Está en la página 1de 21

Mengapa bisa terjadi penyempitan pembuluh

darah di otak? Apa saja penyebab dan


gejalanya?

Penyempitan pembuluh darah yaitu terjadinya penyempitan pembuluh


darah yang diakibatkan dari sumbatan pada jaringan pembuluh darah
berupa lemak yang berlebihan, sehingga mengakibatkan aliran darah pada
bagian organ tubuh menjadi terganggu. Penyempitan pembuluh darah atau
sering dikenal atherosclerosis dan khususnya pada bagian kepala dan di
otak dapat berakibat fatal dan mengancam jiwa penderita, fungsi pembuluh
darah sangat penting untuk menjaga kecukupan oksigen di kepala karena
kurangnya aliran oksigen di kepala akan mengakibatkan terjadinya
berbagai implikasi penyakit seperti mudah pusing, mata berkunangkunang, vertigo, migren, dan terjadinya pecah pembuluh darah di bagian
otak yang dapat menimbulkan serangan stroke, serta penyakit jantung
koroner.

Penyebab penyempitan pembuluh darah di


otak

Faktor usia

Faktor makanan yang tidak sehat. Sperti mengandung


kelosterol, lemak tak jenuh yang menumpuk di bawah kulit
dalam

waktu

lama

tanpa

control

makan

juga

akan

mengakibatkan lubang-lubang pada pembuluh darah menjadi


kotor dan menyempit akibat lemak dan kolesterol

Penyempitan pembuluh darah yang menyebabkan pasokan


oksigenke

kepala

dan

otak

menjadi

tersendat

sehingga

memicu berbagai gangguan penyakit ringan.

Gejala penyempitan pembuluh darah di otak

Sering mengalami pusing di belakang kepala. Yang di


akibatkan oleh penyempitan pembuluh darah pada sekitar
kepala. Penyumbatan ini lantaran kolesterol yang membentuk
plak di pembuluh darah apabila di biarkan maka pembuluh
darah akan mengalami pecah dan mengakibatkan stroke

Tengkuk dan pundak terasa pegal. Pegal pada tengkuk dan


pundak merupakan implikasi dari aliran darah tidak lancar
pada pembuluh darah di daerah tersebut, dan disebabkan
adanya penyumbatan pembuluh dari kolesterol

Pegal pada tangan dan kaki. Pembuluh darah di tangan dan


kaki juga dapat tersumbat akibat penumpukan kolesterol.
Pegal di tangan dan kaki akibat penumpukan kolesterol
biasanya terjadi terus-menerus meskipun tidak melakukan
aktivitas yang terlalu berat.

Sering mengalami kesemutan pada tangan dan kaki. Hampir


sama dengan pegal, kesemutan merupakan implikasi dari
aliran darah yang tidak lancar di bagian tubuh tertentu.
Kesemutan berhubungan dengan saraf yang tidak mendapat
aliran darah

Pada dada sebelah kiri sakit seperti tertusuk. Dada sebelah


kiri berhubungan dengan organ pemompa darah yaitu jantung.
Penyumbatan

di

pembuluh

darah

sekitar

jantung

dapat

mengakibatkan rasa nyeri seperti ditusuk. Bahkan rasa nyeri


bisa menjalar hingga ke daerah di sekitar leher. Nyeri dada
juga bisa menjadi tanda-tanda dari serangan jantung.

PENYEMPITAN PEMBULUH DARAH


Penyempitan pembuluh darah atau biasa disebut juga sebagai atherosklerosis adalah
terjadinya penyempitan pembuluh darah dikarenakan adanya sumbatan pada jaringan
pembuluh darah berupa lemak yang berlebihan, sehingga aliran darah ke berbagai organ
tubuh menjadi terganggu. Penyumbatan pembuluh darah ini biasanya dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit, seperti stroke, kolestrol tinggi, penyakit jantung, dan asam urat.
Untuk dapat terhindar dari penyakit-penyakit tersebut, kita harus dapat mengenali gejala
penyempitan pembuluh darah sejak dini.
Penyempitan pembuluh darah dapat disebabkan oleh tingginya kolesterol jahat akibat terlalu
sering mengonsumsi makanan yang kaya akan lemak jenuh, kalori berlebihan akibat terlalu
banyak makan, dan konsumsi gula murni. Kurang olahraga dan kebiasaan merokok semakin
meningkatkan risiko terjadi penyumbatan pembuluh darah.
Penyakit ini juga dikenal dengan istilah pengapuran pembuluh darah. Awalnya, kolesterol
yang dibawa oleh darah menumpuk. Semakin lama, tumpukan kolesterol itu akan mengeras
dan mempersempit saluran pembuluh darah. Akibatnya, terjadi gangguan peredaran darah
dan oksigen dalam tubuh.
Lebih parahnya lagi, plak kolesterol yang terbentuk di dalam pembuluh darah bersifat rapuh
dan mudah pecah. Bila terjadi pecahan, dapat menimbulkan luka pada dinding pembuluh
darah.
Luka yang terjadi dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah pada pembuluh darah
yang semakin menyumbat rongga pembuluh darah. Bekuan darah dapat berujung pada
stroke dan serangan jantung mendadak.
Jika aterosklerosis menyebabkan penyempitan arteri yang sangat berat, maka bagian tubuh
yang seharusnya dialiri oleh darah tidak akan mendapatkan darah dalam jumlah yang
memadai, yang berfungsi mengangkut oksigen ke jaringan.

