangguan transportasi
sperma, dan penyebab idiopatik2,6. Gangguan produksi sperma bisa
terjadi pratestis, misalnya hipogonadisme, kelebihan estrogen, kelebihan
androgen, kelebihan glukokortikoid, dan hipotiroidisme. Bisa terjadi pula di
daerah testis, misalnya gangguan maturasi, hipospermatogenesis,
sindroma sel sertoli, sindroma Klinefelter, kriptorkidisme, orkhitis, dan
lain-lain. Kelainan di luar organ testis seperti varikokel dan hidrokel
menyebabkan gangguan produksi sperma2.
Sebab infertilitas pria yang lain adalah gangguan fungsi sperma. Keadaan
ini bisa disebabkan adanya pyospermia, hemospermia, adanya antibodi
anti sperma, nekrozoospermia, dan astenozoospermia2.
Selain hal tersebut, infertilitas pria bisa disebabkan oleh gangguan
transportasi sperma, antara lain kelainan anatomi dari saluran-saluran
yang dilewati sperma. Kelainan anatomi itu bisa berupa agenesis vas
deferens maupun vesika seminars, hipospadia dan epispadia, obstruksi
vas deferens/epididimis yang bisa disebabkan TB epididimis, gonokokal
epididimis, pasca trauma, klamidial epididimis, serta mikoplasma
epididimis. Kelainan anatomi didapat bisa karena tindakan vasektomi

BAB II
ANALISIS SPERMA
Pemeriksaan sperma (lebih tepatnya analisis semen) adalah pemeriksaan
yang dilakukan untuk mengukur jumlah serta kualitas semen dan sperma
seorang pria. Pengertian semen berbeda dengan sperma. Secara
keseluruhan, cairan putih dan kental yang keluar dari alat kelamin pria
saat ejakulasi disebut semen. Sedangkan 'makhluk' kecil yang berenangrenang di dalam semen disebut sperma.
Analisis semen merupakan salah satu pemeriksaan tahap pertama untuk
menentukan kesuburan pria. Pemeriksaan ini dapat membantu
menentukan apakah ada masalah pada sistim produksi sperma atau pada
kualitas sperma, yang menjadi biang ketidaksuburan. Perlu diketahui,
hampir setengah pasangan yang tidak berhasil memperoleh keturunan,
disebabkan karena ketidaksuburan pasangan prianya.

Analisis sperma di perlukan untuk mengetahui subur tidaknya seorang


pria. Hasil pemeriksaan akan mentukan jenis terapi yang di butuhkan.
Untuk kemudahan dan kenyamanan pria yang hendak diperiksa
Berikut ini beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam analisis sperma
untuk mendapatkan sperma yang layak uji:
1. Anda atau suami Anda yang hendak memeriksakan kesuburannya
diharuskan untuk tidak melakukan aktivitas seksual yang berakibat
pada ejakulasi sperma (seperti hubungan seksual dan masturbasi)
sekurang-kurangnya 2 hari sebelum pengambilan sampel atau tidak
lebih dari 7 hari sebelum pengambilan sampel.
2. Pemeriksaan dilaksanakan dua kali dengan selisih waktu 7 hari
sampai dengan 3 bulan antara masing-masing waktu pengambilan
sampel. Apabila terdapat perbedaan hasil yang signifikan antara
kedua buah sampel yang diambil pada waktu yang berbeda
tersebut, dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan ulang.
Sebaiknya, produksi dan pengambilan sampel dilaksanakan pada
ruangan yang menjamin privasi dan terletak dekat dengan
laboratorium. Hal tersebut bertujuan agar sampel dapat sesegera
mungkin diperiksa. Oleh karena itu, banyak laboratorium yang
diperlengkapi dengan ruangan khusus untuk melakukan
pengambilan Sperma. Ruangan tersebut mampu memberikan
privasi bagi pria untuk melakukan masturbasi. Apabila lokasi
pengambilan sampel tidak berdekatan dengan laboratorium, sampel
harus dikirim ke laboratorium tidak lebih dari 1 jam.
3. Sampel harus disimpan dalam wadah yang tidak mengandung
bahan-bahan yang dapat membunuh atau mengurangi kualitas
sperma. Biasanya, wadah tersebut berbentuk gelas ataupun plastik
yang bersih dan bebas dari bahan toksik.
4. Kondom yang biasa digunakan, sebagian besar mongandung zat
yang mampu membunuh atau menurunkan kualilitas spermatozoa
sehingga kondom seperti ini tidak boleh digunakan dalam tahap
pengambilan sampel untuk pemeriksaan sperma. Sperma yang
didapatkan dari coitus interruptus juga tidak layak untuk diperiksa.
Hal tersebut karena adanya kemungkinan yang pertama kali keluar
pada semburan pertama dari ejakulasi tidak berhasil dimasukkan ke
dalam wadah pengumpul sperma untuk pemeriksaan. Sperma dari
semburan pertama pada ejakulasi dianggap penting karena di
situlah terdapat konsentrasi tertinggi spermatozoa dalam sperma.
5. Sampel tidak boleh dibiarkan pada lingkungan dengan temperatur
kurang dari 20C atau lebih dari 40C.

