Está en la página 1de 13

PERLUNYA SINERGI ANTARA PENYELENGGARA NEGARA (PEMERINTAH,DPR DAN

LEMBAGA HUKUM)DIDALAM KONTEK PEMBERANTASAN KORUPSI

Oleh:
Kelompok 7
Muhammad Akmal
Irmawati (10) A31115760

PROGRAM S1-STAR BPKP JURUSAN AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

A.latar belakang
Pemerintah adalah lembaga eksekutif yang tugasnya menjalankan roda pemerintahan. Pada titik ini,
pemerintah memang akan bersinggungan dengan lembaga penegak hukum, termasuk KPK dalam kaitan
dengan pemberantasan korupsi. Sementara itu, KPK adalah lembaga penegakhukum yang berdiri
sepenuhnya sebagai sebuah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan lembaga manapun,
termasuk pemerintah. Sebagai lembaga penegak hukum, lembaga eksekutif menjadi wilayah operasional
KPK, baik dalam rangka menegakkan hukum jika ada aparat pemerintah yang diduga melakukan tidak
pidana korupsi atau dalam rangka membangun mekanisme pencegahan korupsi di lembaga pemerintah.
Sinergi tentu sesuatu yang baik dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Itu sebabnya, melalui
media ini kita telah berulang kali mengimbau pemerintah untuk membenahi sinergitas antara seluruh
lembaga penyelenggara negara, mulai dari internal tingkat pusat hingga ke daerah dan antara pusat
dengan daerah. Tapi, perlu diingat bahwa sinergitas dimaksud adalah pada tataran lembaga pemerintah
sebagai matarantai eksekutif.
Adapun sinergi antara pemerintah dengan KPK mesti dilihat sebagai persoalan yang berbeda, mengi ngat
KPK adalah sebuah lembaga penegak hukum yang harus mampu menjaga dan dijaga netralitasnya dalam
penegakan hukum antikorupsi. Pada tataran inilah kita perlu hati-hati mencermati pemikiran seputar
pembangunan sinergi antara keduanya. Namun, kalaupun terminologi sinergi itu harus digunakan di sini
dalam pengertian khusus, maka yang dimaksud tentu adalah penyamaan persepsi antara kedua lembaga
terkait upaya pemberantasan korupsi. Bila demikian, barangkali yang diperlukan ialah koordinasi, sebuah
wujud keterlibatan dalam langkah konkret penanggulangan dan pemberantasan korupsi.
Koordinasi penting dalam upaya mencegah tindak pidana korupsi di lembaga-lembaga pemerintah sebagai
wilayah dimana praktik korupsi paling banyak ditemukan. Lebih khusus, koordinasi dimaksud dalam tataran
pencegahan, bukan penindakan. Upaya pencegahan korupsi bisa dilakukan lembaga dan kalangan mana
saja dengan caranya masing-masing. Namun, penindakan hanya dapat dilakukan lembaga penegak
hukum, termasuk KPK. Kalaupun sinergi dimaksud terkait dengan personalia KPK, terutama sirkulasi
pimpinan, hal itu terbatas pada soal administrasi di KPK, sekali-sekali bukan soal penegakan hukum.
Pemerintah diharamkan mencampuri urusan penegakan hukum oleh KPK. Diharamkan pula bagi
keduanya untuk menegosiasikan kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah. Ini yang
dikhawatirkan dari apa yang disebut sinergi itu
Concern Jokowi-JK pada pemberantasan korupsi tidak diragukan lagi. Bahkan mesti dikatakan bahwa
perspektif antikorupsi pasangan ini cukup baik dengan memberikan perhatian yang besar pada aspek
pencegahan. Cara berpikir ini sudah benar. Perang terhadap korupsi tidak bisa hanya mengandalkan
mesin penindakan tanpa memperkuat dan mengefektifkan mesin pencegahan. Masih banyaknya pejabat
pemerintah yang terjerat kasus korupsi disebabkan terutama oleh lemahnya mekanisme pencegahan.
Dalam soal inilah KPK dan pemerintah perlu membangun koordinasi yang baik. KPK berwenang meminta
pemerintah untuk memperkuat mekanisme pencegahan korupsi di dalam tubuhnya. Tetapi, pemerintah
tidak dapat mendikte KPK dalam tugas pemberantasan korupsi. Di sinilah perlunya garis batas antara
lembaga pemerintah dengan penegak hukum. Mencampuradukkan antara keduanya akan mendelegitimasi
upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.

