Está en la página 1de 8

A.

Sejarah Kampung Naga Tasikmalaya

Menguak Mitologi Kampung Naga di Tasikmalaya,memang sulit untuk mencari


sejarah atau asal usul terbentuknya Kampung Naga, karena terbakarnya
peningglan/dokumen-dokumen sejarah serta di bawanya bukti sejarah berupa buku
ke Belanda oleh para penjajah dan sampai sekarang entah dimana buku/dokumen
tersebut, (menurut penuturan kuncen).
Dahulu konon di Jawa Barat terdapat Kiai Sakti yang Menaklukkan Ular Naga, dan
dari situlah muncul istilah Kampung Naga. Entah mengapa kampung kecil di sebuah
lembah Desa Neglasari, Kecamatan Selawu, Tasikmalaya itu disebut Kampung Naga.
Tak ada referensi yang mengungkap asal-usul nama itu. Para sepuh, baik pakuncen
maupun punduk kampung juga tak mengetahui mengapa kampung kecil itu persis
dengan nama ular raksasa. Mereka hanya paham soal adat dan kecap pamali
karuhun-nya yang terkenal dengan Sembah Dalem Singaparna.
Semula, memang ada buku kuno berbahasa Sunda kuno. Tahun 1927, buku yang
belum banyak dipelajari itu dibawa oleh pemerintah Belanda dan dibawa ke
Batavia. Namun sampai kini tak dikembalikan. Ada juga barang-barang peninggalan
sejarah yang mestinya bisa digunakan untuk mengkaji lebih dalam nilai-nilai
metafisika dan sejarah mereka. Namun, semuanya lenyap setelah tahun 1956
pasukan DI/TII yang dipimpin Kartosuwiryo membumihanguskan kampung itu. Satusatunya benda yang tertinggal adalah sebilah keris dari kuningan. Ternyata, itupun
hanya duplikatnya saja.
Bukan hanya soal nama, tentang asal-usul mereka pun masih juga terjadi beda
pendapat. Ada yang mengatakan nenek moyang mereka adalah seorang prajurit
Mataram yang enggan pulang ke negaranya karena kalah perang. Yakni, ketika
pasukan Mataram gagal menaklukkan kompeni (Belanda) di Batavia tahun 1916.
Kemudian, membangun perkampungan yang kini terkenal dengan sebutan
kampung Naga itu. Pendapat ini didasarkan kenyataan bahwa sekitar 40 km,
tepatnya di daerah Cangkuang ada kampung yang semua penduduknya keturunan
prajurit Mataram.
Namun, pendapat ini mendapat penolakan. Terutama dari masyarakat Kampung
Naga sendiri. Menurut mereka, penduduk asli Kampung Naga merupakan keturunan
asli suku Sunda. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan
langsung dari Kerajaan Galuh Pasundan. Sebelum membangun pekampungan di
lembah subur Desa Neglasari mereka tinggal di lereng-lereng Gunung Galunggung.
Ketika itu, mereka masih primitif dan tinggal di atas pohon-pohon besar untuk
menghindari serangan binatang-binatang buas seperti singa dan sebagainya.
Karena itu, seperti yang terlihat sekarang, rumah mereka selalu terbuat dari kayu
dan berbentuk rumah panggung. Mesti tidak tinggi seperti rumah panggung
umumnya, namun lantai mereka selalu terbuat dari papan dan berada sekitar 1

meter dari permukaan tanah. Di bawah lantai rumah itu, dipelihara berbagai jenis
binatang ternak. Utamanya ayam.
Sedang untuk ternak-tenak besar seperti kerbau dan lembu dipelihara di tempat
terpisah. Yakni di depan perkampungan sebelah kiri dekat dengan dua kolam massa
yang sejak dulu tak pernah berubah.

