Está en la página 1de 7

AGAR RIZKI MENDAPAT KEBERKAHAN

Oleh
Ustadz Muhammad Arifin Badri

MAKNA KEBERKAHAN
Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan
dan berdoa untuk mendapatkan keberkahan, baik dalam umur,
keluarga, usaha, maupun dalam harta benda dan lain-lain.
Akan tetapi, pernahkah kita bertanya, apakah sebenarnya yang
dimaksud dengan keberkahan itu? Dan bagaimana untuk
memperolehnya?
Apakah keberkahan itu hanya terwujud jamuan makanan yang
kita bawa pulang saat kenduri? Atau apakah keberkahan itu
hanya milik para kiyai, tukang ramal, atau para juru kunci
kuburan, sehingga bila salah seorang memiliki suatu hajatan,
ia datang kepada mereka untuk ngalap berkah, agar citacitanya tercapai?
Bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa
Arab maupun melalui dalil-dalil dalam Al-Quran dan Sunnah,
kita akan mendapatkan bahwa kata al-barakah memiliki
kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung.
Secara ilmu bahasa, al-barakah, berarti berkembang,
bertambah dan kebahagian [1]. Imam An-Nawawi rahimahullah
berkata : Asal makna keberkahan, ialah kebaikan yang banyak
dan abadi [2]
DAHULU, SABA MERUPAKAN NEGERI PENUH BERKAH
Allah Subhanahu wa Taala berfirman tentang negeri mereka.
(Negerimu adalah) negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah
Rabb Yang Maha Pengampun [Saba : 15]

Ayat diatas berbicara tentang negeri Saba sebelum mengalami


kehancuran lantaran kekufuran mereka kepada Allah
Subhanahu wa Taala. Dalam Al-Quran, Allah Subhanahu wa
Taala telah menjelaskan kisah bangsa Saba, suatu negeri yang
tatkala penduduknya beriman dan beramal shalih, maka
mereka dilingkupi dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama
ahli tafsir mengisahkan, kaum wanita Saba tidak perlu
bersusah-payah memanen buah-buahan di kebun mereka.
Untuk mengambil hasil buahnya, cukup menaruh keranjang di
atas kepala, lalu melintas di kebun, maka buah-buahan yang
telah masak akan berjatuhan memenuhi keranjangnya, tanpa
harus memetik atau mendatangkan pekerja untuk
memanennya.
Sebagian ulama lain juga menyebutkan, dahulu di negeri Saba
tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya. Kondisi
demikian itu lantaran udaranya yang bagus, cuacanya bersih,
dan berkat rahmat Allah Subhanahu wa Taala yang senantiasa
meliputi mereka. [3]
Kisah keberkahan yang menakjubkan pada zaman keemasan
umat Islam juga pernah diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah :Sungguh, biji-bijian dahulu, baik gandum
maupun yang lainnya lebih besar dibanding dengan yang ada
sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (bijibijian kala itu, pent) lebih banyak. Imam Ahmad rahimahullah
telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah
ditemukan di gudang sebagian kekhilafahan Bani Umawi
sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan
bertuliskan pada kantung luarnya :Ini adalah gandum hasil
panen pada masa keadilan ditegakkan [4]
Bila demikian, tentu masing-masing kita mendambakan untuk
mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan, penghasilan dan
harta. Sehingga kita bertanya-tanya, bagaimanakah cara agar
usaha, penghasilan dan harta saya diberkahi Allah?
DUA SYARAT MERAIH KEBERKAHAN

Untuk memperoleh keberkahan dalam hidup secara umum dan


dalam penghasilan secara khusus, terdapat dua syarat yang
mesti dipenuhi.
Pertama. Iman Kepada Allah Subhanahu Wa Taala.
Inilah syarat pertama dan terpenting agar rizki kita diberkahi
Allah Subhanahu wa Taala, yaitu dengan merealisasikan
keimanan kepada Allah Subhanahu wa Taala.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman.
Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan
dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya
[Al-Araf : 96]
Demikian, balasan Allah Subhanahu wa Taala bagi hambahamba-Nya yang beriman, dan sekaligus menjadi penjelas
bahwa orang yang kufur kepada Allah Subhanahu wa Taala,
niscaya tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.
Di antara perwujudan iman kepada Allah Subhanahu wa Taala
yang berkaitan dengan penghasilan, ialah senantiasa yakin dan
menyadari bahwa rizki apapun yang kita peroleh merupakan
karunia dan kemurahan Allah Subhanahu wa Taala , bukan
semata-mata jerih payah atau kepandaian kita. Yang demikian
itu, karena Allah Subhanahu wa Taala telah menentukan kadar
rizki setiap manusia semenjak ia masih berada dalam
kandungan ibunya.
Bila kita pikirkan diri dan negeri kita, niscaya kita bisa
membukukan buktinya. Setiap kali kita mendapatkan suatu
keberkahan, maka kita lupa daratan, dan merasa keberhasilan
itu karena kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi
kegagalan atau bencana, maka kita menuduh alam sebagai
penyebabnya, dan melupakan Allah Subhanahu wa Taala.

