Está en la página 1de 17

ARTIKEL

PERBEDAAN TINGKAT STRES MAHASISWA LAKI-LAKI DAN


PEREMPUAN DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI
DI STIKES BHAMADA SLAWI TAHUN 2014

Disusun Oleh
IDA NUR ROHMAH
C1010015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA
2014
Ida Nur Rohmah 2014: The difference in stress levels of male and female students
within finish of minithesis in Stikes Bhamada Slawi 2014. Master Science

Treatment Of STIKes BHAMADA Slawi. Supervisor I: Firman Hidayat,


M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.J. Supervisor II: Nurhakim Yudhi W, S.Kep., Ns. 83 pages

THE DIVERIFICATION IN STRES LEVELS MALE AND FEMALE


STUDENTS WITHIN FINISH OF MINITHESIS AT STIKES BHAMADA
SLAWI 2014

Stres is a reality of everyday life that can be caused by life changes


experienced by all people which require adjustment. One of the stresors that can
lead to stres is the minithesis. While the factors that can influence the stres one of
which is gender. This study aimed to see diverification or compare the level of
stres experienced by male and female in the finish of minithesis at STIKes
Bhamada Slawi 2014. This research uses descriptive comparative design
Comparative Study. The population in this study where all graduate student who
was working on a minithesis number of 94 students, which is divided into subpopulation of 50 female students and 44 male students. Sampling technique in this
study is the total sampling. statistical test with chi-square formula with 5%
significance. This research tool using DASS 42. Results of this study states that
the level of stres in male students in doing minthesis on Stikes Bhamada Slawi,
mostly mild stres some 26 people (59.1%) with an average score obtained 50 , 77.
The level of stres on female students in the minithesis work in Stikes Bhamada
Slawi, most of the stres was number 27 (54%) with an average score of 57.68
obtained. significant difference between student stres levels of male and female in
the working minithesis in Stikes Bhamada Slawi the value of x = 14.867 and =
0.001. Conclusion The study of male students who are working on the minithesis
more easily stresed than in men. It is expected that women should know and
understand how to deal with stres that is not susceptible to stres.
Keywords
: Stress, Minihesis, Male, Female
Ida Nur Rohmah 2014: Perbedaan Tingkat Stres Mahasiswa Laki-Laki Dan
Perempuan Dalam Mengerjakan Skripsi Di Stikes Bhamada Slawi. Sarjana Ilmu
Keperawatan STIKes BHAMADA Slawi. Pembimbing I: Firman Hidayat,
M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.J. Pembimbing II: Nurhakim Yudhi W, S.Kep., Ns. 83
halaman.

PERBEDAAN TINGKAT STRES MAHASISWA LAKI-LAKI DAN


PEREMPUAN DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI DI STIKES
BHAMADA SLAWI TAHUN 2014
Stres merupakan realitas kehidupan sehari-hari yang bisa disebabkan oleh
perubahan-perubahan hidup yang dialami oleh semua orang dimana memerlukan
penyesuaian. Salah satu stresor yang dapat menimbulkan stres adalah skripsi.
Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi stres salah satunya adalah jenis
kelamin. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan atau membandingkan
tingkat stres yang dialami oleh laki-laki dan perempuan dalam mengerjakan
skripsi di STIKes Bhamada Slawi Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan jenis
deskriptif komparatif dengan rancangan Comparative Study. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan
skripsi sejumlah 94 mahasiswa, yang terbagi dalam sub populasi 50 mahasiswa
perempuan dan 44 mahasiswa laki-laki. Teknik sampling dalam penelitian ini
adalah total sampling. Uji statistik dengan rumus chi-square dengan signifikan 5
%. Alat penelitian ini menggunakan DASS 42. Hasil penelitian ini menyebutkan
bahwa tingkat stres pada mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki dalam
mengerjakan skripsi di Stikes Bhamada Slawi, sebagian besar mengalami stres
ringan sejumlah 26 orang (59.1%) dengan rata-rata skor yang didapat 50,77.
Tingkat stres pada mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan dalam
mengerjakan skripsi di Stikes Bhamada Slawi, sebagian besar mengalami stres
sedang sejumlah 27 orang (54%) dengan rata-rata skor yang didapat 57,68. Ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat stres mahasiswa laki-laki dan perempuan
dalam mengerjakan skripsi di Stikes Bhamada Slawi dengan nilai x = 14,867 dan
= 0,001. Kesimpulan penelitian mahasiswa perempuan yang sedang
mengerjakan skripsi lebih mudah stres dari pada laki-laki. Diharapkan bagi
perempuan harus mengerti dan memahami cara mengatasi stres agar tidak mudah
mengalami stres.
Kata kunci : Stres, Skripsi, Laki-Laki, Perempuan
PENDAHULUAN
Jumlah mahasiswa Indonesia saat ini baru 4,8 juta orang. Bila dihitung
terhadap populasi penduduk berusia 19-24 tahun, maka angka partisipasi kasarnya
baru 18,4 persen. Angka ini menunjukan bahwa masih kurangnya partisipasi
remaja untuk melanjutkan jenjang pendidikannya yang lebih tinggi, penyebab hal
ini belum diketahui jelas. Namun beberapa alasan yang mungkin melatarbelakangi