B.
Pemimpin Adat yang Pernah Berkuasa di Kampung Naga Tasikmalaya Sampai
Saat Ini
Sejarang mengatakan penduduk asli Kampung Naga memang orang Sunda. Nenek
moyang mereka yang kini dimakamkan di bukit sebelah Barat kampung bernama
Sembah Dalem Singaparna. Dan beliau merupakan pemimpin pertama bagi
masyarakat Kampung Naga. Dinamakan Singaparna karena ia dapat menaklukkan
singa yang sedang mengamuk dengan kesaktian yang dimilikinya. Namun
Singaparna lebih dikenal sebagai seorang ulama sakti. Ia memiliki 6 anak laki-laki
yang kesemuanya diwarisi ilmu linuwih. Pertama, RD Kagok Katalayah Nu Lencing
Sang Seda Sakti. Tokoh yang ini dikenal dengan ilmu kebal yang diwarisi dari
Sembah Dalem Singaparna. Setelah meninggal, dia dimakamkan di daerah Teraju,
Kabupaten Tasikmalaya. Kemudian, Ratul Incung Kudratullah. Ia dimakamkan di
Karangmanunggal, Kabupaten Tasikmalaya. Lebih dikenal dengan Eyang Mudik
Batara Karang karena mewarisi kebedasaan (kekuatan fisik yang luar biasa).
Ketiga, Pangeran Mangku Bawang. Ia mewarisi kekayaan duniawi. Dimakamkan di
Mataram (Yogyakarta). Berikutnya adalah, Sunan Gunung Kalijaga. Dimakamkan di
daerah Cirebon. Ia mengembangkan agama Islam di wilayah ini dengan pendekatan
masyarakat agraris kerana ia mewarisi ilmu pertanian yang luar biasa. Kelima,
adalah Sunan Gunung Komara, Ia diwarisi kepandaian dan kejujuran. Kemudian,
Sunan Gunung Komara menyebarkan agama Islam di Banten dan meninggal di
sana. Makamnya kini berada di daerah Banten. Yang terakhir adalah, Pangeran
Kudratullah. Ia mewarisi ilmu agama yang demikian mendalam. Selanjutnya,
menyebarkan agama di daerah Garut, Jawa Barat hingga dimakamkan di sana.
Sejarah/asal usul Kampung Naga menurut salah satu versi lainnya bermula pada
masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya
yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah
Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut,
Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana.
Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam
persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu
tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.

Nenek moyang Kampung Naga yang paling berpengaruh dan berperan bagi
masyarakat Kampung Naga "Sa Naga" yaitu Eyang Singaparana atau Sembah
Dalem Singaparana yang disebut lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan di
sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga
sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat diadakan upacara adat
bagi semua keturunannya. Namun kapan Eyang Singaparana meninggal, tidak
diperoleh data yang pasti bahkan tidak seorang pun warga Kampung Naga yang
mengetahuinya. Menurut kepercayaan yang mereka warisi secara turun temurun,
nenek moyang masyarakat Kampung Naga tidak meninggal dunia melainkan raib
tanpa meninggalkan jasad. Dan di tempat itulah masyarakat Kampung Naga
menganggapnya sebagai makam, dengan memberikan tanda atau petunjuk kepada
keturunan Masyarakat Kampung Naga.
Selain nama-nama diatas menurut penuturan kuncen ada beberapa orang yang
pernah menjadi pemimpin bagi masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya dan orang
tersebut diantanya :
1.

Inarbasa

2.

Nangsit

3.

Jaja Sutija

4.

Waana

5.

Darja

6.

Ateng

7.

Bebe

8.

Kusnadi

Mereka semua adalah orang orang yang dengan sukarela dan bertanggung jawab
dalam melestarikan buadaya adat sehingga adat istiadat di masyarakat Kampung
Naga masih tetap terjaga sampai saat ini juga.

C. Sistem Pemerintahan Adat yang Berlaku dalam Masyarakat Kampung Naga


Tasikmalaya Tempo Dulu dengan Saat Ini

Dalam Sistem Pemerintahan adat Kampung Naga Tasikmalaya tempo dulu dan
sekarang dengan hasil penelitian yang saya lakukan dengan berkunjung langsung
ke lokasi yaitu ke Kampung Naga Tasikmalaya, namun setelah melakukan observasi
dan melakukan sesi tanya jawab untuk mencari sumber informasi dengan sesepuh

di sana atau seorang kuncen, saya tidak mendapatkan informasi yang cukup puas
dan jelas jawaban dari kuncen tersebut, sehingga saya menarik kesimpulan dari
hasil observasi dan sesi tanya jawab dengan seorang kuncen tersebut bahwa
Sistem Pemerintahan adat Kampung Naga Tasikmalaya tempo dulu tidak jauh
berbeda dengan Sistem Pemerintahan saat ini.

