A. Parasit a. Parasit Protozoa Protozoa parasitik merupakan eukariot motil bersel tunggal yang menjadi salah satu penyebab utama penyakit dan kematian di negara yang sedang berkembang (misal, 1 juta kematian per tahun disebabkan oleh malaria P. falciparum). Parasit protozoa paling sederhana adalah Trichomonas spp. yang memiliki bentuk flagel tunggal, ditularkan melalui hubungan kelamin, serta mengoloni vagina dan uretra lelaki. Protozoa usus yang paling prevalen adalah E. histolytica dan G. lamblia, yang masing-masing memiliki dua bentuk: (1) trofozoit motil yang melekat ke dinding epitel usus dan dapat melakukan invasi (E. histolytica) dan (2) kista imobil yang menular apabila tertelan karena memiliki dinding kitin yang resisten terhadap asam lambung. Protozoa yang berada dalam plasma (misal, Trypanosoma brucei, penyebab penyakit tidur Afrika), dalam sel darah merah (misal, Plasmodium spp.), dan dalam makrofag (misal, Leishmania spp.) ditularkan melalui vektor serangga, dalam vektor tersebut mikroba ini berkembang biak secara ekstrasel dan bersifat motil. Toxoplasma, suatu parasit intrasel yang menyebabkan infeksi berat pada orang yang tidak memiliki imunitas selular (misal, janin atau pasien AIDS), diperoleh apabila seseorang menelan kista intramuskulus di dalam daging yang belum matang. b. Parasit Cacing Cacing parasitik merupakan organisme multisel yang sangat berdiferensiasi. Sikius hidup cacing bersifat kompleks; sebagian besar bergantian antara reproduksi seksual dalam pejamu definitif dan multiplikasi aseksual di vektor atau pejamu antara. Oleh karena itu, bergantung pada spesies parasit, manusia mungkin mengandung cacing dewasa (misal, Ascaris spp.), bentuk imatur (misal, Toxocara canis), atau bentuk larva aseksual (misal, Echinococcus spp.). Setelah berada di dalam tubuh manusia, cacing dewasa tidak bermultiplikasi, tetapi menghasilkan telur atau
larva yang dipersiapkan untuk fase berikutnya dari siklus hidup.
Salah satu pengecualian adalah Strongyloides, yang larvanya dapat menjadi infektif di dalam usus dan menyebabkan autoinfeksi berat pada orang dengan imunosupresi. Terdapat dua konsekuensi penting dari tidak adanya replikasi cacing dewasa: (1)penyakit sering disebabkan oleh respons peradangan terhadap telur bukan terhadap parasit dewasa (misal,
Granuloma schistosoma mansoni dengan telur berisi mirasidium
dan banyak eosinofil (Robbins, 2007) Skistosomiasis), dan (2) keparahan penyakit sebanding dengan jumlah organisme yang telah menginfeksi pejamu (misal, 10 cacing tambang tidak banyak berefek, sedangkan 1000 cacing tambang dapat menyebabkan anemia berat dengan menghabiskan 100 mL darah setiap han). Cacing parasitik terdiri atas tiga kelas. Kulit kolagenosa dan struktur tidak bersegmen menandai kelas pertama, owing bulat (nematoda). Kelas mi mencakup Ascaris spp., cacing tambang, dan Strongyloides spp. di antara cacing usus serta filaria dan Trichinella spp. di antara cacing penginvasi jaringan. Kelas kedua, cacing pita (cestoda), mencakup cacing gutless, yang kepalanya (skoleks) bertunas sebuah segmen gepeng (proglotid) yang dilapisi oleh suatu kulit absorptif. Kelas mi mencakup cacing pita babi, sapi, dan ikan serta 1a7 cacing pita kistik (kista sistiserkosis dan hidatida). Kelas ketiga,fluke (trematoda), yaitu cacing primitif
mirip daun dengan integumen sinsitium, mencakup cacing pita hati
dan paru Asia serta skistosoma yang menetap dalam darah. c. Ektoparasit Ektoparasit adalah serangga (kutu, kepinding, pinjal) atau araknida (tungau, sengkenit) yang,jnelekat dan hidup di atas atau di dalam kulit. Artropoda mi dapat menimbulkan gatal dan ekskoriasi (misal, pedikulosis akibat kutu yang melekat ke batang rambut, atau skabies yang disebabkan oleh kutu yang membentuk terowongan di stratum korneum). Di tempat gigitan, bagman mulut mungkin ditemukan
berkaitan
dengan
infiltrasi
campuran
limfosit,
makrofag, dan eosinofil./Selain itu, artropoda dapat menjadi vktor
bagi patogen lain yang menimbulkan lesi kulit khas (misal, plak eritematosa yang meluas yang disebabkan oleh spiroketa penyakit Lyme B. burgdorferi, yang ditularkan melalui sengkenit rusa). B. Jamur atau Fungus Fungus memiliki dinding sel yang tebal dan mengandung ergosterol serta tumbuh sebagai bentuk yang sempurna dan bereproduksi secara seksual in vitro serta bentuk tak-sempurna in vivo; yang terakhir mencakup sel ragi yang bertunas (budding yeast cell) dan penjuluran yang langsing (hifa). Beberapa bentuk ragi menghasilkan spora yang resisten terhadap lingkungan yang ekstrem, sedangkan hifa mungkin menghasilkan fruiting bodies yang disebut konidia. Beberapa spesies fungus (misal; spesies dari kelompok Tinea yang menyebabkan "kutu air") terbatas di lapis-an superficial kulit manusia; "dermatofit" lain cenderung merusak batang rambut atau kuku. Spesies jamur tertentu menginvasi jaringan subkutis, menimbulkan abses atau granuloma, seperti yang terjadi pada sporotrikosis dan mikosis tropis. Infeksi jamur yang dalam dapat menyebar secara sistemik untuk menghancurkan organ vital pejamu yang mengalami gangguan kekebalan, tetapi dapat sembuh spontan atau tetap laten pada pejamu yang normal., Sebagian spesies jamur dalam terbatas di daerah geografis tertentu (misal, Coccidioides di daerah barat AS dan Histoplasma di Lembah Sungai Ohio). Sebaliknya, jamur oportunistik
(misal, Candida, Aspergillus, Mucor, dan Cryptococcus) merupakan
kontaminan yang ditemukan di mana-mana dan mengolonisasi kulit atau usus manusia normal tanpa menimbulkan penyakit. Hanya pada orang dengan imunosupresi jamur oportunistik ini menyebabkan infeksi yang dapat mengancam nyawa, yang ditandai dengan nekrosis jaringan, perdarahan, dan sumbatan pembuluh, dengan respons peradangan minimal atau tidak ada. Selain itu, pasien AIDS sering menjadi korban organisme oportunistik mirip-fungus, yaitu Pneumocystis carinii.
Cryptococcus dalam ruang perivaskular (Robbins, 2007)
Daftar Pustaka Robbins, S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Volume 1. EGC. Jakarta