hal ini adalah kejenuhan dalam menempuh pendidikan. Selain itu juga beberapa
peserta didik sudah khawatir terhadap tugas akhir (Kompas, 2014).
Hasil studi literatur tentang stres pada mahasiswa cukup tinggi. Jumlah
mahasiswa yang mengalami stres akademik meningkat setiap semester. Stres
paling umum dialami oleh mahasiswa ketika mahasiswa sedang menghadapi
skripsi (Raditya, 2008). Stres yang berkepanjangan yang dialami individu dapat
mengakibatkan penurunan kemampuan untuk beradaptasi terhadap stres (Potter &
Perry, 2005). Kondisi tersebut dapat memicu timbulnya masalah-masalah
kesehatan pada individu. Namun dampak positif dari stres berupa peningkatan
kreatifitas dan memicu pengembangan diri selama stres yang dialami masih batas
kapasitas individu (Susi, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Alzahem dkk (2010) dalam Susi (2012) yang
mengemukakan bahwa tingkat stres pada mahasiswa keperawatan tinggi
diakibatkan oleh lima faktor, antara lain faktor lingkungan hidup, faktor personal,
faktor lingkungan pembelajaran, faktor akademik, dan faktor klinik. Berdasarkan
penelitian

Polychronopoulou

dan

Divaris

(2005)

dalam

Susy

(2012)

mengemukakan juga bahwa sumber stres pada mahasiswa keperawatan berasal


dari banyaknya kuliah, ujian dan peringkat, kurangnya kepercayaan diri akan
menjadi perawat yang sukses, melengkapi syarat kelulusan, kurangnya waktu
untuk mengerjakan tugas sekolah dan kurangnya waktu santai. Namun
ketidaksesuaian ini mungkin saja dipengaruhi oleh perbedaan pembelajaran dan
kurikulum di setiap universitas.
Mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi, hal pertama yang dilakukan
adalah pengajuan judul skripsi. Disetiap perguruan tinggi selalu memberlakukan
aturan bahwa setiap kripsi maupun tesis harus berisi temuan baru atau
pengembangan keilmuan yang sifatnya relatif baru. Hal ini lah yang membuat
para mahasiswa harus berfikir kreatif dan inofatif agar pengajuan judul skripsinya
tidak ditolak sehingga sebagian besar mahasiswa merasa skripsi adalah tugas yang
berat yang sulit dilakukan. Tidak heran penyelesaian skripsi bagi sebagian
mahasiswa memakan waktu yang cukup lama dan akan menjadi momok
menakutkan jika wisuda yang sejatinya tepat waktu menjadi tertunda (Suyadi,

2011). 15% mahasiswa ditiap perguruan tinggi ditiap tahunnya, mempunyai


kemungkinan untuk gagal dalam tugas akhirnya (Agus, 2012). Paradigma ini lah
yang mengakibatkan mahasiswa dalam mengerjakan skripsi mengalami gangguan
emosional bisa berupa kecemasan, stres bahkan depresi.
Tanda dan gejala stres merupakan manifestasi tubuh terhadap stres dimana
tanda-tanda fisik meliputi: gerakan motorik yang tidak disadari dapat berupa
menggigit kuku, mengepalkan kedua telapak tangan seperti seorang petinju,
mengencangkan rahang, mengetuk-ngetuk jari, menarik bahu, menggejuggejugkan kaki ke lantai. Adapun tanda-tanda emosi meliputi: perasaan kecewa,
marah, bermusuhan, merasa tidak berdaya, tidak sabar, mudah tersinggung, dan
gelisah, sedangkan tanda-tanda perilaku meliputi; gangguan pola tidur,
mengerjakan beberapa hal sekaligus, ledakan emosional yang tidak terkontrol,
meninggalkan pekerjaan yang belum selesai, reaksi berlebih, berbicara terlalu
cepat (Karnadi, 2003).
Hal yang mendukung mahasiswa semakin stres dimana mahasiswa
tergolong sebagai usia remaja akhir, remaja akhir berusia 18-20 tahun. Remaja
akhir merupakan tahap perkembangan yang akan memasuki masa dewasa. Pada
masa ini remaja mengalami suatu kondisi yang disebut dengan periode strom &
stres (Bakrie, 2010 dalam Susi, 2012). Perubahan kondisi fisiologis dan
perkembangan berupa peningkatan kadar hormon. Mengakibatkan mahasiswa
labil dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dalam hidupnya. Mahasiswa
cenderung terlihat kurang berpengalaman dalam menyelesaikan masalah (Tobroni,
2010 dalam Susi 2012). Oleh karena intu mahasiswa cenderung lebih mudah
mengalami stres.
Penelitian yang dilakukan oleh Susi (2012) ditemukan bahwa nilai rata-rata
stres laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Sedangkan untuk