Sistem Pemerintahan Kampung Naga tempo dulu dengan sekarang yaitu


menggunakanSistem Pemerintahan Formal yaitu : seseorang yang mejabat suatu
daerah yang memiliki keterkaitan tidak hanya dengan adat tetapi juga dengan
Pemerintahan atau yang sering lazim kita kenal dan kita sebut dengan nama Kepala
Desa/Lurah. Dan Kepala Desa/Lurah inilah yang memegang
kekuasaan/pemerintahan bagi Wilayah/Desa Neglasari yang meliputi Kampung
Naga tersebut.

D.

Bagaimana Sistem Pembagian Kekuasaan Adat yang Berlaku

Tempo Dulu dengan Saat Ini

Dalam sistem pembagian kekuasan adat yang berlaku tempo dulu dengan
sekarang dengan hasil observasi yang saya lakukan tidak ada perubahan mengenai
hal tersebut yaitu dengan Sistem Pembagian Kekuasaan Adat dibagi kedalam 2
bagian yaitu :
1.
Nonformal (Tradisional) yaitu Kuncen yang bertugas memangku adat dan
pemimpin dalam setiap upacara adat
2.
Formal yaitu seorang kepala kampung, RT dan RW yang bertugas sama seperti
puda umumnya desa-desa lain
Dengan cara pembagian kekuasaan ini kita akan mendapatkan keselarasan antar
dua pemimpin dengan tugasnya masing-masing yaitu pemerintahan desa dan
pemimpin adat atau yang oleh penduduk Kampung Naga disebut sebagai Kuncen.
Peran keduanya saling bersinergi satu sama lain untuk tujuan keharmonisan warga
Kampung Naga. Sang kuncen yang meski begitu berkuasa dalam hal adat istiadat
jika berhubungan dengan sistem pemerintahan desa maka harus taat dan patuh
pada RT atau RW, pun sebaliknya, Pak RT dan Pak RW pun mesti taat pada sang
Kuncen apabila berurusan dengan adat istiadat dan kehidupan kerohanian.

E.
Lembaga Lembaga Adat yang Ada Dalam Masyarakat Kampung Naga
Tasiklamaya Tempo Dulu dengan Saat Ini

Lembaga adat yang ada dalam masyarakata Kampung Naga Tasikmalaya tempo
dulu dengan sekarang yaitu hampir sama atau sama sekali tidak ada perbedaan
yaitu terdiri dari :
a)

Kuncen

Kepala adat dalam masyarakat Kampung Naga disebut Kuncen. Kuncen adalah juru
kunci (tempat-tempat keramat dan sebagainya) yang juga mengetahui riwayat
tempat yang dijaganya. Seorang Kuncen sama artinya dengan orang yang
mengemban tugas atau pancen. Namun, karena sebagian besar tugas Kuncen
dipegang oleh kaum laki-laki, mereka biasa disebut pula sebagai Pakuncen
Dalam masyarakat Kampung Naga, Kuncen merupakan pemangku adat sekaligus
pemimpin masyarakat. Kuncen memiliki wewenang untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi masyarakatnya, baik yang berhubungan dengan adat, maupun
dengan tugas-tugas dari pemerintahan setempat. Tugas lain yang dimiliki Kuncen
adalah bertanggung jawab untuk menjaga, melaksanakan dan memimpin acaraacara adat.
Kuncen merupakan orang terpilih yang ditentukan oleh sesepuh masyarakat
Kampung Naga. Kuncen Kampung Naga diangkat berdasarkan keturunan dari
Kuncen-Kuncen sebelumnya. Masa tugas Kuncen adalah selama hayat masih
dikandung badan (seumur hidup). Kecuali dengan beberapa alasan diantaranya
sudah terlalu tua, atau tidak bisa menetap di Kampung Naga, sehingga secara
otomatis tidak secara langsung memimpin disana.
b)

