Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Tahap Volunter dari Proses Menelan. Bila makanan sudah siap untuk ditelan,
"secara sadar" makanan ditekan atau digulung ke arah posterior ke dalam faring
oleh tekanan lidah ke atas dan ke belakang terhadap palatum. proses menelan
menjadi seluruhnya atau hampir seluruhnya berlangsung secara otornatis dan
umumnya tidak dapat dihentikan.
Tahap Faringeal dari Proses Menelan. Sewaktu bolus makanan memasuki
bagian posterior mulut dan faring, bolus merangsang daerah epitel reseptor
menelan di sekeliling pintu faring, khususnya pada tiang-tiang tonsil, dan sinyalsinyal dari sini berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi
otot faringeal secara otomatis sebagai berikut:
1. Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior, untuk
mencegah refluks makanan ke rongga hidung.
2. Lipatan palatofaringeal pada setiap sisi faring tertarik ke arah medial
untuk saling mendekat satu sama lain. Dengan cara ini, lipatan-lipatan
tersebut membentuk celah sagital yang harus dilewati oleh makanan
untuk masuk ke dalam faring posterior. Celah ini melakukan kerja
selektif, sehingga makanan yang telah cukup dikunyah dapat lewat
dengan mudah. Karena tahap penelanan ini berlangsung kurang dari 1
detik, setiap benda besar apa pun biasanya sangat dihalangi untuk
berjalan masuk ke esofagus.
3. Pita suara laring menjadi sangat berdekatan, dan laring tertarik ke atas
dan anterior oleh otot-otot leher. Hal ini, digabung dengan adanya
ligamen yang mencegah pergerakan epiglotis ke atas, menyebabkan
epiglotis bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Seluruh efek ini
bekerja bersama mencegah masuknya makanan ke dalam hidung dan
trakea. Yang paling penting adalah sangat berdekatannya pita suara,
namun epiglotis membantu mencegah makanan agar sejauh mungkin dari
pita suara. Kerusakan pita suara atau otot-otot yang membuatnya
berdekatan dapat menyebabkan strangulasi.
4. Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan ke
esofagus. Pada saat yang bersamaan, 3-4 sentimeter di atas dinding otot
esofagus, yang dinamakan sfingier, esofagus atas (juga disebut sfingter
sfingter mi tetap berkonstriksi secara tonik dengan tekanan intraluminal pada titik
ini di esofagus sekitar 30 mm Hg, berbeda dengan bagian tengah esofagus yang
normalnya tetap berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik penelanan melewati
esofagus, terdapat "relaksasi reseptif dari sfingter esofagus bagian bawah yang
mendahului gelombang peristaltik, yang mempermudah pendorongan makanan
yang ditelan ke dalam lambung. Kadang sfingter tidak berelaksasi dengan baik,
sehingga mergakibatkan keadaan yang disebut akalasia.
Sekresi lambung bersifat sangat asam dan mengandung banyak enzim
proteolitik. Mukosa esofagus, kecuali pada seperdelapan bagian bawah esofagus,
tidak mampu berlama-lama menahan kerja pencernaan dari sekresi lambung.
Untungnya, konstriksi tonik clan sfingter esofagus bagian bawah akan membantu
untuk mencegah refluks yang bermakna dari isi lambung ke dalam esofagus
kecuali pada keadaan sangat abnormal.
Pencegahan Tambahan terhadap Refluks dengan Penutup Seperti Katup di
Ujung Distal Esofagus. Faktor lain yang membantu mencegah refluks adalah
mekanisme seperti katup pada bagian esofagus yang pendek yang terletak agak
dekat lambung. Peningkatan tekanan intra-abdomen akan mendesak esofagus ke
dalam pada titik ini. Jadi, penutup seperti-katup pada esofagus bagian bawah ini
akan membantu mencegah tekanan intra-abdomen yang tinggi yang berasal dari
desakan isi lambung kembali ke esofagus. Kalau tidak, setiap kali kita berjalan,
batuk, atau bernapas kuat, kita mungkin mengeluarkan asam lambung ke
esofagus.