nilai rata-rata

kecemasan dan stres ditemukan pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Hal ini kurang sesuai dengan hasil penelitian Alzahem, dkk, 2010, yang
menyatakan bahwa tingkat stres pada permpuan lebih tinggi dari pada laki-laki.

Penelitian Acharya (2003) menyatakan hal yang sama bahwa laki-laki


mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan perempuan dalam hal
mengahadapi ujian, hal ini dapat berupa pada pengajuan skripsi. Namun, ada pula
literature lain yang menyatakan bahwa tingkat stres pada perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki, seperti pada penelitian yang dilakukan Divaris dan
Polychronopoulou (2005), dikarenakan kurangnya rasa percaya diri akan menjadi
mahasiswa yang berhasil, takut gagal, ujian-ujian, dan nilai/peringkat. Selain itu,
ditemukan pula bahwa mahasiswa perempuan lebih khawatir terhadap tanggung
jawab finansial.
Selain itu penelitian Regier dkk, 1993 dan Kessler dkk, 1994 dalam Susi
(2012), yang mengemukakan bahwa perempuan cenderung dua kali lipat
mengalami depresi dan kecemasan, termasuk unipolar depression, dysthymia,
panic disorder, post-traumatic stres disorder, generalized anxiety disorder, social
anxiety disorder, dan fobia.
Menurut Merry Wahyuningsih (2010), sel-sel otak perempuan sangat senang
dengan dosis CRV yang terlalu rendah bagi laki- laki . Hormon CRV lebih erat
terikat pada protein stres sel-sel otak perempuan sehingga membuatnya lebih
sensitif terhadap dampak dari perubahan hormon tersebut. Sedangkan pada lakilaki otak dapat mengurangi kadar protein dan mengurangi menghentikan hormon
dari peningkatan dan mengurangi dampaknya terhadap otak. 25% dari remaja
laki-laki dan 19% menghindari atau menolak untuk berurusan dengan stres.
Remaja laki-laki dan laki-laki pada umumnya cenderung kurang berbicara tentang
apa yang mengganggu mereka. Jika mereka tidak mau berbicara dengan siapa pun
dan mereka tidak tahu bagaimana untuk menangani apa yang sedang terjadi dalam
hidup, mereka lebih cenderung ingin menghindari berurusan dengan itu. Hal ini
disebabkan karena selama situasi stres, perempuan menghasilkan oksitosin lebih
daripada laki-laki. Oksitosin dilepaskan ke dalam tubuh untuk melawan produksi
kortisol. Hormon ini mempromosikan ikatan, memelihara, dan bersantai emosi.
Dengan demikian, ketika perempuan sedang stres mereka fisiologis cenderung
untuk ikatan dengan orang lain. Ini membawa mereka untuk berbicara tentang apa
yang terjadi dan mendapatkan nasihat dan dukungan dari orang lain. Karena laki-

laki menghasilkan jauh lebih sedikit dari hormon ini mereka kurang cenderung
untuk berbicara tentang hal itu dan lebih mungkin untuk pergi pada mereka
sendiri sampai stres meninggal dunia sendiri atau mereka bisa datang dengan
solusi.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan Tingkat Stres
Mahasiswa Laki-Laki dan Perempuan Dalam Mengerjakan Skripsi Di Stikes
Bhamada Slawi. Manfaat penelitian ini bagi Manfaat Aplikatif, bagi Metodologi,
bagi Keilmuan
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif komparatif yang bertujuan
untuk membandingkan satu variabel atau lebih pada dua sampel atau lebih dengan
rancangan penelitian yang digunakan adalah Comparative Study.
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini ada 2 bagian, bagian A untuk mengetahui
karakteristik

