Está en la página 1de 7

LAPORAN SGD 1

BLOK REST AND ACTIVITY


AMPUTASI

KELOMPOK 6 :
Brian Wiva Pratama

G1D014040

Rita Restu Fitriani

G1D014030

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2016

AMPUTASI
A. Pengertian
Amputasi berasal dari kata amputare yang berarti pancung. Amputasi
adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari
malapetaka atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya, seperti
kecelakaan, gempa dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau
dilakukan karena alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan
dan kualitas hidup pasien. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan
teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat membahayakan keselamatan
tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain, (Demet K, 2003,
Glass, Vincent, 2004).
Amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan
sistem cardiovaskuler. Lebih lanjut amputasi dapat menimbulkan masalah
psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan
produktifitas, (Wahid, 2013).
B. Indikasi
Menurut Suratun tahun 2008, Indikasi utama bedah amputasi, yaitu:
1. Iskemia akibat penyakit vaskular progresif (klien arteriosklerosis,
diabetes melitus).
2. Trauma berat akibat perang, kecelakaan kendaraan bermotor
(cedera remuk), cedera termal (luka bakar), tumor, infeksi
(gangren,osteomielitis kronis), dan kelainan kongenital.
Menurut Wahid tahun 2013, amputasi dapat dilakukan pada kondisi
sebagai berikut :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.

4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh


lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara
konservatif.
6. Deformitas organ.
C. Faktor penyebab terjadinya Amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi seperti fraktur multiple
organ tubuh yang tidak mungkin diperbaiki, kehancuran jaringan kulit yang
tidak mungkin diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang
berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya, adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara
konservatif, deformitas organ ( Harnawatiaj, 2008).
D. Jenis Jenis Amputasi
Menurut Wahid (2013) ada beberapa jenis amputasi yaitu :
1. Amputasi selektif/terencana ; amputasi jenis ini dilakukan pada
penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik
serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai
salah satu tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma ; merupakan amputasi yang terjadi sebagai
akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan
adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki
kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat ; kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh
tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan
kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple
dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

E. Hal Hal yang Perlu di Observasi

Pada saat melakukan amputasi hal yang perlu diperhatikan meliputi


perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada pembuluh darah besar
yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi
pada semua pembedahan, dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi
luka setelah amputasi traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan
luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis dapat menyebabkan kerusakan
kulit (Smeltzer, 2008).
Hal lainnya yaitu Hemorage masif akibat lepasnya jahitan merupakan
masalah yang paling membahayakan. Klien harus dipantau secara cermat
mengenai setiap tanda dan gejala perdarahan. Tanda vital klien harus
dipantau, dan drainase berpengisap harus diobservasi sesering mungkin.
Perdarahan segera setelah pasca operasi dapat terjadi perlahan atau dalam
bentuk hemorage masif akibat lepasnya jahitan. Torniket besar harus tersedia
dengan mudah disisi pasien sehingga bila sewaktu-waktu terjadi perdarahan
hebat, dapat segera dipasang pada sisa tungkai untuk mengontrol perdarahan.
Ahli bedah harus diberi tahu dengan segera bila ada hemorage berlebihan
(Smeltzer, 2010).
F. Perawatan Pasien Post Amputasi
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga
kekuatan otot/ mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur,

mempertahankan

intaks

jaringan,

dan

persiapan

untuk

penggunaan protese. Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada


klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan
keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya (Ningsih, 2009).
Yakinkan klien bahwa sensasi tungkai bayangan adalah normal dan
biasanya akan menghilang seiring dengan waktu. Hindari memposisikan klien
ke posisi fowler atau semi-fowler dalam selang waktu yang lama karena
untuk mencegah terjadinya kontraktur tulang panggul. Setidaknya dalam 24
jam pertama posisikan klien ke posisi telungkup selama 20 menit 2 kali sehari

untuk mencegah kontraktur fleksi dan meningkatkan ekstensi panggul/lutut


(Ningsih, 2009).
Mencuci tungkai yang telah sembuh dengan sabun lembut dan air. Ajarkan
klien cara memakai balutan penyusut yang benar. Ajarkan klien untuk
melepaskan balutan penyusut setiap hari untuk menginspeksi sisa tungkai dan
membersihkan balutan penyusut setiap hari, biarkan mengering sepenuhnya
sebelum balutan dipakaikan kembali. Hal tersebut dilakukan untuk
mengurangi mikroorganisme, mencegah iritasi kulit akibat kelembapan, dan
intervensi dini jika terjadi komplikasi. Beri tahu klien agar membiarkan sisa
tungkai terkena udara luar selama 1 jam dalam 4 kali sehari dan mengganti
balutan penyusut 2 kali. Melakukan latihan rentang pergerakan dan latihan
isometrik pada semua ekstremitas, termasuk sisa tungkai (Ningsih, 2009).

KESIMPULAN
Amputasi adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh. Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir apabila
masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ
tubuh yang lain. Amputasi dapat dilakukan pada kondisi sebagai berikut
fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki,
kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan
vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau
beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya, adanya tumor pada organ
yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, serta deformitas organ.
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada pasien yang mengalami fraktur
multiple organ tubuh yang tidak mungkin diperbaiki, kehancuran jaringan
kulit yang tidak mungkin diperbaiki serta gangguan vaskuler/sirkulasi pada
ekstremitas yang berat. Terdapat beberapa jenis amputasi diantaranya
amputasi selektif/terencana, amputasi akibat trauma, serta amputasi darurat.
Adapun hal - hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan amputasi meliputi
perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Klien harus dipantau secara cermat
mengenai setiap tanda dan gejala perdarahan. Tanda vital klien harus
dipantau, dan drainase berpengisap harus diobservasi sesering mungkin.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi
perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/
mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese.
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami
amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai
dengan kompetensinya

DAFTAR PUSTAKA
Demet, K., Martinet, N., Guillemin, F., Paysant, J., & Andre, J. M. (2003).
Health related quality of life and related factors in 539 persons
with amputation

of upper and lower limb. Disabil Rehabil.

Glass, H., Vincent, L., Douglas, B., & Albert, E. (2004). Influenza of
transmetatarsal amputation in patients requiring lower extremity
distal revascularization. The American Surgeon.
Harnawatiaj. (2008). Asuhan keperawatan pada Amputasi. Diambil
tanggal 12 februari 2010 dari http:/www.askep-/2008/04/06.html.
Ningsih, Nurna. (2009). Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, S. C. (2010). Brunner and suddarths textbook of MedicalSurgical nursing (12th ed). Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins.
Smeltzer, S. C., Bare, B.G, Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). eds,
Brunner & suddaths textbook of medical surgical nursing, 11
th ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams and Wilkins.
Suratun. (2008). Klien gangguan sistem muskuloskeletal : seri asuhan
keperawatan. Jakarta : EGC
Wahid, A. (2013). Asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
muskuloskeletal. Trans Info Media : Jakarta.

También podría gustarte