Fungsi Motorik Lambung
Fungsi Penyimpanan Lambung
Sewaktu makanan masuk ke dalam lambung, makanan membentuk
lingkaran konsentris makanan di bagian oral lambung, makanan yang paling baru
terletak paling dekat dengan pembukaan esofagus dan makanan yang paling akhir
terletak paling dekat dengan dinding luar lambung. Normalnya, bila makanan
meregangkan lambung, "refleks vasovagal" dalam lambung ke batang otak dan
kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot
peristaltik menuju korpus lambung, tidak menuju pilorus. Jadi, gerakan cincin
konstriktif peristaltik, digabung dengan kerja memeras dengan arah terbalik,
disebut "retropulsi," adalah mekanisme pencampuran yang sangat penting dalam
lambung.
Kimus
Sesudah makanan dalam lambung telah seluruhnya bercampur dengan
sekresi lambung, hasil campuran yang berjalan ke usus disebut kimus. Derajat
keenceran kimus bergantung pada jumlah relatif makanan, air, dan sekresi
lambung serta pada derajat penceraan yang telah terjadi. Ciri-ciri kimus adalah
cairan keruh setengah cair atau seperti pasta.
Kontraksi Lapar
Selain kontraksi peristaitik yang terjadi ketika makanan terdapat di dalam
lambung, terdapat suatu jenis kontraksi lain yang kuat disebut kontraksi lapar,
sering terjadi bila lambung telah kosong selama beberapa jam atau lebih
Kontraksi ini adalah kontraksi peristaltik yang ritmis di dalam korpus lambung.
Ketika kontraksi berturutan tersebut menjadi sangat kuat, kontraksi-kontraksi ini
akan menimbulkan kontraksi tetarik yang kontinu yang kadang berlangsung
selama 2 sampai 3 menit.
Kontraksi lapar terjadi paling kuat pada orang muda, sehat yang memiliki
derajat tonus gastrointestinal yang tinggi; kontraksi juga dapat sangat menjngkat
jika orang tersebut memiliki kadar gula darah yang lebih rendah dan normal. Bita
kontraksi lapar terjadi di dalam lambung, orang kadang akan mengalami sensasi
nyeri ringan pada bagian bawah tarnbung, disebut hunger pangs (rasa nyeri
mendadak waktu lapar). Hunger pangs biasanya tidak terjadi sampai 12 hingga 24
jam sesudah masuknya makanan yang terakhir; pada kondisi kelaparan, hunger
pangs mencapai intensitas terbesar dalam waktu 3 sampai 4 hari, dan melemah
secara bertahap pada hari-hari berikutnya.
Pengosongan Lambung
Pengosongan lambung ditimbulkan oleh kontraksi peristaltik yang kuat di
dalam antrum lambung. Pada saat yang sama, pengosongan dilawan oleh berbagai
tingkat resistensi terhadap pasase kimus di pilorus.
Kontraksi Peristaltik Antrum yang kuat Selama Pengosongan Lambung
Pompa Pilorus.
Pada umumnya, kontraksi-kontraksi ritmis lambung bersifat lemah dan
terutama berfungsi untuk menyebabkan pencampuran makanan dan sekresi
lambung. Akan tetapi, Selama sekitar 20 persen dari seluruh waktu ketika
makanan berada dalam lambung, kontraksi menjadi kuat, bermula pada bagian
pertengahan larnbung dan menyebar melalui bagian kaudal lambung. Kontraksi
ini tidak lagi sebagai kontraksi mencampur yang lemah tetapi sebagai peristaltik
yang kuat, sangat ketat seperti kontraksi cincin sehingga dapat menyebabkan
pengosongan lambung. Sewaktu lambung secara progresif menjadi semakin
kosong, konstriksi ini mulai makin menjauh dalam korpus lambung, secara
berangsur-angsur menjepit makanan pada korpus lambung dan menambahkan
makanan pada kimus di dalam antrum. Kontraksi peristaltik yang kuat ini sering
membuat tekanan air sebesar 50 sampai 70 sentimeter, yang kira-kira enam kali
lebih kuat dari jenis gelombang peristaltik pencampuran yang biasa.