responden

dari

jenis

kelamin

(laki-laki

atau

perempuan) dan bagian B untuk mengetahui tingkat stres pada


mahasiswa yang sedang mengahadapi skripsi menggunakan
Kuesioner Depression Anxiety Stres Scale (DASS 42). Responden
dalam pengisian kuesioner didampingi oleh peneliti. Kuesioner
Depression Anxiety Stres Scale (DASS 42) mempunyai 42 item
soal yang berisi tentang tanda dan gejala stres.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu populasi
yang dijadikan sampel hal ini dikarenakan menurut Arikunto (2006), bahwa
apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jadi sampel dalam penelitian ini ada
94 orang.
Penelitian ini akan dilakukan di STIKes Bhamada Slawi yang
beralamat di Jalan Cut Nyak Dien Kalisapu Slawi Kabupaten Tegal,
dan penelitian ini akan dilaksanakan di tanggal 20-28 Juni 2014.

Teknik analisa yang dilakukan terhadap tiga variabel yang berhubungan


atau berkolerasi. Teknik analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan
dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Uji statistik yang
digunakan untuk mengetahui seberapa besar keeratan dan arah
hubungan antara dua variabel adalah uji statistik dengan rumus
chi-square dengan signifikan 5 %.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini bahwa dari 44 responden laki-laki sebagian besar
mengalami stres ringan sejumlah 26 orang (59.1%) dengan rata-rata skor yang
didapat 50,77, 50 responden yang berjenis kelamin perempuan sebagian besar
mengalami stres sedang sejumlah 27 orang (54%), dengan rata-rata skor yang
didapat 57,68,

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa uji chi square

menggunakan dasar pengambilan keputusan berdasarkan kriteria penelitian adalah


Ho ditolak dan Ha diterima jika x2

hitung

> x2

Sedangkan Ho diterima dan Ha ditolak jika x2

tabel

hitung

yang berarti ada perbedaan.

< x2

tabel

yang berarti tidak ada

perbedaan. Hasil analisis diketahui hasil x2 14,867 yang berarti lebih besar dari x2
tabel 3,841 (df = 1) serta dilihat dari value diketahui 0,001 yang berarti lebih
kecil dari value 0,005 maka hasil uji hipotesisnya adalah ho ditolak dan ha
diterima yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara tingkat stres
mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam mengerjakan skripsi di Stikes
Bhamada Slawi.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukan tingkat stres pada 44 mahasiswa yang
berjenis kelamin laki-laki dalam mengerjakan skripsi di Stikes Bhamada Slawi,
sebagian besar mengalami stres ringan sejumlah 26 orang (59.1%) dengan ratarata skor yang didapat 50,77.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Merry (2010) yang
menyatakan bahwa laki-laki mempunyai kecendrungan untuk tidak mudah stres.
Hal ini disebabkan pada laki-laki jika terkena stres hormon adrenalin inilah yang
akan meningkat tajam dan membentuk senyawa seperti kortisol dan tiroksin yang
bertujuan untuk meningkatkan senyawa CRV (corticotropin releasing hormone).

Namun dikarenakan pada laki-laki memiliki kadar estrogen yang sedikit sehingga
kadar CRV pada laki-laki meningkatnyapun tidak signifikan.
Pada laki-laki memiliki kecendrungan untuk tidak mudah stres, namun
laki-laki lebih agresif ketika mengalami stres. Hal ini dikemukakan oleh Merry
(2010) yang menyatakan bahwa kadar adrenalin pada laki-laki yang meningkat
mengakibatkan tingkat stres yang lebih berat daripada perempuan, hal ini
dikarenakan adrenalin yang bekerja secara sinergis dengan sistem saraf simpatis
berpengaruh terhadap kenaikan denyut jantung, dan tekanan darah. Tiroksin selain
meningkatkan Basal Metabolism Rate (BMR), juga menaikkan denyut jantung dan
frekuensi nafas. Namun, penaparan stres yang ringan atau sementara tidak
menyebabkan penyakit sistemik. Ini hanya menyebabkan peningkatan tekanan
darah sebagai proses homeostasis. Hal ini lah yang menyebabkan laki-laki lebih
cenderung utuk berbuat agresif daripada perempuan ketika stres.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Risma (2012)
yang berjudul Risma (2012) yang berjudul pengaruh stres, depresi, dan kecemasan
terhadap volume saliva pada mahasiswa preklinik Universitas Hasanuddin
menyatakan bahwa mahasiswa laki-laki lebih mengalami depresi daripada
mahasiswa perempuan, namun mahasiswa perempuan lebih stres dan cemas
daripada mahasiswa laki-laki.
Hasil observasi peneliti pada responden laki-laki terlihat lebih santai dalam
menghadapi konsul dosen pembimbing ketika mengerjakan skripsi. Hal ini selaras
dari pendapat para ahli dan penemuan dari peneliti bahwa laki-laki cenderung
tidak mudah stres.
Tingkat stres pada mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan dalam
mengerjakan skripsi di Stikes Bhamada Slawi, sebagian besar mengalami stres
sedang sejumlah 27 orang (54%) dengan rata-rata skor yang didapat 57,68.
Anak perempuan ditemukan kurang rentan terhadap kemarahan setelah
usia 18 bulan dibandingkan dengan anak laki-laki, dan anak laki-laki biasanya
lebih agresif dibanding anak perempuan baik secara fisik maupun verbal dari usia
dua tahun dan selebihnya. Anak laki-laki lebih mudah terstimulasi terhadap
aktivitas yang meluap-luap jika mereka berada dalam kelompok. Beberapa
peneliti berpendapat bahwa walaupun agresi adalah perilaku yang dipelajari,
hormon laki-laki mungkin mensensitisasi organisasi neural anak laki-laki untuk