Bila demikian, maka mana mungkin Allah Subhanahu wa Taala


akan memberkahi kehidupan kita? Bukankah pola pikir
semacam ini yang telah menyebabkan Qarun mendapatkan
adzab dengan ditelan bumi? Allah Subhanahu wa Taala
berfirman.
Qarun berkata : Sesunguhnya aku hanya diberi harta itu
karena ilmu yang ada padaku. Dan apakah ia tidak
mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan
umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih
banyak harta kumpulannya .. [Al-Qashah : 78]
Perwujudan bentuk yang lain dalam hal keimanan kepada Allah
Subhanahu wa Taala berkaitan dengan rizki, yaitu kita
senantiasa menyebut nama Allah Subhanahu wa Taala ketika
hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya
ketika makan.
Dari Sahabat Aisyah Radhiyallahu anha, bahwasanya Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan
bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang
Arab badui, lalu menyantap makanan beliau dalam dua kali
suapan (saja). Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda : Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah
(membaca Bismillah, pent), niscaya makanan itu akan
mencukupi kalian. [HR Ahmad, An-Nasa-i dan Ibnu Hibban]
Pada hadits lain, Nab Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Ketahuilah bahwasanya salah seorang dari kamu bila hendak
menggauli istrinya ia berkata : Dengan menyebut nama Allah,
ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari
anak yang Engkau karuniakan kepada kami, kemudian mereka
berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut, pent)
niscaya anak itu tidak akan diganggu setan [HR Al-Bukhari]
Demikian, sekilas penjelasan peranan iman kepada Allah

Subhanahu wa Taala, yang terwujud pada menyebut namaNya ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan, sehingga
mendatangkan keberkahan pada harta dan anak keturunan.
Kedua : Amal Shalih
Yang dimaksud dengan amal shalih, ialah menjalankan perintah
dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan syariat yang
diajarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Inilah hakikat
ketakwaan yang menjadi syarat datangnya keberkahan
sebagaimana ditegaskan pada surat Al-Araf ayat 96 diatas.
Tatkala Allah Subhanahu wa Taala menceritakan tentang Ahlul
Kitab yang hidup pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam, Allah Subhanahu wa Taala berfirman.
Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil
dan (Al-Quran) yang diturunkan kepada mereka, niscaya
mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari
bawah kaki mereka [Al-Maidah : 66]
Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan
mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki, ialah
Allah Subhanahu wa Taala akan meielimpahkan kepada
mereka rizki yang sangat banyak dari langit dan dari bumi,
sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan dan berbagai
kebaikan, tanpa susah payah, letih, lesu, dan tanpa adanya
tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman
hidup mereka [5]
Di antara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal
shalih, ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang
anak kecil. Pada kisah tersebut, Khidir menegakkan tembok
pagar yang hendak roboh guna menjaga agar harta warisan
yang dimiliki dua orang anak kecil dan terpendam di bawah
pagar tersebut , sehingga tidak nampak dan tidak bisa diambil
oleh orang lain.

Allah Subhanahu wa Taala berfirmn.


Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim
di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi
mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih,
maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai
rahmat dari Rabbmu [Al-kahfi : 82]
Menurut penjelasan para ulama tafsir, ayah yang dinyatakan
dalam ayat ini sebagai ayah yang shalih itu bukan ayah
kandung dari kedua anak tersebut. Akan tetapi, orang tua itu
ialah kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi
sebagai tukang tenun.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, Pada kisah ini terdapat dalil
bahwa anak keturunan orang shalih akan dijaga, dan
keberkahan amal shalihnya akan meliputi mereka di dunia dan
di akhirat. Ia akan memberi syafaat kepada mereka, dan
derajatnya akan diangkat ke tingkatan tertinggi, agar orang tua
mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam AlQuran dan Sunnah [6]
Sebaliknya, bila seseorang enggan beramal shalih, atau bahkan
malah berbuat kemaksiatan, maka yang ia petik juga kebalikan
dari apa yang telah disebutkan di atas, Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda.
Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizkinya
akibat dari dosa yang ia kerjakan [HR Ahmad, Ibnu Majah, AlHakim dll]
Membusuknya daging dan basinya makanan, sebenarnya
menjadi salah satu dampak buruk yang harus ditanggung
manusia. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan
bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia.
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Israil, niscaya


makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah
membusuk [Muttafaqun alaih]
Para ulama menjelaskan, tatkala Bani Israil diberi rizki oleh
Allah Subhanahu wa Taala berupa burung-burung salwa
(semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka
tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk
menyimpan daging-dading burung tersebut. Setiap pagi hari,
mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan
mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi, mereka
melanggar perintah ini, dan mengambil daging dalam jumlah
yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, untuk
disimpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah Subhanahu wa
Taala menghukum mereka, sehingga daging-daging yang
mereka simpan tersebut menjadi busuk. [7]
Demikian, penjelasan dua syarat penting guna meraih
keberkahan.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun


XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Almat Jl. Solo Purwodadi Km. 8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]

http://prospekdinar.blogspot.co.id/

También podría gustarte