Parameter sperma yang lainnya juga mempunyai nilai informatif untuk


penilaian fungsi kelenjar Seks asesori pria, sehingga perlu dicantumkan
dalam spermiogram. Parameter-parameter tersebut adalah :
1. Volume : Umumnya 2 4 ml.
2. Warna : Lazimnya putih keabuan agak keruh, atau sedikit
kekuningan.
3. Bau : Khas spesifik sperma, atau langu
4. pH : 7.2 7.7
5. Koagulum : Normal terdapat sesaat setelah sperma diejakulasi
dan tidak tampak lagi setelah 20 menit, oleh karena proses
likwefaksi telah selesai. Bila proses likuefaksi belum
selesai/sempurna dalam waktu 20 menit, kita sebut waktu likuefaksi
memanjang.
6. Viskositas : - Normal : waktu tetesan 1 2 detik
7. Aqlutinasi : - Normal : tidak terdapat aqlutinasi sejati.
8. Lekosit : - sebagai batasan, sperma normal tidak mengandung
lekosit lebih dari satu juta/ml. Sperma yang mengandung lebih dari
1 juta lekosit per ml disebut sebagai sperma yang mengalami
pencemaran.

Beberapa hal yang diperiksa antara lain :


Hitung Sperma (Sperma Count)
Semen normal biasanya mengandung 20 juta sperma per mililiternya dan
8 juta diantaranya bergerak aktif. Sperma yang bergerak aktif ini sangat
penting artinya, karena menunjukkan kemampuan sperma untuk bergerak
dari tempat dia disemprotkan menuju tempat pembuahan (tuba fallopi,
bagian dari kandungan wanita).
Hasil pemeriksaan biasanya disajikan dalam istilah sebagai berikut :
Polyzoospermia : Konsentrasi sperma sangat tinggi
Oligozoospermia : Jumlah sperma kurang dari 20 juta/ml
Hypospermia
: Volume semen < 1,5 ml Hyperspermia : Volume
semen > 5,5 ml
Aspermia
: Tidak ada semen
Pyospermia
: Ada sel darah putih pada semen
Hematospermia : Ada sel darah merah pada semen
Asthenozoospermia : Sperma yang mampu bergerak < 40%.
Teratozoospermia : > 40% sperma mempunyai bentuk yang tidak normal
Necozoospermia : sperma yang tidak hidup
Oligoasthenozoospermia : Sperma yang mampu bergerak < 8 juta/ml
Hasil pemeriksaan dikelompokkan ke dalam 4 kelompok, yaitu : bentuk
normal, kepala tidak normal, ekor tidak normal, dan sel sperma yang
belum matang (immature germ cells, IGC).

