Está en la página 1de 10

Adhitya Pratama

04011381419149
GAMMA 2014
Turorial Skenario C blok 19
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI N.VII
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m.
levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian
posterior dan stapedius di telinga tengah
b. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa
faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula
submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap
di dua pertiga bagian depan lidah.
d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan
rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus.

Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi


seluruh otot mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus
intermedius Wrisberg yang mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian
anterior lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius
eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus
lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani
dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus fasialis ke nukleus
traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi kelenjar
lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual
serta kelenjar submaksilar melalui korda timpani.
Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus
abdusens, dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan
melewati bagian ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di
bagian lateral traktus kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan
(jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena
bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke
meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok
tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam.
Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum

karena sangat dekat dengan genu.

Nervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion


genikulatum untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina,
yaitu nervus petrosus superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal
memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani.
Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui foramen stylomastoideus
kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang yang
melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus
venter posterior.
N.Facialis berjalan kedepan di dalam substansi glandula parotidea.
Pembagian 5 cabang terminal N. facialis :
Ramus temporalis muncul dari pinggir atas glandula mempersarafi
m. auricularis anterior dan superior, venter frontalis m.
occipitofrontalis, m. orbicularis oculi, dan m. corrugator supercilii
Ramus zygomaticus muncul dari pinggir anterior glandula dan
mempersarafi m. orbicularis oculi
Ramus buccalis muncul dari pinggir anterior glandula dibawah
ductus parotideus dan mempersarafi M. buccinator dan otot-otot
bibir atas serta nares
Ramus mandibularis muncul dari pinggir anterior glandula dan

mempersarafi otot-otot bibir bawah


Ramus cervicalis muncul dari pinggir bawah glandula dan berjalan
kedepan di leher di bawah mandibula untuk mempersarafi m.
platysma. Saraf ini dapat menyilang pinggir bawah mandibula
untuk mempersarafi m. depressor anguli oris
N. facialis merupakan saraf untuk arcus pharyngeus kedua dan
mempersarafi semua otot-otot ekspresi wajah. Saraf ini tidak mempersarafi
kulit , tetapi cabang-cabangnya berhubungan dengan cabang-cabang n.
trigeminus. Diyakini bahwa serabut-serabut propioseptif otot-otot wajah
meninggalkan n.facialis melalui cabang-cabang communicans ini dan
berjalan ke susunan saraf pusat melalui n. trigeminus.
Perjalanan N.VII
Nervus facialis muncul sebagai dua radix dari permukaan anterior otak
belakang di antara pons dan medulla oblongata. Radix berjalan ke lateral di
dalam fossa cranii posterior bersama n. verstibulocochlearis dan masuk ke
meatus acusticus internus pada pars petrosa ossis temporalis. Pada dasar
meatus, saraf ini masuk ke dalam canalis facialis yang berjalan ke lateral
melintasi telinga dalam. Kemudian n. facialis menempel pada telinga tengah
dan aditus ad antrum tympanicum kemudian keluar dari canalis melalui
foramen stylomastoideum. Saraf ini kemudian berjalan ke depan melalui
glandula parotis ke daerah distribusinya.
N. facialis mempersarafi otot-otot wajah, pipi, dan kulit kepala;
m.stylohyoideus; venter posterior m. digastricus dan m. stapedius telinga
tengah. Radix sensorik membawa serabut-serabut pengecap dari 2/3 anterior
lidah, dasar mulut, dan palatum. Serabut-serabut sekremotorik parasimpatis
mempersarafi glandula submandibularis dan sublingualis, glandula
lacrimalis, dan kelenjar-kelenjar hidung serta palatum
Jadi n. facialis mengatur ekspresi wajah, salivasi, dan lakrimasi serta
merupakan jalur pengecap dari bagian anterior lidah, dasar mulut, dan
palatum.
Pemeriksaan N.VII
Untuk memeriksa n. facialis, pasien diminta memperlihatkan giginya
dengan bibir terbuka dan gigi terkatup (menyeringai). Kemudian menutup
mata. Rasa pengecap pada 2/3 anterior lidah masing-masing sisi diperiksa
dengan gula, garam, cuka dan kina untuk rasa manis, asin, asam, dan pahit.
Perlu diingat bahwa bagian nucleus n. facialis yang mengendalikan otototot wajah bagian atas menerima serabut-serabut corticobulbaris dari kedua
belahan cortex cerebri. Karena itu, pada pasien dengan lesi UMN, hanya
otot-otot wajah bagian bawah yang lumpuh. Namun, pada pasien dengan lesi

LMN, seluruh otot-otot wajah sisi lesi akan lumpuh. Kelopak mata bawah
akan turun dan sudut mulut akan turun. Air mata akan mengalir keluar dari
palpebra inferior, dan saliva akan menetes dari sudut mulut. Pasien tidak
akan mampu menutup mata dan memperlihatkan giginya dengan baik pada
sisi lesi

