Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
OLEH:
SGD 4
Niluh Nining Pratami
(0902105007)
(0902105008)
(0902105038)
(0902105039)
(0902105040)
(0902105041)
P. Evi Noviantini
(0902105056)
(0902105057)
Ni Made Dwiyanti
(0902105072)
(0902105073)
(0902105074)
(0902105090)
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Apendisitis adalah inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi tanpa penyebab
yang jelas, obstruksi apendiks oleh feses, atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahnya. (Corwin,2009;607)
Apendisitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada appendiks yang
merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi (Anonim.
2010)
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur (Rahza, Putri. 2010)
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui (Anonim.
2010).
Jadi apendisitis adalah peradangan pada apendiks yang dapat timbul akibat
obstruksi apendiks atau penyebab lainnya yang merupakan kasus gawat bedah
abdomen yang paling sering terjadi
2. ETIOLOGI/PENYEBAB
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai factor
pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi
ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia
jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris
dengan 19431948. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan peritonitis lokal
menurun dari 5% menjadi 0%. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan
peritonitis umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1930, 15 kasus
meninggal karena apendisitis dari 100 ribu populasi, sedangkan 30 tahun kemudian hanya
1 kasus meninggal dari 100 ribu populasi. Pada tahun 1977, mortalitas pasien dengan
apendisitis akut tanpa perforasi 0,1-0,6% dan dengan perforasi 5%. (Agustinnur. 2010)
Apendisitis akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering dijumpai di negaranegara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, namun dalam
tiga dasawarsa terakhir menurun secara bermakna. Kejadian ini di duga disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Insiden pada lakilaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada usia 20-30 tahun, insiden pada
laki-laki lebih tinggi. Appendicitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur,
umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun,khususnya antara 8 sampai 14
tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2tahun (Anonim. 2010)
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya,
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya
nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah
sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut.
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya dan biasanya
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala
apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak
tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan
terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena
ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.
Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya
serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,
menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita
hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut,
mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada
kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan
bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
5. PATOFISIOLOGI
Apendiks vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang belum diketahui fungsinya pada
manusia. Struktur ini berupa tabung yang pankang, sempit (sekitar 6 sampai 9 cm), dan
mengandung arteria apendikularis yang merupakan suatu arteria terminalis (end-artery).
Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada dinding abdomen, di bawah titik
McBurney. Titik McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior ke
kanan umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan tempat pangkal apendiks.
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ
tersebut. Patogenesis utamanya diduga adanya obstruksi lumen, yang biasanya disebut
fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat). Penumbatan pengeluaran secret
mucus mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi, dan ulserasi. Peningkatan
tekanan intrakrtanium dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteri terminalis (end-artery)
apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya mengakibatkan
nekrosis, gangrene, dan perforasi. Penelitian terakhir
menunjukkan
bahwa ulserasi
mukosa sekitar 60 hingga 70% kasus, lebih sering daripada sumbatan lumen. Penyebab
ulserasi tidak diketahui, walaupun sampai sekarang diperkirakan disebabkan oleh virus.
Akhir-akhir ini penyebab infeksi yang paling diperkirakan adalah Yersinia enterocolotica.
(Price.2006:448)
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan.
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan
ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh
maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.
6. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdomen lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
9. PENATALAKSANAAN
1. Sebelum operasi
a. Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejalaapendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun peritonitis
lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit
dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan
kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah
dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Intubasi bila perlu
c. Antibiotik
2. Operasi apendiktomi
3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuki mengetahui terjadinya pendarahan
di dalam, syok, hipertermia, atau gannguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila
pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien
dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Selama itu pasien di puasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya dalam
perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5jam lalu naikkan 30ml/ja.
Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama
2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari
ketujuh jaritan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah berikan penatalaksanaan bedah dalam peritonitis akut.
Dengan demikian gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya
komplikasi dapat berkurang.
10. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes laboratorium.
Diagnosis ditegakkan bila memenuhi
1. Gambaran klinis yang mengarah ke appendicitis seperti
Nyeri di sekitar
umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun), nausea, dan
sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke kanan
bawah ke titik Mc Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan
2. Demam lebih dari 37,50C
3. Laboratorium : lekositosis yaitu lekosit > 10.000 /dl biasanya pada perforasi
terdapat pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).
