Está en la página 1de 17

Pencernaan Makanan

Agar Makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan,


waktu yang diperlukan makanan pada masing-masing bagian saluran bersifat
sangat penting. Selain itu, pencampuran yang tepat juga harus dilakukan. Tetapi
karena kebutuhan untuk pencampuran dan propulsi (pendorongan) sangat berbeda
pada tiap tingkat proses, berbagai mekanisme umpan balik hormonal dan saraf
otomatis akan mengontrol waktu dan tiap aspek proses ini sehingga pencampuran
dan pendorongan akan terjadi secara optimal, tidak terlalu cepat, tidak terlalu
lambat.
Jumlah makanan yang dicerna oleh seseorang terutama ditentukan oleh
keinginan intrinsik akan makanan yang disebut lapar. Jenis makanan yang dicari
orang ditentukan oleh selera. Mekanisme ini ada di dalam tubuh seseorang dan
merupakan sistem pengaturan otomatis yang sangat penting untuk menjaga
persediaan makanan yang ade kuat untuk tubuh. mekanisasi pencernaan makanan,
terutama, mastikasi dan menelan.
Mastikasi (Mengunyah)
Gigi sudah dirancang dengan sangat tepat untuk mengunyah, gigi anterior
(insisivus) menyediakan kerja memotong yang kuat dan gigi posterior (molar),
kerja menggiling. Semua otot rahang bawah yang bekerja bersama-sama dapat
tnengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar 55 pound pada incisivus dan 200
pound pada molar;
Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari
saraf kranial kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang
otak. Perangsangan daerah retikularis spesifik pada pusat pengecapan batang otak
akan menimbulkan pergerakan mengunyah yang ritmis. Demikian pula,
perangsangan area di hipotalamus amidala dan bahkan di korteks serebri dekat
area sensoris untuk pengecapan dan penghidu seringkali dapat menimbulkan
gerakan mengunyah.
Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh suatu refleks mengunyah,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Adanya bolus makanan di dalam mulut
pada awalnya menimbulkan penghambat refleks otot untuk mengunyah, yang

menyebabkan rahang bawah turun ke bawah. Penurunan ini kemudian


menimbulkan refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan
kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang
menimbulkan pengatupan gigi, tetapi juga menekan bolus melawan dinding
mulut, yang menghambat otot rahang bawah sekali lagi, menyebabkan rahang
bawah turun dan kembali rebound pada saat yang lain, dan ini terjadi berulangulang.
Mengunyah bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, tetapi
terutama sekali untuk sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zatzat mi mempunyai membran selulosa yang tidak mudah dicema. Membran mi
melingkupi bagian-bagian zat nutrisi sehingga harus diuraikan sebelum makanan
dapat dicerna. Selain itu, mengunyah akan membantu pencernaan makanan untuk
alasan sederhana berikut: Enzim-enzim pencernaan hanya bekerja pada
permukaan partikel makanan; karena itu, kecepatan pencernaan seluruhnya
bergantung pada total area permukaan yang terpapar dengan sekresi pencernaan.
Selain itu, menggiling makanan hingga menjadi partikel-partikel dengan
konsistensi sangat halus akan mencegah ekskoriasi traktus gastrointestinal dan
meningkatkan kemudahan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus
halus, kernudian ke semua segmen usus berikutnya.
Proses Menelan (Deglutisi)
Menelan adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena faring membantu
fungsi pernapasan. dan menelan. Faring diubah hanya dalam beberapa detik
menjadi traktus untuk mendorong masuk makanan. Yang terutama penting adalah
bahwa respirasi tidak terganggu karena proses menelan.
Pada umumnya, menelan dapat dibagi menjadi (1) tahap volunter, yang
mencetuskan proses menelan, (2) tahap faringeal, yang bersifat involunter dan
membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus; dan (3) tahap
esofageal, fase involunter lain yang mengangkut makanan dari faring ke lambung.

