Está en la página 1de 3

JEMBER DALAM LINTASAN WAKTU

Kabupaten Jember Jawa Timur resmi dibentuk pada tanggal 1 Januari


1929 dan
merupakan pengembangan dari Karesidenan Besuki yang meliputi:
Banyuwangi,
Situbondo, Bondowoso serta Besuki sendiri. Berdirinya Jember sebagai
daerah
baru tidak lepas dari pesatnya perkembangan perkebunan swasta pada
pertengahan abad 19. Dalam perkembangan selanjutnya, ondistrict25
Jember
meninggalkan daerah induknya. Saat ini, Jember menjadi pusat
ekonomi, sosial
dan politik di timur Pulau Jawa. Sementara itu, Kota Besuki turun
pangkat dengan
hanya menjadi sebuah kecamatan di Kabupaten Situbondo di pinggir
jalur pantai
utara (Pantura) Pulau Jawa.
Jember merupakan salah satu kabupaten agraris yang penting di Jawa
Timur,
artinya sebagian besar matapencaharian penduduk Jember adalah
petani.
Kehidupan petani di Jember, mirip dengan kehidupan petani di tempat
lain di
Jawa Timur, masih menjadi lumbung-lumbung kemiskinan. Berdasarkan
Sensus
Pertanian (SP) 200326 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
jumlah rumah tangga pertanian pengguna lahan meningkat 1,7 %
pertahun
antara tahun 1993 2003; dari 20,5 juta keluarga pada 1993 menjadi
24,4 juta
keluarga pada tahun 2003. Di Jawa Timur, jumlah keluarga petani gurem
petani
yang mengolah lahan kurang dari 0,5 hektar mencapai 3,4 juta
rumah tangga
atau sekitar 25,14% dari total rumah tangga petani gurem di Indonesia.
Untuk

Indonesia, jumlah keluarga petani gurem meningkat 2,4 % per tahun,


yakni dari
Menuju Demokratisasi Pemetaan
10,8 juta keluarga pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta keluarga pada
tahun
2003. Dalam periode 1993-2003, jumlah keluarga petani gurem
meningkat dari
52,1 % menjadi 56,2 %. Jadi dengan penguasaan tanah yang semakin
sempit
maka akan sangat sulit kesejahteraan yang lebih baik diraih oleh
keluarga
petani.
Jember dianugerahi tanah yang subur, dikelilingi pegunungan dan
bentang alam
berbukit-bukit. Lingkungan yang terberi ini makin dikuatkan dengan
adanya
para pendatang dari daerah Jawa Mataraman dan Madura yang mata
pencahariannya sebagian besar adalah petani. Para migran lokal yang
berdatangan ini selain sebagai penyedia utama tenaga kerja pada
perkebunan
swasta

yang

baru

tumbuh,

juga

mengharapkan

perubahan

dan

peningkatan
taraf ekonomi. Dengan latar belakang seperti ini, maka ketika dunia
sibuk
mencari daerah penghasil bahan baku, ondistrict Jember dengan
segenap
potensinya menapaki jalan sejarah menjadi bagian perubahan dunia.
Karena
tanahnya yang subur tersebut maka pada tahun 1858 George Birnie,
seorang
Belanda, membuka lahan untuk penanaman besar-besaran tembakau
Na Oogst
(NO). Sebagai pemilik modal, Birnie segera mengajukan ijin kepada
pemerintah
kolonial

waktu

perkebunan)

itu

guna

membuka

Onderneeming

(perusahaan

tembakau di daerah Jenggawah (saat ini secara administratif menjadi


tiga
kecamatan dari Kabupaten Jember, yaitu Kecamatan Jenggawah,
Kecamatan
Rambipuji dan Kecamatan Ajung, sembilan desa dan 36 padukuhan).
Baru pada
tahun 1870 melalui Agrariche Besluit (AB)27, Birnie mendapat hak
erfpacht28 untuk perkebunan tembakau selama 75 tahun. Sedangkan
pengelolaannya dipegang oleh badan hukum milik pemerintah yaitu
Landbouw Matschapij Ould Djember (NV. LMOD). Berdasarkan hal ini, ijin
pengelolaan lahan perkebunan oleh NV. LMOD akan berakhir pada tahun
1945.
Mengetahui bahwa Jember sangat menguntungkan secara ekonomi,
maka banyak
pemodal asing yang ikut membuka berbagai perkebunan. Beberapa
komoditi
ditanam di berbagai perkebunan besar ini pada masa kolonial sesudah
1858
seperti: tembakau, teh, kopi, tebu, karet dan kakao. Berikut ini adalah
beberapa
perkebunan pada jaman kolonial yang ada di Jember: NV. LMODTD
(Landbouw
Mij Out Djember te Deventer) di Ketajek (sekarang termasuk wilayah
Kec. Panti);
NV. Tabak Maatschappij Goemelar, NV.Besoeki Tabak Maatschappij te
Amsterdam,
dan NV. Handels di Nogosari (sekarang Kec. Rambipuji). Masa kejayaan
perusahaan perkebunan terjadi pada dasawarsa 1920-an sampai tahun
1931.
Saat itu perusahaan perkebunan tembakau partikelir di Jember mampu
mengekspor hingga 302.900 bal tembakau, meski pada 1932 terkena
juga dampak
depresi global29. Keadaan tersebut berjalan sampai Hindia Belanda
kalah dari
Jepang dalam perang Pasifik.
109

También podría gustarte