Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Oleh :
Yoga Abdurrahim Asidqi
Widianti
Ayu Sofianti
Muhammad Faisal
Pipin Suparman
Agung Subagja
Mia
Alwan
Rifat
Teguh
NPM : 1535071254
NPM :
NPM :
NPM :
NPM :
NPM :
NFM :
NFM :
NFM :
NFM :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Bahasa Indonesia Akhlak
Seorang Pemimpin Negara Menurut Perspektif Islam. Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca di agama Islam, khususnya
dalam peran manusia sebagai khalifah di muka bumi. Di samping itu, makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna harus
sadar akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah kehidupannya untuk
menjadi lebih baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu dalam kehidupan
guna keluar dari kebodohan imannya dan menuju peningkatan nilai dan kecerdasan
takwa dirinya kepada Sang Maha Pencipta.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan ini. Dengan
segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran.
Tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT
semata.
Semoga
makalah
ini
menjadi
pelita
bagi
individu
yang
ingin
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
13
15
16
17
18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................
20
B. Saran ..............................................................................................
20
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam makalah ini adalah:
BAB II
PENJELASAN KEPEMIMPINAN
A. Kepemimpinan
1. Hakikat Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi,
perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan
yang berkaitan satu dengan lainnya. Pemimpin adalah orang yang mendapat
amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau
mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan
memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang
diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan
menggerakkan orang-orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan,
kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau
melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki
keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan
hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang
berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut
pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang
mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan
yang akan diterapkan.
2. Kriteria Pemimpin
Adapun kriteria pemimpin itu sendiri, yakni:
a. Pemimpin yang mukmin.
b. Tegas dalam menjalankan perintah Tuhan.
c. Takut kepada Allah SWT sewaktu mengurusi orang-orang yang dipimpinnya.
d. Tidak mendzalimi siapapun.
e. Tidak memerkosa hak-hak orang lain.
f. Menegakkan dan bukan melecehkan hudud Allah SWT.
g. Membahagiakan rakyatnya dengan mengharap rida Allah SWT.
h. Orang kuat di sisinya menjadi lemah sehingga si lemah dapat mengambil
kembali haknya yang direbut si kuat.
i. Orang lemah di sisinya menjadi kuat sehingga haknya dapat terlindungi.
j. Menampakkan kepatuhan kepada Allah SWT dalam menetapkan kebijakan
yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak sehingga dirinya dan
orang-orang yang dipimpinnya merasa bahagia.
oleh
seorang
wanita
(Riwayat
Bukhari
dari
Abu
Bakar
Radhiyallahuanhu).
3. Tidak Meminta Jabatan
Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda kepada Abdurrahman
bin Samurah Radhiyallahuanhu, Wahai Abdul Rahman bin Samurah! Janganlah
kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan
diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung
jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena
permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya. (Riwayat Bukhari
dan Muslim).
4. Berpegang Dan Konsisten Pada Hukum Allah
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin. Allah berfirman, Dan
hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (alMaaidah:49). Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dilucutkan
dari jabatannya.
5. Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda, Tidaklah seorang
pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat
dengan keadaan terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan
dijerusmuskan oleh kezalimannya. (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam
kitab Al-Kabir).
6. Senantiasa Ada Ketika Diperlukan Rakyat
Hendaklah selalu membuka pintu utk setiap pengaduan dan permasalahan
rakyat. Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda, Tidaklah seorang
pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap keperluan, hajat, dan
kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap keperluan,
hajat, dan kemiskinannya. (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
7. Menasihati Rakyat
Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda, Tidaklah seorang
pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguhsungguh dan tidak menasihati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk
surga bersama mereka (rakyatnya).
8. Tidak Menerima Hadiah
Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti
mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.
Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari
rakyatnya. Rasulullah bersabda, Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah
pengkhianatan. (Riwayat Thabrani).
9. Mencari Pemimpin Yang Baik
Rasulullah bersabda, Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau
menjadikan seorang khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pembantu,
yaitu pembantu yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan
pembantu yang menyuruh kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana.
Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah, (Riwayat Bukhari
dari Abu Said Radhiyallahuanhu).
10. Lemah Lembut
Doa Rasullullah Shalallahualaihi wa sallam, Ya Allah, barangsiapa
mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan
barang siapa yg mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada
mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya.
sebelum dan sesudah ayat ini dalam konteks menggambarkan para nabi yang
memberikan contoh keteladanan dalam membimbing umat ke jalan yang
mensejahterakan umat lahir dan batin. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ayat ini
merupakan landasan prinsip dalam mencari figur pemimpin ideal yang akan memberi
kebaikan dan keberkahan bagi bangsa dimanapun dan kapanpun.
