Está en la página 1de 5

The History of Java Thomas Stamford Raffles

Tak diragukan lagi, --dalam literasi dunia Barat-- buku The History of
Java telah menjadi salah satu sumber sejarah paling penting untuk mengetahui
kehidupan masyarakat Jawa di masa lalu. Buku ini ditulis oleh Sir Thomas
Stamford Raffles, seorang administratur kelahiran Inggris, yang sangat terobsesi
untuk merekam eksotisme dunia Jawa yang penuh dengan keragaman serta
keunikan geografis dan budaya.

The History of Java diterbitkan pertama kali pada tahun 1817 dalam dua
volume. Volume Pertama berisi tentang inti buku itu sendiri secara lengkap,
sedangkan Volume Dua berisi informasi tambahan dan lampiran. Isinya antara lain
mencakup keadaan geografis, informasi mengenai penduduk asli Jawa, keadaan
pertanian, kepercayaan dan upacara keagamaan, bahasa, serta beberapa hal-hal
menarik lainnya. Kerja keras dan ketekunan Raffles telah menghasilkan sebuah
masterpiece yang sangat berharga bagi masyarakat Indonesia.
Orang Inggris dan Singapura menyebutnya dengan panggilan terhormat,
Sir. Padahal, sosok yang paling banyak meninggalkan nama ilmiah pada kekayaan
flora dan fauna di Hindia Belanda ini tidak lahir dari lingkungan istana. Dia bukan
bangsawan atau kaum feodal yang berhak menyandang gelar Tuan. Thomas
Raffles lahir nun jauh di lepas pantai Jamaika, dekat Port Morant, di atas geladak
Kapal Ann, pada 6 Juli 1781.
Thomas Raffles baru mencantumkan nama Stamford di tengah namanya
di kemudian hari, yakni ketika sosok berkarakter penuh warna ini berkembang
menjadi pribadi yang sangat dihormati di kawasan Laut Cina Selatan. Sejarah
hidupnya dimulai, ketika anak seorang pelaut ini dikirim ke Pulau Penang,
Malaysia (1804).

Karier awal Raffles (1781-1826) sebagai juru tulis sebuah perusahaan


Hindia-Timur (1795) memberikan latar belakang ketekunannya sebagai penulis.
Di samping itu, menurut sebuah biografi, Raffles dikenal sebagai seorang yang
tekun, rajin belajar, ulet, dan berkemauan keras. Tanpa itu semua mustahil
mahakarya The History of Java akan selesai dikerjakannya. -Raffles
mempunyai semua syarat sebagai penghasil sebuah mahakarya.
Raffles berada di Jawa pada 1811-1816, pertama kali sebagai Lieutenant
Governor of Java yang bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal Inggris di
India yaitu Lord Minto (Sir Gilbert Elliot Murray-Kynynmond). Tahun 1814 Lord
Minto meninggal dunia dan Raffles menjadi Gubernur Jenderal di Jawa sampai
1816. Saat Jawa kembali ke tangan Belanda, Raffles tengah menggagas dan
mengerjakan proyek arkeologi dan botani di Jawa. Kemudian sampai tahun 1823
Raffles menjadi Gubernur di Bengkulu. Beberapa wilayah di Sumatra (Belitung,
Bangka dan Bengkulu) memang berdasarkan suatu perjanjian tak diserahkan ke
tangan Belanda.
Hati Raffles sebenarnya telah tertambat dengan Jawa dan ia benci Belanda
kembali berkuasa di Jawa. Tahun 1819 Raffles menggagas pusat perdagangan di
Pulau Singapura dalam kerja sama dengan Tumenggung Sri Maharaja penguasa
Singapura. Inggris diizinkan mendirikan koloni di Singapura dengan syarat
Inggris melindungi para pedagang Singapura dari Belanda dan Bugis. Raffles
bersumpah Singapura akan dijadikan koloni baru yang meskipun kecil, namun
akan jauh lebih maju dari Tanah Jawa yang dikuasai Belanda. Sumpah Raffles
terwujud. Singapura menjadi pusat perdagangan paling penting di wilayah Hindia
Timur, sampai kini.
Karena situasi politik, tahun 1823 Raffles meninggalkan Indonesia
(Bengkulu) dan tiga tahun kemudian meninggal dunia sehari sebelum ulang
tahunnya yang ke-45. Meskipun ia meninggal dalam usia yang masih tergolong
muda, telah banyak jejak yang ditinggalkan Raffles terutama dalam karya-karya