menyerap pelajaran tersebut dengan lebih baik dibandingkan anak perempuan


(Hidayah, 2010).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati
(2012) yang berjudul hubungan tingkat stres dan prokrastinasi akademik pada
mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi periode
semester genap 2012, yang menyebutkan bahwa subjek yang mempunyai tingkat
stres sedang sebanyak 125 orang (62,5%) didominasi oleh perempuan.
Hasil observasi peneliti tentang tingkat stres pada responden perempuan
terlihat seperti meningkatkan produksi kelenjar kringat dan urine ketika akan atau
sedang melakukan konsul ke pembimbing. Hal ini pun terpapar oleh pengakuan
beberapa responden yang mengatakan lebih susah tidur, gampang terbangun di
malam hari dan lebih mudah menangis ketika mengalami kesulitan saat
berkonsultasi dengan pembimbing. Sehingga perempuan cenderung mudah stres
ketika perempuan menganggap hal itu adalah sebuah ancaman.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa Ada perbedaan yang signifikan
antara tingkat stres mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam mengerjakan
skripsi di Stikes Bhamada Slawi dengan nilai x = 14,867 dan = 0,001.
Sarafino (2008) menyatakan bahwa beberapa stresor muncul untuk
mendapat respon psikologis yang lebih kuat daripada yang lainnya. Respon yang
muncul, mahasiswa mendapat tekanan, sehingga tekanan tersebut menimbulkan
stres dalam diri mahasiswa. Akibat dari tekanan- tekanan yang ada, maka tingkat
stres yang ada dalam diri mahasiswa berbeda-beda.
Sarafino (2008) mengungkapkan ada 2 aspek utama dari dampak yang
ditimbulkan akibat stres yang terjadi, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis.
Kemudian, aspek psikologis dibagi lagi menjadi 3 gejala yaitu gejala kognisi,
gejala emosi, dan gejala tingkah laku.
Hasil observasi dan wawancara peneliti dengan beberapa mahasiswa
tentang tingkat stres pada responden perempuan terlihat seperti meningkatkan
produksi kelenjar kringat dan urine ketika akan atau sedang melakukan konsul ke
pembimbing. Hal ini pun terpapar oleh pengakuan beberapa responden yang
mengatakan lebih susah tidur, gampang terbangun di malam hari dan lebih mudah
menangis ketika mengalami kesulitan saat berkonsultasi dengan pembimbing.

Sedangkan pada responden laki-laki terlihat lebih santai dalam menghadapi


konsul dosen pembimbing ketika mengerjakan skripsi.
Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala stres merupakan manifestasi tubuh
terhadap stres dimana tanda-tanda fisik meliputi: gerakan motorik yang tidak
disadari dapat berupa menggigit kuku, mengepalkan kedua telapak tangan seperti
seorang petinju, mengencangkan rahang, mengetuk-ngetuk jari, menarik bahu,
menggejug-gejugkan kaki ke lantai. Adapun tanda-tanda emosi meliputi: perasaan
kecewa, marah, bermusuhan, merasa tidak berdaya, tidak sabar, mudah
tersinggung, dan gelisah, sedangkan tanda-tanda perilaku meliputi; gangguan pola
tidur, mengerjakan beberapa hal sekaligus, ledakan emosional yang tidak
terkontrol, meninggalkan pekerjaan yang belum selesai, reaksi berlebih, berbicara
terlalu cepat (Karnadi, 2003).
Paradigma skripsi bagi mahasiswa adalah sebuah momok yang
menakutkan. Mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi, hal pertama yang
dilakukan adalah