Tahap Volunter dari Proses Menelan. Bila makanan sudah siap untuk ditelan,
"secara sadar" makanan ditekan atau digulung ke arah posterior ke dalam faring
oleh tekanan lidah ke atas dan ke belakang terhadap palatum. proses menelan
menjadi seluruhnya atau hampir seluruhnya berlangsung secara otornatis dan
umumnya tidak dapat dihentikan.
Tahap Faringeal dari Proses Menelan. Sewaktu bolus makanan memasuki
bagian posterior mulut dan faring, bolus merangsang daerah epitel reseptor
menelan di sekeliling pintu faring, khususnya pada tiang-tiang tonsil, dan sinyalsinyal dari sini berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi
otot faringeal secara otomatis sebagai berikut:
1. Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior, untuk
mencegah refluks makanan ke rongga hidung.
2. Lipatan palatofaringeal pada setiap sisi faring tertarik ke arah medial
untuk saling mendekat satu sama lain. Dengan cara ini, lipatan-lipatan
tersebut membentuk celah sagital yang harus dilewati oleh makanan
untuk masuk ke dalam faring posterior. Celah ini melakukan kerja
selektif, sehingga makanan yang telah cukup dikunyah dapat lewat
dengan mudah. Karena tahap penelanan ini berlangsung kurang dari 1
detik, setiap benda besar apa pun biasanya sangat dihalangi untuk
berjalan masuk ke esofagus.
3. Pita suara laring menjadi sangat berdekatan, dan laring tertarik ke atas
dan anterior oleh otot-otot leher. Hal ini, digabung dengan adanya
ligamen yang mencegah pergerakan epiglotis ke atas, menyebabkan
epiglotis bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Seluruh efek ini
bekerja bersama mencegah masuknya makanan ke dalam hidung dan
trakea. Yang paling penting adalah sangat berdekatannya pita suara,
namun epiglotis membantu mencegah makanan agar sejauh mungkin dari
pita suara. Kerusakan pita suara atau otot-otot yang membuatnya
berdekatan dapat menyebabkan strangulasi.
4. Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan ke
esofagus. Pada saat yang bersamaan, 3-4 sentimeter di atas dinding otot
esofagus, yang dinamakan sfingier, esofagus atas (juga disebut sfingter

faringoesofageal) berelaksasi, sehingga makanan dapat bergerak dengan


mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus bagian atas. Di
antara penelanan, sfingter ini tetap berkontraksi dengan kuat, sehingga
mencegah udara masuk ke esofagus selama respirasi. Gerakan laring ke
atas juga mengangkat glotis keluar dan jalan utama makanan, sehingga
makanan terutama hanya melewati setiap sisi epiglotis dan bukan
melintas di atas permukaannya; hal ini menambah pencegahan terhadap
masuknya makanan ke dalam trakea.
5. Setelah laning terangkat dan sfingter faningoesofageal mengalami
relaksasi, seluruh otot dinding faring berkontraksi, mulai dari bagian
superior faring, lalu menyebar ke bawah melintasi daerah faring media
dan inferior, yang mendorong makanan ke dalam esofagus melalui proses
penistaltik.
Sebagai ringkasan mekanika tahapan penelanan dan faring: Trakea tertutup,
esofagus terbuka, dan suatu gelombang penistaltik cepat dicetuskan oleh sistem
saraf faring mendorong bolus makanan ke dalam esofagus bagian atas, seluruh
proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik.
Pencetusan Saraf pada Tahap Faringeal dari Proses Menelan.
Daerah taktil paling sensitif dan bagian posterior mulut dan faring untuk
mengawali tahap faringeal pada proses menelan terletak pada suatu cincin Yang
mengelilingi pembukaan faring, dengan sensitivitas terbesar pada tiang-tiang
tonsil. Sinyal dijalarkan dan daerah ini melalui bagian sensoris saraf trigeminal
dan glosofaningeal ke medula oblongata, baik ke dalam atau berhubungan erat
dengan traktus solitarius, yang terutama menerima semua impuls sensoris dari
mulut.
Tahap berikutnya dari proses menelan secara otomatis dicetuskan dalam
urutan yang teratur oleh daerah-daerah neuron substansia retikularis medula dan
bagian bawah pons. Urutan refleks penelanan ini sama dari satu penelanan ke
penelanan berikutnya, dan waktu untuk seluruh siklus juga tetap sama dari satu
penelanan ke penelanan berikutnya. Daerah di medula dan pons bagian bawah