ilmu pengetahuan alam dan sejarah Jawa dan Sumatra. Adalah Raffles yang
menggagas pendirian Kebun Raya Bogor dan membantu botanist Prof.
Reindwardt (Belanda) dengan ahli2 dari Inggris untuk menyelesaikannya dan
meresmikannya pada tahun 1817. Kebun Raya dan kebun binatang di Singapura
yang terkenal itu juga didirikan oleh Raffles. Adalah atas prakarsa Raffles juga
warisan budaya Jawa digali dan ditemukan : Candi Borobudur (1814), Candi
Panataran (1815), Candi Prambanan (1815). Begitu besar perhatiannya pada sastra
dan budaya setempat membuat Raffles mendirikan Museum Etnografi Batavia.
Raffles pun sebagai administrator pemerintahan di Jawa dan Bengkulu banyak
meninggalkan sistem-sistem pemerintahan seperti pembagian karesidenan, sistem
pajak, dsb.
Thomas Stamford Raffles secara khusus membahas karakter orang Jawa
dalam satu bab penuh buku The History of Java. Dia menggambarkan orang Jawa
yang sangat dipujinyasebagai orang pribumi yang tenang, sedikit
berpetualang, cenderung tidak melakukan usaha ke luar daerahnya, dan tidak
mudah terpancing untuk melakukan kekerasan atau pertumpahan darah. Raffles
juga berupaya membedakan persepsi Inggris dan Belanda terhadap masyarakat
Jawa, dengan mengutip seorang Belanda yang bermukim di Jawa. Ia mengatakan
bahwa sifat utama orang Jawa adalah pendendam, bengis, tidak taat pada atasan,
meremehkan dan despotik terhadap orang di bawahnya, ...cenderung merampok
dan membunuh ketimbang bekerja, serta licik dalam melakukan perbuatan tak
terpuji. Penggambaran yang buruk terhadap karakter orang Jawa ini menurut
Raffles, menyiratkan bahwa Belanda telah menganggap hal-hal seram terhadap
orang Jawa, sedangkan Inggris melihat sebaliknya.
Raffles memiliki asumsi sendiri untuk menggambarkan orang Jawa
sebagai orang yang tidak akan menimbulkan kesulitan besar bagi penguasa
kolonial yang baru, Inggris. Dengan pencitraan seperti ini, Raffles tampak lebih
simpatik bagi orang Jawa ketimbang Belanda yang telah menimbulkan begitu
banyak penderitaan dan perusakan pada masyarakat Jawa. Lebih lanjut Raffles
menyatakan bahwa orang Jawa tidak memiliki sifat amuk (chaos). Adapun
kekerasan yang terjadi adalah akibat dari kehidupan di bawah pemerintahan, di
mana keadilan jarang ditegakkan dengan sebenarnya dan tanpa pandang bulu.
Dalam masterpiece-nya, Thomas Stamford Raffles mengakui bahwa
amuk memang terjadi di Jawa, tetapi hal itu hanya dilakukan secara terbatas
dan sporadis oleh kelas budak. Dia menulis, This phrenzy, as a crime against
society, seems, if not to have originated under the Dutch, certainly at least to have
been increased during their administration by the great severity of their
punishments. For the slightest fault, a slave was punished with a severity which
he dreaded as much as death. He often prefered to rush on death and vengeance.
(The History of Java, vol. I; London: Oxford University Press, 1965; p.250)