Pemimpin yang bisa bersikap adil. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan,
penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan.
Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak
yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang
agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat QS. Shad (38): 22, Wahai Daud,
Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia
dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu.
Pada surat al-Baqoroh ayat 124, nabi Ibrahim sebagai seorang Imam
(pemimpin), ingin sekali meneruskan dan mewariskan kepemimpinannya kepada
anak cucu. Itu dibuktikan dengan permohonannya kepada Allah SWT dengan
kalimat, Dan saya mohon (juga) dari keturunanku. Surat al-Furqon ayat 74 pun
kelihatannya tidak jauh berbeda. Ayat itu berisi permohonan seseorang untuk
melanggengkan kepemimpinannya kepada anak cucu dan golongannya sendiri.
Hanya saja sistem monarki atau sumber dan pusat kepemimpinan yang selalu berkisar
pada golongan tertentu, nampaknya diberi syarat oleh Allah dengan Janjiku (ini)
tidak mengenai orang-orang yang dzalim. Ungkapan ini menunjukkan, bahwa sifat
dzalim atau tidak dapat berbuat adil merupakan watak yang tidak dimaui oleh Allah
dalam melestarikan, melanggengkan dan merebut tahta kepemimpinan.
Di dalam al-Quran juga dijumpai ayat yang berhubungan dengan sifat pokok
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yang terdapat dalam surat As-Sajdah
(32): 24. Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/ tabah. Kesabaran
dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat
ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin.
Salah satu sosok pemimpin yang disebutkan dalam al-Quran adalah Yusuf as.
Dalam QS. Yusuf: 55, Allah SWT mengabadikan perkataan Yusuf as kepada Raja
Mesir: Yusuf berkata: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya
aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa Yusuf as itu hafiizh (bisa menjaga)
dan alim (pintar, pandai). Inilah dua sifat yang harus dimiliki oleh seseorang yang
bekerja untuk negara. Dua sifat tersebut adalah al-hifzh yang tidak lain berarti
integritas, kredibilitas, moralitas, dan al-ilm yang tidak lain merupakan sebentuk
kapabilitas, kemampuan, dan kecakapan.
Para pakar telah menelusuri Quran dan hadist menetapkan empat sifat yang
harus dipenuhi oleh para nabi, yang pada hakekatnya adalah pemimpin sebagai
pemimpin umat, nabi Saw memiliki empat ciri kepemimpinan: shidiq (jujur),
fathanah (cerdas dan berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya) dan tabligh
(berkomunikasi dan komunikatif dengan bawahannya dan semua orang).
1. Sidq (benar), sebuah sifat dasar yang mesti dimiliki oleh Rasulullah
Shalallahualaihi wa sallam, dan mesti dimiliki pula oleh setiap pemimpin. Ia
harus selalu berusaha menempatkan dirinya pada posisi benar, memiliki sifat
benar, berada di pihak kebenaran, dan memperjuangkan kebenaran dalam
fi al-ilmi (memiliki pengetahuan yang luas) dan pemahaman yang benar mengenai
tugasnya, kemampuan managerial yang matang, cepat dan tepat dalam
menetapkan suatu keputusan, kemampuan yang tinggi dalam menetapkan
makhraj (solusi) dari suatu kemelut dalam lingkup tanggungjawabnya.
wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di
akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
Karena itu pula, ketika sahabat Nabi Shalallahualaihi wa sallam, Abu Dzarr,
meminta suatu jabatan, Nabi Shalallahualaihi wa sallam bersabda: "Kamu lemah,
dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di
hari kemudian (bila disia-siakan)".(H. R. Muslim). Sikap yang sama juga ditunjukkan
Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata:
"Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan
Allah kepadamu. "Maka jawab Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam : "Demi Allah
Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang
menginginkan atau ambisi pada jabatan itu".(H. R. Bukhari Muslim).
Kedua, kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan adalah lawan dari
penganiayaan, penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua
pihak dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang
adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan
masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat Q. S.
Shad (38): 22, "Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka
berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu".
Hal senada dikemukakan oleh Hafidhuddin (2003). Menurutnya ada dua
pengertian pemimpin menurut Islam yang harus dipahami. Pertama, pemimpin berarti
umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Lihat Q. S. An-Nisa 4): 5, "Hai
orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara
kamu". Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ulil amri, umara atau penguasa adalah
orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain,
pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat.