B.RUMUSAN PEMBELAJARAN
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan materi pembelajaran sebagai
berikut:
1. Apa pengertian penyelenggara negara ?
2. Bagaimana membangun sinergi dengan para penyelenggara negara,dpr dan
3.
4.
5.
6.

lembaga hukum
Apa yang dimaksud dengan fraud
Bagaimana mengatasi dan mencegah fraud ?
Langkah-langkah dalam memeriksa kecurangan
Bagan alur audit investigatif

PEMBAHASAN

Penyelengara negara Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif,
legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. dalam
hal ini adalah pemerintah lembaga eksekutif yang tugasnya menjalankan roda pemerintahan. Pada titik ini,
pemerintah memang akan bersinggungan dengan lembaga penegak hukum,legislatif dalam hal ini
dpr,lembaga hukum dan juga termasuk KPK dalam kaitan dengan pemberantasan korupsi.atau
Penyelenggara negara dalam hal ini adalah :
1. Eksekutif; yaitu pemerintah, yang dikepalai oleh seorang kepala negara/ pemerintah, bisa
seorang presiden atau perdana menteri. Diikuti oleh jajarannya sampai kebawah, misalnya
gubernur untuk tingkat provinsi, bupati/ walikota untuk kabupaten/ kota madya, camat untuk
kecamatan dan yang terakhir lurah/ kepala desa untuk tingkat kelurahan/ desa. Kalau menteri
itu disebut pembantu presiden yang termasuk juga penyelenggara negara.
2. Legislatif; Yaitu wakil rakyat yang dipilih langsung oleh kita-kita (DPR/ DPD) yang bertugas
membuat undang-undang dsb untuk dilaksanakan oleh pemerintah, mengawasi jalannya
pemerintahan dan sebagainya.
3. yudikatif; yaitu penyelenggara yang tugasnya fokus kepada masalah hukum didalamnya
termasuk Kejaksaan, kehakiman dan kepolisian masing2 dikepali ole Jaksa Agung, Mahkama
Agung dan Kapolri.

Pengertian Penyelenggara Negara dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU
28/1999), yang menyatakan sebagai berikut:
Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif
dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian, di dalam Pasal 2 UU 28/1999 dijelaskan siapa saja yang termasuk penyelenggara negara, yaitu
1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3. Menteri
4. Gubernur;
5. Hakim;
6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian, pengertian pegawai negeri dan pejabat negara diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU 43/1999):
Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau

diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal
1 angka 1)
Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang
(Pasal 1 angka 4).
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
b. Bagaimana membangun sinergi dengan para penyelenggara negara,dpr dan lembaga hukum
Sinergi tentu sesuatu yang baik dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Itu sebabnya, melalui
media ini kita telah berulang kali mengimbau pemerintah untuk membenahi sinergitas antara seluruh
lembaga penyelenggara negara, mulai dari internal tingkat pusat hingga ke daerah dan antara pusat
dengan daerah. Tapi, perlu diingat bahwa sinergitas dimaksud adalah pada tataran lembaga pemerintah
sebagai matarantai eksekutif.
Adapun sinergi antara pemerintah dengan KPK mesti dilihat sebagai persoalan yang berbeda, mengingat
KPK adalah sebuah lembaga penegak hukum yang harus mampu menjaga dan dijaga netralitasnya
dalam penegakan hukum antikorupsi. Pada tataran inilah kita perlu hati-hati mencermati pemikiran
seputar pembangunan sinergi antara keduanya. Namun, kalaupun terminologi sinergi itu harus digunakan
di sini dalam pengertian khusus, maka yang dimaksud tentu adalah penyamaan persepsi antara kedua
lembaga terkait upaya pemberantasan korupsi. Bila demikian, barangkali yang diperlukan ialah koordinasi,
sebuah wujud keterlibatan dalam langkah konkret penanggulangan dan pemberantasan korupsi.
Koordinasi penting dalam upaya mencegah tindak pidana korupsi di lembaga-lembaga pemerintah
sebagai wilayah dimana praktik korupsi paling banyak ditemukan. Lebih khusus, koordinasi dimaksud
dalam tataran pencegahan, bukan penindakan. Upaya pencegahan korupsi bisa dilakukan lembaga dan
kalangan mana saja dengan caranya masing-masing. Namun, penindakan hanya dapat dilakukan
lembaga penegak hukum, termasuk KPK. Kalaupun sinergi dimaksud terkait dengan personalia KPK,
terutama sirkulasi pimpinan, hal itu terbatas pada soal administrasi di KPK, sekali-sekali bukan soal
penegakan hukum. Pemerintah diharamkan mencampuri urusan penegakan hukum oleh KPK.
Diharamkan pula bagi keduanya untuk menegosiasikan kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat

pemerintah.

Ini

yang

dikhawatirkan

dari

apa

yang

disebut

sinergi

itu.

Concern Jokowi-JK pada pemberantasan korupsi tidak diragukan lagi. Bahkan mesti dikatakan bahwa
perspektif antikorupsi pasangan ini cukup baik dengan memberikan perhatian yang besar pada aspek
pencegahan. Cara berpikir ini sudah benar. Perang terhadap korupsi tidak bisa hanya mengandalkan
mesin penindakan tanpa memperkuat dan mengefektifkan mesin pencegahan. Masih banyaknya pejabat
pemerintah yang terjerat kasus korupsi disebabkan terutama oleh lemahnya mekanisme pencegahan.
Dalam soal inilah KPK dan pemerintah perlu membangun koordinasi yang baik. KPK berwenang meminta
pemerintah untuk memperkuat mekanisme pencegahan korupsi di dalam tubuhnya. Tetapi, pemerintah
tidak dapat mendikte KPK dalam tugas pemberantasan korupsi. Di sinilah perlunya garis batas antara
lembaga pemerintah dengan penegak hukum. Mencampuradukkan antara keduanya akan
mendelegitimasi upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
C.APA YANG DIMAKSUD DENGAN FRAUD
Fraud adalah bentuk kecurangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun lembaga/organisasi.
Kecurangan yang bersifat lembaga lebih kompleks dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan oleh
pribadi. Kecurangan/fraud mengakibatkan kerugian yang besar. Dalam pemerintahan, kerugian yang
diterima bukan hanya kehilangan atau kebocoran uang negara, namun juga berakibat pada menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta menurunnya tingkat investasi. Cara mengatasi fraud
terbagi atas 3 tindakan yaitu tindakan preventif, tindakan deteksi dan tindakan investigasi. Tindakan
preventif merupakan tanggung jawab bersama antara manajemen puncak dengan stafnya, untuk
menciptakan dan mengembangkan budaya kerja yang beretika dan lingkungan kerja yang baik. Tindakan
deteksi adalah cara mengidentifikasi kecurangan yang terjadi. Metode yang digunakan dalam deteksi atas
fraud dibagi atas metode konvensional dan metode sistem informasi. Metode konvensional adalah dengan
cara menemukan indikasi setelah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terlebih dahulu. Salah satu
cara menemukan indikasi kecurangan, terutama yang dilakukan secara lembaga, adalah dengan
menggunakan sistem Akuntansi forensik, yaitu dengan cara memeriksa transaksi yang mencurigakan pada
laporan keuangan, baik nominal yang besar maupun yang kecil. Sementara metode sistem informasi
adalah dengan cara melakukan perbandingan profil kecurangan yang dapat terjadi, meliputi motivasi,
kesempatan, objek fraud, metode fraud, indikasi fraud dan konsekuensi yang diterima organisasi. Tindakan
investigasi adalah proses penyelidikan sehingga didapatkan pembuktian yang cukup. Tindakan-tindakan
pengawasan tersebut adalah cara untuk mengatasi kecurangan sehingga kehilangan keuangan negara