yang mengatur penelanan secara keseluruhan disebut pusat menelan atau


deglutisi.
Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esofagus bagian atas yang
menyebabkan penelanan dijalarkan secara berurutan oleh saraf kranial ke-5, ke-9,
ke- 10, dan ke-12 serta bahkan beberapa saraf servikal superior.
Ringkasnya, tahap faringeal dari penelanan pada dasarnya merupakan suatu
refleks. Hal ini hampir selalu diawali oleh gerakan makanan secara volunter
masuk ke bagian belakang mulut, yang kemudian merangsang reseptor-reseptor
sensoris faringeal involunter untuk menimbulkan refleks menelan.
Pengaruh Tahap Faringeal dari Proses Menelan Terhadap Pernapasan.
Seluruh tahap faringeal dan proses menelan terjadi dalam waktu kurang dari
6 detik, dengan demikian mengganggu pernapasan hanya sekejap saja dalam
siklus pernapasan yang biasa. Pusat menelan secara khusus menghambat pusat
pernapasan medula selama waktu ini, menghentikan pernapasan pada titik tertentu
dalam siklusnya untuk memungkinkan berlangsungnya penelanan. Bahkan,
sewaktu seseorang sedang berbicara, penelanan akan menghentikan pernapasan
se-lama waktu yang sedemikian singkat sehingga sulit untuk diperhatikan.
Tahap Esofageal dari Proses Menelan.
Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan secara cepat dari
faring ke lambung, dan gerakannya diatur secana khusus untuk fungsi tersebut.
Normalnya, esofagus memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik:
peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Penistaltik primer hanya merupakan
kelanjutan dan gelombang penistaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke
esofagus selama tahap faringeal dari proses menelan. Gelombang mi berjalan dari
faring ke lambung dalam waktu sekitar 8 sampai 10 detik. Makanan yang ditelan
seseonang pada posisi tegak biasanya dihantarkan ke ujung bawah esofagus
bahkan lebih cepat danipada gelombang peristaltik itu sendiri, sekitar 5 sampai 8
detik, akibat adanya efek gravitasi tambahan yang menarik makanan ke bawah.
Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan yang
telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder

yang dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan,


gelombang ini terus benlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam
lambung. Gelombang peristaltik sekunder mi sebagian dimulai oleh sinkuit saraf
intrinsik dalam sistem sarafmienterikus dan sebagian oleh refleks-refleks yang
dimulai pada faring lalu dihantarkan ke atas melalui serabut-serabut aferen vagus
ke medula dan kembali lagi ke esofagus melalui serabut-serabut saraf eferen
glosofaringeal dan vagus.
Susunan otot dinding faring dan sepertiga bagian atas esofagus adalah otot
lurik Karena itu, gelombang penstaltik di daerah ini diatur oleh sinyal saraf rangka
dan saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada dua pertiga bagian bawah esofagus,
susunan ototnya merupakan otot polos, namun bagian esofagus ini juga secara
kuat diatur oleh saraf vagus yang bekenja melalui perhubungan dengan sistem
saraf mienterikus esofageal. Sewaktu saraf vagus yang menuju esofagus dipotong,
setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus esofagus menjadi cukup
terangsang untuk menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang kuat bahkan
tanpa bantuan dari refleks Vagal. Karena itu, bahkan sesudah paralisis refleks
penelanan batang otak, makanan yang dimasukkan melalui selang atau dengan
cara lain ke dalam esofagus tetap siap mernasuki lambung.
Relaksasi Reseptif dari Lambung.
Bila gelombang peristaltik esofagus mendekat ke arah lambung, timbul
suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron penghambat
mienterikus, mendahului peristaltik. Selanjutnya, seluruh lambung dan, dalam
jumlah yang lebih sedikit, bahkan duodenum menjadi terelaksasi sewaktu
gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus dan dengan demikian
mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang didorong ke esofagus
selama proses menelan.
Fungsi Sfingter Esofagus Bagian Bawah (Suungter Gastroesofageal).
Pada ujung bawah esofagus, meluas ke atas sekitar 3 sentimeter di atas
perbatasan dengan lambung, otot sirkular esofagus berfungsi sebagai sfingter
esofagus bawah yang lebar, atau disebutjuga sfingter gastroesofageal. Normalnya,