Kolesterol yang tinggi dan menumpuk pada pembuluh darah akan menyebabkan saluran
pembuluh darah menjadi kaku, tidak elastis, dan menyempit.
Berikut adalah beberapa tanda-tanda yang harus diwaspadai.
Gejala Penyempitan Pembuluh Darah :

Nyeri. Jika otot tidak mendapatkan asupan darah yang cukup (suatu keadaan yang
disebut iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang berlebihan
menyebabkan kram atau kejang.

Sesak nafas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak nafas
merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti
pulmoner atau edema pulmoner).

Kelelahan atau kepenatan. Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke
otot selama melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah dan
cepat sekali merasa lelah.
Palpitasi (jantung berdebar-debar)

Pusing bahkan pingsan. Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang
abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan
pingsan

JEJAS DAN KEMATIAN SEL


Posted on 20 Oktober 2012 by Sabab Jalal

JEJAS DAN KEMATIAN SEL


PENDAHULUAN

1. A.

Patologi Berpusat Pada Empat Aspek Penyakit

Penyebabnya (etiologi).

Mekanisme perkembangannya (patogenesis).

Perubahan struktur yang terjadi dalam sel dan jaringan (morfologi).

Konsekuensi fungsional perubahan morfologi yang secara klinis.

Semua bentuk jejas dimulai dengan perubahan molekul atau sturktur sel.
Dalam keadaan normal, sel berada dalam keadaan homeostasis
mantap. Sel bereaksi terhadap pengaruh yang merugikan dengan cara

(1) beradaptasi, (2) mempertahankan jejas tidak menetap, atau (3)


mengalami jejas menetap dan mati.
Adaptasi sel terjadi apabila stres fisiologik berlebihan atau suatu
rangsangan yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang
berubah yang mempertahankan kelangsungan hidup sel. Contohnya ialah
hipertropi (pertambahan massa sel) atau atrofi (penyusutan massa
sel). Jejas sel yang reversibel menyatakan perubahan patologikyang
dapat kembali. Bila rangsangan dihilangkan atau penyebab jejas
lemah. Jejas yang ireversibel merupakan perubahan patologik yang
mentap dan menyebabkan kematian sel.
1. B.

Jejas Dan Kematian Sel

Terdapat dua pola morfologik kematian sel,


yaitu nekrosis dan apoptosis. Nekrosis adalah bentuk yang lebih
umum setelah rangsang eksogen dan berwujud sebagai pembengkakan,
denaturasi dan koagulasi protein, pecahnya organel sel, dan robeknya
sel. Apoptosis ditandai dengan pemadatan kromatin dan fragmentasi,
terjadi sendiri atau dalam kelompok kecil sel, dan berakibat
dihilangkannya sel yang tidak dikehendaki selama embryogenesis dan
dalam berbagai keadaan fisiologik dan patologik.
PENYEBAB JEJAS SEL
1. Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat (a) iskemia
(kehilangan pasokan darah), (b) oksigenisasi tidak mencukupi
(misalnya, kegagalan jantung paru), atau (c) hilangnya kapasitas
pembawa oksigen darah (misalnya, anemia, keracunan karbon
monooksida).
2. Faktor fisik, termasuk trauma, panas, dingin, radiasi, dan renjatan
listrik
3. Bahan kimia dan obat-obatan, termasuk :
A. Obat terapeotik (misalnya, asetaminofen [Tylenol]).
B. Bahan bukan obat (misalnya, timbale, alkohol).
C. Bahan penginfeksi, termasuk virus, ricketsia, bakteri, jamur, dan
parasit.