dapat terus ditekan dan pada akhirnya tercapai tujuan untuk menghilangkan kebocoran dan kerugian
negara.
Analisa dan Cara Mengatasi Fraud
Analisa dan Cara Mengatasi Fraud
Definisi dan Jenis-jenis Fraud
Definisi Pengawasan Intern yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60
tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai
dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan kepemerintahan yang baik. Pada PP Pasal 2 ayat 1 tercantum bahwa pengendalian
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dilakukan untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang
efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal
pemerintah memiliki tujuan untuk mencapai pengelolaan keuangan baik di pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Kegagalan pemerintah dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan dapat diakibatkan oleh
beberapa hal antara lain penyimpangan kebijakan dan penyimpangan yang diakibatkan oleh kecurangan
(fraud). Penyimpangan kebijakan dilakukan oleh manajemen puncak terutama untuk mencapai tujuan
tertentu, dengan cara membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan
penyimpangan kecurangan (fraud) dapat dilakukan baik oleh manajemen puncak maupun pegawai lainnya
dengan untuk mendapatkan keuntungan, dengan cara melakukan tindakan-tindakan kriminal seperti
korupsi, kolusi, penipuan, dan lain sebagainya.
Bagaimana cara mengatasi fraud adalah tugas bersama dari suatu organisasi pemerintahan dan sistem
pengawasan internalnya. Pengenalan akan kecurangan dan dampaknya menjadi hal yang penting untuk
diketahui seluruh staf pegawai hingga manajemen puncak.
Sebagai perbandingan, pada suatu perusahaan di bidang manufaktur, perusahaan tersebut mengalami
kerugian akibat kecurangan pegawai mencapai Rp. 100 juta/tahun. Jika keuntungan rata-rata perusahaan
tersebut adalah 10% dari penjualan maka perusahaan tersebut harus kehilangan keuntungan dari
penjualan sebesar Rp. 1.000 juta/tahun. Bayangkan penjualan perusahaan tersebut menjadi tidak berguna
akibat adanya kerugian,akibat adanya kecurangan.
Demikian juga dengan kerugian atau kebocoran keuangan negara yang terjadi akibat adanya fraud. Hal ini
dapat berakibat pada alokasi dana yang hilang yang telah dikumpulkan dari berbagai pendapatan negara
terutama pajak yang telah didapatkan dari masyarakat. Dengan rata-rata setiap penduduk membayar pajak
sekitar 15%-20% dari penghasilannya maka dapat dibayangkan kerugian negara berdampak pula pada
pendapatan penduduk yang harus ditingkatkan pemerintah. Padahal untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dibutuhkan sarana dan prasarana yang disiapkan oleh pemerintah yang didanai dari pajak di
atas. Dan yang lebih utama adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan menjadi