Gerakan Sperma (Sperm Motility) dikatakan normal jika 40% atau lebih
sperma dapat bergerak normal. tetapi, beberapa pusat laboratorium
mengatakan bahwa nilai normal adalah 60% atau lebih.
Contoh kesimpulan dalam pemeriksaan sperma :
-Jumlah Sperma : Oligozoospermia
- Motilitas
: Nekrozoospermia
- Morfologi
: Teraozoospermia
- Viabilitas
: Buruk
-Viskositas
: Normal

Hasil pemeriksaan sperma yang normal menurut WHO


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan nilai acuan untuk
analisa sperma/air mani yang normal, sebagai berikut :
1. Volume total cairan lebih dari 2 ml
2. Konsentrasi sperma paling sedikit 20 juta sperma/ml
3. Morfologinya paling sedikit 15% berbentuk normal
4. Pergerakan sperma lebih dari 50% bergerak kedepan, atau 25%
bergerak secara acak kurang dari 1 jam setelah ejakulasi
5. Adanya sel darah putih kurang dari 1 juta/ml
6. Analisa lebih lanjut (tes reaksi antiglobulin menunjukkan partikel ikutan
yang ada kurang dari 10 % dari jumlah sperma)
Beberapa cara memperoleh sperma
a. Masturbasi / Onani
Cara ini merupakan methode yang paling dianjurkan untuk memperoleh
sperma, biasanya dengan tangan (baik tangan sendiri maupun tangan
istrinya) atau dengan suatu alat tertentu. Kebaikan cara ini menghindari
kemungkinan tumpah ketika menampung sperma, menghindari dari
pencemaran sperma dengan zat-zat yang lain.
b. Coitus Interuptus ( CI )
Adalah melakukan persetubuhan secara terputus, hal ini kurang baik
dianjurkan sebab :
Memungkinkan sperma dapat tercampur dengan cairan vagina,
sehingga banyak mengandung epitel, leukosit, eritosit, bakteri, parasit,
jamur dll.
Dalam jumlah penampungannya kurang, karena sperma sebagian dapat
mesuk ke vagina. Disamping itu terjadi kesalahan pada pemeriksaan PH
dan konsentrasi.

c. Coitus Condomatosus
Pengeluaran sperma dangan cara ini dilarang dan sangat tidak
diperkenankan. Karena sebagian besar karet kondom mengandung bahan
spermiacidal, yaitu bahan yang dapat mematikan sperma
d. Reflux poscital
Adalah suatu cara Coitus dimana setelah sperma keluar dan masuk
kevagina, sperma tersebut dibilas demga pz atau cairan lainnya. Hal ini
akan timbul kekeliruan dalam volume konsentrasi dan viskositas.
e. Massage prostat
Adalah suatu cara pengeluaran dengan cara memijat kelenjar prostat
lewat rectum, disini jelas akan timbul kekeliruan dalam penafsiran pH,
konsentrasi dan sebagainya yang keluar adalah cairan prostat.
Jadi cara memperoleh sperma yang paling baik adalah dengan onani
meskipun faktor psikis ada pengaruhnya. Hal ini dapat terjadi pada orang
desa, orang tertentu yang tidak bisa melakukan onani atau orang yang
tidak mengerti tentang onani.
Biasanya orang kota lebih gampang dari pada orang desa, orang muda
lebih mudah dari pada orang tua, orang yang tidak di sunat lebih
gampang daripada orang yang di sunat, juga pengaruh religius.
Cara memperoleh sperma sebagai pilihan kedua adalah dengan cara
Coitus Interuptus bila alasan religius cara pertama tidak memungkinkan.
Pada kondisi dimana pria tidak dapat mengeluarkan sperma di
laboratorium, maka boleh yang bersangkutan dapat mengeluarkan di
tempat lain, misalnya di rumah/hotel dekat dengan laboratorium dengan
memperhatikan hal-hal berikut :
1. Masturbasi tidak diperkenankan memakai bahan pelicin seperti
sabun, minyak dan lain-lainnya.
2. Wadah penampung harus terbuat dari gelas yang sudah dicuci
bersih dan dibilas berulang-ulang untuk menghilangkan sisa
sabun/ditergen yang di pakai. Botol sebaiknya bermulut lebar,
mempunyai volume 20-50 ml. Sebaiknya wadah dalam keadaan
steril dan sudah dipersiapkan oleh laboratorium pemeriksa.
3. Tidak diperkenankan menampung sperma kedalam kondom.
4. Gelas penampung ditutup cukup dengan penutup atau dengan
kertas
5. Sperma yang sudah tertampung segera diserahkan kepada petugas
laboratorium dalam waktu setengah sampai satu jam.