D. Reaksi imonologik.
E. Kekacauan genetik.
F. Ketidakseimbangan nutrisi.

JEJAS SEL DAN NEKROSIS MEKANISME UMUM


System intra sel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel

Pemeliharaan integritas membran sel.

Respirasi aerobic dan produksi ATP.

Sintesis enzim dan protein berstruktur.

Preservasi integritas aparat genetik.

System-sistem ini terkait erat satu dengan yang lain sehingga jejas pada
satu lokus membawa efek sekunder yang luas. Kensekuensi jejas sel
bergantung kepada jenis, lama, dan kerasnya gen penyebab dan juga
kepada jenis, status, dan kemampuan adaptasi sel yang terkena.

Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan kematian
sel antara lain :

1. Radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak


keadaan patologik dan menyebabkan efek yang merusak pada struktur
dan fungsi sel
2. Hilangnya homeostasis kalsium, dan meningkatnya kalsium
intrasel.
3. Deplesi ATP. Karena dibutuhkan untuk proses yang penting seperti
trasportasi pada membran, sintesis protein, dan pertukaran fosfolipid.
4. Defek permeabilitas membran. Membran dapat dirusak langsung
oleh toksin, agen fisik dan kimia, komponen komplemen litik, dan
perforin, atau secara tidak langsung seperti yang diuraikan pada
kejadian sebelumnya.

JEJAS ISKEMIK DAN HIPOKSIK


Jejas Reversible
Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan
pembentukan ATP oleh mitokondria. Penurunan ATP (dan peningkatan AMP
secara bersamaan) merangsang fruktokinase dan fosforilasi,
menyebabkan glikolis aerobik. Glikogen cepat menyusut, dan asam
laktat dan fosfat anorganik terbentuk sehingga menurunkan PH intrasel.
Manifestasi awal dan umum pada jejas hipoksit non letal
ialah pembengkakan sel akut. Ini disebabkan oleh :

Kegagalan transportasi aktif dalam membran dari pada


ion Na +, ion K+-ATPase yang sensitif-ouabain, menyebabkan natrium
masuk kedalam sel, kalium keluar dari dalam sel dan bertambahnya air
secara isosmotik.

Peningkatan beban osmotik intrasel karena penumpukan fosfat dan


laktat anorganik, serta nukleusida purin.

Jejas Ireversibel
Jejas ireversibel ditandai oleh valkuolisasi keras metokondria, kerusakan
membran plasma yang luas, pembengkakan lisosom, dan terlihatnya

densitas mitokondria yang besar dan amort. Jejas membram lisosom


disusul oleh bocornya enzim ke dalam sitoplasma, dan karena aktivasinya
terjadi pencernaan enzimatik komponen sel dan inti.
Ada dua peristiwa yang penting pada jejas ireversibel. Depresi ATP dan
kerusakan membran sel .

Deplesi ATP. Peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada
konsekuensi hipoksia iskemik yang fungsional dan struktural, dan juga
pada kerusakan membran, walaupun demikian, masalah menimbulkan
pertanyaan apakah hal ini sebagai akibat atau penyebab ireversibilitas.

Kerusakan membran sel. Jejas ireversibelberhubungan dengan


defek membran sel fungsional dan struktural.

1. Kehilangan fosfolipid yang progesif, disebabkan oleh :

Aktivasi fosfolipid membran oleh peningkatan kalsium sitosolik, disusul


oleh degradasi fosfolipid dan hilangnya fosfolipid, atau

Penurunan realisasi dan sintesi fosfolipid, mungkin berhubungan


dengan hilangnya ATP.

1. Abnormalitas sitoskeletal. Aktivasi protease intrasel, didahului oleh


peningkatan kalsium sitosolik, dapat menyebabkan pecahnya elemen
sitoskeletal intermediate, menyebabkan membran sel rentan terhadap
terikan dan robekan, terutama dengan adanya pembengkakan sel.
2. Produk pemecahan lipid. Asam lemak bebas dan lisofosfolipid
berkumpul dalam sel iskemik sebagai akibat degradasi fosfolipid dan
langsung bersifat toksin terhadap membran.
3. Hilangnya asam amino intrasel. Seperti glisin dan L-alanin yang
penyebabnya belum diketahui.

JEJAS SEL AKIBAT RADIKAL BEBAS


Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil yang
berinteraksi dengan protein, lemak, dan karbohidrat, dan terlibat dalam
jejas sel yang disebabkan oleh bermacam kejadian kimiawi dan biologik.
Terjadinya radikal bebas dimulai dari :

Absorpsi energi sinar (cahaya UV, sinar X).

