Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan
penduduk
yang
sangat
pesat
seringkali
menimbulkan
permasalahan dalam hal ketahanan pangan. Hal ini terjadi bila pertambahan
penduduk tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan yang cukup. Pola konsumsi
yang hanya bertumpu pada satu jenis bahan pangan pokok menjadi salah satu
penyebab timbulnya masalah tersebut. Dan masalah ini terjadi hampir di seluruh
daerah di Indonesia, termasuk daerah Maluku.Kenyataan ini disebabkan karena
masyarakat tetap menjadikan beras sebagai satu-satunyapangan pokok, padahal di
Maluku sendirimempunyai pangan pokok lokal yang sudah mulaiditinggalkan yaitu
sagu.
Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini
belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di
wilayah Indonesia bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan
pokok oleh sebagian penduduknya terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi
eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman sagu belum dipandang serius oleh
pemerintah negara ini padahal sagu merupakan pontensi yang sangat besar bagi
pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sebagai sumber energi. Sedangkan negara
yang tidak mempunyai potensi untuk tumbuhnya sagu seperti Malaysia justru
mengeksploitasi teknologi pengolahan sagu yang berasal dari Indonesia.
Sagu (Metroxylon sp) merupakan pangan pokok lokal yang sudah dikenal
sejak dahulu, di beberapa daerah antara lain : Maluku, Papua dan Sulawesi. Sebagai
tanaman tradisional khas masyarakat Maluku, sagu merupakan tanaman yang cukup
berpotensi, dimana sejak dahulu, pati sagu telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan
pokok (Staple food), seperti : papeda, sagu lempeng, sinoli, bubur sagu serta
penganan, seperti : serut, bagea dan sagu tumbu. Sejalan dengan perkembangan,
pengolahan pati sagu dikembangkan lagi menjadi bahan industri pangan seperti :
bahan pembuat roti, biskuit, mi, dan beras sagu, lalu diolah juga menjadi bahan
industri plastik yang dikenal dengan istilah biodegradable plastic (plastik yang
mudah terurai). Belakangan ini, sagu dikembangkan juga sebagai bahan energi
alternatif yaitu bioetanol. Sebagai hasil buangan/ limbah padat sagupun dapat
dimanfaatkan sebagai bahan ramuan rumah, atap rumah, bahan anyaman dan bahan
kerajinan. Limbah sagu lainnya, seperti : ulat sagu, ternyata dapat dimanfaatkan juga
sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi dan dapat dijadikan sebagai pakan ternak.
Dengan keanekaragaman potensi dan manfaat sagu seperti yang telah
diuraikan, maka keberadaan sagu perlu dikembangkan karena selain sebagai tanaman
potensial yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi, sagu juga merupakan salah satu
kearifan lokal masyarakat Maluku, termasuk masyarakat di Dusun Waipaliti Desa
Hitu, Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Umumnya masyarakat Dusun
Waipaliti telah memanfaatkan sagu sebagai bahan pangan dari sejak dahulu, yang
dilakukan secara turun temurun. Dimana batang sagu tersebut diolah, kemudian
diambil patinya untuk dijadikan bahan pangan. Dari sisi potensinya, sagu di Maluku
memiliki potensi yang sangat besar, akan tetapi pada kenyataannya potensi sagu yang
dimanfaatkan hanya sebagian saja, sedangkan sisanya terbuang percuma di hutan.
Kenyataan ini pula yang terlihat di Dusun Waipaliti Desa Hitu Kecamatan Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah, bahwa dengan begitu banyak potensi dan manfaat sagu
yang ada ternyata bahwa sagu yang dimanfaatkan itu hanya untuk dikonsumsi dan
sebagian lagi diperjual belikan.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
A. Dapat mengetahui dan memahami pengertian tanaman sagu
B. Dapat mengetahui dan memahami daerah penghasil sagu
C. Dapat mengetahui dan memahami penanaman, pemanenan, pengelolaan dll dari
sagu
D. Dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis tanaman sagu
1.3. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah ilmu bagaimana
pengelolaan tanaman sagu menjadi bahan pangan di daerah maluku dan dapat
meningkatkan nilai tambah dan nilai guna bahan sehingga dapat meningkatkan nilai
ekonominya dan sedikit banyak dapat mengatasi dampak negatif limbah terhadap
lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Sagu
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu jenis tanam pangan non biji yang telah
cukup banyak dikenal oleh penduduk Indonesia terutama di kawasan yang memiliki
sedikit sawah. Beberapa daerah di Maluku telah mengkonsumsi sagu sebagai makanan
pokok.