Jika ada pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia bukanlah
pemimpin (yang sesungguhnya).
Kedua, pemimpin sering juga disebut Khadimul Ummah (pelayan umat).
Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai
pelayan masyarakat, bukan minta dilayani. Dengan demikian, hakikat pemimpin
sejati adalah seorang pemimpin yang sanggup dan bersedia menjalankan amanat
Allah swt untuk mengurus dan melayani umat/masyarakat.
Islam adalah agama yang sempurna, di antara kesempurnaan Islam ialah
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah
SWT (Hablumminallah) maupun hubungan dengan manusia (hablumminannas),
termasuk di antara maslah kepemimpinan di pemerintahan.
Kepemimpinan di satu sisi dapat bermakna kekuasaan, tetapi di sisi lain juga
bisa bermakna tanggungjawab. Ketika kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan,
Allah SWT. mengingatkan kita bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah SWT.
Allah SWT yang memberi kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah
pula yang mencabut kekuasaan dari siapapun yang dikehendaki-Nya, seperti dalam
surat Ali Imran ayat 26.
Kepemimpinan bukan keistimewaan, tetapi tanggung jawab. Ia bukan fasilitas
tetapi pengorbanan. Ia juga bukan leha-leha, tetapi kerja keras. Ia juga bukan
1. Sifat rendah hati. Pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda dengan
kedudukan raknyatnya. Ia bukan orang yang harus terus diistimewakan. Ia hanya
sekedar orang yang harus didahulukan selangkah dari yang lainnya karena ia
mendapatkan kepercayaan dalam memimpin dan mengemban amanat. Ia seolah
pelayan rakyat yang di atas pundaknya terletak tanggungjawab besar yang mesti
dipertanggungjawabkan. Dan seperti seorang partner dalam batas-batas yang
tertentu bukan seperti tuan dengan hambanya. Kerendahan hati biasanya
mencerminkan
persahabatan
dan
kekeluargaan,
sebaliknya
keegoan
bisa
berusaha
semampunya
dan
sehebat-hebatnya
namun
yang
memiliki
penilai
yang
baik
tentang
berbagai
persoalan,
dan
menggunakannya untuk membuat keputusan yang terbaik pada waktu yang tepat
10. Imajinatif mampu melakukan perubahan pada waktu yang tepat.
BAB III
SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM SYARIAT ISLAM
tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab
ke dalam kekuasaannya.
pemerintahan
yang
bersifat
demokratis
berubah
menjadi
Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah
berlangsung dari tahun 750-1258 M (Syalaby,1997:44).
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan
yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang
antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti
Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan
jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama
dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa
bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu
adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan
kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi
identitas revolusi yaitu :
1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras
dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di
sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.
2. Mekanisme pemerintahannya tidak efisien karena kelalaiannya menyesuaikan
lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan
zaman.
3. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang
berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya dipelopori dan digerakkan oleh orangorang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa oleh
karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan sistem yang ada.
Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat
kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan
tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga
besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu
disandarkan). Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.
Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim,
baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah
terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya
menganut aliran Syiah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terangterangan dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota
yang penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang
bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah
terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang menyimpang.
Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan dukungan. Di
bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas dilakukan
dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terang-terangan dan
pertempuran (Hasjmy, 1993:211).
Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia.
Propaganda dikirim keseluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak,
terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada
mulanya mendukung Bani Umayyah.
Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, maka
seorang pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu Muslim al-
Khusarany, bergabung dalam gerakan rahasia ini. Semenjak itu dimulailah gerakan
dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan Zulhijjah
132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di Fusthath, Mesir.
Kemudian Daulah bani Abbasiyah resmi berdiri.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap,
dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan
sesuatu sesuai tujuan bersama.
Menyatakan bahwa dalam menjadi pemimpin di muka bumi maka manusia
harus bisa menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh Allah dan di setiap langkah
sebagai seorang pemimpin, Allah akan memberikan peringatan bagi kaum Muslimin
agar selalu berhati-hati tentang apa yang akan dilakukan sebagai khalifah Allah di
bumi.
B. SARAN
Dalam makalah singkat ini penulis ingin menyarankan kepada rekan
mahasiswa hendaknya kita membuat tugas yang dibebankan oleh dosen pengasuh kita
yang berupa makalah khususnya mata kuliah pendidikan agama Islam, kita membuat
sendiri agar ke depannya kita menjadi mahasiswa yang benar-benar siap pakai di
kalangan masyarakat maupun dunia kerja.