Reaksi oksidatif metabolik.

Konversi enzimatik zat kimia eksogen atau obat.

JEJAS KIMIAWI
Zat kimia menyebabkan jejas sel melalui 2 mekanisme

Secara langsung misalnya, Hg dari merkuri klorida terikat pada grup


SH protein membran sel, menyebabkan peningkatan permeabilitas dan
inhibisi transport yang bergantung pada ATPase.

Melalui kenversi ke metabolik toksin reaktif. Sebaliknya metabolik


toksin menyebabkan jejas sel baik melalui ikatan kovalen langsung
kepada protein membran dan lemak, atau lebih umum melalui
pembentukan radikal bebas aktif.

MORFOLOGI JEJAS SEL REVERSIBEL DAN NEKROSIS


Perubahan ultrastruktur telah diuraikan sebelumnya pembengkakan
sel merupakan manifestasi hampir universal dari pada jejas reversible
pada mikroskopi cahaya. Pada sel yang terlibat dalam metabolisme
lemak. Perlemakan juga menunjukkan tanda jejas reversibel.
Nekrosis merupakan perubahan morfologik yang menyusul
kematian sel pada jaringan atau organ hidup.
Dua proses menyebabkan perubahan morfologik dasar pada nekrosis

Denaturasi protein.

Pencernaan enzimatik organel dan sitosol.

JENIS NEKROSIS

Nekrosis koagulativa. Pola nekrosis iskemik yang lazim ini yang


diuraikan sebelumnya terjadi pada miokard, ginjal, hati, dan organ lain.

Nekrosis mencari. Terjadi bila autolisis dan heterolysis melebihi


denaturasi protein.

Nekrosis perkijuan. Khas pada lesi tuberculosis, makroskopik, dan


secara mikroskopik sebagai bahan amorf eosinofilik dengan debris sel.

Nekrosis lemak. Nekrosis pada jaringan lemak, disebabkan oleh kerja


lipase (yang berasal dari sel pancreas rusak atau makrofag) yang
mengkatalisis dekomposisi trigliserid menjasi asam lemak, yang
kemudian bereaksi dengan kalsium membentuk sabun kalsium.

APOPTISIS
Bentuk kematian sel ini berbeda dengan nekrosis dalam beberapa segi
(table 1-1) dan terjadi dalam keadaan ini :

Destruksi sel terprogram selama embryogenesis.

Involusi jaringan bergantung kepada hormone (misalnya, endometrium


prostate) pada usia dewasa.

Delesi sel pada populasi sel berproliferasi (misalnya, epitelkripta


intestine), tumor, dan organ limfoid.

Atrifo patologik organ perenkimal akibat obstruksi duktus.

Kematian sel oleh sel T sitotoksit.

Jejas sel pada penyakit virus tertentu.

Kematian sel karena beberapa stimulus yang merusak yang terjadi


pada takaran rendah.

Cirri morfologik apoptosis meliputi :

Penyusutan sel.

Kondensasi dan fragmentasi kromatin.

Pembentukan gelembung sitoplasma dan jisim apoptotic.

Fagositosis jisim apototik oleh sel sehat didekatnya atau makrofag.

Tidak adanya peradangan.

PERUBAHAN SUBSELULER PADA JEJAS SEL LISOSOM

Heterofagi adalah ambilan bahan dari lingkungan luar dengan


fogositosis

Autofagi adalah fagositosis oleh lisosom organel intrasel yang sedang


rusak, termasuk mitokondria dan reticulum endoplasmik.

AKUMULASI INTRA SELULER


Protein, karbohidrat, dan lipid dapat berakumulasi dalam sel dan kadangkadang menyebabkan jejas pada sel. Dapat berupa :

Isi sel normal yang terkumpul berlebihan

Bahan abnormal, biasanya produk metabolisme abnormal

Suatu pigmen

Proses yang berakibat akumulasi intraseluler abnormal meluputi :

Metabolisme abnormal suatu bahan endogen abnormal (misalnya,


perlemakan)

Kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme bahan


endogen normal atau abnormal (misalnya, penyakit timbunan
lisosomal).

Deposisi bahan eksogen abnormal (misalnya, makrofag berisi


karbon)

STEATOSIS PERLEMAKAN
Ini menggambarkan bahan normal (trigliserid) yang terakumulasi
berlebihan dan mengarah kepada peningkatan absolute lipid intrasel.
Berakibat pembentukan vakuol lemak intrasel terjadi pada hampir semua
organ, tetapi paling sering dalam hati, bila berlebihan bias mengarah
pada silosis.