pengajuan judul skripsi. Disetiap perguruan tinggi selalu

memberlakukan aturan bahwa setiap kripsi maupun tesis harus berisi temuan baru
atau pengembangan keilmuan yang sifatnya relatif baru. Hal ini lah yang
membuat para mahasiswa harus berfikir kreatif dan inofatif agar pengajuan judul
skripsinya tidak ditolak sehingga sebagian besar mahasiswa merasa skripsi adalah
tugas yang berat yang sulit dilakukan. Tidak heran penyelesaian skripsi bagi
sebagian mahasiswa memakan waktu yang cukup lama dan akan menjadi momok
menakutkan jika wisuda yang sejatinya tepat waktu menjadi tertunda (Suyadi,
2011). Dan hasil penelitian menyebutkan bahwa 15% mahasiswa ditiap perguruan
tinggi ditiap tahunnya, mempunyai kemungkinan untuk gagal dalam tugas
akhirnya (Agus, 2012). Paradigma ini lah yang mengakibatkan mahasiswa dalam
mengerjakan skripsi mengalami gangguan emosional bisa berupa kecemasan, stres
bahkan depresi.
Hal yang mendukung mahasiswa semakin stres dimana mahasiswa
tergolong sebagai usia remaja akhir, remaja akhir berusia 18-20 tahun. Remaja
akhir merupakan tahap perkembangan yang akan memasuki masa dewasa. Pada
masa ini remaja mengalami suatu kondisi yang disebut dengan periode strom &
stres (Bakrie, 2010 dalam Susi, 2012). Perubahan kondisi fisiologis dan

perkembangan berupa peningkatan kadar hormon. Mengakibatkan mahasiswa


labil dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dalam hidupnya. Mahasiswa
cenderung terlihat kurang berpengalaman dalam menyelesaikan masalah (Tobroni,
2010 dalam Susi 2012). Oleh karena intu mahasiswa cenderung lebih mudah
mengalami stres.
Stres tersebut disebabkan oleh adanya koping yang kurang adaptif dalam
menghadapi stresor, salah satunya adalah penyakit kronis. Setiap orang berbeda
dalam menanggapi stresor sehingga timbulnya stres pun berbeda tingkatannya.
Stresor tersebut sering kali kumulatif yang akhirnya dapat mencetuskan masalah
mental. Menurut jurnal psikofisiologi yang di tulis oleh Sylvain-Jacques
Desjardins dalam Trismiati (2004) mengungkapkan bahwa umur dan jenis
kelamin memainkan peran utama dalam cara seseorang merespon stres.
Berkaitan dengan stres pada pria dan wanita, Myers (1983) dalam Susi
(2012) yang mengatakan bahwa perempuan lebih stres akan ketidakmampuannya
dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan
perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks
dibanding perempuan. James (1998) dalam Trismiati (2004) mengatakan bahwa
perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada
laki-laki. Perempuan juga lebih stres, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air
mata. Lebih jauh lagi, dalam berbagai studi stres secara umum, menyatakan
bahwa perempuan lebih stres daripada laki-laki (Maccoby dan Jacklin, 2000
dalam Trismiatri, 2004).
Menurut sebuah studi Baltimore (2000) dalam Windi (2011) yang di
langsir dalam female.com, dalam tulisannya menyatakan bahwa 25% dari anak
laki-laki menghindari atau menolak untuk berurusan dengan stres dibanding
dengan 75% perempuan secara aktif mencoba untuk menghapus atau mengurangi
stres.
Perempuan memiliki banyak peran yang menuntut mereka untuk
meningkatkan tanggung jawab. Hal tersebut juga mendorong seorang wanita
untuk mencari dukungan psikologis saat dia tertekan. Selain itu, wanita sering
dikaitkan dengan peran sosial (pasif, ketergantungan dan ekspresi emosional)