Lebe

Lebe atau amil adalah orang yang bertugas untuk mengurus orang yang sudah
meninggal. Dia bertanggung jawab untuk mengurus mulai dari awal sampai akhir
yaitu penguburan dan acara tahlilan. Selain itu, lebe juga bertugas menjadi
pemimpin doa dalam setiap acara ritual di Kampung Naga.

c)

Punduh adat

Punduh adat di Kampung Naga bertugas untuk ngurus laku meres gawe. Ngurus
laku berarti mengurus dan memperhatikan perilaku masyarakat. Sedangkan meres
gawe berarti bertanggung jawab memimpin pekerjaan bersama yang dilakukan
masyarakat. Misalkan membangun rumah, memperbaiki mesjid, bale dan
sebagainya.
Selain itu tugas punduh adat adalah menjadi penasehat baik Kuncen maupun
masyarakat. Punduh adat mempunyai hak untuk memberi masukan atau nasehat
kepada Kuncen dalam mengambil keputusan. Bagi masyarakat punduh adat juga
mempunyai wewenang untuk menasehati atau bahkan menegur masyarakat yang
melanggar adat. Kesehariannya, punduh adat harus selalu berada di dalam
kampung agar dapat selalu mengawasi detail kehidupan masyarakatnya.
d)

Jajaran Sesepuh

Jajaran sesepuh merupakan korps sesepuh Kampung Naga. Termasuk didalamnya


lebe dan punduh adat. Hanya saja jajaran sesepuh ini ditambah dengan sesepuhsesepuh dari sanaga. Sanaga artinya masyarakat yang masih mengatur dan
mengikut aturan-aturan adat yang ada di Kampung Naga. Sesepuh sanaga
merupakan perpanjangan Kuncen. Mereka bertugas selain sebagai penasehat bagi
Kuncen juga sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap sanaga jika ada
acara-acara ritual di Kampung Naga, atau ada acara lain yang memerlukan bantuan
mereka.
e)

Patunggon Bumi Ageung

Patunggon Bumi Ageung merupakan wanita paruh baya yang menjadi penunggu
Bumi Ageung. Wanita patunggon haruslah merupakan wanita yang sudah
menapouse. Ia bertugas menjadi penjaga dan pemelihara Bumi Ageung. Selain itu
ia juga yang nanti bertugas membawa kendi yang berisi air untuk dipakai berkumur
oleh Kuncen dan lebe dalam rangkaian acara ritual Hajat Sasih.
Adapun pemimpin formal yang ada di Kampung Naga hanya terdiri dari satu ketua
Rukun Tetangga (RT). Ia bertugas sebagaimana tugas-tugas RT di tempat lain.
Hanya saja secara adat, ketua RT yang ada di Kampung Naga hanya pelaksana
teknis dari hasil-hasil kompromi antara pemangku adat dengan pemerintah
setempat. Setiap rencana kegiatan di kampung atau kegiatan yang diturunkan dari
desa, senantiasa dibawa terlebih dahulu ke musyawarah kampung yang diadakan di
bale kampung. Musyawarah dipimpin langsung oleh Kuncen, sementara anggota
musyawarah terdiri dari para sesepuh Kampung Naga sebagai penasehat dan
narasumber bagi Kuncen.

F.

Luas Wilayah Kampung Naga Tasikmalaya Tempo Dulu

Cakupan luas wilayah Kampung Naga Tasikmalaya temp dulu yaitu merupakan
suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang berada di
wilayah Desa Neglasari,Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa
Barat. Lokasi Kampung Naga tersebut tidak jauh dari jalan raya yang
menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya.Kampung Naga ini berada di
lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi
oleh hutan keramat, di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di
sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber airnya
berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Dan luas wilayah tersebut sampai
sekarang tidak berubah sama sekali masih sama dengan cakupan luas wilayah yang
dulu.

G.

Hubungan Masyarakat Kampung Naga dengan Pemerintah Daerah/Pusat

Sistem organisasi kampung yang sangat absolut mengedepankan prinsip ini.