Buku The History of Java diterbitkan pertama kali pada 1817 dalam dua
jilid besar (jilid I: 479 halaman, dan jilid II: 291 halaman), yang dilengkapi
dengan ilustrasi gambar berwarna yang cukup mewah dan menarik pada masanya.
Pada 1965, buku karya Thomas Stamford Raffles ini telah dicetak ulang oleh
Oxford University Press, London (Inggris).
Buku ini merupakan referensi utama tentang Tanah Jawa yang eksotik dan bersifat
komprehensif. John Bastin dan Bea Brommer dalam Nineteenth Century Prints
and Illustrated Books of Indonesia (Antwerp: Het Spectrum Utrecht, 1979; p.6-7),
memuji The History of Java sebagai sebuah mahakarya. Penggambaran kostum
dan topografi Jawa di dalamnya menjadikan buku ini benar-benar penting
Kombinasi antara teks yang secara ilmiah begitu orisinal dengan sejumlah
ilustrasi yang indah, karya seniman aquatint berbakat menghasilkan buku
tentang Indonesia yang berkualitas tinggi; sebuah mahakarya. Karya yang
sangat berharga karena dihasilkan oleh pengamatan langsung penulisnya
terhadap tradisi dan lingkungan Jawa ketika memerintah sebagai Gubernur
Jenderal selama pendudukan Inggris di Hindia Belanda (1811-1815). (Kaffe von
Hnersdorff, 1213).
Secara garis besar, Raffles membagi bukunya ke dalam 11 Bab, sebagai berikut :
Bab 1 : Kondisi Geografis Pulau Jawa (termasuk di dalamnya keterangan geologi)
Bab 2 : Asal Mula Penduduk Asli-Jawa
Bab 3 : Pertanian di Jawa
Bab 4 : Manufaktur (Industri) di Jawa
Bab 5 : Perdagangan di Jawa
Bab 6 : Karakter Penduduk di Jawa
Bab 7 : Adat Istiadat Penduduk di Jawa
Bab 8 : Bahasa dan Sastra
Bab 9 : Agama
Bab 10 : Sejarah dari Awal-Munculnya Islam

Bab 11 : Sejarah dari Munculnya Islam-Kedatangan Inggris


Lampiran-lampirannya ada 12 (Lampiran A-M), sebagai berikut :
Lampiran A : Kemunduran Batavia
Lampiran B : Perdagangan dengan Jepang
Lampiran C : Terjemahan versi moderen Suria Alem (sebuah karya sastra)
Lampiran D : Hukum pada Pengadilan Propinsi di Jawa
Lampiran E : Perbandingan kosakata bahasa-bahasa suku di Jawa dan sekitarnya
Lampiran F : Cerita Pulau Sulawesi dan perbandingan kosakata bahasa-bahasa
suku
Lampiran G : Angka-angka Candra Sengkala
Lampiran H : Terjemahan Manik Maya
Lampiran I : Terjemahan huruf prasasti Jawa dan Kawi Kuno
Lampiran J : Pulau Bali
Lampiran K : Instruksi Pajak
Lampiran M : Memorandum tentang berat, ukuran, dll.
Dapat dilihat bahwa cakupan pembahasan Raffles komprehensif.
Keterangan-keterangan dalam teks-nya dilengkapi dengan catatan-catatan kaki
yang detail. Referensi berhubungan pada zamannya digunakannnya untuk
memperkaya keterangan.
Raffles juga membahas tentang rembesan-rembesan gas dan minyak (jauh
lebih awal daripada pemetaan sistematik pertama rembesan minyak dan gas oleh
Belanda pada tahun 1850), tentang mineral dan bahan tambang.
Saat Raffles memerintah di Jawa terjadilah letusan gunungapi dengan
energi terbesar di dunia dalam masa sejarah manusia : Tambora 1815 di
Sumbawa. Dan, Raffles sangat detail menggambarkan peristiwa letusannya
sampai efek-efek kerusakannya. Orang harus mengacu kepada buku Raffles untuk
mengetahui saat-saat letusan Tambora 1815.
Sampai sekarang, meski ditulis 195 tahun yang lalu, selalu ada hal-hal
yang berharga yang bisa dipelajari daripadanya untuk kepentingan masa kini.
Saat meninggalkan Jawa dan Sumatra, Raffles menangis meratapi alam
dan penduduk yang dicintainya, yang dihentikannya dari perbudakan, yang
digambarkannya sebagai orang pribumi yang tenang, sedikit berpetualang, tidak
mudah terpancing melakukan kekerasan atau pertumpahan darah.
I believe there is no one possessed of more information respecting Java than
myself. (Thomas Stamford Raffles, 1817).

También podría gustarte