Está en la página 1de 33

AKHLAK SEORANG PEMIMPIN

NEGARA MENURUT PERSFEKTIF ISLAM


MAKALAH
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen : Ibu Ai

Oleh :
Yoga Abdurrahim Asidqi
Widianti
Ayu Sofianti
Muhammad Faisal
Pipin Suparman
Agung Subagja
Mia
Alwan
Rifat
Teguh

NPM : 1535071254
NPM :
NPM :
NPM :
NPM :
NPM :
NFM :
NFM :
NFM :
NFM :

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SILIWANGI
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Bahasa Indonesia Akhlak
Seorang Pemimpin Negara Menurut Perspektif Islam. Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca di agama Islam, khususnya
dalam peran manusia sebagai khalifah di muka bumi. Di samping itu, makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna harus
sadar akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah kehidupannya untuk
menjadi lebih baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu dalam kehidupan
guna keluar dari kebodohan imannya dan menuju peningkatan nilai dan kecerdasan
takwa dirinya kepada Sang Maha Pencipta.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan ini. Dengan
segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran.
Tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT
semata.

Semoga

makalah

ini

menjadi

pelita

bagi

individu

yang

ingin

mengembangkan kepribadian dirinya. Amin.

Tasikmalaya, Oktober 2015


Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................

B. Rumusan Masalah ............................................................................

BAB II PENJELASAN KEPEMIMPINAN


A. Kepemimpinan .................................................................................

B. Ciri-Ciri Pemimpin Menurut Islam...................................................

C. Syarat-Syarat Pemimpin Dalam Islam .............................................

D. Pokok-Pokok Kepemimpinan Islam .................................................

13

BAB III SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM SYARIAT ISLAM


A. Pada Masa Rasulullah ....................................................................

15

B. Pada Masa Khulafaur Rasyidin .....................................................

16

C. Kepemimpinan Bani Umayyah .....................................................

17

D. Kepemimpinan Bani Abbasiyah ....................................................

18

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................

20

B. Saran ..............................................................................................

20

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab
atas kepemimpinannya. Mungkin kata-kata tersebut yang paling cocok dan pas bagi
setiap orang muslim di seantero jagad raya ini. Kenapa tidak, manusia diturunkan di
bumi ini adalah sebagai khalifah yang memakmurkan dan menyemarakkan dunia.
Mungkin kita juga sepakat bahwa pada setiap individu manusia muslim adalah
seorang pemimpin. Yakni memimpin dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas
dirinya sendiri.
Berbicara tentang kepemimpinan, sungguh alangkah menumbuhkan jiwa
semangat bagi setiap muslim yang peduli akan iman yang diembannya. Jika kita
menoleh jauh ke belakang tentang sejarah awal Islam, tentulah kita akan menemukan
banyak pelajaran yang luar biasa apabila diaplikasikan dalam dunia modern sekarang,
khususnya dalam hal kepemimpinan. Bagaimana bentuk kepemimpinan Rasulullah
dan para sahabat-sahabatnya. Dan bagaimana cara pemilihan seorang pemimpin pada
saat itu.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana bentuk-bentuk pemilihan pemimpin (suksesi kepemimpinan) dalam


syariat Islam jika ditinjau dari masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani
Umayyah, dan Bani Abasiyyah?

BAB II
PENJELASAN KEPEMIMPINAN

A. Kepemimpinan
1. Hakikat Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi,
perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan
yang berkaitan satu dengan lainnya. Pemimpin adalah orang yang mendapat
amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau
mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan
memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang
diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan
menggerakkan orang-orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan,
kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau
melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki

keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan
hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang
berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut
pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang
mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan
yang akan diterapkan.

2. Kriteria Pemimpin
Adapun kriteria pemimpin itu sendiri, yakni:
a. Pemimpin yang mukmin.
b. Tegas dalam menjalankan perintah Tuhan.
c. Takut kepada Allah SWT sewaktu mengurusi orang-orang yang dipimpinnya.
d. Tidak mendzalimi siapapun.
e. Tidak memerkosa hak-hak orang lain.
f. Menegakkan dan bukan melecehkan hudud Allah SWT.
g. Membahagiakan rakyatnya dengan mengharap rida Allah SWT.
h. Orang kuat di sisinya menjadi lemah sehingga si lemah dapat mengambil
kembali haknya yang direbut si kuat.
i. Orang lemah di sisinya menjadi kuat sehingga haknya dapat terlindungi.
j. Menampakkan kepatuhan kepada Allah SWT dalam menetapkan kebijakan
yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak sehingga dirinya dan
orang-orang yang dipimpinnya merasa bahagia.

k. Semua orang hidup aman dan tenteram.


l. Sangat mencintai manusia, begitu pula sebaliknya.
m. Selalu mendoakan manusia, begitu pula sebaliknya. Kriteria di atas menjadi
indikator bagi pemimpin yang terbaik dan termulia di sisi Allah SWT dan
manusia.