Kekuasaan seorang pak Kuncen ialah kekuasaan penuh, walaupun dalam
pelaksanaanya beliau selalu berkonsultasi dengan punduh adat dan punduh dusun
yang berperan sebagai penasihat. Pak Kuncen merupakan pemimpin tertinggi yang
berkuasa untuk memutuskan segala persoalan hidup dan segala sesuatu yang
terjadi di Kampung Naga.
Meskipun memiliki pemimpin dalam kampung, masyarakat kampung Naga
tidak serta merta menolak aturan kepemerintahan. Mereka sangat patuh terhadap
pemimpin pemerintahan, sejauh itu tidak bertentangan dengan tradisi dan aturan
adat warisan nenek moyang di Kampung Naga. Dari cerita pak Kuncen, punduh, dan
masyarakat, diketahui bahwa telah banyak usaha dari pemerintah agar fasilitas di
Kampung Naga seperti listrik, jalan raya, dan sarana modern lainnya dibangun
dengan nuansa modern, namun masyarakat menolaknya. Mereka lebih memilih
hidup sederhana seperti nenek moyang mereka dahulu kala. Menurut mereka,
masyarakat kampung Naga bukanlah objek yang harus diperhatikan secara khusus
oleh pemerintah. Mereka masih sama seperti masyarakat lainnya. Walaupun
demikian masyarakat Kampung Naga sangat mematuhi atuaran dari pemerintah
asalkan tidak bertentangan dengan adat atau aturan yang sudah berlaku pada
masyarakat Kampung Naga.

H.

Perhatian Pemerintah Terhadap Peninggalan Adat Kampung Naga

Kampung Naga Tasikmalaya yang merupakan salah satu masyarakat adat yang ada
di Daerah jawa Barat memang saat ini masih terjaga kelestarian adatnya, namun
bukan hal yang mustahil jika suatu saat nanti masyarakat Kampung Naga akan
hilang keaslian adatnya seiring dengan perkembangan zaman yang semakin
modern ini, menilik dari sejarah terbentuknya Kampung Nagapun ternyata masih

banyak beragam versi yang menuturkan mengenai terbentuknya Kampung Naga.


Hal ini disebabkan hilangnya peninggalan peningglan pusaka yang bersejarah,
misalnya semula, memang ada buku kuno berbahasa Sunda kuno. Tahun 1927,
buku yang belum banyak dipelajari itu dibawa oleh pemerintah Belanda dan dibawa
ke Batavia. Namun sampai kini tak dikembalikan. Ada juga barang-barang
peninggalan sejarah yang mestinya bisa digunakan untuk mengkaji lebih dalam
nilai-nilai metafisika dan sejarah mereka. Namun, semuanya lenyap setelah tahun
1956 pasukan DI/TII yang dipimpin Kartosuwiryo membumihanguskan kampung itu.
Satu-satunya benda yang tertinggal adalah sebilah keris dari kuningan. Ternyata,
itupun hanya duplikatnya saja.

Upaya pelestarianpun gencar dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga, namun


jika tidak adanya kerjasama antara masyarakat Kampung Naga dengan pemerintah
setempat maka bukan hal yang tidak mungkin jika peninggalan sejarah tersebut
akan hilang.
Pemerintah selama ini hanya mengumbar janji, memberikan harapan yang tidak
pasti dan realisasinyapun kurang begitu terlihat dalam upaya menjaga peninggalan
sejarah, kalau bukan karena kesadaran dan upaya yang dilakukan oleh masyarakat
Kampung Naga mungkin Kampung adat Naga ini sudah lama hilang, ( mengutif
perkataan dari seorang kuncen yang menuturkan perihal perhatian pemerintah
terhadap peninggalan benda- benda pusaka).
Kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap peninggalan benda benda
sejarang tidak mematahkan semangak bagi masyarakat Kampung Naga
Tasikmalaya, maka dari itu upaya yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga
dalam melestarikan adat budayanya dengan cara masih percaya dan memegang
teguh terhadap kecap PAMALI. Karena mereka yakin jika selama masyarakat
Kampung Naga peduli terhadap adatnya dan peduli terhadap peninggalan bendabenda sejarah maka Kampung Naga Tasikmalaya dapat terjaga kelestariannya dan
juga benda-benda pusakanya meskipun di zaman era globalisasi dan zaman yang
semakin modern ini mereka siap bersaing dalam mempertahankan adatnya.

También podría gustarte