sfingter mi tetap berkonstriksi secara tonik dengan tekanan intraluminal pada titik
ini di esofagus sekitar 30 mm Hg, berbeda dengan bagian tengah esofagus yang
normalnya tetap berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik penelanan melewati
esofagus, terdapat "relaksasi reseptif dari sfingter esofagus bagian bawah yang
mendahului gelombang peristaltik, yang mempermudah pendorongan makanan
yang ditelan ke dalam lambung. Kadang sfingter tidak berelaksasi dengan baik,
sehingga mergakibatkan keadaan yang disebut akalasia.
Sekresi lambung bersifat sangat asam dan mengandung banyak enzim
proteolitik. Mukosa esofagus, kecuali pada seperdelapan bagian bawah esofagus,
tidak mampu berlama-lama menahan kerja pencernaan dari sekresi lambung.
Untungnya, konstriksi tonik clan sfingter esofagus bagian bawah akan membantu
untuk mencegah refluks yang bermakna dari isi lambung ke dalam esofagus
kecuali pada keadaan sangat abnormal.
Pencegahan Tambahan terhadap Refluks dengan Penutup Seperti Katup di
Ujung Distal Esofagus. Faktor lain yang membantu mencegah refluks adalah
mekanisme seperti katup pada bagian esofagus yang pendek yang terletak agak
dekat lambung. Peningkatan tekanan intra-abdomen akan mendesak esofagus ke
dalam pada titik ini. Jadi, penutup seperti-katup pada esofagus bagian bawah ini
akan membantu mencegah tekanan intra-abdomen yang tinggi yang berasal dari
desakan isi lambung kembali ke esofagus. Kalau tidak, setiap kali kita berjalan,
batuk, atau bernapas kuat, kita mungkin mengeluarkan asam lambung ke
esofagus.
Fungsi Motorik Lambung
Fungsi Penyimpanan Lambung
Sewaktu makanan masuk ke dalam lambung, makanan membentuk
lingkaran konsentris makanan di bagian oral lambung, makanan yang paling baru
terletak paling dekat dengan pembukaan esofagus dan makanan yang paling akhir
terletak paling dekat dengan dinding luar lambung. Normalnya, bila makanan
meregangkan lambung, "refleks vasovagal" dalam lambung ke batang otak dan
kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot

korpus lambung sehingga dinding menonjol keluar secara progresif, menampung


jumlah makanan yang makin lama makin banyak sampai suatu batas saat lambung
berelaksasi sempuma, yaitu 0,8 sampai 1,5 liter. Tekanan dalam lambung tetap
rendah sampai batas ini tercapai.
Pencampuran dan Propulsi Makanan dalam LambungIrama Listrik Dasar
Dinding Lambung
Getah pencemaan dari lambung disekresikan oleh kelenjar gastrik, yang
berada pada hampir seluruh dinding korpus lambung kecuali sepanjang garis
sempit di kurvatura minor lambung. Sekresi ini terjadi dengan segera saat
berkontak dengan bagian makanian yang disimpan yang terletak berhadapan
dengan permukaan mukosa lambung. Selama lambung berisi makanan,
gelombang konstriktor peristaltik yang lemah, juga disebut gelombang
pencampur, mulai timbul di bagian tengah sampaiice bagian yang lebih atas dari
dinding lambung dan bergerak ke arah antrum sekitar satu kali setiap 15 sampai
20 detik. Gelombang mi ditimbulkan oleh irama listrik dasar dinding lambung,
terdiri dari "gelombang pendek" listrik yang terjadi secara spontan pada dinding
lambung.
Sewaktu gelombang konstriktor berjalan dari korpus lambung ke dalam
antrum, gelombang tersebut menjadi lebih kuat, beberapa menjadi sangat kuat dan
menimbulkan cincin konstriktor yang digerakkan oleh potensial aksi peristaltik
yang kuat, yang mendorong isi antrum di bawah tekanan yang semakin lama
semakin tinggi ke arah pilorus.
Cincin konstriktor ini juga memainkan peran penting dalam mencampur isi
lambung melalui cara berikut: Setiap kali gelombang peristaltik berjalan ke bawah
dinding antrum menuju pilorus, gelombang itu menembus isi lambung semakin
dalarn pada antrum. Tetapi pembukaan pilorus masih cukup sempit sehingga
hanya beberapa mililiter atau kurang isi antrum yang dikeluarkan ke dalam
duodenum pada setiap gelombang peristaltik. Demikian juga, sewaktu setiap
gelombang peristaltik mendekati pilorus, otot pilorus itu sendiri sering
berkontraksi, yang selanjutnya menghalangi pengosongan melalui pilorus. OIeh
karena itu, sebagian besar isi antrum akan diperas terbalik arahnya melalui cincin