Sagu yang merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang potensial di Indonesia
dapat digunakan untuk penganekaragaman pangan sesuai dengan INPRES No. 20 tahun
1979. Sagu merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia dan menempati urutan
ke-4 setelah ubikayu, jagung dan ubi jalar.
Tanaman sagu memiliki kandungan jumlah pati yang cukup banyak. Jika dihitung
jumlah pati yang dapat sagu hasilkan, maka akan terlihat perbandingan yang cukup besar
antara jumlah pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu satu hektar dengan tanaman jagung
atau padi satu hektar.
Pati yang terdapat dalam satu batang sagu berkisar 200-400 kg. Beberapa peneliti
jepang menemukan pohon sagu yang mengandung pati 800-900 kg/batang sagu. pati
sagu mengandung 84.7% karbohidrat yang terdiri atas 73% amilopektin dan 27%
amilosa. Pengolahan sagu hanya menghasilkan pati sekitar 16-18% dari bobot total
batang sagu yang termanfaatkan.
Penggolongan genus Metroxylon dan daerah agihan/sebaran mulai dari Thailand
(Bagian Barat) sampai Santa Cruz (Bagian Timur) dan Mindanau (Bagian Utara) sampai
Timor (Bagian Selatan). Sampai saat ini telah dikenal 11 genus dan 28 spesies palma
serta 1 genus dan 2 spesies pakis penghasil pati dari pokok batang. Secara taksonomi
tumbuhan, sistimatika tumbuhan sagu (Metroxylon sp) adalah sebagai berikut :
Devisi : Spermatophyta
3
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Arecales
Family : Palmae
Subfamili : Lepidocaroideae (Calamoideae)
Genus : Metroxylon
Spesies : Eumetroxylon spp.
2.2. Pertumbuhan Tanaman Sagu
Sagu memiliki potensi yang paling besar untuk digunakan sebagai pengganti beras.
Keuntungan sagu dibandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya adalah tanaman sagu
atau hutan sagu sudah siap dipanen bila diinginkan. Pohon sagu dapat tumbuh dengan
baik di rawa-rawa dan pasang surut, dimana tanaman penghasil karbohidrat lainnya sukar
tumbuh. Syarat-syarat agronominya juga lebih sederhana dibandingkan tanaman lainnya
dan pemanenannya tidak tergantung musim.
Kandungan kalori pati sagu setiap 100 gram ternyata tidak kalah dibandingkan
dengan kandungan kalori bahan pangan lainnya. Perbandingan kandungan kalori
berbagai sumber pati adalah (dalam 100 g): jagung 361 Kalori, beras giling 360 Kalori,
ubi kayu 195 Kalori, ubi jalar 143 Kalori dan sagu 353 Kalori.
Pohon sagu banyak dijumpai diberbagai daerah di Indonesia, terutama di Indonesia
bagian timur dan masih tumbuh secara liar. Diperkirakan luas areal tanaman sagu di
dunia kurang lebih 2.200.000 ha, 1.128.000 ha diantaranya terdapat di Indonesia. Jumlah
tersebut setara dengan 7.896.000 12.972.000 ton pati sagu kering per tahun.
Umumnya teknologi pengolahan pohon sagu menjadi pati sagu, di Indonesia masih
dilakukan secara tradisional dan hanya beberapa daerah seperti Riau, Jambi dan Sumatra
Selatan yang menggunakan cara semi mekanis dalam mengekstraksi pati sagu.
Pengolahan empulur pohon sagu secara tradisional menghasilkan pati sagu bermutu lebih
rendah dibandingkan dengan pengolahan secara semi mekanis dan mekanis, padahal
komoditi pati sagu juga dapat dijadikan komoditi ekspor. Negara pengimpor
membutuhkan puluhan ribu ton pati sagu tiap-tiap tahunnya untuk dibuat sirup glukosa,
sirup fruktosa, sorbitol dan lain-lain.
Luas areal tanaman sagu di dunia lebih kurang 2.187.000 hektar, tersebar mulai dari
Pasifik Selatan, Papua Nugini, Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Sebanyak 1.111.264
hektar diantaranya terdapat di Indonesia. Daerah yang terluas adalah Irian Jaya,
menyusul Maluku, Sulawesi, Riau, Kalimantan, Kepulauan Mentawai, dan daerah
lainnya. Perkiraan luas areal tanaman sagu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Luas
areal sagu adalah 850.000 hektar dengan potensi produksi lestari 5 juta ton pati sagu
kering per tahun. Luas areal sagu tidak kurang dari 740 ribu hektar dengan perkiraan
produksi 5.2 8.5 juta ton pati sagu kering per tahun.