berkurang, termasuk pula investasi dari luar negeri berkurang, sehingga kondisi makro keuangan
pemerintah menjadi terganggu pula.
Kesadaran untuk melakukan tindakan anti fraud dapat diawali dengan memberikan pengertian yang lebih
tentang kerugian dan dampak fraud. Setelah itu, seiring dengan kesadaran yang meningkat, maka
diupayakan untuk menghilangkan penyebab fraud. Kemudian melakukan tindakan hukuman dan
penghargaan untuk lebih mempercepat peningkatan kesadaran dan budaya kerja tanpa fraud
Penyebab terjadinya fraud adalah motivasi, sarana dan kesempatan sebagai berikut:
- Motivasi : adalah mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan atau suaru organisasi. Alasan pribadi
seperti masalah keuangan dapat menjadi motivasi untuk melakukan kecurangan. Untuk suatu organisasi,
fraud pun dapat dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atau untuk mendapatkan apresiasi yang positif
walaupun pekerjaan yang dilakukan tidak baik, misalnya kolusi antara kontraktor/konsultan dengan panitia
pengadaan barang/jasa,
- Sarana : mencakup seluruh media yang dapat digunakan untuk melakukan kecurangan, misalnya
dokumen kontrak/lelang yang diatur, transaksi keuangan dilakukan secara tunai dan tidak menggunakan
pencatatan yang baik,dan lain sebagainya.
- Kesempatan : karena kurangnya pengawasan internal dan pemahaman tentang aturan dapat menjadi
ruang
terjadinya
kecurangan.
Menurut Robert Cockerall (auditor Ernst & Young) dalam makalahnya "Forensic Accounting fundamental :
Introduction to the investigations" dinyatakan bahwa lingkungan profil fraud mencakup beberapa hal yaitu
motivasi, kesempatan, tujuan/objek fraud, indikator, metode dan konsekuensi fraud. Motivasi dan
kesempatan memiliki pengertian yang sama dengan definisi sebelumnya. Tujuan/objek fraud adalah
sarana yang digunakan untuk mencapai motivasi kecurangan di atas. Indikator fraud mengandung
pengertian adanya gejala-gejala yang merujuk kepada pembuktian kecurangan. Metode fraud adalah caracara yang dilakukan untuk melakukan kecurangan. Sedangkan konsekuensi fraud adalah dampak
kecurangan yang terjadi pada organisasi tersebut. Pada organisasi pemerintahan khususnya pada lingkup
kegiatan pekerjaan umum maka dapat diberikan contoh sebagai berikut :
Seorang pengawas proyek memiliki motivasi kecurangan adalah karena kesulitan keuangan keluarga.
Pegawai tersebut menggunakan kesempatan sebagai seorang pengawas proyek sesuai kewenangannya.
Objek yang sesuai dengan kewenangannya sebagai pengawas adalah laporan pengawasan pekerjaan.
Caranya adalah dengan melakukan manipulasi data yaitu menyetujui progress pekerjaan walaupun tidak
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan disertai permintaan dana kepada pihak kontraktor. Indikasi
yang didapatkan adalah perbedaan spesifikasi pekerjaan. Konsekuensi dari perbuatan pegawai tersebut
kepada organisasi proyek adalah ketidaksesuaian mutu pekerjaan.
Berikut ini adalah jenis fraud berdasarkan subjek atau pelaku, sebagai berikut
-employee fraud (kecurangan pegawai) : kecurangan yang dilakukan oleh pegawai dalam suatu
Organisasi kerja,

-management fraud (kecurangan manajemen) : kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan
menggunakan laporan keuangan/transaksi keuangan sebagai sarana fraud, biasanya dilakukan untuk
mencurangi pemegang kepentingan (stakeholders) yang terkait organisasinya.