Bila tonus pilorus normal, setiap getombang peristaltik yang kuat akan
mendorong beberapa mililiter kimus ke dalam duodenum. Jadi, gelombang
peristaltik, selain menyebabkan pencampuran di dalam lambung, juga
menyediakan kerja pemompaari yang disebut "pompa pilorus."
Peranan Pilorus daIam PengontroI Pengosongan Lambung
Pembukaan bagian distal lambung adalah pilorus. Di sini ketebalan dinding
otot sirkular menjadi 50 sampai 100 persen lebih besar daripada bagian awal
antrum lambung, dan secara tonik tetap berkontraksi secara ringan hampir
sepanjang waktu. Oleh karena itu, otot sirkular pilorus disebut sfingter pilorus.
Walaupun terdapat kontraksi tonik sfingter pilorus yang normal, pilorus
biasanya cukup terbuka bagi air dan cairan lain untuk dikosongkan dari lambung
sentimeter, sangat jarang lebih jauh dari 10 sentimeter, sehingga pergerakan maju
kimus juga sangat lambat, begitu lambatnya sehingga pergerakan netto sepanjang
usus halus rata-rata hanya 1 cm/menit. Ini berarti bahwa dibutuhkan waktu 3
sampai 5 jam untuk perjalanan kimus dari pilorus sampai ke katup ileosekal.
Gerakan Kolon
Fungsi utama kolon adalah (1) absorpsi air dan elektrolit dari kimus untuk
membentuk feses yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat
dikeluarkan. Setengah bagian proksimal kolon, terutama berhubungan dengan
absorpsi, clan setengah bagian distal, berhubungan dengan penyimpanan. Karena
tidak diperlukan pergerakan kuat dari dinding kolon untuk fungsi-fungsi ini, maka
pergerakan kolon secara normal sangat lambat. Meskipun lambat, pergerakannya
masih mempunyai karaktenistik yang serupa dengan pergerakan usus halus dan
sekali lagi dapat dibagi menjadi gerakan mencampur dan gerakan mendorong.
Gerakan Mencampur"Haustrasi."
Melalui cara yang sama dengan terjadinya gerakan segmentasi dalam usus
halus, konstriksi-konstniksi sirkular yang besar terjadi dalam usus besar. Pada
setiap konstriksi ini, kira-kira 2,5 sentimeter otot sirkular akan berkontraksi,
kadang menyempitkan lumen kolon sampai hampir tersumbat. Pada saat yang
sama, otot longitudinal kolon, yang terkumpul menjadi tiga pita longitudinal yang
disebut taenia coil, akan berkontraksi. Kontraksi gabungan dari pita otot sirkular
dan longitudinal menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol
ke luar memberikan bentuk serupa-kantung yang disebut haustrasi.
Setiap haustrasi biasanya mencapai intensitas puncak dalam waktu sekitar
30 detik dan kemudian menghilang selama 60 detik berikutnya. Kadang-kadang
kontraksi juga bergerak lambat menuju ke anus selama masa kontraksinya,
terutama pada sekum dan kolon asenden, dan karena itu menyebabkan sejumlah
kecil dorongan isi kolon ke depan. Beberapa menit kemudian, timbul kontraksi
haustrae yang baru pada daerah lain yang berdekatan. Oleh karena itu, bahan feses
dalam usus besar secara lambat diaduk dan diputar dengan cara yang hampir sama
seperti orang menyekop tanah. Dengan cara ini, semua bahan feses secara
bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan serta zatzat terlarut secara progresif diabsorbsi hingga hanya terdapat 80 sampai 200
mililiter feses yang dikeluarkan setiap hari.
Gerakan Mendorong"Pergerakan Massa."
Banyak dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh
kontraksi haustrae yang lambat tetapi berlangsung persisten, yang membutuhkan
waktu 8 sampai 15 jam untuk menggerakkan kimus dari katup ileosekal ke kolon,
sementara kimusnya sendiri menjadi feses dengan karakteristik lumpur setengah
padat bukan lagi setengah cair.
Dari sekum sampai sigmoid, pergerakan massa dapat mengambil alih peran
pendorongan untuk beberapa menit dalam satu waktu. Gerakan ini biasanya hanya
terjadi satu sampai tiga kali setiap hari pada kebanyakan orang, terutama untuk
kira-kira 15 menit selama jam pertama sesudah makan pagi.
