Está en la página 1de 3

Siaran Pers

KULIAH UMUM KEGAGALAN BANGUNAN


Sales & Design Centre Building St. Moritz, March 13th, 2009

1.

Pembicara
a.
b.
c.

2.
a.

Ir. Sulistijo Sidarto Mulyo., MT,


Dr. Sugimin Pranoto., M.Eng
Dr. Manlian Ronald A. Simanjuntak., ST., MT

MATERI :
Definisi Kegagalan Bangunan
Sebuah bangunan dianggap gagal terutama ketika bangunan tidak
mampu untuk melayani kegiatan sebagaimana mestinya. Sebuah definisi
beberapa Kegagalan Konstruksi adalah:

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999


Tentang Jasa Konstruksi, pasal 26 dan pasal 27,
disebutkan bahwa tanggung jawab kegagalan bangunan secara ekplisit
melibatkan empat unsur yaitu: (1) penyedia jasa konstruksi, (2)
penyedia jasa rencana, (3) pengawasan pelaksanaan dan (4) pengguna
jasa yang secara institutsi maupun perorangan dapat dikenakan ganti
rugi. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun
2000, disebutkan bahwa kegagalan bangunan merupakan keadaan
bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun
sebagian, dari segi teknis, manfaat, keselamatan kerja dan keselamatan
umum sebagai kesalahan penyedia jasa atau pengguna jasa setelah
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pada pasal 3, fungsi bangunan
gedung merupakan ketetapan pemenuhan persyaratan bangunan
gedung, baik ditinjau dari segi tata bangunan dan lingkungannya,
maupun keandalan bangunan gedungnya. Kerusakan bangunan pada
tingkat tertentu yang diakibatkan tidak terpenuhinya ketentuanketentuan teknis dapat memicu kegagalan walaupun bangunan masih
berfungsi baik.
1

Pasal 25 dari Undang Undang Republik Indonesia Nomor.18/1999


mengatur hal-hal yang menyangkut tanggung jawab beberapa pihak
yaitu sebagai berikut:
*
Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas
kegagalan .
*
Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa
*
sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1, ditentukan terhitung
sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10
(sepuluh ) tahun.
*
Kegagalan bangunan sebagaimana yang dimaksud pada butir 2
(dua) ditetapkan oleh pihak Ketiga selaku Penilai Ahli

b.

Faktor-Faktor Keandalan Bangunan


Bangunan dinyatakan memiliki keandalan ketika bangunan tersebut
mampu untuk mewadahi setiap aktifitas penghuni berdasarkan fungsi
bangunannya, yang berdasarkan UU No. 28 tahun 2002 mencakup tentang
hal: keselamatan, kemudahan, kenyamanan, kesehatan dan persyaratan
khusus. Kondisi ini menjadi perhatian penting secara khusus pada bangunan
perkotaan dengan konsep blok bangunan dan multi fungsi dalam dimensi
besar, yang memerlukan perencanaan dan perancangan bangunan dan
lingkungan secara holistik.
Keandalan bangunan selanjutnya dipahami tidak hanya bangunan itu
sendiri yang mampu beroperasi secara baik, namun dipengaruhi pula oleh
faktor lingkungan yang secara mandiri mendukung keberlanjutan operasional
suatu bangunan. Sehingga, keandalan bangunan memiliki pemahaman
keandalan bangunan beserta lingkungan yang dilayani. Untuk itulah, para
pemilik dan penyewa bangunan hendaknya memahami hal ini lebih dulu,
sehingga proses operasional bangunan berjalan baik.
Faktor keselamatan bangunan, sangat memperhatikan beberapa hal
penting
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia beserta
seluruh asset bangunan terhadap berbagai bahaya yang dapat terjadi
seperti kebakaran, gempa, kegagalan bangunan, dan lain-lain.
Faktor kemudahan bangunan dapat diaplikasikan melalui rancangan
sirkulasi vertikal, horizontal dan akses pada site bangunan, serta peran
perancangan awal dalam menyediakan kelengkapan prasarana dan
sarana
dalam
bangunan,
perancangan
susunan
ruang
dan
hubungannya. Selain faktor sirkulasi,
kemudahan
ruang
dan
fasilitasnya bagi penghuni yang cacat maupun yang lanjut usia juga
menjadi faktor pertimbangan penting untuk memudahkan mereka
masuk atau keluar bangunan.
Faktor kenyamanan bangunan merupakan sesuatu yang relatif dapat
dirasakan oleh setiap orang dalam skala yang tidak sama. Seseorang
akan terbiasa dengan suatu kondisi, yang dalam beberapa waktu dapat
menyesuaikannyaAkibat secara langsung yang terasa oleh seseorang
karena kenyamanan ruang yang dibawah standar tidak langsung terjadi.
Kesadaran akan akibat tidak terpenuhinya standar kenyamanan hunian
akan dirasakan beberapa waktu kemudian.
2

Faktor kesehatan bangunan seringkali dikaitkan dengan kondisi iklim


dan kondisi fisik lingkungan sekitar. Dalam mewujudkan suatu bangunan
yang sehat diperlukan perhatian pada beberapa standar dan acuan
dalam merancang bangunan gedung. Selanjutnya, kesehatan dalam
bangunan juga akan mempengaruhi kesehatan penghuni dan pengguna.

c.

Resiko Kegagalan Bangunan


Berbagai resiko kegagalan bangunan yang dapat terjadi, yaitu:
kebakaran
gempa
banjir
Tidak berfungsinya sistem bangunan/building system

d.
-

Berbagai Peraturan Pemerintah Yang Relevan


UUJK No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi.
Kepmen PU no 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan
terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan Lingkungan, serta
Kepmen PU no 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen
Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan.
UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana
UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang
Keselamatan Bangunan Menurut Perda DKI Jakarta No. 8/2008 tentang
Pencegahan & Penanggulangan Kebakaran di DKI Jakarta.

Informasi lebih lanjut:


Manlian Ronald Simanjuntak
Program Studi Magister Teknik Sipil
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Kampus Pascasarjana, Gedung Wisma Slipi lt. 2 & 8
Jl. Let.Jend. S. Parman, Kav. 12, Slipi
Jakarta 11480 INDONESIA
Telp: 021- 5307141Fax : 021 5307152
Email: manlian@uph.edu

También podría gustarte