B. Ciri-Ciri Pemimpin Menurut Islam


Adapun ciri-ciri pemimpin menurut Islam adalah sebagai berikut :
1. Niat Yang Tulus
Apabila menerima suatu tanggung jawab, hendaklah didahului dengan niat
sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan. Iringi hal itu dengan
mengharapkan keridhaan-Nya saja. Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung
jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
2. Laki-Laki
Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan. Rasulullah
Shalallahualaihi wa sallam bersabda, Tidak akan beruntung kaum yang
dipimpim

oleh

seorang

wanita

(Riwayat

Bukhari

dari

Abu

Bakar

Radhiyallahuanhu).
3. Tidak Meminta Jabatan
Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda kepada Abdurrahman
bin Samurah Radhiyallahuanhu, Wahai Abdul Rahman bin Samurah! Janganlah
kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan
diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung

jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena
permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya. (Riwayat Bukhari
dan Muslim).
4. Berpegang Dan Konsisten Pada Hukum Allah
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin. Allah berfirman, Dan
hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (alMaaidah:49). Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dilucutkan
dari jabatannya.
5. Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda, Tidaklah seorang
pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat
dengan keadaan terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan
dijerusmuskan oleh kezalimannya. (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam
kitab Al-Kabir).
6. Senantiasa Ada Ketika Diperlukan Rakyat
Hendaklah selalu membuka pintu utk setiap pengaduan dan permasalahan
rakyat. Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda, Tidaklah seorang
pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap keperluan, hajat, dan
kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap keperluan,
hajat, dan kemiskinannya. (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).

7. Menasihati Rakyat
Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda, Tidaklah seorang
pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguhsungguh dan tidak menasihati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk
surga bersama mereka (rakyatnya).
8. Tidak Menerima Hadiah
Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti
mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.
Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari
rakyatnya. Rasulullah bersabda, Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah
pengkhianatan. (Riwayat Thabrani).
9. Mencari Pemimpin Yang Baik
Rasulullah bersabda, Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau
menjadikan seorang khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pembantu,
yaitu pembantu yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan
pembantu yang menyuruh kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana.
Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah, (Riwayat Bukhari
dari Abu Said Radhiyallahuanhu).
10. Lemah Lembut
Doa Rasullullah Shalallahualaihi wa sallam, Ya Allah, barangsiapa
mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan
barang siapa yg mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada
mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya.

11. Tidak Meragukan Rakyat


Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam bersabda, Jika seorang pemimpin
menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka. (Riwayat
Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Hakim).
12. Terbuka Untuk Menerima Ide & Kritikan
Salah satu prinsip Islam adalah kebebasan bersuara. Kebebasan bersuara
ini adalah platform bagi rakyat untuk memberi idea atau kritikan kepada kerajaan
dan pemimpin agar sama memberikan tenaga dan ijtihad kearah pembentukan
negara yang maju. Abu Bakar berucap ketika dilantik menjadi khalifah, beliau
menegaskan "..saya berlaku baik, tolonglah saya, dan apabila saya berlaku buruk,
betulkan saya..", manakala Khalifah Umar pernah ditegur oleh seorang wanita
ketika memberi arahan di masjid, dan beliau menerima teguran tersebut.

C. Syarat-Syarat Pemimpin Dalam Islam


Dalam al-Quran telah dijelaskan mengenai kriteria pemimpin yang baik.
Allah SWT berfirman, Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpinpemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan telah Kami wahyukan
kepada mereka untuk senantiasa mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu mengabdi, (QS. AlAnbiya': 73).
Ayat ini berbicara pada tataran ideal tentang sosok pemimpin yang akan
memberikan dampak kebaikan dalam kehidupan rakyat secara keseluruhan, seperti
yang ada pada diri para nabi manusia pilihan Allah. Karena secara korelatif, ayat-ayat