peristaltik menuju korpus lambung, tidak menuju pilorus. Jadi, gerakan cincin
konstriktif peristaltik, digabung dengan kerja memeras dengan arah terbalik,
disebut "retropulsi," adalah mekanisme pencampuran yang sangat penting dalam
lambung.
Kimus
Sesudah makanan dalam lambung telah seluruhnya bercampur dengan
sekresi lambung, hasil campuran yang berjalan ke usus disebut kimus. Derajat
keenceran kimus bergantung pada jumlah relatif makanan, air, dan sekresi
lambung serta pada derajat penceraan yang telah terjadi. Ciri-ciri kimus adalah
cairan keruh setengah cair atau seperti pasta.
Kontraksi Lapar
Selain kontraksi peristaitik yang terjadi ketika makanan terdapat di dalam
lambung, terdapat suatu jenis kontraksi lain yang kuat disebut kontraksi lapar,
sering terjadi bila lambung telah kosong selama beberapa jam atau lebih
Kontraksi ini adalah kontraksi peristaltik yang ritmis di dalam korpus lambung.
Ketika kontraksi berturutan tersebut menjadi sangat kuat, kontraksi-kontraksi ini
akan menimbulkan kontraksi tetarik yang kontinu yang kadang berlangsung
selama 2 sampai 3 menit.
Kontraksi lapar terjadi paling kuat pada orang muda, sehat yang memiliki
derajat tonus gastrointestinal yang tinggi; kontraksi juga dapat sangat menjngkat
jika orang tersebut memiliki kadar gula darah yang lebih rendah dan normal. Bita
kontraksi lapar terjadi di dalam lambung, orang kadang akan mengalami sensasi
nyeri ringan pada bagian bawah tarnbung, disebut hunger pangs (rasa nyeri
mendadak waktu lapar). Hunger pangs biasanya tidak terjadi sampai 12 hingga 24
jam sesudah masuknya makanan yang terakhir; pada kondisi kelaparan, hunger
pangs mencapai intensitas terbesar dalam waktu 3 sampai 4 hari, dan melemah
secara bertahap pada hari-hari berikutnya.

Pengosongan Lambung
Pengosongan lambung ditimbulkan oleh kontraksi peristaltik yang kuat di
dalam antrum lambung. Pada saat yang sama, pengosongan dilawan oleh berbagai
tingkat resistensi terhadap pasase kimus di pilorus.
Kontraksi Peristaltik Antrum yang kuat Selama Pengosongan Lambung
Pompa Pilorus.
Pada umumnya, kontraksi-kontraksi ritmis lambung bersifat lemah dan
terutama berfungsi untuk menyebabkan pencampuran makanan dan sekresi
lambung. Akan tetapi, Selama sekitar 20 persen dari seluruh waktu ketika
makanan berada dalam lambung, kontraksi menjadi kuat, bermula pada bagian
pertengahan larnbung dan menyebar melalui bagian kaudal lambung. Kontraksi
ini tidak lagi sebagai kontraksi mencampur yang lemah tetapi sebagai peristaltik
yang kuat, sangat ketat seperti kontraksi cincin sehingga dapat menyebabkan
pengosongan lambung. Sewaktu lambung secara progresif menjadi semakin
kosong, konstriksi ini mulai makin menjauh dalam korpus lambung, secara
berangsur-angsur menjepit makanan pada korpus lambung dan menambahkan
makanan pada kimus di dalam antrum. Kontraksi peristaltik yang kuat ini sering
membuat tekanan air sebesar 50 sampai 70 sentimeter, yang kira-kira enam kali
lebih kuat dari jenis gelombang peristaltik pencampuran yang biasa.
Bila tonus pilorus normal, setiap getombang peristaltik yang kuat akan
mendorong beberapa mililiter kimus ke dalam duodenum. Jadi, gelombang
peristaltik, selain menyebabkan pencampuran di dalam lambung, juga
menyediakan kerja pemompaari yang disebut "pompa pilorus."
Peranan Pilorus daIam PengontroI Pengosongan Lambung
Pembukaan bagian distal lambung adalah pilorus. Di sini ketebalan dinding
otot sirkular menjadi 50 sampai 100 persen lebih besar daripada bagian awal
antrum lambung, dan secara tonik tetap berkontraksi secara ringan hampir
sepanjang waktu. Oleh karena itu, otot sirkular pilorus disebut sfingter pilorus.
Walaupun terdapat kontraksi tonik sfingter pilorus yang normal, pilorus
biasanya cukup terbuka bagi air dan cairan lain untuk dikosongkan dari lambung