Pergerakan massa adalah jenis peristaltik yang dimodifikasi yang ditandai
oleh rangkaian penistiwa sebagai berikut: Pentama, timbul sebuah cincin
konstriksi sebagai respons dari tempat yang teregang atau teriritasi di kolon,
biasanya pada kolon transversum. Kemudian, dengan cepat kolon, sepanjang 20
sentimeten atau lebih, pada bagian distal cincin konstriksi tadi akan kehilangan
haustrasinya dan justru berkontraksi sebagai satu unit, mendorong maju materi
feses pada segmen ini sekaligus untuk lebih menuruni kolon. Kontraksi secara
pnogresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30 detik, dan
terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya. Lalu, timbul pergerakan
massa yang lain, kali ini mungkin berjalan lebih jauh sepanjang kolon.
Satu rangkaian pengenakan massa biasanya menetap selama 10 sampai 30
menit. Lalu mereda dan mungkin timbul kembali setengah hari kemudian. Bila
pergerakan sudah mendonong massa feses ke dalam rektum, akan terasa keinginan
untuk defekasi.
Refleks Defekasi
Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleksrefleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik
Setempat di dalam dinding rektum. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila
feses memasuki rektum, distensi dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal
aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan
gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong
feses ke arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani
internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus; jika
sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara volunter
pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.
Refleks defekasi mienterik intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya
secara normal bersifat relatif lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan
defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks defekasi jenis lain, suatu
refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medula spinalis.
BiIa ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan
pertama ke dalam medula spinalis dan kemudian secara refleks kembali ke kolon
desenden, sigmoid, rektum, dan anus melalui serabut-serabut saraf parasimpatis
dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat
gelombang penistaltik dan juga merelaksasikan sfingter ani intemus, dengan
demikian mengubah refleks defekasi mienterik intninsik dari suatu usaha yang
lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam
mengosongkan usus besar sepanjang jalan dari fleksura splenikus kolon sampai ke
anus.
Sinyal-sinyal defekasi yang masuk ke medula spinalis menimbulkan efekefek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otototot dinding abdomen untuk mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan
pada saat yang bensamaan menyebabkan dasar pelvis mengalami relaksasi ke
bawah dan menarik keluar cincin anus untuk mengeluarkan feses.
Bila keadaan memungkinkan untuk defekasi, refleks defekasi secara sadar
dapat diaktifkan dengan mengambil napas dalam untuk menggenakkan diafragma
turun ke bawah dan kemudian mengontraksikan otot-otot abdomen untuk
meningkatkan tekanan dalam abdomen, jadi mendorong isi feses ke dalam rektum
untuk menimbulkan reflek-refleks yang baru. Refleks-refleks yang ditimbulkan
dengan cara ini hampir tidak seefektif seperti refleks yang timbul secara alamiah,
karena alasan inilah orang yang terlalu sering menghambat refleks alamiahnya
cenderung mengalami konstipasi berat.
Pada bayi baru lahir dan pada beberapa orang dengan medula spinalis yang
terpotong, nefleks defekasi secara otomatis menyebabkan pengosongan usus
bagian bawah pada saat yang tidak tepat sepanjang hari karena hilangnya latihan
kontrol kesadaran melalui kontraksi atau relaksasi volunter sfingter ani ekstennus.
Refleks-Refleks Otonom Lain yang Memengaruhi Aktivitas Usus
Selain dari refleks duodenokolik, gastrokolik, gastroileal, enterogastrik, dan
defekasi, beberapa refleks saraf penting Iainnya juga dapat memengaruhi seluruh
tingkat aktivitas usus. Refleks-refleks tersebut adalah refleks peritoneointestinal,
refleks renointestinal, dan refleks vesikointestinal. Refleks peritoneointeslinal dihasilkan dari iritasi peritoneum; refleks ini
sangat kuat menghambat saraf-saraf perangsang enterik dan dengan demikian
dapat menimbulkan paralisis usus, terutama pada pasien dengan peritonitis.
Refleks renointestinal dan vesikointestinal menghambat aktivitas usus sebagai
akibat dari iritasi ginjal atau kandung kemih.