sebelum dan sesudah ayat ini dalam konteks menggambarkan para nabi yang
memberikan contoh keteladanan dalam membimbing umat ke jalan yang
mensejahterakan umat lahir dan batin. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ayat ini
merupakan landasan prinsip dalam mencari figur pemimpin ideal yang akan memberi
kebaikan dan keberkahan bagi bangsa dimanapun dan kapanpun.
Pemimpin yang bisa bersikap adil. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan,
penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan.
Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak
yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang
agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat QS. Shad (38): 22, Wahai Daud,
Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia
dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu.
Pada surat al-Baqoroh ayat 124, nabi Ibrahim sebagai seorang Imam
(pemimpin), ingin sekali meneruskan dan mewariskan kepemimpinannya kepada
anak cucu. Itu dibuktikan dengan permohonannya kepada Allah SWT dengan
kalimat, Dan saya mohon (juga) dari keturunanku. Surat al-Furqon ayat 74 pun
kelihatannya tidak jauh berbeda. Ayat itu berisi permohonan seseorang untuk
melanggengkan kepemimpinannya kepada anak cucu dan golongannya sendiri.
Hanya saja sistem monarki atau sumber dan pusat kepemimpinan yang selalu berkisar
pada golongan tertentu, nampaknya diberi syarat oleh Allah dengan Janjiku (ini)
tidak mengenai orang-orang yang dzalim. Ungkapan ini menunjukkan, bahwa sifat
dzalim atau tidak dapat berbuat adil merupakan watak yang tidak dimaui oleh Allah
dalam melestarikan, melanggengkan dan merebut tahta kepemimpinan.

Di dalam al-Quran juga dijumpai ayat yang berhubungan dengan sifat pokok
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yang terdapat dalam surat As-Sajdah
(32): 24. Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/ tabah. Kesabaran
dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat
ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin.
Salah satu sosok pemimpin yang disebutkan dalam al-Quran adalah Yusuf as.
Dalam QS. Yusuf: 55, Allah SWT mengabadikan perkataan Yusuf as kepada Raja
Mesir: Yusuf berkata: Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya
aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa Yusuf as itu hafiizh (bisa menjaga)
dan alim (pintar, pandai). Inilah dua sifat yang harus dimiliki oleh seseorang yang
bekerja untuk negara. Dua sifat tersebut adalah al-hifzh yang tidak lain berarti
integritas, kredibilitas, moralitas, dan al-ilm yang tidak lain merupakan sebentuk
kapabilitas, kemampuan, dan kecakapan.
Para pakar telah menelusuri Quran dan hadist menetapkan empat sifat yang
harus dipenuhi oleh para nabi, yang pada hakekatnya adalah pemimpin sebagai
pemimpin umat, nabi Saw memiliki empat ciri kepemimpinan: shidiq (jujur),
fathanah (cerdas dan berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya) dan tabligh
(berkomunikasi dan komunikatif dengan bawahannya dan semua orang).
1. Sidq (benar), sebuah sifat dasar yang mesti dimiliki oleh Rasulullah
Shalallahualaihi wa sallam, dan mesti dimiliki pula oleh setiap pemimpin. Ia
harus selalu berusaha menempatkan dirinya pada posisi benar, memiliki sifat
benar, berada di pihak kebenaran, dan memperjuangkan kebenaran dalam

lingkungan yang menjadi tanggungjawabnya. Ia akan selalu berdiri tegak di atas


kebenaran, bergerak mulai dari titik yang benar, berjalan di atas garis yang benar,
dan menuju titik yang benar, yaitu ridho Allah SWT. kebenaran yang dimiliki
seorang pemimpin merupakan awal dari segala kebaikan, dan kebohongan yang
dimiliki seorang pemimpin adalah awal dari segala kebobrokan dan kehancuran.
2. Amanah (penuh tanggungjawab), sebuah sifat dasar kepemimpinan Rasul yang
berarti jujur, penuh kepercayaan, dan penuh tanggungjawab. Apabila mendapat
suatu tanggungjawab, ia kerahkan segala kemampuannya untuk melaksanakan
tugas yang dipikulnya, ia yakin bahwa dirinya mas-ul (harus mempertanggungjawabkan) kepemimpinannya. Pemimpin yang amanah juga memiliki sifat tabah,
sabar dan tawakal kepada Allah SWT., ia selalu menghadapkan dirinya kepada
Allah melalui doa, dan menerima dengan penuh keridhaan terhadap apapun
keputusan akhir yang ditetapkan oleh Allah SWT. atas dirinya.
3. Tabligh (menyampaikan yang harus disampaikan). Seorang rasul sebagai
pemimpin memiliki keterbukaan dalam berbagai hal, tiada sifat tertutup pada
dirinya, karena ketertutupan akan menimbulkan keraguan pihak lain, dan
melahirkan fitnah dalam kepemimpinannya. Sebagai pemimpin seorang Rasul
senantiasa menyampaikan kebenaran yang diterimanya lewat wahyu, betapapun
beratnya tantangan dan resiko yang akan diterimanya. Ia berpegang pada
pedoman Katakan yang benar itu walaupun pahit kau rasakan.
4. Fathanah (cerdik), bahwa seorang rasul sebagai pemimpin memiliki kemampuan
berfikir yang tinggi, daya ingat yang kuat, serta kepintaran menjelaskan dan
mempertahankan kebenaran yang diembannya. Seorang pemimpin mesti basthah