4. USG yang mungkin di temukan pada pemeriksaan ini :
Lampiran buncit berisi cairan dengan diameter lebih dari 5 mm
Ketebalan dinding 3 mm atau lebih besar
Tidak adanya gerak peristaltik dan noncompressibility usus buntu
Perubahan pericaecal.
Massa pada appendix
5. Laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum
dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
6. CT scan : dilakukan jika di duga terdapat perforasi atau pembentukan abses
karena akan memberikan karakteristik yang yang tepat terhadap massa inflamasi,
luas dan lokasinya.
11. DIAGNOSIS BANDING
Gastroenteritis akut : Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam
dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang
timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah pindah. Hiperperistaltik
merupakan merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung
12. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak
diangkat.
13. HE
Pre operasi
Persiapan fisik dan mental pasien. Perawat bisa menjelaskan kepada pasien mengenai
pentingnya dilakukan tindakan operasi dan akibat yang akan ditimbulkan jika tidak
dilakukan tindakan operasi tersebut.
Pasien diberi instruksi secara lisan dan tertulis tentang gejala-gejala yang akan
dialami pasien setelah operasi yaitu kemerahan atau pemisahan sayatan, dan
peningkatan nyeri insisi.
Post operasi
Memberi informasi kepada pasien mengenai tanda infeksi pada insisi, yang
memerlukan intervensi medis misalnya demam, kemerahan menetap, bengkak, hangat
lokal, nyeri tekan, drainage purulen dan bau busuk.
Jika pasien menerima obat apapun di rumah, perawat dapat menjelaskan tentang
tujuan pengobatan tersebut, dosis, frekuensi, waktu serta potensi efek samping. Pasien
harus diinstruksikan oleh perawat tentang langkah yang harus diambil jika efek
samping terjadi.
Jika pasien sudah pulang ke rumah, harus ada persediaan untuk kebutuhan pasien.
Jika pasien maupun keluarga tidak dapat melakukan perawatan insisi secara
independen, dapat menyarankan pasien untuk melakukan perawatan secara home
care, perawatan ke dokter, rumah sakit atau ke pusat kesehatan masyarakat terdekat.
B. ASUHAN KEPERWATAN
1. PENGKAJIAN
I.
Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
Sirkulasi
: Takikardi
Eliminasi
Gelaja
Tanda
Nyeri/Kenyamanan
Gelaja
Tanda
Keamanan
Tanda
: Biasanya demam
Pernapasan
Data Subyektif
Sebelum operasi
Klien mengeluh nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRE OP
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri pada daerah perut bagian kanan bawah, pasien tampak
gelisah.
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic ditandai dengan suhu
tubuh meningkat diatas rentang normal (36,50C 37,50C), akral teraba
hangat / panas.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif :
mual,muntah ditandai dengan penurunan turgor kulit, membran mucus/ kulit
kering
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan
karena faktor biologi ditandai dengan pasien mengatakan makan kurang dari
kebutuhan yang dianjurkan karena merasa mual dan muntah.
5. Kurang pengentahuan mengenai penyakit berhubungan dengan misinterpretasi
informasi ditandai dengan pasien berperilaku atau persepsi tidak sesuai.
6. PK : Sepsis.
POST OP
1. Nyeri Akut berhubungan dengan tindakan pembedahan (appendictomy)
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada derah pembedahan, pasin tampak
meringis.
2. Kegagalan manajemen perawatan di rumah berhubungan dengan ketiadaan
role modelling terhadap luka post op ditandai dengan pasien dan keluarga
tampak kurang mengetahui mengenai perawatan dan hal-hal yang perlu
diperhatikan terhadap luka post op di rumah.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan
appendictomy).
invasif
(pembedahan:
DAFTAR PUSTAKA
Artawijaya, Agung.2010.Teknik Pemeriksaan Radiologi Pada Kasus Apendisitis.
http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/teknik-pemeriksaan-radiologi-padakasus.html (18 april 2011)
Anonym.2011.Apa itu Apendisitis?
http://www.news-medical.net/health/What-is-Acute-Appendicitis-%28Indonesian
%29.aspx
Smeltzrt, Suzanne C, Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner
dan Suddart Volume 2 edisi 8. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.