PATOGENESIS PERLEMAKAN HATI

Penyebab perlemakan hati meliputi penyalahgunaan alkohol, malnutrisi


protein, diabetes mellitus, obesitas, hepatotoksin, dan obat. Hati tampak
membesar, kuning dan berlemak secara mikroskopik terlihat sebagai
vakuol besar.

Masuknya asam lemak bebas berlebihan kedalam hati (misalnya, pada


kelaparan, terapi kortikosteroid).

Sintesis asam lemak meningkat.

Oksidasi asam lemak berkurang.

Esterifikasi asam lemak menjadi trigliserid meningkat, karena


meningkatnya alfa-gliserofosfat (alkohol).

Sintesis apoprotein berkurang (keracunan karbon tetraklorida).

Sekresi lipoprotein yang terganggu dari hati(alkohol. Pemberian asam


orotat)

KOLESTEROL DAN ESTER KOLESTEROL

Pada aterosklerosis, lipid ini terakumulasi dalam sel otot polos dan
makrofag. Kolesterol intrasel terkumpul dalam bentuk vakuol
sitoplasma kecil. Kolesterol ekstrasel memberikan gambaran
karakteristik sebagai ruang seperti celah yang tebentuk oleh kristal
kolesterol yang larut.

Pada hiperlipidemia terdapat herediter, lipid terakumulasi dalam


makrofag dan sel mesenkim.

Pada fokus jejas dan peradangan, makrofag terisi-lipid terbentuk dari


fagositosis lipid membran yang berasal dari sel yang rusak.

AKUMULASI INTRASELULER LAIN

Protein. Contoh : proteinuria, reabsorbsi membentuk butiran dalam


tubulus proksimal

Glikogen. Contoh : penyakit penimbunan genetik

Kompleks lipid dan polisakarid. Contoh : penyakit gaucher,


penyakit niemann-pick

Pigmen eksogen.

Hemosiderosis lokal yang terjadi karena pendarahan luas atau


robeknya pembuluh darah kecil karena kongesti vaskuler.
Hemosiderosis sistemik terjadi saat :

Absorbsi besi dari makanan meningkat (hemokromatosis primer).

Penggunaan besi yang terganggu (misalnya, pada talasemia).

Anemia hemolitik yang mengakibatkan pemecahan sel darah merah


berlebih.

Transfuse yang menyebabkan besi eksogen.

KALSIFIKASI PATOLOGIK
Kalsifikasi patologik menunjukkan deposisi abnormal dari garam kalsium
dalam jaringan lunak. Dalam jaringan yang mati atau yang akan mati
pada keadaan kadar kalsium serum normal.
Pada kalsifikasi metastatik, deposisi garam kalsium berada dalam
jaringan vital dan selalu dihubungkan dengan hiperkalsemia.
PERUBAHAN HIALIN
Hialin dihubungkan dengan segala perubahan dalam sel atau di daerah
ekstraseluler atau struktur yang homogen, yang memberikan gambaran
merah muda mengkilat pada pulasan HE sediaan histologik rutin.
1. Absorpsi protein menyebabkan titik hialin proksimal dari sel epitel
ginjal.
2. Jisim russell dalam sel plasma.
3. Inklusi virus dalam sitoplasma.
4. Sejumlah filament intermediate yang terganggu (seperti pada hialin
alkohol).

Hialin ekstraseluler terjadi pada hialin arteriolosclerosis. Aterosklerosis,


dan glomerulus yang rusak.
PENUAAN SELULAR

Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan fisiologik dan struktural


pada hampir semua organ. Penuaan terjadi karena faktor genetik, diet,
keadaan sosial, dan adanya penyakit yang berhubungan dengan ketuaan
seperti arteriosclerosis, diabetes dan arthritis. Perubahan sel dirangsang
oleh usia yang menggambarkan akumulasi progresif dari jejas subletal
atau kematian sel selama bertahun-tahun, diperkirakan merupakan
komponen penting dalam penuaan.
Perubahan fungsional dan morfologik yang terjadi pada sel yang menua
adalah :

Penurunan fosforilasi oksidatif pada mitokondria.

Berkurangnya sintesis DNA dan RNA untuk protein dan reseptor sel
struktural dan enzimatik.

Menurunnya kemampuan ambilan makanan dan perbaikan kerusakan


kromosom.

Nucleus berlobus tidak teratur dan abnormal.