ke dalam duodenum dengan mudah. Sebaliknya, konstriiksi biasanya mencegah


pasase partikel makanan sampai partikel tersebut telah tercampur dalam kimus
hingga memiliki konsistensi hampir cair. Derajat konstriksi pilorus ditingkatkan
atau diturunkan di bawah pengaruh sinyal refleks saraf dan humoral dari lambung
dan duodenum.
Pengaturan Pengosongan Lambung
Kecepatan pengosongan lambung diatur oleh sinyal dan lambung dan
duodenum. Akan tetapi, duodenum memberi sinyal yang lebih kuat, mengontrol
pengosongan kimus ke dalam duodenum pada kecepatan yang tidak melebihi
kecepatan kimus dicerna dan diabsorbsi dalam usus halus.
Pengosongan lambung hanya diatur dalam derajat sedang oleh faktor-faktor
lambung seperti derajat pengisian lambung dan efek perangsangan gastrin pada
peristaltik lambung. Mungkin kontrol pengosongan lambung yang Iebih penting
terletak pada sinyal umpan balik penghambat dan duodenum, termasuk refleks
umpan balik sarafpenghambat enterogastrik dan umpan balik hormonal oleh CCK.
Mekanismm penghambat umpan balik ini bekerja bersama-sama memperlambat
kecepatan pengosongan bila (1) kimus yang terdapat dalam usus halus sudah
telalu banyak (2) kimus bersifat terlalu asam, mengandung terlalu banyak protein
atau lemak yang belum dicerna, bersifat hipotonik atau hipertonik, atau
mengiritasi. Dalam keadaan ini, kecepatan pengosongan lambung dibatasi sampai
sejumlah kimus dapat diproses di dalam usus halus.
Pergerakan Usus Halus
Pergerakan usus halus, seperti pergerakan lainnya dalam traktus
gastrointestinal, dapat dibagi menjadi kontraksi pencampuran dan kontraksi
propulsif. Dalam arti yang luas, pembagian ini bersifat artifisial karena pada
dasarnya semua pergerakan usus halus menyebabkan paling sedikit beberapa
derajat pencampuran dan propulsif. Klasifikasi umum dari proses ini adalah
sebagai berikut:

Kontraksi Pencampuran (Kontraksi Segmentasi)


Bila bagian tertentu usus halus teregang oleh kimus, peregangan dinding
usus menimbulkan kontraksi konsentris lokal dengan jarak interval tertentu
sepanjang usus dan berlangsung sesaat dalam semenit. Kontraksi mi menimbulkan
"segmentasi" pada usus halus. Artinya, kontraksi membagi usus menjadi segmensegmen ruang yang mempunyai bentuk rantai sosis. Bila satu rangkaian kontraksi
segmentasi berelaksasi, sering timbul satu rangkaian baru, tetapi kontraksi kali ini
terjadi terutama pada titik baru di antara kontraksi-kontraksi sebelumnya. Karena
itu, kontraksi segmentasi ini "memotong" kimus sekitar dua sampai tiga kali per
menit, dengan cara ini membantu pencampuran makanan dengan sekresi usus
halus.
Frekuensi maksimal dari kontraksi segmentasi dalam usus halus ditentukan
oleh frekuensi gelombang lambat listrik dalam dinding usus, yang merupakan
irama listrik dasar. Karena besar frekuensi ini normalnya tidak melebihi 12 per
menit dalam duodenum dan jejunum proksimal, frekuensi maksimum dari
kontraksi segmentasi pada daerah ini juga kira-kira 12 kontraksi per menit, tetapi
hal ini terjadi hanya pada keadaan perangsangan yang ekstrem. Pada ileum
terminalis, frekuensi maksimum biasanya 8 sampai 9 kontraksi per menit.
Kontraksi segmentasi menjadi sangat lemah bila aktivitas perangsangan
sistem saraf enterik dihambat oleh obat atropin. Oleh karena itu, walaupun
gelombang lambat dalam otot polos itu sendiri yang menyebabkan kontraksi
segmentasi, kontraksi tersebut tidak efektif tanpa dilatarbelakangi oleh
perangsangan yang terutama berasal dari pleksus saraf mienterikus.
Gerakan Propulsif
Peristaflik dalam Usus Halus
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Ini dapat
terjadi pada bagian usus halus mana pun, dan bergerak menuju anus dengan
kecepatan 0,5 sampai 2,0 cm/detik, lebih cepat di usus bagian proksimal dan lebih
lambat di usus bagian terminal. Gelombang peristaltik tersebut Secara normal
sangat lemah dan biasanya berhenti sesudah menempuh jarak 3 sampai 5