fi al-ilmi (memiliki pengetahuan yang luas) dan pemahaman yang benar mengenai
tugasnya, kemampuan managerial yang matang, cepat dan tepat dalam
menetapkan suatu keputusan, kemampuan yang tinggi dalam menetapkan
makhraj (solusi) dari suatu kemelut dalam lingkup tanggungjawabnya.

D. Pokok-Pokok Kepemimpinan Islam


Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur
sejak awal bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin.
Menurut Shihab (2002) ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat
kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar
kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan
perjanjian antara dia dengan Allah SWT. Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 124, "Dan
ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan
larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah berfirman:
Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim
bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah SWT menjawab:
Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim".
Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah SWT, bukan sesuatu yang
diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan
kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam
menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang,
hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya,
digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-

wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di
akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
Karena itu pula, ketika sahabat Nabi Shalallahualaihi wa sallam, Abu Dzarr,
meminta suatu jabatan, Nabi Shalallahualaihi wa sallam bersabda: "Kamu lemah,
dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di
hari kemudian (bila disia-siakan)".(H. R. Muslim). Sikap yang sama juga ditunjukkan
Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata:
"Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan
Allah kepadamu. "Maka jawab Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam : "Demi Allah
Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang
menginginkan atau ambisi pada jabatan itu".(H. R. Bukhari Muslim).
Kedua, kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan adalah lawan dari
penganiayaan, penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua
pihak dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang
adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan
masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat Q. S.
Shad (38): 22, "Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka
berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu".
Hal senada dikemukakan oleh Hafidhuddin (2003). Menurutnya ada dua
pengertian pemimpin menurut Islam yang harus dipahami. Pertama, pemimpin berarti
umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Lihat Q. S. An-Nisa 4): 5, "Hai
orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara

kamu". Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ulil amri, umara atau penguasa adalah
orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain,
pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat.
Jika ada pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia bukanlah
pemimpin (yang sesungguhnya).
Kedua, pemimpin sering juga disebut Khadimul Ummah (pelayan umat).
Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai
pelayan masyarakat, bukan minta dilayani. Dengan demikian, hakikat pemimpin
sejati adalah seorang pemimpin yang sanggup dan bersedia menjalankan amanat
Allah swt untuk mengurus dan melayani umat/masyarakat.
Islam adalah agama yang sempurna, di antara kesempurnaan Islam ialah
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah
SWT (Hablumminallah) maupun hubungan dengan manusia (hablumminannas),
termasuk di antara maslah kepemimpinan di pemerintahan.
Kepemimpinan di satu sisi dapat bermakna kekuasaan, tetapi di sisi lain juga
bisa bermakna tanggungjawab. Ketika kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan,
Allah SWT. mengingatkan kita bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah SWT.
Allah SWT yang memberi kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah
pula yang mencabut kekuasaan dari siapapun yang dikehendaki-Nya, seperti dalam
surat Ali Imran ayat 26.
Kepemimpinan bukan keistimewaan, tetapi tanggung jawab. Ia bukan fasilitas
tetapi pengorbanan. Ia juga bukan leha-leha, tetapi kerja keras. Ia juga bukan