IBELLS PALSY
Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan
dampak yang kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat
disebabkan oleh bawaan lahir (kongenital), neoplasma, trauma, infeksi,
paparan toksik ataupun penyebab iatrogenik. Yang paling sering
menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah adalah Bells palsy. Bells
palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell. Bells
palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut
dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer.
Bells palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau
paralisis fasial perifer yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa
penyebab yang jelas.
Epidemiologi
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis
fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun
1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika
Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang,
63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus
per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi,
dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19
tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang
sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi
pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu
pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada
wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.
Etiologi
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat
penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini
sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin
(misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang
terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi,
sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy, karena telah
diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi.

Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction)


pada cairan endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani
pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini
diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati
sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan
menyebabkan kerusakan local pada myelin
Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi
akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen
stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral.
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya
proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan
diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada
saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang
temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong
yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan
bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau
iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang
dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan
supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di
daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di
lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di
korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi
dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab
terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di
dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
Pada lesi LMN biasa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os
petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabangcabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti
nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis
fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis
atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN
akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak
bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa
penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes
(HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis.
Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel
satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis
bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari
otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra
tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola
mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa
dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air
mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala
pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus
fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung
lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.
Gejala klinis
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat
didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat
bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh
muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala
kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.

a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.


Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.
Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan
sekresi air liur masih baik.
a

Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam


kanalis fasialis).
Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3
depan lidah dan gangguan salivasi.

b. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.


Gejala: seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu
hiperakusis.
c. Lesi setinggi ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar
hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).
d. Lesi di porus akustikus internus.
Gangguan: seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi
foramen stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun
penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes
Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.

Diagnosis
Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan

adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak
dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan
augesia juga dapat ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN.
Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN
a. Anamnesis
Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa
bahwa mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua
keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.
Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio
mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis,
tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.
Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata
mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam
mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir
hingga saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata
tidak dipercepat.
Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan
rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi
akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat.
Mata kering.
Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada telinga
akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris.
a

Pemeriksaan fisik
Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua cabang
nervus facialis tidak mengalami gangguan.

Definisi klasik Bell palsy menjelaskan tentang keterlibatan mononeuron


dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain juga dapat terlibat.
Nervus facialis merupakan satu-satunya nervus cranialis yang
menunjukkan gambaran gangguan pada pemeriksaan fisik karena
perjalanan anatomisnya dari otak ke wajah bagian lateral.
Kelamahan dan/atau paralisis akibat gangguan pada nervus facialis
tampak sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada
sisi yang diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas wajah pada
sisi yang diserang.
Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas; di
atas nucleus facialis di pons), dimana sepertiga atas wajah mengalami
kelemahan dan dua per tiga bagian bawahnya mengalami paralisis.

Musculus orbicularis, frontalis dan corrugator diinervasi secara


bilateral, sehingga dapat dimengerti mengenai pola paralisis wajah.
Lakukan pemeriksaan nervus cranialis lain: hasil pemeriksaan biasanya
normal.
Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang
tampak meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang
mengalami komplikasi
Penatalaksanaan

Agen antiviral
Acyclovir (Zovirax) menunjukkan aktivitas hambatan langsung
melawan HSV-1 dan HSV-2, dan sel yang terinfeksi secara selektif. 4000
mg/24 jam peroral selama 7-10 hari

Corticosteroid
Prednison dengan dosis 40-60 mg/ hari per oral atau 1 mg/ kgBB/
hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian,
dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit,
gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien

Terapi mata
Mata sering tidak terlindungi pada pasien-psien dengan Bells palsy.
Sehingga pada mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan terpapar
benda asing. Atasi dengan pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan
pelindung mata.

Air mata pengganti: digunakan selama pasien terbangun untuk


mengganti air mata yang kurang atau tidak ada.
Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat
terbangun jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah
satu kerugiannya adalah pandangan kabur selama pasien terbangun.
Kaca mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan
mengurangi kekeringan dengan menurunkan jumlah udara yang
mengalami kontak langsung dengan kornea
Prognosis
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.
Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:
a.

Usia di atas 60 tahun.

b.

Paralisis komplit.

c.

Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh.

d.

Nyeri pada bagian belakang telinga.

e.

Berkurangnya air mata.

Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita


sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan

DAFTAR PUSTAKA
1. Bells Palsy. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Accessed August 29,
2016
2. Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi
Klinis Dasar, 5th ed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-163
3. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
Penerbit: EGC. Jakarta 2006
4. Ropper AH, Brown RH. Bells Palsy Disease Of The Cranial Nerve.
Adams and Victors Principles of Neurology, 8th ed. New York : McGraw
Hill, 2005. 1181-1184

También podría gustarte