-customer fraud : kecurangan yang dilakukan oleh konsumen/pelanggan, misalnya kecurangan oleh pihak
kontraktor/konsultan terhadap satuan kerja proyek.
-e-commerce fraud (kecurangan melalui internet) : kecurangan yang dilakukan akibat adanya transaksi
melalui internet (misalnya pengadaan lelang melalui internet).
Cara Mengatasi Fraud
Fraud harus dapat dikontrol dan dijaga, sehingga tidak semakin berkembang dan merugikan organisasi
pemerintahan tersebut. Cara mengontrol dan menjaga agar tidak terjadi fraud adalah sebagai berikut:
-mengendalikan suasana kerja yang baik di lingkungan kerja, antara lain dengan menanamkan etika kerja
dan peningkatan kesejahteraan pekerja/pegawai.
-menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud dengan cara sistem pengawasan internal yang
ketat,dalam Mengendalikan suasana kerja yang baik adalah merupakan tanggung jawab pimpinan disertai
kerja sama dengan anggota organisasi tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan salah satu unsur
yang harus diciptakan dan dipelihara agar timbul perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem
pengendalian intern dalam lingkungan kerja, melalui beberapa cara yaitu penegakan integritas dan etika,
komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang
sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan
penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat
pengawasan intern pemerintah yang efektif dan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemeritah
terkait. Hal tersebut tercantum dalam PP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah.
Pengawasan internal yang ketat diharapkan mampu mengidentifikasikan dan meredam gejala fraud.
Bentuk pengawasan internal yang ketat adalah dengan audit kinerja, audit investigatif dan audit laporan
keuangan sesuai Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (PERMEN PAN No.
PER/05/M.PAN/03/2008) dan standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN)
Audit kinerja merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi terhadap pengelolaan
keuangan negara, dalam hal ini adalah penyusunan/pelaksanaan anggaran; penerimaan, penyaluran dan
penggunaan dana; serta pengelolaan aset dan kewajiban, dan pelaksanaan tugas dan fungsi auditi yang
terdiri atas aspek ekonomis,efisiensi dan efektivitas.
Audit dengan tujuan tertentu adalah audit untuk pemeriksaan khusus meliputi audit investigatif, audit mutu
pengawasan internal, dan hal lain di luar bidang pengelolaan keuangan negara. Dalam menangani
permasalahan fraud maka audit investigatif digunakan untuk membuktikan kebenaran indikasi terjadinya
perbuatan kecurangan yang meruigkan negara dan atau potensi negara. Dalam pelaksanaan pemeriksaan
khusus investigatif maka terungkaplah seluruh fakta dan proses terhadap indikasi fraud yang bertetnangan
dengan peraturan. Namun pengungkapan bukti menjadi kendala terutama jika perbuatan kecurangan
dilakukan secara melembaga, sehingga dibutuhkan cara pengungkapan fakta disertai bukti yang cukup.
Berbagai cara investigasi dilakukan antara lain dengan wawancara langsung dengan auditi, pemeriksaan
dokumen, masukan/input dari whistle blower (saksi pemberi informasi), dan teknik interogasi yang tepat.
Investigasi terhadap fraud dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut menemukan indikasi awal bahwa
telah terjadi fraud, biasanya identifikasi terhadap indikasi ini dilakukan oleh auditor yang telah
berpengalaman, dengan melihat gejala dan bukti-bukti awal. Kemudian dilakukan investigasi untuk