kesewenang-wenangan bertindak, tetapi kesewenangan melayani. Selanjutnya


kepemimpinan adalah keteladanan berbuat dan kepeloporan bertindak.
Substansi kepemimpinan dalam perspektif Islam merupakan sebuah amanat
yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar ahli, berkualitas dan memiliki
tanggung jawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik. Inilah
beberapa kriteria yang Islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang
sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, harmonis,
dinamis, makmur, sejahtera dan tentram
Beberapa Pendapat Pemikir Islam Mengenai Kepemimpinan
1. Al Farabi (lahir sekitar tahun 259 H) menulis diantaranya ialah kitab berjudul alMadinah al-Fadilah (Negara Utama) dan al Qaid al Fala (sifat-sifat Pemimpin
berkesan) yang mana beliau menekankan kualitas kepemimpinan utama di Negara
Utama seharusnya merupakan orang yang terbaik berasaskan sejumlah sifat-sifat
kepemimpinan, baik sifat-sifat bawaan maupun sifat-sifat yang dipelajari.
2. Al-Mawardiy (lahir 394 H) menulis beberapa kitab yang masyhur dalam bidang
politik dan kepemimpinan, antaranya ialah al Ahkam al-Sultaniyyah. Beliau
memberikan nasehat agar pemerintah dalam mengurus Negara berdasarkan
petunjuk-petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Beliau menyentuh berbagai aspek
mengenai imamah hingga ia menjadi suatu sistem politik yang baik.
3. Al-Ghazaly (1058-1111 M) seorang tokoh ilmuan ensiklopedik yang sangat
prolifik dengan karya-karya tulisannya, antara lain telah menulis kitab, al-Tibr alMasbuk fi Nasihat al-Mulk, yang antara lain telah menggariskan tugas khalifah
atau pemimpin.

4. Ibn Khaldun, lahir tahun 732 H (1332-1395 M) adalah orang pertama


memberikan perspektif sosial pendiri historiografi dan Sosiologi. Karya beliau
yang amat terkenal dalam bidang ini ialah Muqaddimah yang membahas berbagai
dimensi masyarakat manusia. Beliau membahas masyarakat kota, masyarakat
badawi, tentang manusia primitif, tentang organisasi-organisasi seperti kerajaan,
kekhalifahan, kesultanan, wilayah, negeri dan daerah.
Sifat-sifat Nabi Saw itu tercermin pada kebijakan dan tingkah laku beliau
sehari-hari, baik sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat dan
negara. Sifat kepemimpinan beliau dan Khulafaur Rasyidin dapat dijadikan cermin
oleh semua pemimpin. Mereka senantiasa mengabdi, menerima keluh kesah,
memfasilitasi, dan siap menjadi budak rakyatnya, bukannya menjadi tuan bagi
masyarakatnya.
Selanjutnya berbicara tentang kepemimpinan yang baik, ditemukan lima sifat
pokok yang hendaknya dimiliki oleh seorang pemimpin. Kelima sifat itu terungkap
dalam dua ayat : QS 32 : 24, dan QS 21 :73 yaitu :
1. Kesabaran dan ketabahan. Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka
tabah/sabar.
2. Yahduuna bi amrina mengantar masyarakatnya ke tujuan yang sesuai dengan
petunjuk kami (Allah dan Rasul-Nya)
3. Wa awhaena ilaihim fil alkhaerat telah membudaya pada diri (sang calon) suatu
kebijakan.
4. Abidin senantiasa beribadah, termasuk shalat dan zakat.
5. Yuuqinun, penuh keyakinan karena memiliki visi misi yang jelas.

Dari 5 sifat tersebut as sabar (ketekunan dan ketabahan) dijadikan Allah


sebagai konsideran pengangkatan mendahului sifat-sifat lain. Karena kesabaran sifat
dasar yang melekat, sedang yang lain adalah yang diperagakan dalam kenyataan.
Selanjutnya berikut ini saya ingin menyampaikan bagaimana Abu Bakar
Assiddiq menjadi pemimpin, kita bisa belajar dari isi pidato Khalifah Abu bakar
Assiddiq RA ketika beliau dilantik menjadi pemimpin umat sepeninggalnya
Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam, yang mana inti dari isi pidato tersebut dapat
dijadikan pedoman dalam memilih profil seorang pemimpin yang baik. Isi pidato
tersebut diterjemahkan kurang lebih sebagai berikut :
Saudara-saudara, Aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku
yang terbaik di antara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik
bantulah aku, dan jika akau berbuat salah luruskanlah aku. Sifat jujur itu
adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah penghianatan. Orang
lemah di antara kalian aku pandang kuat posisinya di sisiku dan aku akan
melindungi hak-haknya. Orang kuat di antara kalian aku pandang lemah
posisinya di sisiku dan aku akan mengambil hak-hak mereka yang mereka
peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada yang berhak
menerimanya. Janganlah di antara kalian meninggalkan jihad, sebab kaum
yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah SWT.
Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika
aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi
kalian untuk mematuhiku. Kini marilah kita menunaikan Shalat semoga Allah
SWT melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua.
Ada 6 (enam) poin yang dapat diambil dari inti pidato khalifah Abu Bakar ra
tersebut, yaitu :