sentimeter, sangat jarang lebih jauh dari 10 sentimeter, sehingga pergerakan maju
kimus juga sangat lambat, begitu lambatnya sehingga pergerakan netto sepanjang
usus halus rata-rata hanya 1 cm/menit. Ini berarti bahwa dibutuhkan waktu 3
sampai 5 jam untuk perjalanan kimus dari pilorus sampai ke katup ileosekal.
Gerakan Kolon
Fungsi utama kolon adalah (1) absorpsi air dan elektrolit dari kimus untuk
membentuk feses yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat
dikeluarkan. Setengah bagian proksimal kolon, terutama berhubungan dengan
absorpsi, clan setengah bagian distal, berhubungan dengan penyimpanan. Karena
tidak diperlukan pergerakan kuat dari dinding kolon untuk fungsi-fungsi ini, maka
pergerakan kolon secara normal sangat lambat. Meskipun lambat, pergerakannya
masih mempunyai karaktenistik yang serupa dengan pergerakan usus halus dan
sekali lagi dapat dibagi menjadi gerakan mencampur dan gerakan mendorong.
Gerakan Mencampur"Haustrasi."
Melalui cara yang sama dengan terjadinya gerakan segmentasi dalam usus
halus, konstriksi-konstniksi sirkular yang besar terjadi dalam usus besar. Pada
setiap konstriksi ini, kira-kira 2,5 sentimeter otot sirkular akan berkontraksi,
kadang menyempitkan lumen kolon sampai hampir tersumbat. Pada saat yang
sama, otot longitudinal kolon, yang terkumpul menjadi tiga pita longitudinal yang
disebut taenia coil, akan berkontraksi. Kontraksi gabungan dari pita otot sirkular
dan longitudinal menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol
ke luar memberikan bentuk serupa-kantung yang disebut haustrasi.
Setiap haustrasi biasanya mencapai intensitas puncak dalam waktu sekitar
30 detik dan kemudian menghilang selama 60 detik berikutnya. Kadang-kadang
kontraksi juga bergerak lambat menuju ke anus selama masa kontraksinya,
terutama pada sekum dan kolon asenden, dan karena itu menyebabkan sejumlah
kecil dorongan isi kolon ke depan. Beberapa menit kemudian, timbul kontraksi
haustrae yang baru pada daerah lain yang berdekatan. Oleh karena itu, bahan feses
dalam usus besar secara lambat diaduk dan diputar dengan cara yang hampir sama
seperti orang menyekop tanah. Dengan cara ini, semua bahan feses secara

bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan serta zatzat terlarut secara progresif diabsorbsi hingga hanya terdapat 80 sampai 200
mililiter feses yang dikeluarkan setiap hari.
Gerakan Mendorong"Pergerakan Massa."
Banyak dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh
kontraksi haustrae yang lambat tetapi berlangsung persisten, yang membutuhkan
waktu 8 sampai 15 jam untuk menggerakkan kimus dari katup ileosekal ke kolon,
sementara kimusnya sendiri menjadi feses dengan karakteristik lumpur setengah
padat bukan lagi setengah cair.
Dari sekum sampai sigmoid, pergerakan massa dapat mengambil alih peran
pendorongan untuk beberapa menit dalam satu waktu. Gerakan ini biasanya hanya
terjadi satu sampai tiga kali setiap hari pada kebanyakan orang, terutama untuk
kira-kira 15 menit selama jam pertama sesudah makan pagi.
Pergerakan massa adalah jenis peristaltik yang dimodifikasi yang ditandai
oleh rangkaian penistiwa sebagai berikut: Pentama, timbul sebuah cincin
konstriksi sebagai respons dari tempat yang teregang atau teriritasi di kolon,
biasanya pada kolon transversum. Kemudian, dengan cepat kolon, sepanjang 20
sentimeten atau lebih, pada bagian distal cincin konstriksi tadi akan kehilangan
haustrasinya dan justru berkontraksi sebagai satu unit, mendorong maju materi
feses pada segmen ini sekaligus untuk lebih menuruni kolon. Kontraksi secara
pnogresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30 detik, dan
terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya. Lalu, timbul pergerakan
massa yang lain, kali ini mungkin berjalan lebih jauh sepanjang kolon.
Satu rangkaian pengenakan massa biasanya menetap selama 10 sampai 30
menit. Lalu mereda dan mungkin timbul kembali setengah hari kemudian. Bila
pergerakan sudah mendonong massa feses ke dalam rektum, akan terasa keinginan
untuk defekasi.