Dalam perjalanan menuju laboratorium suhu sperma dipertahankan


sekitar 25-35oC, misalnya dalam kantong pakaian yang dikenakan.
Makroskopik
Pertama kali sampel semen datang di laboratorium dilakukan
pemeriksaan makroskopik. Semen normal tampak berwarna putih kelabu
dan berbau seperti bunga akasia pada pagi hari11. Semen yang berbau
busuk diduga disebabkan oleh suatu infeksi2,11. Dalam keadaan normal,
semen mencair (liquefaction) dalam 60 menit pada suhu kamar. Dalam
beberapa kasus pencairan tidak terjadi secara sempurna dalam 60
menit2,6. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada fungsi kelenjar
prostat11. Untuk itu, semen segera diperiksa setelah pencairan atau
dalam waktu satu jam setelah ejakulasi4.
Setelah diamati penampilannya, dilanjutkan dengan pengukuran volume
semen. Volume semen diukur dengan gelas ukur atau dengan cara
menghisap seluruh semen ke dalam suatu semprit atau pipet ukur. Nilai
normal >/2,0 ml2,6. Jika volume semen terlalu sedikit maka tidaklah
cukup untuk menetralkan keasaman suasana rahim. Dengan demikian,
sperma yang berada di rongga rahim akan segera mati sehingga
kehamilan tidak terjadi11. Volume dianggap abnormal jika semen < 2,0
ml.
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan melihat konsistensinya.
Untuk mengetahui konsistensi semen diukur dengan dua cara. Semen
yang ada pada semprit diteteskan dari ujung jarum. Jika terjadi gangguan
konsistensi maka tetesan membentuk benang yang panjangnya lebih dari
2 cm. Konsistensi juga diukur dengan cara memasukkan tangkai kaca ke
dalam semen, kemudian mengamati benang yang terbentuk pada saat
tangkai kaca tersebut dikeluarkan. Panjang benang > 2 cm dikatakan
abnormal2,4,6. Semen yang terlalu encer maupun terlalu kental kurang
baik bagi sperma. Pada semen yang mempunyai konsitensi tinggi,
kecepatan gerak sperma akan terhambat. Dengan demikian, akan
mengurangi kesuburan pria tersebut. Sebaliknya, semen yang terlalu
encer biasanya mengandung jumlah sperma yang rendah sehingga
kesuburan juga berkurang11.
Pemeriksaan makroskopik yang lain adalah pemeriksaan pH semen
tersebut. Cara mengukur pH semen relatif mudah. Setetes semen
disebarkan secara merata di atas kertas pH. Setelah 40 detik, warna
daerah yang dibasahi akan merata, kemudian dibandingkan dengan
kertas kaliberasi untuk dibaca pH-nya. pH semen normal yang diukur
dalam waktu satu jam setelah ejakulasi berada dalam kisaran 7,2 sampai
7,8. Jika pH lebih besar dari 7,8 maka dicurigai adanya infeksi. Sebaliknya,
jika pH kurang dari 7 pada semen azoospermia, perlu dipikirkan
kemungkipan disgenesis vas deferens, vesika seminal, atau
epididimis2,6,9.

Mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik, semen diperiksa morfologi, motilitas,
jumlah sperma, adanya sel-sel bukan sperma, dan aglutinasi sperma.
Motilitas sperma diperiksa dengan beberapa cara. Dalam beberapa tahun,
telah diperkenalkan beberapa cara pemeriksaan ciri gerak sperma
manusia yang objektif, termasuk pemotretan jangka waktu (time
exposure) dan mikrografi komputer yang menggunakan kamera video
serta cara-cara menggunakan teknologi laser7.
Cara klasifikasi sederhana yang biasa dipakai adalah bahan semen satu
tetes dibubuhkan pada slide dan ditutup dengan gelas penutup.
Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop biasa, pembesaran 400 kali,
kondensor diturunkan, cahaya minimal, atau memakai mikroskop fase
kontras. Pemeriksaan dilakukan pada suhu kamar4.
Lapangan pandang diperiksa secara sistematik dan motililas sperma yang
dijumpai dicatat. Kategori yang dipakai untuk mengklasifikasi motilitas
sperma disebut (a), (b), (c), (d), dan didefinisikan sebagai berikut1,3,22:
Kategori (a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka. Kategori (b)
jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus.
Kategori (c) jika tidak bergerak maju. Kategori (d) jika sperma tidak
bergerak. Biasanya empat sampai enam lapangan pandang yang
diperiksa untuk memperoleh seratus sperma secara berurutan yang
kemudian diklasifikasi sehingga menghasilkan persentase setiap kategori
motilitas. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang dengan tetesan
sperma kedua yang diperlakukan dengan tatacara sama.
Pemeriksaan mikroskopik berikutnya adalah memeriksa jumlah sperma.
Pemeriksaan dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara kasar dan
penghitungan dalam kamar hitung. Penentuan secara kasar dilakukan
dengan menghitung jumlah spermatozoa rata-rata pada beberapa
lapangan pandang pembesaran objektif 40 kali, kemudian mengalikan
angka tersebut dengan 106. Jika ada 40 sperma/lapangan maka jumlah
sperma secara kasar kira-kira 40 juta/ml2,4,6.
Setelah menghitung jumlah sperma secara kasar, dilanjutkan
pemeriksaan selular yang bukan sperma. Elemen bukan sperma juga
dilihat antara lain sel epitel gepeng dari saluran uretra, sel spermatogenik,
dan lekosit. Jumlah sel tersebut ditaksir dalam setiap lapangan pandangan
pada sediaan basah seperti penghitungan jumlah sperma4.
Jika jumlah sel tersebut melebihi 1 juta/ml atau satu setiap lapangan
pandangan dengan pembesaran objektif 40 kali, dilakukan pemulasan
khusus untuk membedakan antara lekosit yang peroksidase positif
dengan sel lain. Jika lekosit lebih dari 1 juta/ml mungkin perlu
pemeriksaan untuk menentukan apakah orang tersebut menderita infeksi.
Walaupun tidak ada sel lekosit, tidak mengesampingkan kemungkinan
infeksi.

Pada pemeriksaan mikroskopik berikut diperiksa adanya aglutinasi.


Aglutinasi sperma berarti bahwa sperma motil saling melekat kepala
dengan kepala, bagian tengah dengan bagian ekor, atau campuran bagian
tengah dengan bagian ekor. Melekatnya sperma yang tidak motil atau
motil pada benang mukus atau pada sel bukan sperma tidak boleh dicatat
sebagai aglutinasi. Adanya aglutinasi merupakan petunjuk, tetapi bukan
pasti akan adanya faktor imunologi sebagai penyebab infertilitas.
Aglutinasi tidak tergantung banyaknya. Beberapa kelompok kecil sperma
yang beraglutinasi sudah dianggap positif. Adanya aglutinasi pada analisis
sperma perlu dikonfirmasi dengan uji imunologi MAR4.

BAB III
3.1 KESIMPULAN
Jumlah sperma memang merupakan salah satu faktor penting untuk
mendukung keberhasilan pembuahan. Untuk mengetahui apakah sperma
yang dimiliki memenuhi syarat, memang diperlukan analisis sperma dan
cairan mani (semen) di laboratorium.
Testosteron memang berpengaruh pada rendahnya nada suara pria.
Namun, testosteron dalam kadar yang tinggi justru bisa menekan produksi
sperma," kata Leigh Simmon, PhD, pakar biologi evolusi dari University of
Western Australia.
3.2 SARAN
Dari hasil diatas untuk mendapatkan sampel yang baik dan layak uji
maka pemeriksa harus mengikuti prosedur dari agar hasil yang didapat
bisa sesuai dan tepat sehingga dapat memberikan terapi yang tepat

También podría gustarte