Tabel 1. Perkiraan Kasar Areal Tanaman Sagu di Indonesia
idealnya sekali dalam setahun. Jumlah pohon yang disisakan atau dibiarkan tumbuh
dalam satu rumpun tergantung dari jenis dan spesies sagu dan tingkat
pertumbuhannya.
Ekstraksi pati sagu merupakan proses pengolahan terhadap empulur batang pohon
sagu (Metroxylon sp.) untuk mendapatkan pati yang terkandung di dalamnya. Prinsip
ekstraksi pati sagu terdiri dari pembersihan gelondongan atau batang sagu yang sudah
ditebang dari kulit serat yang kasar setebal 2 4 cm, pembelahan gelondongan menjadi
beberapa bagian dengan panjang 40 70 cm. Setelah itu dilakukan pemarutan dan
pemisahan pati sagu dari sabut serta pengeringan pati sagu.
Secara garis besar ekstraksi pati sagu dibagi menjadi dua, yaitu cara tradisional dan
cara mekanis (pabrikasi) seperti yang dilakukan di Malaysia. Proses secara tradisional
umumnya dilakukan di Indonesia,
Metode 1 yang berada di Indonesia
Metode 2
10
11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Petani Tanaman Sagu di Maluku
- Umur dan Tingkat Pendidikan
Masyarakat petani pengelola sagu, maka diketahui bahwa mereka ini bukan
merupakan penduduk asli Desa Hitu, tetapi dominan mereka ini merupakan
masyarakat pendatang dari pulau Sulawesi (Buton) hanya telah menetap
berpuluh-puluh tahun di Dusun Waipaliti. Pekerjaan sebagai pengelola sagu ini
telah dilakukan selama puluhan tahun secara turun temurun sebagai warisan
orangtua mereka. Petani pengelola sagu yang ada di Dusun Waipaliti ini
berjumlah 11 KK, dengan tingkat umur dan pendidikan yang berbeda-beda.
Tabel 1. Karakteristik Petani Pengelola Sagu Berdasarkan Tingkat Umur dan
Pendidikan
tingkat kehidupan mereka yang semuanya masih di bawah rata-rata. Dan umur
petani sagu yang berkisar antara 32- 63 tahun, menunjukkan bahwa ternyata ada
diantara petani ini yang bukan lagi merupakan usia produktif karena sudah
berusia >48 tahun dan ini akan berpengaruh untuk aktivitas dan kinerja kerja,
akan tetapi kenyataan yang terlihat di lapangan bahwa justru petani yang usianya
> 48 tahun, seperti : 50, 51 dan 63 tahun, justru mereka ini yang mempunyai
semangat kerja yang tinggi, dibandingkan dengan yang masih muda.
3.2. Teknik Pengelolaan Sagu di Maluku
Umumnya tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh pada cara dan pola
hidupnya, hal ini juga yang terjadi pada masyarakat petani pengelola sagu Dusun
Waipaliti, dimana dengan tingkat pendidikan yang di bawah rata-rata memberi
dampak pada cara mereka melakukan pekerjaan pengelolaan sagu. Kenyataan inilah
yang terlihat di lapangan yaitu pada cara dan teknik petani mengelola sagunya,
dimana ratarata teknik pengelolaan sagu yang dilakukan masih bersifat tradisional
sampai semi mekanis. Petani pengelola sagu di dusun Waipaliti ini, dalammelakukan
pengolahan sagu masih menggunakanalat-alat tradisional, walaupun beberapa di
antaramereka juga sudah menggunakan yang semimekanis, seperti :
a. Penebangan, masih menggunakan parang dan kapak tetapi ada juga yang sudah
memakai chain saw.
13
pengolahan
secara
tradisional
sampai
semi
mekanis,
sehingga
keluarga. Dan rata-rata dari semua petani pengelola sagu dusun Waipatili ini tidak
memiliki lahan sagu. Lahan sagu yang ada adalah milik masyarakat Hitu yang
merupakan pemilik tanah pada dusun Waipatili.
Walaupun demikian, dalam hal pengelolaan sagu ini harus sesuai dengan
ketentuan atau aturan-aturan yang telah disepakati bersama, baik itu untuk
penebangan sagu, pengambilan bahan (atap, gaba-gaba) maupun dalam hal
pemanfaatan lahan sagu. Sehingga biasanya untuk memanfaatkan sagu maka pohon
sagu tersebut harus dibeli oleh petani pengelola sagu, atau bisanya juga terjadi sistem
bagi hasil, dimana pohon sagunya bisa diolah oleh petani tetapi dengan ketentuan
bagi hasil dengan pemilik pohon sagu, sehingga kedua belah pihak saling
menguntungkan.