1. Sifat rendah hati. Pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda dengan
kedudukan raknyatnya. Ia bukan orang yang harus terus diistimewakan. Ia hanya
sekedar orang yang harus didahulukan selangkah dari yang lainnya karena ia
mendapatkan kepercayaan dalam memimpin dan mengemban amanat. Ia seolah
pelayan rakyat yang di atas pundaknya terletak tanggungjawab besar yang mesti
dipertanggungjawabkan. Dan seperti seorang partner dalam batas-batas yang
tertentu bukan seperti tuan dengan hambanya. Kerendahan hati biasanya
mencerminkan

persahabatan

dan

kekeluargaan,

sebaliknya

keegoan

mencerminkan sifat takabur dan ingin menang sendiri.


2. Sifat terbuka untuk dikritik. Seorang pemimpin haruslah menaggapi aspirasiaspirasi rakyat dan terbuka untuk menerima kritik-kritik sehat yang membangun
dan konstruktif. Tidak seyogianya menganggap kritikan itu sebagai hujatan atau
orang yang mengkritik sebagai lawan yang akan menjatuhkannya lantas dengan
kekuasaannya mendzalimi orang tersebut. Tetapi harus diperlakukan sebagai
mitra dengan kebersamaan dalam rangka meluruskan dari kemungkinan buruk
yang selama ini terjadi untuk membangun kepada perbaikan dan kemajuan. Dan
ini merupakan suatu partisipasi sejati sebab sehebat apapun pemimpin itu pastilah
memerlukan partisipasi dari orang banyak dan mitranya. Disinilah perlunya
social-support dan social-control. Prinsip-prinsip dukungan dan kontrol
masyarakat ini bersumber dari norma-norma Islam yang diterima secara utuh dari
ajaran Nabi Muhammad Saw.
3. Sifat jujur dan memegang amanah. Kejujuran yang dimiliki seorang pemimpin
merupakan simpati rakyat terhadapnya yang dapat membuahkan kepercayaan dari

seluruh amanat yang telah diamanahkan. Pemimpin yang konsisten dengan


amanat rakyat menjadi kunci dari sebuah kemajuan dan perbaikan. Khalifah Umar
bin Abdul Aziz pernah didatangi putranya saat dia berada di kantornya kemudian
bercerita tentang keluarga dan masalah yang terjadi di rumah. Seketika itu Umar
bin Abdul Aziz mematikan lampu ruangan dan si anak bertanya dari sebab apa
sang ayah mematikan lampu sehingga hanya berbicara dalam ruangan yang gelap.
Dengan sederhana sang ayah menjawab bahwa lampu yang kita gunakan ini
adalah amanah dari rakyat yang hanya dipergunakan untuk kepentingan
pemerintahan bukan urusan keluarga.
4. Sifat berlaku adil. Keadilan adalah konteks nyata yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin dengan tujuan demi kemakmuran rakyatnya. Keadilan bagi
manusia tidak ada yang relatif. Islam meletakan soal penegakan keadilan itu
sebagai sikap yang esensial. Seorang pemimpin harus mampu menimbang dan
memperlakukan sesuatu dengan seadil-adilnya bukan sebaliknya berpihak pada
seorang saja. Dan orang yang lemah harus dibela hak-haknya dan dilindungi,
sementara orang yang kuat dan bertindak dzhalim harus dicegah dari bertindak
sewenang-wenangnya.
5. Komitmen dalam perjuangan. Sifat pantang menyerah dan konsisten pada
konstitusi bersama bagi seorang pemimpin adalah penting. Teguh dan terus
istiqamah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Pantang tergoda oleh
rayuan dan semangat menjadi orang yang pertama di depan musuh-musuh yang
hendak menghancurkan konstitusi yang telah disepakati bersama. Bukan sebagai
penonton di kala perang.