yang mungkin membuat wanita lebih emosional dan extroversive. Karena itu,
wanita mengeksternalisasi kesulitan yang mereka alami dibandingkan pria.
Kouvenen et al dan Mahboob et al dalam Susi (2012) mengklaim bahwa wanita
dominan lebih mudah stres dibandingkan pada pria.
Dilihat secara hormonal, laki-laki jika terkena stres hormon adrenalin
inilah yang akan meningkat tajam dan membentuk senyawa seperti kortisol dan
tiroksin yang bertujuan untuk meningkatkan senyawa CRV (corticotropin
releasing hormone). Namun dikarenakan pada laki-laki memiliki kadar estrogen
yang sedikit sehingga kadar CRV pada laki-laki meningkatnyapun tidak
signifikan. Namun pada laki-laki kadar adrenalin yang meningkat mengakibatkan
tingkat stres yang lebih berat daripada perempuan, hal ini dikarenakan adrenalin
yang bekerja secara sinergis dengan sistem saraf simpatis berpengaruh terhadap
kenaikan denyut jantung, dan tekanan darah. Tiroksin selain meningkatkan Basal
Metabolism Rate (BMR), juga menaikkan denyut jantung dan frekuensi nafas.
Namun, pemaparan stres yang ringan atau sementara tidak menyebabkan penyakit
sistemik. Ini hanya menyebabkan peningkatan tekanan darah sebagai proses
homeostasis. Hal ini lah yang menyebabkan laki-laki lebih cenderung utuk
berbuat agresif daripada perempuan ketika stres.
Sedangkan pada perempuan yang memilki kompleksitas hormonal,
senyawa CRV dipicu oleh hormon oksitosin dan estrogen yang meningkat
sehingga perempuan lebih cepat mendapatkan sinyal stres daripada laki-laki.
Namun disisi lain perempuan memilki kadar adrenal yang sedikit yang dapat
menghambat peningkatan kortisol dan tiroksin sehingga perempuan cenderung
untuk dapat membagi sinyal stresnya.
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2012)
yang berjudul hubungan tingkat stres dan prokrastinasi akademik pada mahasiswa
Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi periode semester
genap 2012, yang menyebutkan tingkat stres yang menunjukkan E < H yaitu
118,99 < 132,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan tingkat stres dan
jenis kelamin dengan tingkat stres sedang didominasi oleh perempuan.

Pada mahasiswa STIKes Bhamada, tingkat stres yang mereka alami berada
dalam kategori tingkat sedang dan ringan. Artinya adalah skripsi dapat
menyebabkan munculnya dampak dari stres yang dirasakan oleh mahasiswa yang
terbagi menjadi aspek fisik dan aspek piskologis, tetapi mereka masih bisa
mengatasi dampak dari stres tersebut. Baik itu mahasiswa yang berjenis kelamin
perempuan maupun laki-laki.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang perbedaan tingkat stres
mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam mengerjakan skripsi di Stikes
Bhamada Slawi dapat disimpulkan sebagai berikut:
Hasil Analisis tingkat stres pada mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki dalam
mengerjakan skripsi di Stikes Bhamada Slawi diketahui sebagian besar
mengalami stres ringan 59,1%.
Hasil Analisis tingkat stres pada mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan
dalam mengerjakan skripsi di Stikes Bhamada Slawi diketahui sebagian besar
mengalami stres sedang 54%.
Hasil analisis perbedaan tingkat stres mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam
mengerjakan skripsi di Stikes Bhamada Slawi diketahui ada perbedaan yang
signifiikan antara tingkat stres mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam
mengerjakan skripsi di Stikes Bhamada Slawi dengan nilai x = 14,867 dan =
0,001.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang perbedaan tingkat
stres mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam mengerjakan skripsi di Stikes
Bhamada Slawi, saran peneliti bagi adalah sebagai berikut:
Bagi Perempuan harus mengerti dan memahami cara mengatasi stres agar tidak
mudah mengalami stres dengan cara pengolaan koping yang tepat.
Bagi Laki-Laki diharapkan bagi laki-laki yang mengalami stres dapat memilih
koping yang sesuai dengan karakteristik laki-laki sebagai contoh cara penanganan
stres yang cocok dengan karakteristik aki-laki adalah menghindari rokok dan

minuman keras serta berolahraga teratur agar dapat terhindar dari gangguan
emosional seperti stres dan depresi.
Bagi Ilmu Keperawatan
Diharapkan penelitian ini ada yang melanjutkan dengan desain dan
pendekatan yang berbeda sehingga hasil yang didapat lebih berimbang.
Teori tentang tingkat stres pada laki-laki dan perempuan berbeda dalam
menghadapi sesuatu, diharapkan dapat memicu sebuah alternative
penanganan tingkat stres yang berbeda antara perempuan dan laki-laki.
5.2.1