Mitokondria pleomorfik, reticulum-endoplasama menurun, dan jisim


Golgi berubah bentuk.

Akumulasi pigmen lipofusin secara menetap.

PERTUMBUHAN DAN DEFERENSASI SELULER :


REGULASI DAN ADAPTASI NORMAL
Penggantian sel yang rusak atau mati penting untuk menjaga
kelangsungan hidup. Perbaikan jaringan meliputi dua proses yang
berbeda. Yaitu : (1) regenerasi, yang berarti penggantian sel mati
dengan proliterasi sel yang jenisnya sama, dan (2)pengantian oleh
jaringan ikat atau fibroplasia.
PENGONTROLAN PERTUMBUHAN SEL
Faktor yang paling penting dalam pengontrolan pertumbuhan sel adalah
faktor yang mengambil sel diam (autescent) (G0) untuk masuk kedalam
siklus sel.

SIKLUS SEL DAN JENIS SEL


Sel dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan proliferatifnya
dan hubungannya dengan siklus sel :

Sel yang terus membelah secara berkesinambungan (sel


labil), seperti epitel permukaan, dan sel sumsum tulang serta
hematopoietik.

Sel diam (stabil), yang secara normal lambat mengalami pergantian


tetapi dapat membelah dengan cepat sebagai respons terhadap
berbagai rangsangan-misalnya sel hati, ginjal, fibroblas, otot polos, dan
endotel.

Sel yang tidak membelah (permanen), yang tidak dapat


membelah setelah lahir-contohnya, sel syaraf (neuron), otot rangka
dan otot jantung.

Jejas: Definisi, Etiologi, dan Jenisnya


January 5, 2012 by Josephine Widya

Struktur maupun fungsi sel diatur melalui program genetik, diferensiasi, dan lain-lain pada sel
normal. Sel akan selalu mempertahankan keadaan homeostasis/steady state tersebut. Beban
fisiologik yang berat dapat menimbulkan adaptasi seluler baik fisiologi maupun morfologi sehingga
mencapai keadaan steady state yang berbeda atau baru.
Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya, sel tidak
memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Di bawah ini merupakan penyebab-penyebab
dari jejas sel.
Etiologi jejas:
Hipoksia
a. Daya angkut oksigen berkurang: anemia, keracunan CO
b. Gangguan pada sistem respirasi
c. Gangguan pada arteri: aterosklerosis
Jejas fisik
a. Trauma mekanis: ruptura sel, dislokasi intraseluler
b. Perubahan temperatur: vasodilatasi, reaksi inflamasi
c. Perubahan tekanan atmosfer
d. Radiasi
Jejas kimiawi

a. Glukosa dan garam-garam dalam larutan hipertonis yang dapat menyebabkan gangguan
homeostasis cairan dan elektrolit
b. Oksigen dalam konsentrasi tinggi
c. Zat kimia, alkohol, dan narkotika
Agen biologik: virus, bakteri, fungi, dan parasit
Reaksi imunologik
a. Anafilaktik
b. Autoimun
Faktor genetik: sindroma Down, anemia sel sabit
Gangguan nutrisi: defisiensi protein, avitaminosis
Jenis-jenis jejas:
1. Jejas Reversible (oedem, cloudy swelling)
Contoh: degenerasi hidropik.
Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraselular, yaitu adanya peningkatan kandungan air
pada rongga-rongga sel selain peningkatan kandungan air pada mitokondria dan retikulum
endoplasma. Pada mola hidatidosa telihat banyak sekali gross (gerombolan) mole yang berisi
cairan. Mekanisme yang mendasari terjadinya generasi ini yaitu kekurangan oksigen, karena
adanya toksik, dan karena pengaruh osmotik.
2. Jejas Irreversible
Terdapat dua jenis jejas irreversible (kematian sel) yaitu apotosis dan nekrosis. Apoptosis
merupakan kematian sel yang terprogram. Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel/jaringan
pada tubuh yang hidup di luar dari kendali. Sel yang mati pada nekrosis akan membesar dan
kemudian hancur dan lisis pada suatu daerah yang merupakan respons terhadap inflamasi
(Lumongga, 2008). Jadi, perbedaan apoptosis dan nekrosis terletak pada terkendali atau tidaknya
kematian sel tersebut.