membuktikan prediksi dan hipotesis tersebut. Pedoman pelaksanaan pemeriksaan khusus, meliputi pula di
dalamnya mengenai audit investigasi, di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum sendiri sudah
ditetapkan melalui PERMEN PU NO 8 tahun 2008.
Sedangkan audit atas laporan keuangan adalah audit yang bertujuan memberikan opini atas kewajaran
penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum Pemberian opini
didasarkan atas hasil pengelolaan aset negara serta penggunaan keuangan negara yang baik dan sesuai
kenyataan. Audit atas laporan keuangan dapat menjadi input bagi proses audit investigatif, terutama dalam
hal mengidentifikasikan indikasi terjadinya fraud yang dilakukan oleh manajemen puncak dan atau
dilakukan secara melembaga
Cara menemukan indikasi fraud dengan menggunakan audit laporan keuangan disebut dengan sistem
akuntansi forensik (forensic accounting). Sistem ini dapat mengungkap fakta terjadinya kecurangan dengan
mengungkap transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan pada laporan keuangan dan
mengembangkan hasil temuan tersebut menjadi sebuah alat bukti
Perkembangan terhadap sistem akuntansi forensik ini diharapkan mampu mengatasi kerugian dan
kebocoran keuangan negara. Sistem ini awalnya berkembang semenjak kasus perusahaan-perusahaan
swasta raksasa dunia yang ternyata melakukan kecurangan laporan keuangan. Kasus perusahaan
WorldCom dan Enron Corp., merupakan kasus kebangkrutan terbesar yang terkait dengan kecurangan
manajemen puncak dengan menggunakan laporan keuangan sebagai media/sarana fraud. WorldCom
mengalami kerugian akibat fraud sebesar USD 102 Milyar dan Enron Corp mengalami kerugian sebesar
USD 63 Milyar. Setelah kasus tersebut, sisrtem akuntansi forensik pun dikembangkan, tidak hanya oleh
perusahaan swasta. Sistem ini pun dapat dikembangkan untuk mendeteksi adanya kecurangan dan
penyalahgunaan keuangan negara.
Kata forensik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cabang ilmu kedokteran yg berhubungan
dng penerapan fakta-fakta medis pd masalah-masalah hukum, atau ilmu bedah yg berkaitan dengan
penentuan identitas mayat seseorang yg ada kaitannya dng kehakiman dan peradilan. Istilah forensik
sendiri pada Bahasa Indonesia cenderung masih jarang digunakan dan hanya digunakan untuk ilmu medis
dan pembuktian hukum. Sementara menurut Bologna and Linquist definisi akuntansi forensik adalah sbb :
"Forensic and investigative accounting is the application of financial skills and an investigative mentality to
unresolved issues, conducted within the context of the rules of evidence. As a discipline, it encompasses
financial expertise, fraud knowledge, and a sound knowledge and understanding of business reality and the
working of the legal system. Its development has been primarily achieved through on-the-job training as
well as experience wit investigating officers and legal counsel.
atau
jika
diterjemahkan
dalam
bahasa
Indonesia
adalah
sebagai
berikut
:
"Akuntansi forensik dan investigasi adalah aplikasi keahlian keuangan dan mentalitas penyelidikan untuk
menyelesaikan isu yang sesuai dengan konteks peraturan pembuktian. Sebagai suatu disiplin ilmu, hal
tersebut membutuhkan keahlian keuangan, pengetahuan akan fraud, dan pengetahuan serta pengertian
tentang bisnis (sistem) riil dan hukum. Hal tersebut dapat berkembang melalui kerja praktek dan
pengalaman dengan masalah investigasi dan hukum.
Hal yang membedakan antara pemeriksaan laporan keuangan biasa dengan sistem akuntansi forensik ini
adalah pada besarnya material yang mempengaruhinya. Umumnya untuk audit laporan keuangan biasa,
material yang berpengaruh adalah jenis pendapatan dan pengeluaran yang bernominnal besar, sedangkan