Pencetusan Pergerakan Massa oleh Retleks Gastrokolik dan Refleks


Duodenokolik.
Timbulnya pergerakan massa sesudah makan dipermudah oleh refleks
gastrokolik dan duodenokolik. Refleks ini disebabkan oleh distensi lambung dan
duodenum. Refleks tersebut tidak timbul sama sekali atau hampir tidak timbul
sama sekali bila saraf-saraf otonom ekstrinsik yang menuju koIon telah diangkat;
oleh karena itu, refleks tersebut hampir secara pasti dijalarkan melalui jalur sistem
saraf otonom.
Iritasi dalam kolon dapat juga menimbulkan pergerakan massa yang kuat.
Sebagai contoh, seseorang yang menderita tukak pada mukosa kolon (kolitis
ulserativa) sering mengalami pergerakan massa yang menetap hampir setiap saat.
Defekasi
Pada sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian
adalah akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional yang lemah
sekitar 20 sentimeter dan anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rektum.
Di sini terdapat juga sebuah sudut tajam yang menambah resistensi terhadap
pengisian rektum.
Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum, segera
timbul keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum dan relaksasi
sfingter anus.
Pendorongan massa feses yang terns menerus melalui anus dicegah oleh
konstriksi tonik dan (1) sfingter ani internus, penebalan otot polos sirkular
sepanjang beberapa sentimeter yang terletak tepat di sebelah dalam anus, dan (2)
sfingter ani eksternus, yang terdiri dari otot lurik volunter yang mengelilingi
sfingter intemus dan meluas ke sebelah distal. Sfingter ekstemus diatur oleh
serabut-serabut saraf dalam nervus pudendus, yang merupakan bagian dari sistem
saraf somatis dan karena itu di bawah pengaruh volunter, dalam keadaan sadar
atau setidaknya bawah sadar; secara bawah sadar; sfingter eksternal biasanya
secara terus-menerus mengalami konstriksi kecuali bila ada impuls kesadaran
yang menghambat konstriksi.

Refleks Defekasi
Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleksrefleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik
Setempat di dalam dinding rektum. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila
feses memasuki rektum, distensi dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal
aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan
gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong
feses ke arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani
internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus; jika
sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara volunter
pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.
Refleks defekasi mienterik intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya
secara normal bersifat relatif lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan
defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks defekasi jenis lain, suatu
refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medula spinalis.
BiIa ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan
pertama ke dalam medula spinalis dan kemudian secara refleks kembali ke kolon
desenden, sigmoid, rektum, dan anus melalui serabut-serabut saraf parasimpatis
dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat
gelombang penistaltik dan juga merelaksasikan sfingter ani intemus, dengan
demikian mengubah refleks defekasi mienterik intninsik dari suatu usaha yang
lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam
mengosongkan usus besar sepanjang jalan dari fleksura splenikus kolon sampai ke
anus.
Sinyal-sinyal defekasi yang masuk ke medula spinalis menimbulkan efekefek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otototot dinding abdomen untuk mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan
pada saat yang bensamaan menyebabkan dasar pelvis mengalami relaksasi ke
bawah dan menarik keluar cincin anus untuk mengeluarkan feses.
Bila keadaan memungkinkan untuk defekasi, refleks defekasi secara sadar
dapat diaktifkan dengan mengambil napas dalam untuk menggenakkan diafragma
turun ke bawah dan kemudian mengontraksikan otot-otot abdomen untuk

meningkatkan tekanan dalam abdomen, jadi mendorong isi feses ke dalam rektum
untuk menimbulkan reflek-refleks yang baru. Refleks-refleks yang ditimbulkan
dengan cara ini hampir tidak seefektif seperti refleks yang timbul secara alamiah,
karena alasan inilah orang yang terlalu sering menghambat refleks alamiahnya
cenderung mengalami konstipasi berat.
Pada bayi baru lahir dan pada beberapa orang dengan medula spinalis yang
terpotong, nefleks defekasi secara otomatis menyebabkan pengosongan usus
bagian bawah pada saat yang tidak tepat sepanjang hari karena hilangnya latihan
kontrol kesadaran melalui kontraksi atau relaksasi volunter sfingter ani ekstennus.
Refleks-Refleks Otonom Lain yang Memengaruhi Aktivitas Usus
Selain dari refleks duodenokolik, gastrokolik, gastroileal, enterogastrik, dan
defekasi, beberapa refleks saraf penting Iainnya juga dapat memengaruhi seluruh
tingkat aktivitas usus. Refleks-refleks tersebut adalah refleks peritoneointestinal,
refleks renointestinal, dan refleks vesikointestinal. Refleks peritoneointeslinal dihasilkan dari iritasi peritoneum; refleks ini
sangat kuat menghambat saraf-saraf perangsang enterik dan dengan demikian
dapat menimbulkan paralisis usus, terutama pada pasien dengan peritonitis.
Refleks renointestinal dan vesikointestinal menghambat aktivitas usus sebagai
akibat dari iritasi ginjal atau kandung kemih.

También podría gustarte