6. Bersikap demokratis. Demokrasi merupakan alat untuk membentuk masyarakat


yang madani, dengan prinsip-prinsip segala sesuatunya dari rakyat untuk rakyat
dan oleh rakyat. Dalam hal ini pemimpin tidak sembarang memutuskan sebelum
adanya musyawarah yang mufakat. Sebab dengan keterlibatan rakyat terhadap
pemimpinnya dari sebuah kesepakatan bersama akan memberikan kepuasan,
sehingga apapun yang akan terjadi baik buruknya bisa ditanggung bersama-sama.
Hidup ini segala sesuatunya takkan terlepas dari pantauan Allah SWT,
manusia

bisa

berusaha

semampunya

dan

sehebat-hebatnya

namun

yang

menentukannya adalah tetap Allah SWT. Hubungan seorang pemimpin dengan


Tuhannya tak kalah pentingnya; yaitu dengan berbakti dan mengabdi kepada Allah
SWT. Semua ini dalam rangka memohon pertolongan dan ridho Allah SWT semata.
Dengan senantiasa berbakti kepadaNya terutama dalam menegakan shalat lima waktu
misalnya, seorang pemimpin akan mendapat hidayah untuk menghindari perbuatanperbuatan yang keji dan tercela. Selanjutnya ia akan mampu mengawasi dirinya dari
perbuatan-perbuatan hina tersebut, karena dengan shalat yang baik dan benar menurut
tuntunan ajaran Islam dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar (QS.
Al Ankabuut: 45).
Yang tidak kalah penting pemimpin masa kini juga seharusnya mempunyai
karakter sebagai berikut. Semakin banyak sifat baik yang ditampilkan oleh seorang
pemimpin, maka ia akan semakin dipercaya dan diyakini oleh para pengikutnya.
Berikut ini adalah 10 karakter yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin
masa depan, yang acap kali dikemukakan oleh para pakar terkemuka dalam bidang
kepemimpinan, yakni :

1. Jujur, menampilkan ketulusan dan integritas dalam semua tindakannya sehingga


tidak ada manipulative
2. Kompeten, dalam melakukan tindakan berbasis pada akal pikiran, sikap dan
prinsip moral. Membuat keputusan tidak terlalu subyektif
3. Berpandangan ke depan, memiliki tujuan dan visi masa depan
4. Menginspirasi, mampu menunjukan kredibilitas dan orisinalitas dalam segala hal
yang ia lakukan
5. Cerdas, gemar dan rakus membaca haus belajar, dan senantiasa mencari tugas
yang menantang
6. Adil (fairness), mampu menunjukan perlakuan yang adil bagi semua orang
7. Berwawasan luas menyukai keragaman kaya perspektif
8. Berani, memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan meski menghadapi resiko
yang berat
9. Lugas

memiliki

penilai

yang

baik

tentang

berbagai

persoalan,

dan

menggunakannya untuk membuat keputusan yang terbaik pada waktu yang tepat
10. Imajinatif mampu melakukan perubahan pada waktu yang tepat.

Selain 10 karakter di atas perlu dikembangkan pemimpin yakni :


1. Membangun suatu standar
2. Memberikan dukungan dan mengembangkan
3. Integrator
Dari rangkaian syarat-syarat pemimpin di atas sedikit dapat kita jadikan acuan
dalam memilih sosok pemimpin, dan masih banyak lagi ketentuan-ketentuan
pemimpin yang baik dalam perspektif Islam yang bisa kita gali baik yang tersurat

maupun tersirat di dalam Al Quran dan Hadits-hadits nabi Shalallahualaihi wa


sallam.
Jadi pemimpin seperti apa yang sebaiknya diangkat di era seperti sekarang
ini? Secara umum Al Quran sudah memberikan gambaran kriteria pemimpin yang
harus dipilih, yaitu seperti yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang
artinya: Dan sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (sesudah Kami
tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang
shaleh (QS Al-Anbiya : 105). Jadi yang mendapat mandat mengurusi manusia
beserta isinya di muka bumi ini sesuai rekomendasi Allah SWT ternyata hanyalah
orang-orang shaleh, bukan orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka bumi
yang pola fikir dan perilakunya tidak diridhai oleh Allah SWT. Wallahualam

BAB III
SUKSESI KEPEMIMPINAN DALAM SYARIAT ISLAM

A. Pada Masa Rasulullah


Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi
pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda
dengan periode Mekkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik.
Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di
Madinah. Nabi mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga
sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan,
kekuasaan spiritual dan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis
merupakan kepala Negara.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu (Madinah),
maka beliau segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar-dasar
tersebut antara lain:
1. Pembangunan masjid, selain sebagai tempat ibadah masjid juga digunakan
sebagai pusat pemerintahan.
2. Ukhuwah Islamiyah, Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan
Anshar.
3. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lainyang tidak beragama Islam.
Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad
Shalallahualaihi Wa Sallam , di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang
negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya dalam sebelas

tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab
ke dalam kekuasaannya.