yang kecil kadang diabaikan dalam penentuan indikasi kecurangan. Pada akuntansi forensik, indikasi
kecurangan tidak berdasarkan pada nominal transaksi yang besar, namun melihat pada jenis pendapatan
dan pengeluaran yang mencurigakan. Pemeriksaan akuntansi forensik tidak dapat dipisahkan dari proses
investigasi. Karena untuk mengungkap hal yang kecil namun mencurigakan menjadi suatu alat bukti
dibutuhkan usaha yang tidak mudah, sehingga proses audit laporan keuangan akan disertai pula oleh
proses penyelidikan terhadap hal tersebut.
Selain menggunakan sistem audit yang ada, penggunaan sistem informasi juga dapat dilakukan untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya fraud. Penggunaan sistem informasi ini membutuhkan pengetahuan
statistik dan pengelolaan data sehingga kecenderungan terjadinya fraud dapat diatasi. Sistem informasi ini
merupakan jembatan penghubung antara pengalaman dan pengetahuan terhadap audit dan fraud.
Kurangnya pengalaman auditor dapat diatasi dengan sistem informasi atau data base yang baik, selain
peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan.
Dengan adanya data historis yang cukup mengenai fraud maka diharapkan dapat diketahui motivasi,
kesempatan, objek, indikasi, metode dan konsekuensi kecurangan, atau dengan kata lain didapatkan profil
fraud/kecurangan yang terjadi kemungkinan dapat terjadi kembali.
Contohnya dari data yang telah dikumpulkan maka didapatkan profil kecurangan sebagai berikut motivasi
kecurangan pegawai adalah memperkaya diri, kesempatan kecurangan adalah melalui proses lelang,
objek kecurangan yaitu paket pengadaan barang/jasa, metode kecurangan adalah dengan pemecahan
paket pengadaan agar proses pengadaan dilakukan dengan penunjukan langsung atau pelelangan
terbatas. Indikasi kecurangan adalah adanya perubahan nilai dan kegiatan proyek. Sementara
konsekuensi yang diterima organisasi adalah ketidakpercayaan pihak penyedia jasa lain kepada panitia
pengadaan barang/jasa.
Dengan penggunaan data base maka proses deteksi pada kecurangan menjadi lebih cepat. Proses deteksi
kecurangan yang biasanya diawali dengan audit kinerja secara umum kemudian baru ditemukan adanya
indikasi kecurangan, berkembang lagi menjadi investigasi dan terakhir menemukan bukti, kini prosesnya
dapat lebih cepat, yaitu menemukan kemungkinan kecurangan yang dapat terjadi berdasarkan data base,
untuk kemudian di-evaluasi apakah kemungkinan tersebut terjadi atau tidak pada kegiatan yang di-audit.
Penggunaan sistem informasi hanya merupakan cara deteksi awal, untuk kemudian proses investigasi
dilakukan sesuai teknik audit investigasi.
Kesimpulan
Fraud adalah bentuk kecurangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun lembaga/organisasi.
Kecurangan yang bersifat lembaga lebih kompleks dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan oleh
pribadi. Kecurangan/fraud mengakibatkan kerugian yang besar. Dalam pemerintahan, kerugian yang
diterima bukan hanya kehilangan atau kebocoran uang negara, namun juga berakibat pada menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta menurunnya tingkat investasi. Cara mengatasi fraud
terbagi atas 3 tindakan yaitu tindakan preventif, tindakan deteksi dan tindakan investigasi. Tindakan
preventif merupakan tanggung jawab bersama antara manajemen puncak dengan stafnya, untuk
menciptakan dan mengembangkan budaya kerja yang beretika dan lingkungan kerja yang baik. Tindakan
deteksi adalah cara mengidentifikasi kecurangan yang terjadi. Metode yang digunakan dalam deteksi atas
fraud dibagi atas metode konvensional dan metode sistem informasi. Metode konvensional adalah dengan

cara menemukan indikasi setelah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terlebih dahulu. Salah satu
cara menemukan indikasi kecurangan, terutama yang dilakukan secara lembaga, adalah dengan
menggunakan sistem Akuntansi forensik, yaitu dengan cara memeriksa transaksi yang mencurigakan pada
laporan keuangan, baik nominal yang besar maupun yang kecil. Sementara metode sistem informasi
adalah dengan cara melakukan perbandingan profil kecurangan yang dapat terjadi, meliputi motivasi,
kesempatan, objek fraud, metode fraud, indikasi fraud dan konsekuensi yang diterima organisasi. Tindakan
investigasi adalah proses penyelidikan sehingga didapatkan pembuktian yang cukup. Tindakan-tindakan
pengawasan tersebut adalah cara untuk mengatasi kecurangan sehingga kehilangan keuangan negara
dapat terus ditekan dan pada akhirnya tercapai tujuan untuk menghilangkan kebocoran dan kerugian
negara.

Referensi :
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Peraturan Pemerintah RI No. 60 tahun 2008, 2008
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, Permen PAN No. PER/05/M.PAN/03/2008, 2008
Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus di Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, Permen PU
No.08/PRT/M/2008, 2008
Forensic Accounting: Public Acceptance towards Occurrence of Fraud Detection, Adrian Nicholas Koh,
Lawrence Arokiasamy, Cristal Lee Ah Suat, KBU International College, Malaysia, 2009
Forensic accounting fundamentals: introduction to investigations, Robert Cockerall, Ernst & Young, 2007
New Frontiers: Training Forensic Accountants Within The Accounting Program, Vinita Ramaswamy,
University of St. Thomas, Houston, 2007
Strategic Fraud Detection: A Technology-Based Model, Conan C. Albrecht, W. Steve Albrecht

También podría gustarte