3.4. Keragaman Tanaman Sagu di Maluku
A. Jenis Tanaman Sagu di Maluku
1. Sagu Molat (Metroxylon Sagus)
Molat putih : pelepahnya licin, bersih, tidak terdapat garis-garis berwarna
coklat kemerahan. Molat merah
cm.
Empelurnya lunak dan sedikit mengandung serat sehingga mudah di
tokok.
Kadar empelurnys menapai sekitar 82% dari berat batang
Patinya/ tepung sagu berwarna putih.Setiap pohon
dapat
Asosiasi vegetasi merupakan vegetasi lain yang ada di sekitar tanaman sagu.
Pada dimaluku diperoleh adanya beberapavegetasi, antara lain : kakao
(Theobromacacao), pisang (Musa paradisiaca), langsat(Lansium domesticum),
durian
(Durio
zibetinus),
manggustan
hutan
(Garcinia
sp),
pandan
Selain manfaat ekonomi sagu yang cukup memberikan pendapatan lebih bagi
petani, manfaat sagu lainnya yang didapat oleh masyarakat cukup banyak, terutama
bagi masyarakat petani pengelola sagu. Sagu selain dari hasil olahan produksi
patinya yang dijual, tetapi sagu juga dimanfaatkan oleh keluarga petani sebagai
bahan pangan keluarga, selain itu juga sagu dibuat berbagai bentuk penganan
(makanan) baik untuk dikonsumsi dan juga untuk dijual.
Manfaat sagu juga bukan hanya sebatas sebagai bahan pangan saja, tetapi
dengan tanaman sagu masyarakat juga, dilindungi dari bahaya banjir terutama
masyarakat yang ada di sekitar daerah sungai, sebab lahan sagu merupakan daerah
17
penyangga bagi banjir. Di lain sisi juga, masyarakat memanfaatkan bagian lain dari
tanaman sagu untuk dijadikan bahan bangunan seperti : daun sagu dijadikan atap,
pelepah sagu (gaba-gaba) dijadikan untuk pembuatan dinding rumah, untuk tempat
duduk (degu-degu), sebagai rakit untuk mainan anak dan sebagainya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu jenis tanam pangan non biji yang
telah cukup banyak dikenal oleh penduduk Indonesia terutama di kawasan yang memiliki
sedikit sawah. Beberapa daerah di Maluku telah mengkonsumsi sagu sebagai makanan
pokok. Tanaman sagu banyak terdapat di Indonesia terutama Maluku, Papua dan
Kalimantan. Kalimantan Barat sagu belum dimanfaatkan dengan baik dan optimal oleh
masyaraka
Umumnya petani pengelola sagu di Dusun Waipaliti Desa Hitu, adalah petani dengan
usia produktif dengan persentase terbesar yaitu 97,5 % dan memiliki tingkat pendidikan
di bawah rata-rata, hanya sampai sekolah tingkat menengah pertama.
Proses pengelolaan sagu yang dilakukan masih secara tradisional sampai semi
mekanis, terbukti dari alat-alat yang digunakan dalam pengolahan sagunya.
Keragaman sagu yang ada di Dusun Waipaliti Desa Hitu Kecamatan Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah, penyebarannya cukup beragam dimana ada 3 (tiga) jenis
sagu yang ditemukan yaitu : Sagu Molat (M. sagus Rotb), Sagu Tuni (M. rumphii Mart)
18
dan Sagu Ihur (M. sylvester Mart). Jenis sagu yang dominan dan yang banyak digunakan
oleh petani adalah jenis sagu Tuni dan Sagu Ihur.
Selain manfaat sagu sebagai bahan pangan keluarga, sagu juga dapat memberikan
manfaat lebih bagi masyarakat Dusun Waipaliti Desa Hitu, terutama bagi masyarakat
petani pengolah sagu.
DAFTAR PUSTAKA
-
Sagu.wikipedia.com
hhtp://racmatullah.blogspot.co.id/2011/12/tinjauan-pustaka-tanaman-sagu.html?m=1
hhtp://rizalm09.student.ipb.ac.id/2012/03/29/paper-sagu
http://inspirasiuncak.blogspot.co.id/
19
LAMPIRAN
Sagu Molat
Sagu Lhur
20
Sagu Makaranu
Sagu Tuni
21
22