Jejas Sel
Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau
sebaliknya, sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Di
bawah ini merupakan penyebab-penyebab dari jejas sel.
1. Kekurangan oksigen (hipoksia)
2. Kekurangan nutrisi

3. Infeksi sel
4. Respons imun yang abnormal
5. Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan)
dan kimia (bahan-bahan kimia beracun)
Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dibedakan menjadi dua
kategori utama, yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible
(kematian sel).
1. Jejas Reversibel ( Degenerasi sel: mola hidatidosa)
Contoh umum yang sering terjadi pada kategori ini yaitu degenerasi
hidropik. Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraseluler, yaitu
adanya peningkatan kandungan air pada rongga-rongga sel selain
peningkatan kandungan air pada mitokondria dan reticulum endoplasma.
Pada mola hedatidosa telihat banyak sekaligross (gerombolan) mole yang
berisi cairan. Mekanisme yang mendasari terjadinya generasi ini
yaitu kekurangan oksigen, karena adanya toksik, dan karena pengaruh
osmotic.
Berikut ini merupakan gambar makroskopik dan mikroskopik mola
hidatidosa.
Gambar mikroskopik mola
hidatidosa

Gambar makroskopik mola hidatidosa

Pada kondisi mola hidatidosa, janin biasanya meninggal. Akan tetapi,


villus-villus (gerombolan mola) yang membesar dan edematus itu hidup
dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
2. Jejas Irreversible
Terdapat dua jenis jejas irreversible (kematian sel)
yaitu apotosis dan nekrosis. Apoptosis merupakan pengendalian
terhadap eliminasi-aliminasi sel yang mati. sedangkan nekrosis merupakan
kematian sel/jaringan pada tubuh yang hidup di luar dari kendali. Sel yang
mati pada nekrosis akan membesar dan kemudian hancur dan lisis pada
suatu daerah yang merupakan respon terhadap inflamasi (Lumongga,
2008). Jadi perbedaanya terletak pada terkendali atau tidaknya kematian
sel tersebut.
Nekrosis

Nekrisis terbagi menjadi dua, yaitu nekrosis koagulatif dan


nekrosis liquefactive. Pada nekrosis koagulatif, protoplasmanya tampak
seperti membeku akibat koagulasi protein. Terjadi pada nekrosis ishemik
akibat putusnya perbekalan darah. Daerah yang terkena menjadi padat,
pucat dikelilingi oleg daerah yang hemoragik. Nekrosis koagulatif dapat
terjadi juga karena toksin bakteri, misalnya pada thypus abdominalis, pada
dhypteria, pneumonia, dan infeksi keras lainnya.
Nekrosis liquefactive terjadi dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan
dengan nekrosis koagulatif, akibat pengaruh enzim-enzim yang bersifat
litik. Sering terjadi pada jaringan otak. Nekrosis mencair ini juga dapat
terjadi pada jaringan yang mengalami infeksi bakteriologik yang
membentuk nanah.
Adatasi Jejas Sel
1. Jejas sel
Fungsi sel normal memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik
serta keterbatasan struktur-struktur sel dan kemampuan metabolic. Hasilnya
adalah keadaan yang terus seimbang atau homeostasis. Keadaan fungsional sel
akan berubah ketika bereaksi terhadap stress yang ringan untuk mempertahankan
keadaan yang seimbang. Perubahan inilah yang disebut dengan adaptasi sel.
Peningkatan kemampuan adaptif sel ini menimbulkan jejas sel. (Robbins, 2009)
2. Penyebab Jejas
a. Kekurangan Oksigen (Hipoksia)
Kekurangan oksigen mempengaruhi respirasi aerob dan dengan demikian
kemampuan menghasilkan ATP. Penyebab jejas dan kematian sel sangat
penting dan sering dijumpai ini terjadi akibat :
Iskhemia (gangguan pasokan darah)
Oksigenasi yang tidak adekuat (misalnya kegagalan kardiorespirasi)
Hilangnya kemampuan darah untuk membawa oksigen (misalnya
anemia, karacunan karbon monoksida)
b. Agen Fisik
Agen fisik meliputi trauma, suhu panas, suhu dingin, iradiasi, dan sengatan
arus listrik.
c. Agen Kimiawi dan Obat-Obatan