Bagi STIKes Bhamada Slawi


Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan dalam penanganan
mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi agar dapat membimbing
mahasiswanya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Acharya. (2004). Pengaruh Terapi Tawa Terhadap Tingkat Stres Mahasiswa
Dalam Menghadapi Skripsi di Universitas Muhamadiyah Surakarta
Tahun 2003. SKRIPSI. Diakses pada tanggal 07 Maret 2014 melalui
http://unimus.digital bery .ac.id.
Agus. (2012). Mahasiswa Gagal Dalam Skripsi. Diakses pada tanggal 07 Maret
2014 melalui http://suarapembaruan.com
Alimul, A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Allen, Alkin. (2010). Bebas Stres Minggu demi Minggu. Bandung: Nuansa
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Divaris, Polychronopoulou. (2005). Pengaruh Kepribadaian Prokrastinasi
Terhadap Tingkat Stres Mahasiswa dalam Menghadapi Skripsi.
SKRIPSI.

Diakses

pada

tanggal

07

Maret

2014

melalui

http://digilib.unnes.ac.id
Gregson. (2007). Life Without Stres (Mengajari Diri Anda Sendiri Mengelola
Stres). Penerjemah: Anada Eriawan. Jakarta: Prestasi Pustakarya
Hawari, D. (2008). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI

Karnadi. (2003). Stres dan Koping Lansia pada Masa Pensiun Kelurahan
Pardomuan

Kecamatan

Siantar

Timur

Kota

Madya

Pematangsiantar. SKRIPSI. Diakses pada tanggal 07 Maret 2014


melalui http://unimus.digitalbery .ac.id.
Kompas. (2014). Jumlah mahasiswa di Indonesia. SKRIPSI. Diakses pada
tanggal 07 Maret 2014 melalui http://edukasi.kompas.com.
Lovibond, Lovibond. (1995). Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42).
Diakses pada tanggal 07 Maret 2014 melalui http://www.swin.edu.au
Hidayat. (2008). Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Siswa Putra dan Putri
Kelas X Dalam Menghadapi Ujian Akhir Semester Pada SMA NU Al
MARUF Kudus. SKRIPSI. Diakses pada tanggal 07 Maret 2014
melalui http://digilib.uns.ac.id
Merry, W. (2010). Buku Saku Keperawatan Endokrin. Jakarta: Balai Pustaka
Nasir, dkk. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Paramanik. (2005). Pengaruh stres terhadap peningkatan tekanan darah pada
mahasiswa yang sedang menghadapi ujian di Universitas Sumatra.
TESIS. Diakses pada tanggal 07 Maret 2014 melalui http://usu.ac.id
Potter, Perry. (2005). Fundamental Of Nursing : Cencep, Proses & Pratice (Asih,
Y, et, all Penerjemah). Jakarta: EGC
Pratisto. (2009). Statistik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Riwidikdo, H. (2009). Statistika Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Medika.
Smeltzer, Bare. (2008). Bruner & Sudarths texs book of medical surgical nursing.
Volum 1 (11thed). Philladelpia: Lipricont.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya. Jakarta:
Sagung Seto
Suliswati. (2005). Stres dan Gangguan Kecemasan. Yogyakarta: Nuha Medika

Sussy. (2012). Tingkat Stres Akademik Pada Mahasiwa Reguler 2010. Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2010. SKRIPSI. Diakses
pada tanggal 07 Maret 2014 melalui http://ui.digital.ac.id
Sunaryo. (2004). Manajemen Stres. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suyadi. (2011). Menguasai Skripsi dalam 30 Hari. Yogyakarta: Diva Press.
Sugiono. (2008). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.
Sonya, T. (2012). Pengaruh Tipe Kepribadian Terhadap Mekanisme Koping
Mahasiswa Dalam Menghadapi Skripsi. SKRIPSI. Diakses pada
tanggal 07 Maret 2014 melalui http://ui.digital.ac.id
Risma. (2012). Pengaruh Stres, Depresi Dan Kecemasan Terhadap Volume Saliva
Pada Mahasiswa Preklinik Universitas Hasanuddin. SKRIPSI.
Diakses

pada

tanggal

07

Maret

2014

melalui

http://journal.digital.ac.id
Trisnawati. (2012). Hubungan Tingkat Stress dan Prokrastinasi Akademik Pada
Mahasiswa Universitas Bina Nusantara Yang Sedang Mengerjakan
Skripsi Periode Semester Genap 2012. Diakses pada tanggal 07
Maret 2014 melalui http://thesis.binus.ac.id
Windi. (2011). Stres laki-laki dan Perempuan. Diakses pada tanggal 07 Juni 2014
melalui http://female.com

También podría gustarte