B. Pada Masa Khulafaur Rasyidin


Dalam sejarah Islam dikenal berbagai mekanisme penetapan kepala negara,
yakni pada masa Khulafaur Rasyidin; Abu Bakar ditetapkan berdasarkan pemilihan
dengan musyawara terbuka, Umar ibn Khattab ditetapkan berdasarkan penunjukan
kepala negara terdahulunya, Usman ibn Affan ditetapkan berdasarkan pemilihan
dalam suatu dewan formatur, dan Ali ibn Abi Thalib ditetapkan berdasarkan
pemilihan musyawarah dalam pertemuan terbuka.
1. Khalifah Abu Bakar
Nabi Muhammad Shalallahualaihi Wa Sallam tidak meninggalkan wasiat
tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat
Islam setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan tersebut
kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama
setelah beliau wafat belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh
Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Saidah, Madinah. Mereka
memusyawarahkan siapa yang akan menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan
cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, samasama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat
yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu
Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam.

2. Khalifah Umar ibn Khattab


Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, beliau
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar
sebagai gantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya
perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam.

3. Usman Ibn Affan


Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang
dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada
mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang
tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Saad ibn Abi Waqqas, dan
Abdurrahman ibn Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil
menunjuk Usman sebagai khalifah, melaui persaingan yang agak ketat dengan Ali
ibn Abi Thalib.

4. Ali ibn Abi Thalib


Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai mem-baiat Ali ibn Abi
Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa
pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun
pada pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan
khalifah, Ali memecat gubernur yang diangkat oleh Usman. Dia yakin
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga
menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan

menyerahkan hasil pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali sistem


distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah
diterapkan Umar.

C. Kepemimpinan Bani Umayyah


Memasuki kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani
Umayyah,

pemerintahan

yang

bersifat

demokratis

berubah

menjadi

monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh


melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan suara pemilihan atau suara
terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid.
Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan bizantium. Dia memang
tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberi interpretasi baru dari katakata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya khalifah Allah
dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.

D. Kepemimpinan Bani Abbasiyah


Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti
Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa
Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah
didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn alAbbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi

Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah
berlangsung dari tahun 750-1258 M (Syalaby,1997:44).
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan
yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang
antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti
Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan
jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama
dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa
bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu
adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan
kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi
identitas revolusi yaitu :
1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras
dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di
sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.
2. Mekanisme pemerintahannya tidak efisien karena kelalaiannya menyesuaikan
lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan
zaman.
3. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang
berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya dipelopori dan digerakkan oleh orangorang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa oleh
karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan sistem yang ada.

Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat
kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain mempunyai kedudukan
tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga
besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu
disandarkan). Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.
Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim,
baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah
terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya
menganut aliran Syiah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terangterangan dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota
yang penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang
bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah
terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang menyimpang.
Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan dukungan. Di
bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas dilakukan
dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terang-terangan dan
pertempuran (Hasjmy, 1993:211).
Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia.
Propaganda dikirim keseluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak,
terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada
mulanya mendukung Bani Umayyah.
Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, maka
seorang pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu Muslim al-

Khusarany, bergabung dalam gerakan rahasia ini. Semenjak itu dimulailah gerakan
dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan Zulhijjah
132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di Fusthath, Mesir.
Kemudian Daulah bani Abbasiyah resmi berdiri.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap,
dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan
sesuatu sesuai tujuan bersama.
Menyatakan bahwa dalam menjadi pemimpin di muka bumi maka manusia
harus bisa menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh Allah dan di setiap langkah
sebagai seorang pemimpin, Allah akan memberikan peringatan bagi kaum Muslimin
agar selalu berhati-hati tentang apa yang akan dilakukan sebagai khalifah Allah di
bumi.
B. SARAN
Dalam makalah singkat ini penulis ingin menyarankan kepada rekan
mahasiswa hendaknya kita membuat tugas yang dibebankan oleh dosen pengasuh kita
yang berupa makalah khususnya mata kuliah pendidikan agama Islam, kita membuat
sendiri agar ke depannya kita menjadi mahasiswa yang benar-benar siap pakai di
kalangan masyarakat maupun dunia kerja.

También podría gustarte