Agen Kimiawi dan Obat-Obatan meliputi preparat terapeutik, racun, polutan


lingkungan dan stimuli social (alcohol serta narkotika).
d. Agen Infeksius
Agen Infeksius meliputi virus, bakteri, fungi dan parasit.
(Robbins, 2009)
3. Mekanisme Jejas Sel
a. Deplesi ATP
Penurunan sintesis ATP merupakan konsekuensi umum terjadi karena jejas
iskhemik maupun toksik.
b. Kerusakan Mitokondria
Kerusakan Mitokondria dapat terjadi langsung karena hipoksia atau toksin
atau sebagai akibat meningkatnya ion kalsium sitosol, stress oksidatif atau
pemecahan fosfolipid.
c. Influks Kalsium Intrasel dan Gangguan Homeostasis Kalsium
Kalsium sitosol dipertahankan pada kadar yang sangat rendah oleh
transportasi yang bergantung pada energy. Iskhemia dan toksin dapat
menyebabkan influx ion kalsium melewati membrane plasma dan pelepasan
ion kalsium dari mitokondria serta sitoplasma
d. Akumulasi Radikal Bebas yang Berasal dari Oksigen
Begitu terinduksi, molekul oksigen yang tereduksi secara parsial, bersifat
sangat reaktif dan tidak stabil ini akan menyebabkan pembentukan radikal
bebas tambahan dalam rantai reaksi autokatalik (propagasi) . Radikal bebas
merusak lipid (peroksidasi rantai rangkap dengan pemutusan rantai lemak),
protein (oksidasi serta fragmentasi) dan asam nukleat (pemutusan benang
kromatin tunggal). Radikal bebas ini bersifat tidak labil dan umumnya terurai
secara spontan.
(Robbins, 2009)
B. Inflamasi
1. Pengertian
Inflamasi adalah reaksi vascular yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat
yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial di
daerah cidera atau nekrosis. (Wilson, 2005)

2. Pola Inflamasi
a. Inflamasi Akut
Inflamasi akut adalah onset yang dini (dalam hitungan detik hingga
menit), durasi yang pendek (dalam hitungan menit hingga hari) dengan
melibatkan proses eksudasi cairan (edema) dan emigrasi sel polimorfonuklear
(neutrofil). (Robbins, 2009)
b. Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik adalah onset yang terjadi kemudian (dalam hitungan hari)
dan durasi yang lebih lama (dalam hitungan minggu hingga tahun) dengan
melibatkan limfosit serta makrofag dan menimbulkan proliferasipembuluh
darah serta pebentukan jaringan parut. (Robbins, 2009)
3. Tanda-Tanda Inflamasi
a. Rubor
Biasanya merupakan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Seiring dengan dimulainya reaksi peradangan,
arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan
lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi local. Kapiler-Kapiler
yang sebelumya kosong atau mungkin hanya sebagian meregang, secara cepat
terisi
penuh
dengan
darah.
Keadaan
ini
disebut hyperemia atau kongesti., menyebabkan kemerahan local pada
peradangan akut. Tubuh mengontrol produksi hyperemia pada awal reaksi
peradangan, baik secara neurologis maupun kamiawi melalui pelepasan zat-zat
seperti histamine. (Wilson, 2005)
b. Kalor
Terjadi bersamaan denga kemerahan pada reaksi pradangan akut.
Sebenarnya, panas secara khas hanya merupakan reaksi peradangan yang
terjadi pada permukaan tubuh, yang secara normal lebih dingin dari 37 derajat
37 celcius yang merupakan shu inti tubuh. Daerah peradangan di kulit menjadi
lebih banyak darah dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang
terkena dibandingkan dengan daerah yang normal.(Wilson, 2005)
c. Dolor
Dolor atau nyeri pada suatu reaksi peradangan tampaknya ditimbulkan
dalam berbagai cara. . Perubahan Ph local atau kosentrasi local ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung-ujung saraf., halaman yang sama , pelepasan zat-zat
kimia tertentu seperti histamine taau zat-zat kimia bioaktif lain dapat
merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang

menyebabkan peningkatan tekanan local yang tidak dapat diragukan lagi dapat
menimbulkan nyeri (Wilson, 2005)
d. Tumor
Aspek mencolok pada peradangan akut mungkin adalah tumoratau
pembengkakan local yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah
dari aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel ini yang
tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada awal perjalanan reaksi
peradangan, sebagian besar eksudat adalah cairan, seperti yang terlihat secara
cepat di dalam lepuhan setelah luka bakar ringan pada kulit. Kemudian, sel-sel
darah putih atau lekosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian eksudat. (Wilson, 2005)
e. Functio Laesa
Fungsio laesa atau perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim
pada reaksi peradangan. Sepintas mudah dimengerti,bagian yang bengkak, nyri
disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi local yang abnormal,
seharusnya berfungsi secara abnormal. Akan tetapi, cara bagaimana fungsi
jaringan yang meradang itu terganggu tidak dipahami secara terperinci.
(Wilson, 2005)

También podría gustarte